Anda di halaman 1dari 13

MENIKAH KARENA HAMIL DULU (MARRIED By Accident)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Masail Fikihiyah

Dosen pengampu:
Subhan Fathul A

KELOMPOK 6/ PAI.I
Eliana Norhazlinda _ 201200277
Fahrurrozi Wildanu Faza_201200288
Fitria Angga Riza Permana_201200293

PROGRAM S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini sangat marak atau sering terjadi para generasi muda yang menikah muda,
bukan karena di sengaja atau di siapkan secara matang untuk menikah. Karena di
akibatkan seks bebas atau melakukan hubungan tanpa ada ikatan suami istri. Akibat
perilaku tersebut banyak remaja yang hamil diluar nikah. Untuk menyikapi keadaan ini
biasanya ada tiga kemungkinan yang akan dilakukan pertama melakukan oborsi, kedua
membuang bayi setelah lahir, dan ketiga menikah dalam keadaan hamil. Ketiga perilaku
di atas senada dengan pernyataan yang mengatakan “biasanya suatu pebuatan dosa akan
ditutupi dengan perbuatan dosa yang kedua atau yang ketiga”. Zina adalah perbuatan
dosa, akibat dari zina membuat si wanita hamil, bila ini terjadi, maka akan ada dosa yang
kedua atau yang ketiga seperti hal di atas. Ketiga perbuatan tersebut di atas ada ketentuan
hukumnya masing-masing dalam Islam. Namun pada kesempatan ini, tidak mungkin
membahasannya secara keseluruhan, untuk penulis fokuskan pada permasahan yang
terakhir, yaitu menikah dalam keadaan hamil.
Kini, karena banyaknya orang yang menikah dalam keadaan hamil, maka istilah
untuk masalah ini diperhalus orang dengan menyebutnya “pernikahan dini” atau dengan
istilah lain kedengarannya lebih kren Married by accident (MBA), yaitu penikahan
karena “kecelakaan “ yang disengaja. Menikah dalam keadaan hamil, dalam pandangan
mayoritas umat Islam sekarang tidak ada masalah. Artinya orang yang menikah dalam
keadaan hamil tidak dipersoalkan masyarakat. Perkara ini sekarang bukan lagi persoalan
luar biasa, tetapi persoalan yang biasa terjadi di tengah masyarakat. Dulu, masyarakat
mengangapnya sebagai perbuatan dosa, kini, mengangapnya perbuatan yang biasa-biasa
saja dan tidak masalah.
Jarang yang mengunakan pertimbangan syara’ dalam menyikapi anak yang hamil
diluar nikah, jarang yang mengangap bahwa anaknya sudah melakukan dosa besar dan
berpikir untuk memberinya Tetapi sikap yang paling cepat diambil orang tua adalah
menikahkan anaknya dengan pesta yang tidak kalah mewahnya. Akibat dari itu, lahir
anak-anak ajaib. Bagaimana tidak ajaib, baru enam bulan, tiga bulan, bahkan tiga hari
menikah anak sudah lahir.
Dalam kajian fiqh, permasalahan ini memang masuk dalam perkara yang
diperselisihkan, ada yang mengatakan boleh secara muthlak, ada yang mengatakan boleh
bersyarat, dan ada pula yang mengtakan haram. Setiap pendapat mengemukakan alasan-
alasan yang menguatkan pendapatnya masing-masing. Di antara alasan yang lazim
didengar dari pendapat yang membolehkan adalah untuk menutup aib yang bersangkutan,
sayangnya bukan didasarkan pada pemahaman terhadap nash.
Terlepas adanya perdebatan yang terjadi, kami pemakalah akan mengkaji masalah
yang terjadi dengan sumber sumber yang ada dan akan menyimpulkan masalah tersebut
menurut pandangan penulis makalah sesuai sumber yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari menikah karena hamil diluar nikah (Merried By
Accident)?
2. Bagaimana hukum menurut ulama dan hukum positif mengenai menikah karena
hamil diluar nikah ?
3. Bagaimana dasar hukum dari menikah karena hamil diluar nikah ?
4. Bagaimana kesimpulan pendapat pemakalah mengenai peristiwa menikah karena
hamil diluar nikah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Menikah karena hamil diluar nikah.
2. Untuk mengetahui hukum menurut ulama dan hukum positif mengenai menikah
karena hamil diluar nikah.
3. Untuk mengetahui dasar hukum dari menikah karena hamil diluar nikah.
4. Untuk mengetahui kesimpulan pendapat pemakalah mengenai peristiwa menikah
karena diluar nikah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MENIKAH KARENA HAMIL DULU (Merried By Accident)


