Anda di halaman 1dari 13

Prespektif Sosiologi Dakwah sebagai Dakwah Sosial

Makalah ini disusun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Sosiologi Dakwah

Dosen Pengampu:

Ahmad Lukman Fahmi, LC. M.A

Disusun Oleh Kelompok 13

Dicki Aditya (201200267)

Dyah ayu sakawuni (201200273)

PROGRAM S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melihat kepada kandungan esensial al-Qur’an dan Sunnah, maka
akan diketahui sesungguhnya dakwah menempati posisi sentral, strategi,
dan menentukan dalam usaha membumikan ajaran Islam. Keindahan dan
kesesuaian ajaran Islam dengan perkembangan zaman, baik dalam sejarah
maupun dalam prakteknya sangat ditentukan oleh dakwah yang dilakukan
oleh umatnya. Dakwah Islam pada hakekatnya merupakan aktualisasi imani
yang dimanifetasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam
kehidupan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara
merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak.
Dakwah yang dilaksanakan Rasulullah saw tidak hanya berorientasi
pada rohaniah semata, sehingga Islam dianggap sebagai agama yang hanya
mengurus hubungan manusia dangan Tuhan saja, akan tetapi di balik itu
Rasulullah saw juga melakukan kegiatan dakwah dalam aspek non-
rohaniah. Kegiatan dakwah tersebut termasuk pada aspek, mu’amalah,
moral, sosial, dan lain sebagainya. Dengan demikian, masalahmasalah
sosial (patologi sosial) bagian dari masalah dakwah dalam rangka
1
membangun masyarakat madani.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Dakwah sosial ?
2. Bagaimana metode dakwah sosial ?
3. Bagaimana teknik dakwah sosial?
4. Bagaimana media dakwah sosial ?
5. Bagaiamana sasaran dan pelaku dakwah sosial?
C. Tujuan

1
Usman, STRATEGI DAKWAH DALAM MASALAH SOSIAL, Jurnal AL-Munir 2
Vol II No.4 2010, hal. 49
1. Untuk mengetahui pengertian dakwah sosial
2. Untuk mengetahui metode dakwah sosial
3. Untuk mengetahui teknik dakwah sosial
4. Untuk mengetahui media dakwah sosial
5. Untuk mengetahui sasaran dan pelaku dakwah sosial
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dakwah sosial


Secara etimologi atau bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab,
yang berarti panggilan, ajakan, atau seruan. Menurut ilmu tata bahasa Arab,
kata dakwah berbentuk “isim masdar” yang berasal dari fiil (kata kerja)
da’a, yad’u, da,watan yang artinya memanggil, mengajak, atau menyeru.2
Sedangkan menurut terminologi atau istilah ada beberapa pengertian,
dakwah adalah mengandung upaya menyebarluaskan kebenaran dan
mengajak orang lain untuk mempercayainya. Sedangkan menurut Kustadi
Suhandang, dakwah adalah bahwa manusia diseru untuk mendakwahi orang
lain untuk berbuat kebajikan melakukan amar makruf nahi munkar berupa
kontrol sosial.3
Dakwah sosial atau bisa dikatakan dakwah bil hal merupakan
dakwah dengan menggunakan perbuatan atau teladan sebagai pesannya.
Dakwah bil hal merupakan kegiatan dakwah yang pada intinya adalah
ajakan kepada islam dan ajakan untuk kebajikan dengan cara amalan, kerja
nyata, dan lain sebagainya yang dilakukan dengan cara bertindak bukan
berbicara (pidato). Bisa kita berikan contoh dakwah bil hal pada saat ini
banyak dilakukan oleh para dai, diantaranya adalah mendirikan pendidikan
Islam, mendirikan masjid/mushola, penyentunan terhadap anak yatim dan
kurang mampu, pendirian kesehatan, dan pendampingan terhadap
masyarakat dalam menyelesaikan masalah sosialnya. 4

B. Metode dakwah sosial


Metode menurut bahasa metode berasal dari bahasa Yunani
methodos yang merupakan kombinasi kata meta (melalui) dan hodos

