Anda di halaman 1dari 4

A.

MENTAL REPRESENTATION OF THE SELF

1. Self-concept
Konsep diri adalah sekumpulan keyakinan yang kita pegang tentang diri kita sendiri. Kita
dapat mengatakan dengan cepat dan percaya diri apakah kita ramah atau pemalu, suka
berpetualang atau menyukai hal monoton, aktif atau canggung.

2. Self-schemas
Dalam sederetan informasi tentang diri mereka sendiri, kebanyakan orang lebih memah
ami konsep pada beberapa atribut yang lebih jelas tentang dirinya sendiri daripada oran
g lain. Kualitas-kualitas yang membuat orang yakin disebut skema-diri: struktur afektif ko
gnitif yang mewakili kualitas diri dalam domain tertentu.

3. Neural Basisf of Self-views


Jelas, untuk berfungsi secara efektif di dunia, orang harus dapat membedakan hal-hal m
engenai "saya" dan "bukan saya." Fungsi ini mengimplikasikan aktivitas di belahan kiri ko
rteks prefrontal (Kircher et al., 2002; Turk et al. ., 2002). Perasaan tentang diri yang seba
gian besar dari kita alami secara subjektif muncul dari fungsi penerjemah belahan otak ki
ri (Gazzaniga, 2000), yang mengintegrasikan beragam proses yang berhubungan dengan
diri sendiri di berbagai bagian otak (Turk, Heatherton, Macrae, Kelley, & Gazzaniga, 200
3). Representasi yang individu yakini dalam ingatan jangka panjang mirip dengan konsep
diri, tetapi lebih kompleks, lebih bervariasi, dan lebih memungkinkan dapat membentuk
interpretasi terhadap situasi dan tindakan orang lain daripada konstruk lain yang dapat d
iakses.

4. Self-esteem
Representasi mental tentang diri melibatkan harga diri, yaitu evaluasi yang kita buat dari
diri kita sendiri. Individu tidak hanya memikirkan seperti apa dirinya, tetapi juga dengan
bagaimana mereka menilai kualitas-kualitas itu. Harga diri (self-esteem) merupakan hal y
ang sangat penting karena dapat membantu individu mempertahankan well-being yang
dimilikinya, menetapkan tujuan yang tepat, menikmati pengalaman positif, dan berhasil
mengatasi situasi sulit (Christensen, Wood, & Barrett, 2003; Creswell et al., 2005; Somm
er & Baumeister , 2002; Wood, Heimpel, & Michela, 2003).

5. Culture and The Self


Konsepsi diri bervariasi tergantung pada latar belakang budaya seseorang (Morling & Ma
suda, 2012; Rhee, Uleman, Lee, & Roman, 1995; Triandis, McCusker, & Hui, 1990). Mark
us dan Kitayama (1991) membandingkan budaya Amerika dan Jepang untuk menggamba
rkan perbedaan konsepsi diri antara budaya Barat dan Asia Timur. Orang Amerika Eropa
menekankan individualitas dan membedakan diri sendiri dari orang lain dengan menggu
nakan bakat unik seseorang. Diri mandiri ini adalah "sebuah dunia motivasi dan kognitif
yang terikat, unik, kurang lebih terintegrasi, pusat kesadaran yang dinamis,emosi, penilai
an, tindakan, diorganisasikan ke dalam keseluruhan yang berbeda dan ditetapkan secara
konstruktif baik terhadap keutuhan semacam itu maupun terhadap latar belakang sosial
dan alamiah ”(Geertz, 1975, hlm. 48). Termasuk, interdependensi diri pada budaya Asia
Timur, Eropa Selatan, dan Amerika Latin melihat diri sendiri sebagai bagian dari hubunga
n sosial yang melingkupi dan menyesuaikan perilaku seseorang dengan apa yang diangga
p sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan orang lain dalam hubungan tersebut (Markus
& Kitayama, 1991). Interdependensi diri menjadi utuh dan bermakna luas dalam kontek
s hubungan sosial daripada melalui tindakan yang independen dan otonom (Tabel 5.2).

6. Culture, Cognition, and Emotion


Beberapa perbedaan budaya dalam kognisi sangat mendasar: Eropa Amerika cenderung
mengekstraksi elemen-elemen sentral atau khas dari konteksnya, sedangkan orang Asia
Timur lebih cenderung memandang dunia dalam secara lebih holistik (Masuda & Nisbett,
2001). Perbedaan ini juga terjadi dalam persepsi diri. Orang-orang yang memiliki rasa diri
yang mandiri melihat diri mereka sebagai orang yang berbeda dan berusaha kerasmema
ksimalkan pencapaian tujuan pribadi mereka.

B. SELF-REGULATION

Pengaturan diri mengacu pada cara orang mengendalikan dan mengarahkan tindakan, emosi,
dan pikiran mereka sendiri, terutama bagaimana orang merumuskan dan mengejar tujuan; i
ni mencakup kontrol eksekutif tingkat tinggi atas proses tingkat rendah yang bertanggung ja
wab atas perencanaan dan pelaksanaan perilaku.

1. Sources of Influence on Self-Regulation


Kegiatan regulasi diri berasal dari beberapa sumber. Salah satu jenis regulasi diri, yaitu ada dalam ko
nsep diri. Isyarat situasional, peran sosial, nilai-nilai, dan konsepsi diri yang kuat memengaruhi aspek
mana dari diri yang mendominasi dalam konsep diri yang bekerja (mis., Verplanken & Holland, 2002).