Pengertian Secara harfiah kata married by Accident terdiri dari 3 kata, yaitu
married, by dan accident. Married adalah kawin atau nikah yang berasal dari kata kerja
pasif dari marry. By artinya karena/dengan, merupakan kata keterangan. Dan accident
artinya sebuah kejadian kecelakaan yang mengejutkan baik disengaja maupun tidak. Jadi
married by accident sering diartikan dengan menikah yang diakibatkan karena
kecelakaan, maksudnya karena seseorang terpaksa melakukan pernikahan karena telah
terjadi sebuah kecelakaan berupa kehamilan yang tidak diinginkan.1 Married by Accident
adalah nikah karena kehamilan telah terlanjur terjadi yg pada umumnya tidak
direncanakan oleh salah seorang atau kedua pasangan yg mengalaminya.
Dalam perspektif hukum islam, perempuan hamil dibedakan menjadi dua
keadaan. Pertama, perempuan yang keadaan hamil diceraikan suaminya, baik cerai hidup
maupun cerai mati. Kedua, perempuan yang hamil akibat melakukan zina.2 Dan
perempuan yang hamil di luar nikah kemudian mereka melangsungkan pernikahan
(married by accident).
Hamil diluar nikah atau bisa dikatakan hamil karena kecelakaan merupakan
sesuatu yang sangat tabu di Indonesia dan merupakan sebuah hal yang masuk kategori
zina dalam Islam. Hamil di luar nikah merupakan perbuatan zina yang seharusnya
dihukum dengan kriteria Islam. Ketika hamil diluar nikah telah terjadi maka akan muncul
masalah yaitu aib bagi keluarga. Dengan hal tersebut maka pasangan diharuskan untuk
segera menikah demi melindungi keluarga dari aib yang lebih besar yang diakibatkan
hamil diluar nikah.
Pernikahan dilakukan oleh seseorang yang didahului dengan perbuatan tidak halal
merupakan sebuah hal yang berbeda, misalnya melakukan persetubuhan antara dua jenis
kelamin yang berbeda diluar ketentuan hukum Islam dan undang-undang perkawinan

1
Imawanto,dkk., “Konsekwensi Married By Accident Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam”,
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 2, Oktober 2018, hal.134.
2
Irfan Nurul, “Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam”, Jakarta: AMZAH, 2012, h.148.
yang berlaku. Maka dapat dikatakan Pernikahan ini dinamakan perkawinan akibat
perzinaan.3

B. HUKUM MENURUT ULAMA DAN HUKUM POSITIF MENGENAI MENIKAH


KARENA HAMIL DULU
Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah hukum Married by Accident, yaitu:
a. Imam Malik, Imam Ahmad, adalah tidak boleh menikahi perempuan yg ssedang
hamil karena berzina, kecuali setelah melahirkan. Berdasarkan:
1) Hadist Nabi dari Abu Said Al-Khudri RA. ”Jangan dipergauli perempuan hamil
sampai ia melahirkan dan jangan pula yg tidak hamil sampai ia telah haid satu
kali.
2) Firman Allah “Dan perempuan-perempuan yg hamil waktu iddah mereka sampai
melahirkan kandungannya” (QS Attolaq ayat 4);
3) Firman Allah “Dan wanita-wanita yang dithalaq hendaknya mereka menahan diri
(menunggu) selama 3 kali suci (haid)” (QS Al-Baqoroh ayat 228).
b. Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah, berpendapat bahwa wanita yg sedang hamil
karena berzina boleh dinikahkan tanpa harus terlebih dahulu menunggu melahirkan.
Selanjutnya Imam membolehkan nikah dan melakukan setubuh, baik yg menikahi
laki-laki yg menzinai atau bukan.
Imam Abu Hanifah, jika yg menikahi itu laki yang menzinai maka boleh setubuh, dan
jika yg menikahi itu laki-laki lain, maka tidak boleh setubuh, harus menunggu
melahirkan dan satu kali suci. Imam Syafi’I dan Imam as-Tsauri berpendapat bahwa
tidak ada masa iddah bagi perempuan hamil karena berzina. Alasannya karena
perbuatan dosa dan haram seperti perbuatan zina tidak akan di I’tirof (diakui), jadi
menikahi perempuan hamil karena zina tidak ada larangan.4
c. Ulama Syafi’iah berpendapat, hukumnya sah menikahi wanita hamil akibat zina, baik
yang menikahi itu laki-laki yang menghamilinya maupun bukan yang
menghamilinya. Alasanya karena wanita hamil akibat zina tidak termasuk golongan
wanita yang diharamkan untuk dinikahi. Mereka juga berpendapat karena akad nikah

