Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih Munakahat

Dosen Pengampu : Dr. H. Ali Trigiyatno, S.Ag, M.Ag

Disusun oleh :

Nasya Fadhilah (1121079)

Fallia Frameswari (1121113)

Khoirul Anam (1121121

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2022

1
Kata Pengantar

Kami ucapkan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah


melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua terutama dalam nikmat sehat dari
banyaknya manusia yang sakit pada masa pandemic covid-19 ini. Sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang telah diberikan oleh dosen mata kuliah
Fiqih Munakahat yaitu Bapak Dr. H. Ali Trigiyatno, S.Ag, M.Ag Yang sangat
kami cintai.

Tak lupa kita haturkan shalawat serta salam kepada Baginda Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬sebagai suri tauladan serta pemimpin kita semua yang kita nantikan
syafa’atnya kelak di Yaumul Qiyamah.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang menyediakan berbagai referensi yang dibutuhkan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran serta kritik yang membangun.

Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua terutama dalam dunia pendidikan.

Pemalang, 18 April 2022

2
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I Pendahuluan...............................................................................................4

A.Latar Belakang...............................................................................................4
B.Rumusan Masalah..........................................................................................5

BAB II Pembahasan...............................................................................................6

A.Pengertian Nikah Hamil.................................................................................6


B.Pandangan Ulama Fikih.................................................................................6
C.Pandangan KHI..............................................................................................8
D.Pandangan Da’I..............................................................................................9
E.Status Nasab Anak Hasil Zina......................................................................12
F.Taubat dari Dosa Zina...................................................................................14
G.Kelebihan dan Kekurangan Menikahi Wanita Hamil..................................15

BAB II Penutup....................................................................................................17

A.Kesimpulan...................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergaulan remaja di Indonesia khususnya disekitar kita semakin


mengkhawatirkan. Karena pola pacaran mereka yang tidak sehat, dimulai dari saling
mengirim pesan hingga ketahap yang lebih jauh yaitu mereka berani melakukan
hubungan intim (zina). Hal tersebut tak terlepas dari kondisi lingkungan dan teman
pergaulan yang tidak baik serta kemudahan teknologi yang semakin maju sehingga
mereka dapat dengan mudah mengakses situs-situs pornografi.

Memprihatinkan! Itulah yang bisa kita rasakan menyaksikan pergaulan remaja


akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, dari berbagai survei, dan penelitian, hampir semua
menemukan fakta meningkatnya angka kehamilan diluar nikah di kalangan generasi
muda, tidak peduli yang tinggal di desa maupun di kota.1

Sudah bukan rahasia lagi kalau banyak remaja mengalami kehamilan dulu
sebelum nikah salah satunya ditandai dengan banyaknya izin dispensasi nikah ke
pengadilan agama yang mayoritas dilatarbelakangi karena sudah hamil duluan.

Padahal semangat UU Perkawinan ingin mendewasakan pasangan nikah


dengan menaikkan usia minimal boleh menikah dari semula 19 tahun bagi laki-laki
dan 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun tanpa membedakan jenis kelaminnya.
Harapannya, mereka yang mau menikah betul-betul sudah matang dan mapan
sehingga bisa meminimalisir risiko termasuk perceraian di kemudian hari.

1
Irmawati, Leny. “Perilaku Seksual Pranikah pada Mahasiswa”. KEMAS: Buku Kontroversi Menikahi
Wanita Hamil. Cet-1 Hal. 3

4
Di sisi lain pergaulan remaja semakin longgar dan tidak mengenal batas-batas
norma agama, akibatnya ‘kecelakaan’ semakin meningkat, sementara ketika mau
menikahi terbentur usia yang belum mencapai bata minimal. Memang UU
Perkawinan membuka celah mengajukan dispensasi nikah bagi yang usianya dibawah
umur, namun secara umum pernikahan dini rawan masalah dan perceraian akibat
belum matang dan dewasa.

