Anda di halaman 1dari 7

Buktikan dan Taklukan!

Kepandaian atau kepintaran seseorang


merupakan suatu hal yang dianugerahkan tuhan
kepada setiap manusia, dan setiap manusia
memiliki tingkat kepintaran yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Menjadi pribadi yang pintar,
merupakan salah satu impian dari beberapa anak
yang duduk di bangku sekolah. Karena terkadang
bapak/ibu guru menilai kepribadian anak didiknya
berdasarkan kemampuan intelektual yang dimiliki.
Anak pintar akan dinilai baik oleh gurunya,
sedangkan anak yang tidak cukup pintar akan
dinilai sebagai anak yang nakal. Padahal belum
tentu tingkat kepintaran seseorang bisa
menggambarkan kepribadiannya. Sehingga hal
itulah yang menjadikan beberapa siswa sekolah
ingin menjadi seseorang yang pandai.
Seperti halnya yang saya alami ketika duduk
di bangku sekolah dasar, lebih tepatnya saat kelas 4
SD. Saat itu, bisa dibilang saya merupakan siswa
yang cukup aktif dan berprestasi di kelas. Beberapa
pertanyaan dari wali kelas ataupun tugas yang
diberikan, selalu saya bisa selesaikan dengan baik.
Bahkan saya menjadi salah satu siswa yang
disayang atau menjadi "anak emas" wali kelas pada
masa itu. Namun, hal baik yang saya peroleh ini
justru menimbulkan perasaan tidak suka dari
teman teman saya. Saat itu saya merupakan siswa
yang mudah bergaul, jadi bisa dibilang memiliki
cukup banyak teman. Beberapa siswa yang
memiliki perasaan tidak suka tersebut sebenarnya
bukan siswa yang dekat dengan saya ketika di
kelas. Mereka adalah golongan siswa yang juga
bisa dibilang berprestasi. Saat ditelusuri, ternyata
mereka tidak suka dengan saya karena saya
menjadi "anak emas" dari wali kelas, dan seringkali
saya mencoba untuk unjuk gigi ketika
pembelajaran di kelas. Menurut mereka, saya tidak
memberikan mereka kesempatan untuk
menunjukkan kemampuan mereka juga. Padahal
yang terjadi sebenarnya tidak demikian, saya juga
tidak berniat untuk selalu mengambil kesempatan
mereka. Ada kalanya saya memberikan mereka
kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh wali kelas.
Semula memang perasaan tidak suka yang
ditunjukkan oleh mereka tidak mengganggu saya
bersama dengan teman teman saya. Namun lama
kelamaan, tidak hanya perasaan tidak suka yang
ditunjukkan oleh mereka. Melainkan perbuatan
atau tingkah laku yang mengganggu atau bahkan
menyinggung saya dan teman teman saya. Tidak
hanya saya yang terkena imbas dari perbuatan
mereka, teman teman yang dekat dengan saya pun
demikian. Pada beberapa perilaku kami bisa
memaklumi dan memaafkan mereka. Namun, ada
suatu ketika dimana perilaku mereka yang kami
anggap sudah melampaui batas. Dari situlah kami
mulai timbul perasaan tidak menyenangkan atas
perilaku yang telah mereka lakukan.
Perselisihan ini memang sudah ada sejak
saya duduk di bangku kelas 4. Namun hal ini
berlanjut hingga saya memasuki kelas 5 SD. Pada
saat kenaikan kelas ini, terjadi pergantian wali
kelas. Pada wali kelas yang baru inilah, perlu
adanya pengenalan terlebih dahulu antara wali
kelas dengan anak didiknya. Ketika kesempatan
inilah mereka memberikan informasi tentang
pandangan yang buruk mengenai diri saya. Hingga
pada saat bulan bulan awal pembelajaran, wali
kelas saya yang baru ini menganggap bahwa saya
dan teman teman adalah anak yang nakal dan
tidak bisa diatur. Pada puncaknya yaitu ketika wali
kelas saya rapat, dan beliau membrikan beberapa
tugas kepada anak didiknya. Karena wali kelas saya
ini sudah percaya terhadap mereka mereka yang
pintar, dititipkanlah perintah tugas ini kepada
mereka. Mulai dari pemberian tugas hingga
pengumpulan, diserahkan kepada mereka. Pada
saat itu memang awalnya berjalan baik baik saja,