3
Wahyu wibisana, “Perkawinan Wanita Hamil Diluar Nikah Serta Akibat Hukumnya Perspektif Fikih dan
Hukum Positif”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, vol.15 No.1, 2017. Hal.31
4
Ghozali Rahman Abdul,” Fiqih Munahakhat”, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014,h.135.
yang dilakukan itu hukumnya sah, wanita yang dinikahi tersebut halal untuk
disetubuhi walaupun ia dalam keadaan hamil.
d. Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa wanita yang berzina, baik atas dasar suka
sama suka atau diperkosa, hamil atau tidak, ia wajib istibra. Bagi wanita merdeka dan
tidak hamil, istibra’nya tiga kali haid, sedangkan bagi wanita budak istibra’nya cukup
satu kali haid, tapi bila ia hamil baik wanita merdeka atau wanita budak istibra’nya
sampai melahirkan. Dengan demikian ulama Malikiyyah berpendapat bahwa
hukumnya tidak sah menikahi wanita hamil akibat zina, meskipun yang menikahi itu
laki-laki yang menghamilinya, apalagi ia bukan yang menghamilinya. Bila akad nikah
tetap dilangsungkan dalam keadaan hamil, akad nikah itu fasid dan wajib difasakh.5
e. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa hukumnya tidak sah menikahi wanita yang
diketahui telah berbuat zina, baik dengan laki-laki bukan yang menzinainya terlebih
lagi dengan laki-laki yang menzinainya, kecuali wanita itu telah memenuhi dua syarat
berikut : pertama, telah habis masa iddahnya. Jika ia hamil iddahnya habis dengan
melahirkan kandungannya. Bila akad nikah dilangsungkan dalam keadaan hamil
maka akad nikahnya tidak sah.kedua, telah bertaubat dari perbuatan zina.6
f. PERSIS (Persatuan Islam Indonesia): Mengatakan bahwa perempuan hamil haram
nikah dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan laki-laki lain, sampai ia
melahirkan.
g. MUHAMMADIYAH: Boleh menikahi perempuan yang hamil karena zina oleh laki-
laki yang menzinai, dan boleh juga menggauli/bersetubuh setelah nikah.7

Adapun perspektif Hukum Positif, menikahkan wanita hamil karena zinah telah
dimuat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan .Peraturan
pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang. Hanya saja
dalam Kompilasi hukum Islam muatanya lebih terperinci, larangan lebih dipertegas, dan
menambah beberapa poin sebagai aplikasi dari peraturan perundang-undangan yang telah
ada. Adapun hal-hal yang menjadi perhatian Kompilasi Hukum Islam dan mempertegas