Masalah yang kemudian timbul dari sisi hukum Islam adalah, bagaimana
status pernikahan di saat pasangan wanita sudah hamil duluan. Apalagi jika yang
menikahi bukan yang menghamili, tentunya banyak pertanyaan dan keraguan yang
memerlukan jawaban tersendiri.2

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Nikah Hamil?
2. Pandangan Ulama Fikih
3. Pandangan KHI
4. Pandangan Dai
5. Status Nasab Anak Hasil Zina
6. Taubat dari Dosa Zina
7. Kelebihan dan Kekurangan Menikahi Wanita Hamil

BAB II

2
Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag. ” Bincang 11 Nikah Kontrovesial dalam Islam.” Hal. 37-38. Cet-1

5
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah Hamil

Nikah hamil adalah pernikahan di mana pengantin wanita sudah hamil duluan
akibat zina atau pergaulan bebas. Yang menikahi bisa jadi pria yang menghamili
(menzinai) bisa juga pria lain yang mau menikahi karena satu atau lain hal. Bisa juga
pernikahan yang dilakukan karena wanita itu akibat pemerkosaan, di mana ia
(mungkin) dinikahi pria lain yang mau menikahinya3

B. Pandangan Ulama Fikih

Hukum menikahi wanita hamil karena zina diperselisihkan dikalangan ulama


yang terbagi menjadi dua pendapat: (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah,
XVI : 272)

1. Membolehkan dan menganggap pernikahan itu sah. Mengingat larangan


menikahi wanita hamil terkait menjaga nasab, sementara zina tidak
memiliki konsekuensi nasab. Berdiri dalam posisi ini adalah kalangan
Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Muhammad (sahabat Imam Abu
Hanifah). (al-Mausu’ah al-Kuwaitiyah, XVI:272)
Imam Nawawi dalam al-Majmu’ menjelaskan, jika seorang wanita
berzina maka ia tidak wajib beriddah baik ia hamil atau tidak. Jika ia tidak
hamil maka boleh ia dinikahi baik yang menzinai atau bukan, namun jika
ia dalam kondisi hamil maka dimakhruhkan menikahinya sebelum

3
Dr. H. Ali Trigiyatno, Bincang 11 Nikah Kontroversial Dalam Islam, (Malang: Mazda Media, 2021)
hlm. 38

6
melahirkan. Pendapat ini adalah juga menjadi pendapat salah satu riwayat
dari Imam abu Hanifah. (an-Nawawi, XVI : 242).4
Argumentasi kelompok yang membolehkan terangkum pada Surah an-
Nisa’ ayat 24.
Sahabat Umar bin Khattab sebagai tokoh sahabat membolehkan
pernikahan wanita hamil dihadapan sahabat-sahabat lain dan tidak
diketahui ada yang menentangnya. Namun klaim tidak ada yang
menentangnya ini dipertanyakan, karena jelas ada sahabat lain yang
menentangnya yakni Ibnu Mas’ud. (al-MArzuqi, t.t : 322-323)5

2. Melarang dan menganggap pernikahan itu tidak sah.


Mereka menyatakan, tidak boleh menikahi wanita hamil sebelum
melahirkan baik yang menghamili maupun bukan. Pendapat ini
dikemukakan kalangan Malikiyah, Hanabilah dan Abu Yusuf dari
kalangan Hanafiyah.
Dalam kitab at-Tafri’ fi Fiqh al-Imam Malik bin Anas disebutkan, jika
ada wanita yang hamil karena zina maka tidak boleh dinikahi sampai ia
melahirkan, dan tidak boleh bagi suaminya jika punya suami untuk
menggaulinya sampai melahirkan kandungannya. Tidak boleh pula bagi
tuannya (kalau wanita itu budak) menggauli budaknya jika tidak punya
suami sampai ia beristibra’ satu kali haid atau melahirkan. (Ibnu al-Jallab,
2007: II : 78)
Imam Nawawi menjelaskan dalam al-Majmu’, Rabi’ah, Malik, dan
ats-Tsauri, Ahmad dan Ishaq radhiyallahu ‘anhum berpendapat bahwa
wanita yang berzina wajib melakukan iddah seperti wanita yang
disetubuhi secara syubhat. Jika tidak hamil iddahnya 3 kali quru’, jika
4
Dr. H. Ali Trigiyatno, Bincang 11 Nikah Kontroversial Dalam Islam, (Malang: Mazda Media, 2021)
hlm. 39
5
Ibid, hlm. 41