dan tidak ada perilaku mereka yang mengganggu
saya dan teman teman. Sampai akhirnya batas
waktu akhir pengerjaan pun tiba, dan mereka pun
mulai megambil kertas tugas dari para siswa di
kelas. Sampai pada pengumpulan tugas ini pun
kami belum mendapat keanehan, dan tidak terlalu
memikirkan hal ini.
Keesokan harinya, wali kelas saya mencoba
untuk melakukan crosscheck antara tugas yang
telah dikumpulkan dengan nilai yang ada di buku
beliau. Namun, anehnya nama saya dan teman
teman saya tidak masuk dalam list siswa yang
sudah mengerjakan tugas. Mulai dari situ saya
mulai merasa aneh, dan beranggapan bahwa ini
adalah tingkah laku mereka. Benar saja, ketika saya
mencoba menanyakan kepada wali kelas beliau
menjawab bahwa saya dan teman teman belum
mengumpulkan tugas. Saat itu pula wali kelas saya
marah kepada kami, karena tugas yang diberikan
kemarin belum kami kerjakan. Saat itu kami tidak
bisa protes, dan hanya bisa pasrah. Kami tau
bahwa ini merupakan ulah dari sekelompok anak
pintar itu, karena ialah yang bertanggung jawab
untuk mengumpulkan tugas. Ditambah lagi ketika
kami berada di depan dan diberikan beberapa
nasihat oleh wali kelas, mereka menertawai kita.
Pada saat itu akhirnya kami diberikan tugas lagi
untuk mengerjakan ulang, namun dengan soal
yang lebih banyak.
Benar saja, ketika pulang sekolah salah satu
diantara mereka menghampiri saya dan
mengatakan bahwa kertas tugas milik saya dan
teman teman telah mereka sembunyikan. Dan
ketika pulang sekolah itulah merek
memberikannya kepada kami. Sejak saat itu, kami
mulai kehilangan respect kepada mereka. Memang
mereka adalah anak yang pandai dan berprestasi,
namun perilaku mereka yang licik untuk
menjatuhkan orang lain juga tidak dapat
dibenarkan. Kami pun sebenarnya ada niat untuk
membalaskan perilaku yang sudah mereka
lakukan, tapi sepertinya balas dendam adalah
perilaku yang salah. Kata salah satu temanku, balas
dendam yang terbaik adalah dengan berupa
pembuktian.
Semenjak itu, aku sudah tidak ambil pusing
tentang apa yang mereka lakukan kepada kami.
Saya berusaha untuk bisa membuktikan kepada
mereka dan kepada wali kelas saya. Beberapa cara
yang kami lakukan diantaranya yaitu sering aktif
ketika pembelajaran, mengerjakan tugas tepat
waktu, dan aktif bertanya. Selain itu ada salah satu
temanku yang mencoba untuk menceritakan hal ini
semua kepada wali kelas. Perlahan lahan pun wali
kelas mulai faham dan mengerti tentang situasi
yang terjadi.
Hingga pada akhirnya, waktu untuk
mendekati ujian pun tiba. Dan wali kelas mencoba
untuk mendekatkan kami dengan para anak pintar
itu. Wali kelas saya melakukan salah satu cara,
yaitu dengan memberikan kisi kisi ujian kepada
saya. Dan memerintahkan kepada anak anak yang
lain untuk meminta file nya kepada saya apabila
membutuhkan. Dan tentunya anak anak pintar itu
pastinya akan membutuhkan kisi kisi, dan mau
tidak mau harus memintanya kepada saya. Hingga
pada akhirnya, mereka pun meminta kepada saya
untuk kisi kisi ujian tersebut. Memang awalnya
sedikit tidak berjalan mulus, karena ada
pemaksaan dari mereka. Seiring berjalannya
waktu, mereka pun mulai terbiasa dan akrab
dengan kami.
Sejak saat itu, perilaku mereka yang semula
bersikap licik justru berubah drastis. Mereka mulai
bisa berbaur dengan kami, dan bisa memposisikan
diri ketika berada di dekat kami. Hal ini tentu
merupakan suatu hal yang baik bagi saya. Karena
ada cara lain selain balas dendam untuk bisa
mengubah pribadi seseorang. Mulai saat itu, kami
jadi berteman dekat dan saling berdiskusi
mengenai masalah tugas atau ujian. Dan saya
senang atas perubahan yang dialami oleh teman
saya ini

“Balas dendam yang paling baik adalah dengan


melalui pembuktian”

Anda mungkin juga menyukai