5
Abdul Rahman Ghozali, “Fiqh Munkahat”, Jakarta : Perdana Media Group, Kencana,2008, hlm. 124
6
Wahyu wibisana, “Perkawinan Wanita Hamil Diluar Nikah Serta Akibat Hukumnya Perspektif Fikih dan
Hukum Positif”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, vol.15 No.1, 2017. Hal.34
7
Imawanto,dkk., “Konsekwensi Married By Accident Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum
Islam”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 2, Oktober 2018, hal.136
hal-hal kembali yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 antara lain adalah
tentang perkawinan wanita hamil. Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan secara eksplisit tidak ada mengatur tentang perkawinan wanita
hamil tetapi secara implisit ada yaitu dalam Pasal 2 ayat (1) bawha :“ perkawinan adalah
sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu”. Dengan demikian Perkawinan wanita hamil karena zina sah sesuai dengan pasal 2
ayat 1 Undang-Undang Perakwinan Nomor 1 Tahun 1974 dan juga harus memenuhi
syarat- syarat sahnya suatu perkawinan.8
Menurut hukum positif dan hukum islam bahwa perempuan yang hamil di luar
nikah boleh melaksanakan pernikahan dengan laki-laki yang menghamilinya dan boleh
melakukan hubungan seksual tanpa harus melahirkan kandungannya terlebih dahulu
(KHI Pasal 53). Bahwa kedudukan hukum anak yang dilahirkan menjadi anak sah, dan
kedua orang tuanya berhak memberikan harta warisan dan berhak menjadi wali nikahnya
(KHI). Ketiga, menurut hukum islam terhadap perempuan hamil juga membolehkan
melangsungkan pernikahan walaupun anak tersebut belum dilahirkan, akan tetapi anak
yang lahir nanti apabila anak tersebut perempuan ayah biologisnya tidak bisa menjadi
wali nikahnya, dan tidak berhak mendapatkan waris dari ayah biologisnya. Dalam hal
warisan dalam perspektif hukum positif, anak tersebut berhak mendapatkan warisan dari
ayah biologisnya, sedangkan dalam perspektif islam anak tersebut tidak mendapatkan
warisan dari ayah biologisnya.9
C. DASAR HUKUM MENIKAH KARENA HAMIL DULU
Allah SWT melarang umat-Nya untuk melakukan perbuatan yang dilarang di
dalam AlQur’an, termasuk salah satu di dalamnya adalah Allah SWT melarang untuk
melakukan perbuatan zina, sebagaimana Allah SWT menyebutkan dalam firman-Nya
keharaman untuk mendekati perbuatan zina :

‫َو ََل ت َ ْق َربُوا ّ ِالز ى ٰٓن ِان َّ ٗه ََك َن فَا ِحشَ ًة َۗو َس ۤا َء َس ِب ْي ًل‬

8
Wahyu wibisana, “Perkawinan Wanita Hamil Diluar Nikah Serta Akibat Hukumnya Perspektif Fikih dan
Hukum Positif”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, vol.15 No.1, 2017. Hal.35
9
Imawanto,dkk., “Konsekwensi Married By Accident Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum
Islam”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 2, Oktober 2018, hal.139-140
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’: 32)

Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa segala bentuk perbuatan yang
mendekatkan diri kepada zina merupakan perbuatan yang dilarang serta diharamkan oleh
Allah SWT, apalagi bila sampai melakukannya. Artinya, perbuatan warming up kepada
zina saja sudah dilarang, maka perbuatan melakukan zina termasuk dalam larangan dan
keharamannya pula.

Selain itu dalam Q.S An-Nur ayat 3 dijelaskan bahwasannya:

‫ْشكٌ ۚ َو ُح ّ ِر َم َذَٰ ِ َِل عَ ََل الْ ُم ْؤ ِم ِن َي‬


ِ ْ ‫ْش َك ًة َو َّالزا ِن َي ُة ََل ي َ ْن ِك ُحهَا ا ََّل َز ٍان َأ ْو ُم‬
ِ ْ ‫َّالز ِاِن ََل ي َ ْن ِك ُح ا ََّل َزا ِن َي ًة َأ ْو ُم‬
ِ ِ
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan
atas orang-orang yang mukmin.”

Ayat ini menjelaskan keharusan menghindari pezina, apalagi ingin dijadikan


pasangan hidup. Ayat ini menyatakan bahwa lakilaki pezina, yakni yang kotor dan
kebiasaan berzina tidak wajar mengawini melainkan perempuan pezina yang kotor dan
terbiasa berzina pula. Adapun mengenai kebolehan atau larangan menikahi pezina, ini
lebih menjelaskan kepada buruknya perbuatan zina. hukum yang terdapat dalam
kandungan surat An-Nur ayat 3 yaitu bukan hanya tertuju pada pada kasus.

Namun ayat ini berlaku untuk umum, sebagaimana terdapat kata itu pada
penghujung ayat ini menunjukkan pada perzinahan bukan perkawinan, sehingga ayat ini
berarti “perzinahan diharanmkan bagi orang-orang mukmin”. Juga untuk mencegah
orang-orang Islam yang jiwanya lemah, hatinya mudah tertarik menikahi perempuan-
perempuan jalang dengan mengharapkan harta kesenangan hidup.