2
Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 1.
3
Suhadang, Kustadi,Ilmu Dakwah, (Bandung, Remaja Rosdakarya 2013), hal. 10
4
Teguh Ansori, "Revitalisasi Dakwah Sebagai Paradigma Pemberdayaan Masyarakat",
Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol.2 No.1, 2019, hal. 37.
(jalan), dalam bahasa Inggris metode berarti method yang berarti cara.
Metode dala m bahasa Jerman methodicay artinya jalan, sedangkan
dalam bahasa Arab metode disebut thariq.5
Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh
seorang da'i kepada mad'u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar
hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan
dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented
menempatkan yang mulia atas diri manusia. Ada beberapa hal yang
dilakukan agar dakwah. yang disampaikan masyarakat direspon dengan
baik yaitu:
a. Al-Hikmah; Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana,
akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik
perhatian orang kepada agama atau Tuhan. Al- hikmah juga diartikan
sebagai kemampuan da'i dalam memilih, memilah dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad'u.
Disamping itu juga al-hikmah diartikan sebagai kemampuan seorang
da'i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam, serta realitas yang ada
dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena
itu al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara
kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
b. Al-mauidzatul Hasanah; Makna mauidzatul hasanah adalah kata-
kata yang masuk kedalam qalbu dengan penuh kasih sayang dan
kedalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau
membeberkan kesalahan orang lain, sebab kelemah lembutan dalam
menasihati sering kali dapat meluluhkan yang keras dan menjinakkan
qalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada
larangan dan ancaman.
c. Al-mujadalah Billati Hiya Ahsan; Maksudnya adalah tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, yang tidak

5
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Gerafindo Persada, 2012),
hlm. 242
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti-
bukti yang kuat.

C. Teknik dakwah sosial


Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode. Untuk merealisasikan strategi yang
telah ditetapkan, kita memerlukan metode. Strategi menunjuk pada sebuah
perencanaan untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan metode adalah cara
yang digunakan untuk melaksanakan strategi, dalam setiap penerapan
metode, dibutuhkan beberapa teknik. Pada garis besamya, bentuk dakwah
ada 3 yaitu: dakwah lisan (da'wah bil al-lisan), dakwah tulis (da'wah bil al-
qolam), dakwah tindakan (da'alt hil al-hal). Berdasarkan ketiga bentuk
dakwah tersebut, maka metode dan teknik dakwah dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: Metode 'ceramah, teknik persiapan ceramah, teknik
penyampaian, teknik penutupan ceramah, metode diskusi, manfaat dan
macam-macam diskusi, teknik pelaksanaan diskusi, metode konseling,
teknik non direktit, teknik direktif, teknik elektik, metode karya tulis, teknik
penulisan, teknik penulisan surat (korespondensi), teknik pembuatan
gambar, metode pemberdayaan masyarakat, teknik non partisipasi, teknik
tekonisme, teknik partisipasi kekuasaan masyarakat.
Lebih umum lagi, Ali Aziz memparkan tahapan-tahapan teknik dalam
rangka dakwah karya nyata, sebagaimana berikut:
a) Teknik non-partisipasi. Bentuknya adalah dari pemerintah, oleh
pemerintah, untuk rakyat. Dalam hal ini, masyarakat sifatnya pasif dan
hanya menjadi objek program intervensi yang telah dirancang dan
diimplementasikan. Pemerintah sebagai dinamisator dan agen dakwah
sebagai evaluator;
b) Teknik tokenisme. Bentuknya adalah dari pemerintah bersama rakyat
untuk rakyat. Masyarakat seolah-olah diberi ruang partisipasi dengan
menyampaikan pendapat, saran dan keberatan, namun sesungguhnya
hanya formalitas belaka. Pemerintah berperan sebagai katalisator dan
agen dakwah sebagai implementator;
c) Teknik partisipasi/kekuasaan masyarakat. Bentuknya adalah dari rakyat,
oleh rakyat, untuk rakyat. Masyarakat telah mendapatkan tempat dalam
suatu program pembangunan. Sejak perencanaan hingga evaluasi
dilakukan oleh rakyat secara mandiri. Pemerintah hanya sebagai
fasilitator, dan agen dakwah sebagai pendamping.6

D. Media dakwah sosial


Adapun yang dimaksud media dakwah, adalah peralatan yang
dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima
dakwah.7
Dari segi sifatnya, media dakwah dapat digolongkan menjadi dua golongan
yaitu;
a) Media tradisional yaitu berbagai macam seni pertunjukkan yang
secara tradisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai
hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang,
dan drama.
b) Media modern yang diistilahkan juga dengan media elektronik,
yaitu media yang dihasilkan oleh teknologi antara lain TV, Radio,
Pers dan lain-lain.
Hamzah Yaqub membagi media dalam dakwah dalam tiga sarana yaitu
sebagai berikut:
a) Spoken words, yaitu jenis media dakwah yang berbentuk ucapan
atau bunyi yang ditangkap dengan indera telinga, seperti radio,
telepon dan sebagainya,

