Anda di halaman 1dari 7

RESUME 12

SABTU, 27
RESUME 11MEI 2023
KUNI AZIZAH
SABTU, 20 MEI 2023
126208202054
2023 AZIZAH
KUNI
126208202054
2023
RESUME

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pertemuan pada hari Jumat 26 Mei 2023 kelas TBIO 6A melakukan presentasi yang
dilakukan oleh kelompok 4 secara daring dikarenakan pergantian jam, Membahas Teknologi
Pengelolaan Sampah di Swedia. Sampah pada akhirnya menjadi problematika baru, tidak hanya
dalam lingkup nasional bagi suatu negara karena dampak yang ditimbulkan sendiri merambah
pada permasalahan yang bisa dirasakan oleh masyarakat global. Hal tersebut merupakan
permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan Chlorofluoracarbons 3 (CFCs) yang selanjutnya
memberikan efek pada Global Warming. Kendati tidak secara langsung menyebabkan bencana
yang besar, perubahan-perubahan yang telah terjadi memberi banyak konsekuensi bagi lingkungan
tempat tinggal mereka dan biang bidnag lainnya. Oleh karena itu, kebutuhan untuk mlindungi
lingkungan menjadi meluas saat ini.
Tempat pembuangan (landfills) menjadi persoalan utama yang meresahkan bagi
kebanyakan negara yang ada di dunia, terutama negara-negara yang memiliki industri besar.
Banyak negara-negara maju yang kekurangan fasilitas pembuangan sampah karena kelangkaan
dan harganya yang semakin mahal, akibatnya negara-negara yang kurang maju menjadi target bagi
tempat pembuangan sampah mereka. Sistem pengelolaan sampah yang efektif dan ramah
lingkungan masih jarang sekali bisa di lakukan oleh sebagian besar negara di dunia, kendati
pertumbuhan ekonomi negaranya cukup tinggi. Khususnya bagi negara Swedia sendiri maka dari
itu Swedia melakkan pengolahan sampah dengan sangat baik.
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mengetahui Sistem Pengelolahan Sampah di Swedia


2. Mengetahui Teknologi Pengelolahan Sampah di Swedia
3. Mengetahui Kelebihan dan kekurangan tekonologi pengelolahan sampah di Swedia

PAGE 2
RESUME

4. Mengetahui Peran Pemerintah Dalam Menindaklanjuti Masalah Lingkungan

ISI
Swedia saat ini memiliki program pengolahan limbah yang bernama waste-to-energy (WTE) yang
dimana sampah di negara tersebut tak hanya didaur ulang tetapi juga diubah kedalam bentuk lain
yaitu energi listrik. Dari energi listrik tersebut dapat digunakan masyarakat untuk berbagai
keperluan contohnya adalah untuk pemanas ruangan, sumber listrik rumah, dan keperluan alat
dapur. Tak hanya digunakan untuk listrik sampah di Swedia juga diolah menjadi pupuk hayati, dan
biogas khususnya untuk sampah organik. Sehingga menimbulkan banyak pertanyaan mahasiswa,
pertanyaan pertama:
di ajukan oleh saudari Leylani (091) yang menanyakan “Mengapa swedia kekurangan sampah
untuk di jadikan bahan bakar pembakit energi? Dan apakah di Indonesia sudah ada teknologi weste
energy ini?”. Kemudian pertanyaan tersebut di jawab oleh saudari Rahmawati (005) selaku tim
presenter, bahwa “Karena pengelolaan sampah di setiap rumah tangga Swedia pun sudah sangat
rapi. Limbah rumah tangga dan industri dipilah, dikelola, serta didaur ulang dengan baik sehingga
tak lebih dari 1 persen limbah yang berakhir di tempat pembuangan sampah. kesadaran masyarakat
akan sumber daya alam sangat tinggi, maka mereka membuat trobosan baru yaitu dengan
pengolahan sampah dalam kehidupannya.Nah Inilah yang menyebabkan pembangkit listrik Swedia
kekurangan bahan bakar. Akibatnya, Swedia harus memenuhi bahan baku dengan impor limbah
dari Norwegia,
Irlandia, Italia, dan Inggris. Indonesia sendiri saat ini tengah melakukan percepatan produksi WTE
dengan melaksanakan pilot project atau proyek percontohan di tujuh kota besar di Indonesia. Yaitu