Hadis Terkait mengenai Menikah karena kecelakaan (Merried By Accident)

1. Dalam suatu riwayat disebutkan; seorang laki-laki menikahi wanita setelah menikah
diketahui wanita itu sedang hamil, kemudian Rasulullah menyuruh untuk
memisahkan keduanya (cerai). Dalam riwayat lain disebutkan “lalu rasul menceraikan
mereka berdua” . Di sini,Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid serta
Al Hasan bin Ali dan Muhammad bin Abu As Sari secara makna, mereka berkata;
telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ibnu
Juraij, dari Shafwan bin Sulaim, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari seorang laki-laki
anshar, Ibnu Abu As Sari berkata; yang merupakan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, tidak mengatakan; anshar. Kemudian mereka sepakat mengatakan; yang
dipanggil Bashrah, ia berkata; aku menikahi seorang budak perawan dalamtabirnya,
kemudian aku menemuinya dan ternyata ia sedang hamil. Maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Baginya mahar karena farji yang telah engkau halalkan,
dan anaknya adalah budakmu apabila ia telah melahirkan." Al Hasan berkata;
cambuklah dia. Ibnu Abu As Sari berkata; cambuklah dia. Atau mengatakan;
hukumlah dia. Abu Daud berkata; hadits ini telah diriwayatkan oleh Qatadah dari
Sa'id bin Yazid dari Ibnu Al kenapa mereka disuruh bercerai atau diceraikan Rasul
SAW, karena itu artinya menikahi wanita dalam keadaan hamil tidak boleh.
2. Hadits Ibnu Juraij lebih sempurna.Abu Daud Sulaiman bin al- Asy’asy al- Sajastani,
Sunan abu Daud Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh Asy Syaibani Al
Bashri, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Ayyub dari Rabi'ah bin Sulaim dari Busr bin 'Ubaidullah dari
Ruwaifi' bin Tsabit dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda: "Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah memasukkan air maninya ke
dalam rahim wanita (yang telah disetubuhi orang lain)." Abu Isa berkata; "Ini
merupakan hadits hasan.Telah diriwayatkan dari Ruwaifi' melalui banyak jalur.Hadits
ini diamalkan oleh para ulama.Mereka tidak membolehkan seorang lelaki yang
membeli budak wanita yang sedang hamil untuk menyetubuhinya hingga dia
melahirkan anaknya
3. Sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam : Artinya, "Tidak halal bagi orang yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian
orang lain Bahasa yang dipakai hadis ini adalah bahasa kinayah yang mengandung
maksud bahwa tidak boleh menikahi wanita yang dalam rahimnya sudah ada benih
orang lain. Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa janin yang ada dalam rahim
perempuan itu adalah berasal dari air mani si laki-laki yang hendak menikahinya.
Jawabnya adalah di sini ada dua perbedaan air (mani), najis dan suci, baik dan buruk
dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram." Mengauli perempuan
sebelum pernikahan adalah haram dan buruk, sebaliknya mengaulinya setelah
pernikahan adalah halal dan baik. Bila dalam suatu perkara berkumpul antara yang
haram dengan yang halal, maka perkara tersebut menjadi haram. Hal ini sesuai
dengan kaidah “apabila berkumpul antara yang halal dan yang haram pada waktu
yang sama maka dimenangkan yang haram” .Dengan demikian sekalipun laki-laki
yang menghamilinya yang akan menikahinya, maka tetap tidak boleh. Jadi, inilah
hadis yang menyatakan tidak boleh menikahi wanita hamil. Sebenarnya, bila orang
ragu akan kedudukan hadis di atas, menurut saya tanpa hadis pun, ayat di atas sudah
cukup jelas penunjukannya akan ketidakbolehan menikahi wanita hamil.10

D. KESIMPULAN MENURUT PEMAKALAH MENGENAI PERISTIWA


MENIKAH KARENA HAMIL DILUAR NIKAH
Menurut pendapat dari pemakalah bahwasannya melaksanakan pernikahan karena
kecelakaan baik disengaja maupun tidak sengaja merupakan sebuah perbuatan yang tidak
diperbolehkan menurut agama, dan juga menurut pendapat beberapa ulama. Pemkalah
mengambil kesimpulan dari pemaparan materi dia tas mengenai sebuah peristiwa atau
kondisi yang terjadi didalam masyarakat. Tidak sah hukumnya menikahi wanita yang
sedang dalam kondisi hamil. Akan tetapi di masyarakat yang terjadi adalah dengan
dilangsungkan pernikahan pada saat masih dalam keadaan hamil, itulah fakta nyata
adanya yang terjadi di lingkungan masyarakat saat ini. Karena mereka beranggapan
bahwasannya akan menimbulkan aib yang sangat besar bagi keluarga seorang wanita
tersebu. Maka agar tidak terjadi peristiwa karena tidak sah hukumnya menikahi wanita
yang sudah hamil. Tetapi jika tidak dilangsungkan pernikahannya akan menimbulkan aib
yang sangat besar bagi keluarga seorang wanita tersebut. maka agar tidak terjadi
peristiwa Merried By Accident tersebut menurut pemakalah Solusi yang ditawarkan yaitu
Memperdalam ilmu agama dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sehingga akan
mudah memberikan pendidikan seks, menjaga pandangan, memperhatikan cara