7
dalam keadaan hamil iddahnya sampai melahirkan. Pernikahannya tidak
sah sebelum melahirkan.
Sedang Imam Malik berkata, jika ada seorang pria menikahi wanita dan ia
tidak tahu kalau wanita itu pezina kemudian ia tahu kalau wanita itu hamil
karena zina makanya pernikahannya dibatalkan (dipisahkan), jika sudah
terlanjur digauli maka suami wajib membayar mahar misil. Rabiah
berkata, “pernikahannya dibatalkan dan tidak ada kewajiban mahar. Ibnu
Sirin dan Abu Yusuf berpendapat, jika wanita itu tidak hamil maka tidak
ada iddah, jika si wanita hamil maka tidak sah menikahinya sampai wanita
itu melahirkan, ini adalah riwayat lain dari Abu Hanifah. (an-Nawawi, t.t,
XVI: 242)6

C. Pandangan Kompilasi Hukum Islam

KHI menganut paham boleh dan sah menikahi wanita hamil baik yang
menzinai atau bukan. Serta anak yang dilahirkan dalam masa pernikahan tersebut
adalah anak sah suami ibunya.

Pasal 53 KHI secara gamblang mengatur:

1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. (Ahmad Rofiq, 2017:
135)

6
Ibid, hlm. 42

8
Dari pasal 53 ayat 2 di atas dapat dipahami bahwa tidak ada kewajiban iddah
bagi wanita hamil diluar nikah jika ia dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
Persoalan yang kemudian muncul adalah jika wanita hamildi luar nikah tersebut
menikah degan laki-laki yang tidak menghamilinya. 7

D. Pandangan Dai Populer

 Ustadz Khalid Basalamah

Di tanah air, Ustadz Khalid Basalamah dikenal sebagai salah satu dai Salafi
yang aktif berdakwah. Beliau lahir di Ujung Pandang, 1 Mei 1975.

Menyimak uraian beliau seputar hukum menikahi wanita hamil karena zina,
maka beliau cenderung kepada pendapat yang menyatakan tidak sah, walau dalam hal
ini beliau tetap mengakui ada pendapat lain alias terjadi khilafiyah.
(https:/bincangsyariah.com/khazanah/biografi-ustadz-khalid-basalamah-putra-kiai-di-
makassar-menjadi-pendakwah-salafi-dan-pengusaha/, diakses 30 September 2021) 8

 Ustadz Abdul Shomad

Jawaban beliau ketika ditanya hukum menikahi wanita yang hamil karena
zina, pada dasarnya kalau yang menikahi wanita itu bukan yang menghamili maka
tidak boleh. Kalau yang menikahi yang menghamili juga beliau condong ke tidak
boleh.

Dilain video beliau menyatakan, ini adalah pernyataan yang paling banyak
ditanyakan, mengingat hal ini semakin mudah ditemukan ditengahmasyarakat.

7
Ibid, hlm. 45Dd
8
Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag, Kontroversi Menikahi Wanita Hamil, ( Malang : Mazda Media, 2021) hlm.
67-68. Cet-1

9
Hukum menikahi wanita hamil karena zina menurut empat mazhab adalah sah, hanya
saja akan ada empat masalah di kemudian hari. Pertama anak tak boleh pakai bin
bapaknya. Kedua, kakaknya kalau lahir laki-laki hasil zina tidak bisa menjadi wali
bagi adik-adiknya. Ketiga, jika ayah mati maka anak-anaknya tak dapat warisan.
Keempat /ketiga/, jika lahir gadis si bapak tak dapat menjadi wali. Walinya adalah
dalam hal ini digantikan oleh wali hakim. ( Aliyul Himam, “Makna Logika
Nubuwwah dalam Dakwah KH. Ahmad Baha/r/udin Nursalim: Analisis Trilogi
Epistemologi Arab-Islam dan Analisis Resepsi Encoding/Decoding.” Jurnal Al-
Ijtimaiyyah 7.1 (2021): 137-165)9

 Gus Baha

Dai berikutnya yang popular di tanah air adalah KH. Ahmad Bahaudin
Nursalim atau lebih dikenal dengan Gus Baha. Beliau dikenal sebagai salah satu
tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari Narukan, Kragan, Rembang,
Jawa Tengah.