6
Muhammad Ahnu Idris, "Dakwah Pada Masyarakat Daerah Terpencil:Metode Da’wah
bi al-Hal Sebagai Upaya Meningkatkan Taraf Kehidupan Mad’u", Ulûmunâ : Jurnal Studi
Keislaman Vol.4 No.1 2018, hal. 84
7
Irzum Farihah, "MEDIA DAKWAH POP", AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi
Penyiaran Islam Volume 1, Nomor 2, 2013, hal. 29
b) Printed writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan,
gambar, lukisan dan sebagainya yang dapat ditangkap dengan indera
mata,
c) The audio visual, yaitu media yang berbentuk gambar hidup yang
dapat di dengar, sekaligus dapat dilihat, seperti TV, Film, Video dan
sebagainya.

E. Sasaran dan pelaku dakwah sosial


Sasaran dakwah (mad'u) dalam istilah-istilah Al-Qur'an merupakan
tingkat keimanan manusia terhadap ajaran Islam, dengan lingkup utamanya,
umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan- tingkatan keimanan yang
rendah sampai yang tertinggi. Begitu juga dari tingkatan pengingkaran
terendah sampai pada tingkatan yang sama sekali anti ajaran Tuhan.
Peristilahan di atas juga menandakan bahwa sudut pandang utama hakikat
sasaran dakwah adalah berpijak pada Al-Qur'an sebagai dasarnya. Manusia
yang menjadi audiens yang akan diajak ke dalam Islam secara kaffah, yang
dimana dalam tujuanya menjadikan muslim yang utuh yang sempurna.
Dalam sasaranya mereka bersifat heterogen, baik dari sudut ideologi
misalnya atheis, animis, musyrik, 'munafik, bahkan ada juga yang muslim
tetapi fasik atau penyandang dosa dan maksiat dari sudut lain juga berbeda
baik intelektualitas, status sosial, kesehatan, pendidikan dan seterusnya ada
atasan ada bawahan, ada yang berpendidikan ada yang buta huruf, ada yang
kaya ada juga yang miskin, dan sebagainya.
Sehubungan dengan kenyataan-kenyataan di atas, maka dalam
pelaksanaan program kegiatan dakwah sosial perlu mendapatkan
pertimbangan yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:
1). Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta
masyarakat di daerah marjinal dari Kota besar,
2). Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur
kelembagaan, berupa masyarakat desa, pemerintah dan keluarga,
3). Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari
tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua,
4). Sasaran yang dilihat dari tingkat hidup sosial-ekonomis berupa golongan
orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya.,
5). Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosial kultural berupa golongan priyayi, abangan, santri (klasifikasi ini
terutama terdapat dalam masyarakat Jawa),
6). Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi
okuposional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang,
seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya.
Dakwah sosial dilihat dari kehidupan psikologis, masing-masing
golongan masyarakat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda- beda,
sesuai dengan kondisi dan kontekstualitas lingkungannya. Sehingga hal
tersebut menuntut kepada sistem dan metode pendekatan dakwah yang
efektif dan efisien, mengingat dakwah adalah penyampaian ajaran agama
sebagai pedoman hidup yang universal, rasional dan dinamis. Didapati
bahwa Al-Qur'an mengarahkan dakwah sosial kepada semua pihak, semua
golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi sebagai Rahmatan
lil alamin. Berangkat dari ruang lingkup dakwah sosial yang amat luas itu
maka implementasi dakwah Nabi menggunakan asasu al tadrij (bertahap),
pertama; Nabi berdakwah kepada kerabat terdekat, kemudian diperluas
kepada kaumnya, dan diperluas kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya,
selanjutnya dakwah meluas lagi mencakup manusia seluruhnya. Sedangkan
sasaran (objek)nya di samping orang-orang yang takut kepada Allah, juga
kepada orang dzalim dan keras kepala, orang-orang munafik, orang-orang
kafir dan pembangkang, bahkan mengulangi dakwah kepada orang yang
beriman, berbakti dan orang sabar.
Heterogenitas objek dakwah seperti yang digambarkan, maka
seorang da'i di samping dituntut memahami keberagaman audiens tersebut,
juga perlu menerapkan strategi dengan berbagai metode dalam berdakwah.
Banyak metode yang memungkinkan diterapkan seperti bi al lisan, bi al hal,
bil amal dan sebagainya, sesuai sabda Nabi Khotibu al-Nasa ala qodri
qulihim (Berbicaralah dengan mereka (manusia) sesuai dengan
kemampuannya). Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih,
yaitu masyarakat. Pemahaman mengenai masyarakat itu biasanya beragam,
tergantung dari cara memandangnya. Dipandang dari bidang sosiologi,
masyarakat itu mempunyai struktur dan mengalami perubahan-perubahan.
Di dalam masyarakat terjadi interaksi antara satu orang dengan orang lain,
antara satu kelompok dengan kelompok lain, individu dengan kelompok. Di
dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok, lapisan-lapisan, lembaga-
lembaga, nilai-nilai, norma-norma, kekuasaan, proses perubahan. Itulah
pandangan sosiologi terhadap masyarakat. Oleh karena menuntut kepada
sistem dan metode pendekatan dakwah yang efektif dan efisien, mengingat
dakwah adalah penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang
universal, rasional dan dinamis. Maka Al-Qur'an mengarahkan dakwah
kepada semua pihak, semua golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi
dakwah Nabi sebagai Ralimatan lil alamin.8

