merupakan suatu hal yang dianugerahkan tuhan kepada setiap manusia, dan setiap manusia memiliki tingkat kepintaran yang berbeda satu dengan yang lainnya. Menjadi pribadi yang pintar, merupakan salah satu impian dari beberapa anak yang duduk di bangku sekolah. Karena terkadang bapak/ibu guru menilai kepribadian anak didiknya berdasarkan kemampuan intelektual yang dimiliki. Anak pintar akan dinilai baik oleh gurunya, sedangkan anak yang tidak cukup pintar akan dinilai sebagai anak yang nakal. Padahal belum tentu tingkat kepintaran seseorang bisa menggambarkan kepribadiannya. Sehingga hal itulah yang menjadikan beberapa siswa sekolah ingin menjadi seseorang yang pandai. Seperti halnya yang saya alami ketika duduk di bangku sekolah dasar, lebih tepatnya saat kelas 4 SD. Saat itu, bisa dibilang saya merupakan siswa yang cukup aktif dan berprestasi di kelas. Beberapa pertanyaan dari wali kelas ataupun tugas yang diberikan, selalu saya bisa selesaikan dengan baik. Bahkan saya menjadi salah satu siswa yang disayang atau menjadi "anak emas" wali kelas pada masa itu. Namun, hal baik yang saya peroleh ini justru menimbulkan perasaan tidak suka dari teman teman saya. Saat itu saya merupakan siswa yang mudah bergaul, jadi bisa dibilang memiliki cukup banyak teman. Beberapa siswa yang memiliki perasaan tidak suka tersebut sebenarnya bukan siswa yang dekat dengan saya ketika di kelas. Mereka adalah golongan siswa yang juga bisa dibilang berprestasi. Saat ditelusuri, ternyata mereka tidak suka dengan saya karena saya menjadi "anak emas" dari wali kelas, dan seringkali saya mencoba untuk unjuk gigi ketika pembelajaran di kelas. Menurut mereka, saya tidak memberikan mereka kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka juga. Padahal yang terjadi sebenarnya tidak demikian, saya juga tidak berniat untuk selalu mengambil kesempatan mereka. Ada kalanya saya memberikan mereka kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh wali kelas. Semula memang perasaan tidak suka yang ditunjukkan oleh mereka tidak mengganggu saya bersama dengan teman teman saya. Namun lama kelamaan, tidak hanya perasaan tidak suka yang ditunjukkan oleh mereka. Melainkan perbuatan atau tingkah laku yang mengganggu atau bahkan menyinggung saya dan teman teman saya. Tidak hanya saya yang terkena imbas dari perbuatan mereka, teman teman yang dekat dengan saya pun demikian. Pada beberapa perilaku kami bisa memaklumi dan memaafkan mereka. Namun, ada suatu ketika dimana perilaku mereka yang kami anggap sudah melampaui batas. Dari situlah kami mulai timbul perasaan tidak menyenangkan atas perilaku yang telah mereka lakukan. Perselisihan ini memang sudah ada sejak saya duduk di bangku kelas 4. Namun hal ini berlanjut hingga saya memasuki kelas 5 SD. Pada saat kenaikan kelas ini, terjadi pergantian wali kelas. Pada wali kelas yang baru inilah, perlu adanya pengenalan terlebih dahulu antara wali kelas dengan anak didiknya. Ketika kesempatan inilah mereka memberikan informasi tentang pandangan yang buruk mengenai diri saya. Hingga pada saat bulan bulan awal pembelajaran, wali kelas saya yang baru ini menganggap bahwa saya dan teman teman adalah anak yang nakal dan tidak bisa diatur. Pada puncaknya yaitu ketika wali kelas saya rapat, dan beliau membrikan beberapa tugas kepada anak didiknya. Karena wali kelas saya ini sudah percaya terhadap mereka mereka yang pintar, dititipkanlah perintah tugas ini kepada mereka. Mulai dari pemberian tugas hingga pengumpulan, diserahkan kepada mereka. Pada saat itu memang awalnya berjalan baik baik saja, dan tidak ada perilaku mereka