2. Behavioral Approach and Avoidant


Pengaturan diri melibatkan keputusan mendasar tentang situasi mana yang harus didekati dan situas
i mana yang harus dihindari. Individu memiliki dua sistem motivasi semi-independen yang membant
u mengatur perilaku dalam situasi-situasi tersebut: sistem pembangkit, disebut sebagai sistem aktiva
si perilaku (BAS), dan sistem permusuhan, atau sistem penghambatan perilaku (BIS).
3. Self-Discrepancy Theory
Dalam teori yang terkait dengan pembedaan aktivasi-penghambatan, Higgins (1987, 1989) meneliti b
agaimana pembedaan diri memandu emosi dan coping perilaku. Beberapa pembedaan mencermink
an kekurangan antara diri saat ini dan diri ideal (mengaktifkan pengejaran reward), dan beberapa lai
nnya merupakan diri saat ini dan diri yang seharusnya (menghambat karena takut akan hukuman). Hi
ggins membedakan dua jenis panduan diri. Individu berbeda dalam hal bagaimana mereka terutama
didorong oleh diri ideal atau diri yang seharusnya (Strauman, 1996). Diri ideal adalah yang diinginkan
seseorang; diri seharusnya adalah yang dipikirkan seseorang, seringkali sangat dipengaruhi oleh keya
kinan seseorang tentang perilaku yang sesuai untuk diri (tugas dan kewajiban) dan harapan orang lai
n.

4. Self-Efficacy and Personal Control


Keyakinan efikasi diri merujuk pada ekspektasi spesifik tentang kemampuan seseorang untuk menyel
esaikan tugas tertentu. Selain persepsi spesifik terkait kontrol kemampuan untuk melakukan perilak
u tertentu (keyakinan self-efficacy), individu memiliki pemahaman umum tentang kontrol atau peng
uasaan pribadi yang memungkinkan mereka untuk merencanakan, mengatasi kemunduran, dan men
gejar aktivitas pengaturan diri.

5. Self-Focus
Pengaturan diri juga dipengaruhi oleh arah atensi, termasuk apakah atensi menuju langsung ke dala
m diri atau ke luar kepada lingkungan (Duval & Wicklund, 1972; Silvia &Duval, 2001). Ketika fokus pa
da diri kita sendiri, suatu keadaan yang disebut kesadaran diri (Wicklund & Frey, 1980), kita mengeva
luasi perilaku kita terhadap suatu standar dan kemudian berusaha untuk memenuhi standar tersebu
t.

6. Threats to Self-Regulation
Beberapa keadaan secara terus-menerus membahayakan kemampuan untuk mengatur diri sendiri. S
alah satu syaratnya adalah pengucilan sosial. Ketika individu telah ditolak oleh kelompok sosial, mere
ka lebih sulit melakukan tugas-tugas berikutnya. Orang tersebut lebih cepat menyerah dari tugas yan
g membuat frustrasi, tidak dapat perform dengan baik, dan menunjukkan kontrol diri yang kurang ba
ik (Baumeister, DeWall, Ciarocco, & Twenge, 2005).

7. Neural Bases of Self-Regulation

Meskipun emosi hedonis mencirikan perspektif jangka pendek, emosi sadar diri sesuai untuk perspe
ktif jangka panjang dan dapat membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam pengendalia
n diri (Giner-Sorolla, 2001).

C. MOTIVATION AND SELF-REGULATION

Regulasi diri tergantung pada bertahannya kekhawatiran yang relevan dengan diri sendiri. Ini termas
uk kebutuhan untuk sense of self yang akurat, sense of self yang konsisten, memperbaiki diri, dan se
nse of self yang positif.

1. Need for Accuracy

2. Need for Consistency


Kebutuhan akan konsep-diri yang akurat merupakan gagasan bahwa kita memerlukan konsep-diri ya
ng konsisten dan bukan konsep yang bervariasi dari satu situasi ke situasi lain. Kita perlu percaya bah
wa kita memiliki kualitas dan tujuan intrinsik yang akan tetap relatif stabil dari waktu ke waktu (Swan
n, 1983). Orang sering mencari situasi dan menafsirkan perilaku mereka dengan cara yang mengkon
firmasi konsep diri mereka yang sudah ada sebelumnya; orang juga menolak situasi dan umpan balik
yang bertentangan dengan konsep diri mereka. Proses ini disebut verifikasi diri.
3. Need for Improvement
Selain kebutuhan untuk rasa diri yang akurat dan konsisten, individu termotivasi oleh keinginan mer
eka untuk meningkat.
4. Self-Enhancement
Peningkatan diri adalah kecenderungan untuk mencari dan mempertahankan konsep diri yang meng
untungkan atau paling tidak dapat ditingkatkan.
5. Self-Affirmation
Afirmasi diri menyatakan bahwa individu mengatasi ancaman terhadap harga diri mereka dengan m
endukung aspek-aspek diri mereka yang tidak terkait, dengan demikian menangani kebutuhan penin
gkatan diri.
6. Self-Evaluation Maintenance
7. Terror Management Theory
Teori manajemen teror (TMT) membahas bagaimana orang mengatasi ketakutan akan kematian keti
ka muncul dalam pikiran. TMT berpendapat bahwa manusia didorong secara biologis untuk memper
tahankan diri, dan ancamankematian dikelola pada tingkat budaya, dengan mengembangkan panda
ngan dunia yang memberikan makna dan tujuan, dan pada tingkat individu, melalui harga diri.
8. Culture and Self-Enhancement
9. Reconciling the Motives that Guide Self-Regulation

D. THE SELF AS A REFERENCE POINT

1. Self-Referencing
2. Social Projection

Anda mungkin juga menyukai