PAGE 3
RESUME

DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makassar. Realisasi dari
program ini akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di setap kota. Nah WTE
ini sudah ada Peraturan Presiden No 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit
Listrik Berbasis Sampah yang telah diresmikan presiden Joko Widodo pada 13 Februaru 2016.
Akan tetapi ada permasalahan yang timbul yaitu sisa hasil pembakaran dari proses tersebut yang
dapat merusak kesehatan. Sehingga peraturan presiden no 18 tahun 2016 ini digugat ke mahkamah
agung setidaknya ada 6 LSM dan 15 orang yang menggugat peraturan ini. Nah pengolahan sampah
berbasis wte yang saya temukan itu ada di Jogja yaitu Pengolahan Limbah Plastik Menjadi Bahan
Bakar Solar, nah disini pengelolaan nya menggunakan alat yang sederhana, dari 5kg sampah plastik
dapat diubah menjadi solar menjadi 2 liter dengan proses selama kurleb 2jam. Sayangnya hasil tsb
tidak cukup untuk menutupi biaya produksi yang dikeluarkan karena hasil yang didapat terlalu
sedikit.”
Kemudian kedua (Irma_048) isi dengan mengajukan pertanyaan mengenai pengurangan
sampah di negara Swedia, yaitu “Dikatakan 70% sampah di TPA negara Swedia tersebut wajib
dikurangi, nah bagaimana dengan sisa sampah dengan nilai 30%nya? Dan bagaimana cara
pengurangan 70% sampah dari TPA itu dilakukan?”. Saudari Ayu (001) selaku tim presenter
menjawab pertanyaan tersebut dengan menjelaskan, bahwa “Pengurangan sampah sejumlah 70%
yang dibuang di TPA yang ada di swedia dan menyisakan 30% yang dibuang ke TPA. Maksdunya,
sebelum sampah itu ditampung di TPA sampah-sampah tersebut telah dipilah pilah dan kemudian
dikelola oleh produsennya. Contohnya sampah kertas ditampung di kresek yang kemudian akan di
ambil oleh petugas kemudian akan dikelola oleh PT yang mendaur ulang sampah kertas, begitu pula
dengan sampah-sampah lainnya seperti botol, kaca dll. Nah dari sistem tersebut dapat menekan
sebanyak 70% sampah yang dibuang langsung ke TPA. Dan sisa 30% ini merupakan sampah yang
sudah tidak didaur ulang sehingga dibakar di TPA dengan menggunakan insenerator dan yang
uapnya akan menghasilkan energy yang secara sistem dapat menggerakan turbin dan menimbulkan
energy listrik.”
Pertanyaan ketiga diajukan oleh saudari Asykin (010), ia mengaitkan pengelolaan sampah
antara negara Swedia dengan negara Indonesia, yaitu “Jika berbicara dengan negara kita sendiri
(Indonesia) apa yang menjadi hambatan ketika kita sama-sama mempraktekan pengelolaan sampah
di Swedia dilakukan di negara kita? Apakah dari masyarakatnya pemerintahnya atau SDMnya yang
mungkin kurang mencukupi?”. Tim presenter yaitu saudari Ike (002) menjawab pertanyaan tersebut
bahwa, "Masih sedikit masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran untuk memilah sampah
mulai dari rumahnya masing- masing. Sebesar 80% masyarakat Indonesia tidak memilah sampah
mereka. Hal ini salah satu yang membuat sulit pengelolaan sampah di Indonesia. Pemerintah sudah
membuat undang- undang mengenai pengelolaan sampah, undang-undang turunannya pun sudah