yang mengganggu saya dan teman teman. Sampai akhirnya batas waktu akhir pengerjaan pun tiba, dan mereka pun mulai megambil kertas tugas dari para siswa di kelas. Sampai pada pengumpulan tugas ini pun kami belum mendapat keanehan, dan tidak terlalu memikirkan hal ini. Keesokan harinya, wali kelas saya mencoba untuk melakukan crosscheck antara tugas yang telah dikumpulkan dengan nilai yang ada di buku beliau. Namun, anehnya nama saya dan teman teman saya tidak masuk dalam list siswa yang sudah mengerjakan tugas. Mulai dari situ saya mulai merasa aneh, dan beranggapan bahwa ini adalah tingkah laku mereka. Benar saja, ketika saya mencoba menanyakan kepada wali kelas beliau menjawab bahwa saya dan teman teman belum mengumpulkan tugas. Saat itu pula wali kelas saya marah kepada kami, karena tugas yang diberikan kemarin belum kami kerjakan. Saat itu kami tidak bisa protes, dan hanya bisa pasrah. Kami tau bahwa ini merupakan ulah dari sekelompok anak pintar itu, karena ialah yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan tugas. Ditambah lagi ketika kami berada di depan dan diberikan beberapa nasihat oleh wali kelas, mereka menertawai kita. Pada saat itu akhirnya kami diberikan tugas lagi untuk mengerjakan ulang, namun dengan soal yang lebih banyak. Benar saja, ketika pulang sekolah salah satu diantara mereka menghampiri saya dan mengatakan bahwa kertas tugas milik saya dan teman teman telah mereka sembunyikan. Dan ketika pulang sekolah itulah merek memberikannya kepada kami. Sejak saat itu, kami mulai kehilangan respect kepada mereka. Memang mereka adalah anak yang pandai dan berprestasi, namun perilaku mereka yang licik untuk menjatuhkan orang lain juga tidak dapat dibenarkan. Kami pun sebenarnya ada niat untuk membalaskan perilaku yang sudah mereka lakukan, tapi sepertinya balas dendam adalah perilaku yang salah. Kata salah satu temanku, balas dendam yang terbaik adalah dengan berupa pembuktian. Semenjak itu, aku sudah tidak ambil pusing tentang apa yang mereka lakukan kepada kami. Saya berusaha untuk bisa membuktikan kepada mereka dan kepada wali kelas saya. Beberapa cara yang kami lakukan diantaranya yaitu sering aktif ketika pembelajaran, mengerjakan tugas tepat waktu, dan aktif bertanya. Selain itu ada salah satu temanku yang mencoba untuk menceritakan hal ini semua kepada wali kelas. Perlahan lahan pun wali kelas mulai faham dan mengerti tentang situasi yang terjadi. Hingga pada akhirnya, waktu untuk mendekati ujian pun tiba. Dan wali kelas mencoba untuk mendekatkan kami dengan para anak pintar itu. Wali kelas saya melakukan salah satu cara, yaitu dengan memberikan kisi kisi ujian kepada saya. Dan memerintahkan kepada anak anak yang lain untuk meminta file nya kepada saya apabila membutuhkan. Dan tentunya anak anak pintar itu pastinya akan membutuhkan kisi kisi, dan mau tidak mau harus memintanya kepada saya. Hingga pada akhirnya, mereka pun meminta kepada saya untuk kisi kisi ujian tersebut. Memang awalnya sedikit tidak berjalan mulus, karena ada pemaksaan dari mereka. Seiring berjalannya waktu, mereka pun mulai terbiasa dan akrab dengan kami. Sejak saat itu, perilaku mereka yang semula bersikap licik justru berubah drastis. Mereka mulai bisa berbaur dengan kami, dan bisa memposisikan diri ketika berada di dekat kami. Hal ini tentu merupakan suatu hal yang baik bagi saya. Karena ada cara lain selain balas dendam untuk bisa mengubah pribadi seseorang. Mulai saat itu, kami jadi berteman dekat dan saling berdiskusi mengenai masalah tugas atau ujian. Dan saya senang atas perubahan yang dialami oleh teman saya ini