10
Nenan julir, “MBA (Married by Accident) Dalam Tinjauan Ushul Fiqh” jurnal ushul fiqih, hal.3-4
berpakaian, tidak berkhalwat, tidak ikhtilath, memilih taáruf, dan berpuasa. Hal itu
merupakan penolak kasus yang dikhawatirkan tadi. Dan jika sudah terjadi atau terlanjur
hamil dahulu sebelum menikah menurut pemakalah, dengan terpaksa boleh menikahi
wanita tersebut pada saat hamil, hanya untuk mencegah sebuah aib tersebut. Dan setelah
melahirkan laukan ijab qabul kembali untuk menghindari hal-hal yang menimbulkan
masalah kedepannya. Oleh karena itu hindarilah sejauh-jauhnya perilau tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Married By Accident sering diartikan dengan menikah yang diakibatkan karena
kecelakaan, maksudnya karena seseorang terpaksa melakukan pernikahan karena telah
terjadi sebuah kecelakaan berupa kehamilan yang tidak diinginkan. Married by Accident
adalah nikah karena kehamilan telah terlanjur terjadi yg pada umumnya tidak
direncanakan oleh salah seorang atau kedua pasangan yg mengalaminya. Menurut Ulama
Malikiyyah berpendapat bahwa wanita yang berzina, baik atas dasar suka sama suka atau
diperkosa, hamil atau tidak, ia wajib istibra. Bagi wanita merdeka dan tidak hamil,
istibra’nya tiga kali haid, sedangkan bagi wanita budak istibra’nya cukup satu kali haid,
tapi bila ia hamil baik wanita merdeka atau wanita budak istibra’nya sampai melahirkan.
Dengan demikian ulama Malikiyyah berpendapat bahwa hukumnya tidak sah menikahi
wanita hamil akibat zina, meskipun yang menikahi itu laki-laki yang menghamilinya,
apalagi ia bukan yang menghamilinya. Bila akad nikah tetap dilangsungkan dalam
keadaan hamil, akad nikah itu fasid dan wajib difasakh. Menurut hukum positif dan
hukum islam bahwa perempuan yang hamil di luar nikah boleh melaksanakan pernikahan
dengan laki-laki yang menghamilinya dan boleh melakukan hubungan seksual tanpa
harus melahirkan kandungannya terlebih dahulu (KHI Pasal 53). Bahwa kedudukan
hukum anak yang dilahirkan menjadi anak sah, dan kedua orang tuanya berhak
memberikan harta warisan dan berhak menjadi wali nikahnya (KHI). Dasar hukum
mengenai menikah karena kecelakaan terdapat pada Al-Quran pada surat yang artinya
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’: 32) Ayat ini secara tegas
menyatakan bahwa segala bentuk perbuatan yang mendekatkan diri kepada zina
merupakan perbuatan yang dilarang serta diharamkan oleh Allah SWT, apalagi bila
sampai melakukannya. Artinya, perbuatan warming up kepada zina saja sudah dilarang,
maka perbuatan melakukan zina termasuk dalam larangan dan keharamannya pula.
DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Abdul Rahman., “Fiqh Munkahat”, Jakarta : Perdana Media Group, Kencana,2008.

Imawanto,dkk., “Konsekwensi Married By Accident Dalam Perspektif Hukum Positif Dan


Hukum Islam”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 2, Oktober 2018.

Julir,Nenan., “MBA (Married by Accident) Dalam Tinjauan Ushul Fiqh” jurnal ushul fiqih.

Nurul, Irfan., “Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam”, Jakarta: AMZAH, 2012.

Wibisana,wahyu.,“Perkawinan Wanita Hamil Diluar Nikah Serta Akibat Hukumnya Perspektif


Fikih dan Hukum Positif”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, vol.15 No.1, 2017

Anda mungkin juga menyukai