8
Syamsudin, Sosiologi Dakwah, (Makasar:Alauddin Universirsirty Press, 2013), hal.
217-218
Kesimpulan

Dakwah sosial atau bisa dikatakan dakwah bil hal merupakan dakwah
dengan menggunakan perbuatan atau teladan sebagai pesannya. Dakwah bil hal
merupakan kegiatan dakwah yang pada intinya adalah ajakan kepada islam dan
ajakan untuk kebajikan dengan cara amalan, kerja nyata, dan lain sebagainya yang
dilakukan dengan cara bertindak bukan berbicara (pidato).

Ada beberapa hal yang dilakukan agar dakwah. yang disampaikan


masyarakat direspon dengan baik yaitu:

a. Al-Hikmah; Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana,


akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik
perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
b. Al-mauidzatul Hasanah; Makna mauidzatul hasanah adalah kata-
kata yang masuk kedalam qalbu dengan penuh kasih sayang dan
kedalam perasaan dengan penuh kelembutan,
c. Al-mujadalah Billati Hiya Ahsan; Maksudnya adalah tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, yang tidak
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti-
bukti yang kuat.
Tahapan-tahapan teknik dalam rangka dakwah karya nyata, sebagaimana
berikut:
a) Teknik non-partisipasi. Bentuknya adalah dari pemerintah, oleh
pemerintah, untuk rakyat.
b) Teknik tokenisme. Bentuknya adalah dari pemerintah bersama rakyat
untuk rakyat.
c) Teknik partisipasi/kekuasaan masyarakat. Bentuknya adalah dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Media dakwah dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu;
a) Media tradisional yaitu berbagai macam seni pertunjukkan yang
secara tradisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai
hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang,
dan drama.
b) Media modern yang diistilahkan juga dengan media elektronik,
yaitu media yang dihasilkan oleh teknologi antara lain TV, Radio,
Pers dan lain-lain

Pelaksanaan program kegiatan dakwah sosial perlu mendapatkan


pertimbangan yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:

1). Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi


sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan
kecil serta masyarakat di daerah marjinal dari Kota besar,
2). Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi
struktur kelembagaan, berupa masyarakat desa, pemerintah dan
keluarga,
3). Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat
dari tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua,
4). Sasaran yang dilihat dari tingkat hidup sosial-ekonomis berupa
golongan orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya.,
5). Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat
dari segi sosial kultural berupa golongan priyayi, abangan, santri
(klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat Jawa),
6). Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat
dari segi okuposional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan
petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya.
Daftar Pustaka

Irzum Farihah, "MEDIA DAKWAH POP", AT-TABSYIR, Jurnal


Komunikasi Penyiaran Islam Volume 1, Nomor 2, 2013, hal. 29

Muhammad Ahnu Idris, "Dakwah Pada Masyarakat Daerah


Terpencil:Metode Da’wah bi al-Hal Sebagai Upaya Meningkatkan Taraf
Kehidupan Mad’u", Ulûmunâ : Jurnal Studi Keislaman Vol.4 No.1 2018, hal.
84

Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


2011).

Suhadang, Kustadi,Ilmu Dakwah, (Bandung, Remaja Rosdakarya 2013).

Syamsudin, Sosiologi Dakwah, (Makasar:Alauddin Universirsirty Press,


2013).

Teguh Ansori, "Revitalisasi Dakwah Sebagai Paradigma Pemberdayaan


Masyarakat", Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol.2 No.1, 2019.

Usman, Strategi Dakwah Dalam Masalah Sosial, Jurnal AL-Munir 2 Vol II


No.4 2010, hal. 49

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Gerafindo


Persada, 2012).

Anda mungkin juga menyukai