PAGE 4
RESUME

banyak dibuat. Namun, sampah seringkali tidak menjadi prioritas, anggarannya untuk
pengelolaannya pun tidak memadai hal ini juga mempengaruhi kemampuan kita untuk mengurangi
ataupun mengelola sampah.
Kemudian Sikap masyarakat yang kurang terbuka dalam menghadapi perubahan.
Masyarakat pedesaan sering dihadapkan pada perubahan yang tidak mereka mau. Untuk
membiasakan diri buang sampah tidak di sembarang tempat misalnya, merupakan hal yang sulit.
Namun bila program dijalankan terus meneru secara konsisten, dibarengi dengan pendampingan
maka program akan berhasil.
Pengolahan yang dilakukan di Swedia menggunakan metode Combine Heat Power yang
sudah cukup banyak juga diterapkan di Indonesia. Sampah dibakar untuk memanaskan air, air
menjadi uap, uap digunakan untuk memutar turbin sehingga timbulah listrik dan panas. Panasnya
digunakan untuk pemanas di rumah-rumah masyarakat.
Terdapat juga berita yang menyinggung sedikit mengenai rencana pengelolaan sampah di
Indonesia. Inovasi pengelolaan sampah belakangan ini akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTSa). Pembangunan PLTSa tersebut akan dimulai di empat daerah yaitu Surabaya,
Bekasi, Solo, dan DKI Jakarta. Pembangunan PLTSa tersebut merupakan salah satu upaya yang
baik dalam mengurangi jumlah sampah yang ada sekaligus memanfaatkannya dalam bentuk yang
lain. Pengelolaan sampah pada PLTSa juga harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.”
Dan pertanyaan terakhir di ajukan oleh saudari Richafatul (007), mengenai salah satu
program yang dijalankan oleh MP, yaitu Climate-smart Housing dengan pertanyaan “Apa maksut
dan tujuan dari climate smart housing. Dan apakah di Indonesia bisa menerapkan program
tersebut?”. Pertanyaan tersebut kemudian di jawab oleh tim presenter yaitu oleh saudara Edo (047),
bahwa “Climate smart housing adalah sebuah langkah pembangunan yang berkelanjutan yang
memperhatikan iklim yang kian berubah sebagai fokus utamanya, tujuan dari dilakukannya kegiatan
ini adalah untuk mengakhiri kemiskinan, mensejahterakan masyarakat dan lingkungan, serta
menyelamatkan bumi yang kian rusak dengan memperhatikan faktor lingkungan dalam pelaksanaan
pembangunannya. Yang dimana hal tersebut sesuai dengan 3 pilar utama dalam pembangunan
berkelanjutan yaitu: pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan sekitar. Di Indonesia sendiri
sudah diberlakukan hal tersebut bahkan sudah ada undang-undang yang mengaturnya sebagai
contoh adalah Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.”

PAGE 5
RESUME

PENUTUP

KESIMPULAN
Pengolahan yang dilakukan di Swedia menggunakan metode Combine Heat Power
yang sudah cukup banyak juga diterapkan di Indonesia. Sampah dibakar untuk memanaskan
air, air menjadi uap, uap digunakan untuk memutar turbin sehingga timbulah listrik dan
panas. Panasnya digunakan untuk pemanas di rumah-rumah masyarakat.
Swedia menjadi negara maju dalam pengelolaan sampah dengan teknologi Waste
To Energy. Swedia mengimpor sampah adalah pemikiran maju dalam hal efisiensi dan
suplai energi bagi kebutuhan manusia. Membakar sampah dalam insinerator mampu
menghasilkan panas.
Kelebihan dari teknologi pengolahan sampah di Swedia yaitu: Mampu mengurangi
volume sampah hingga mencapai 90%, Adanya energy recovery, Membangun masyarakat
yang berkelanjutan, menangani perubahan iklim, Energi yang dihasilan bisa dimanfaatkan.
Sedangkan Kekurangannya adalah: Investasi dan biaya operasi yang cukup tinggi, Biaya
pemeliharaan tinggi, Membutuhkan staff yang ahli, membutuhkan lalhan yang luas.
Kebijakan pemerintah dan budaya masyarakat yang mengerti arti kebersihan dan
energy, menjadikan swedia sebagai salah satu Negara maju dalam pengelolaan sampah.

PAGE 6
RESUME

Pemerintahan di swedia berbentuk monarki, dimana seorang raja adalah kepala negaranya.
Peran raja di swedia tidak memiliki kekuasaan politik yang formal namun tanggung jawab
sara sifatnya hanya seremonial.
SARAN DAN KRITIK
Dengan adanya resume ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai Teknik
Pengelolaan Sampah Di Swedia.

PAGE 7

Anda mungkin juga menyukai