Soal hukum menikahi wanita yang sudah hamil karena zina, beliau cenderung
kepada pendapat mazhab Syafi’I yang membolehkannya. Wanita yang hamil bukan
karena nikah sah tidak ada iddah alias bisa langsung dinikahi. Hanya saja nasab anak
itu kalau ia lahir kurang dari 6 bulan tidak diikutkan nasabnya ke ayah yang menzinai
ibunya.10

 Buya Yahya

Soal hukum menikahi wanita hamil, beliau berpesan agar para orang tua
mendidik dulu anak-anaknya agar jangan sampai terjatuh perzinahan. Selanjutnya

9
Ibid, hlm.68-70
10
Ibid, hlm. 70-71

10
beliau berpesan agar aib diusahakan untuk ditutupi, jangan diumbar-umbar. Kita
semua wajib ikut menutupi aib itu ditengah masyarakat. (dalam video beliau
menyebut Imam Malik, hal ini kurang tepat. Mengingat Imam Malik bersama Imam
Ahmad berpendapat tidak sah) nikahnya orang hamil adalah sah dan tidak perlu
mengulang nikah, jika mengulang malah akan membuka aib. Dan ini merupakan
sebuah kebodohan (https://www.youtube.com/watch?v=BteUZXrCaC4, akses 1
november 2021. https://www.youtube.com/watch?v=D2ubSAAC5kQ, diakses 31
Oktober 2021).11

 Syafiq Riza Basalamah

Mengenai hukum menikahi wanita hamil karena zina, beliau menjelaskan ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Jika wanita itu hamil karena suaminya, maka
harus menunggu sampai melahirkan. Kalau hamil hasil zina, dalam hal ini ada ulama
yang membolehkan semisal Imam Syafi’I, wanita tersebut boleh dinikahi dan boleh
dicampuri.

Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah sendiri cenderung kepada pendapat yang
menyatakan boleh atau sah menikahi wanita hamil karena zina, dan ketika sudah
menikah maka tidak perlu mengulang nikahnya. Namun nasab anakyang lahir tidak
bisa dihubungkan atau dinasakan dengan dia. ((34) Hukum Menikahi Wanita Hamil
(Ustadz Syafiq Riza Basalamah, M.A).- Youtube, diakses 11 Oktober 2021)12

 Ustadz Firanda Andirja

Mengenai pandangan beliau seputar menikahi wanita yang sudah hamil


karena zina, Pernikahan tersebut dinilai tidak sah, pelaku harus bertaubah terlebih

11
Ibid, hlm.72-74
12
Ibid, hlm. 76

11
dahulu dan menunggu bayi yang dikandungnya telah lahir. Selain itu, anaknya
termasuk anak zina serta tidak terjadi hubungan nasab antara anak dengan bapaknya.
((34) Hukum Menikah Dengan Wanita Hamil. DR. Firanda Andirja M.A. – Youtube,
diakses 1 Oktober 2021).13

E. Status Nasab Anak Hasil Zina

Ada tiga pendapat mengenai status anak zina ini, yaitu:

1. Menurut Imam Malik dan Syafi’I, anak zina yang lahir setelah enam bulan
dari pernikahan ibu bapaknya, anak itu dinasabkan kepada bapaknya.
2. Jika anak itu dilahirkan kurang dari enam bulan, maka dinasabkan kepada
ibunya, karena diduga ibunya itu telah melakukan hubungan seks dengan
orang lain. Sedang batas waktu hamil, paling kurang enam bulan.
3. Menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap dinasabkan kepada suami ibunya
(bapaknya) tanpa mempertimbangkan waktu masa kehamilan si ibu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk menentukan nasab anak tersebut
dapat dinasabkan kepada ayah yang menghamili ibunya atau tidak, maka haru
ditentukan dengan melihat dari usia minimal kehamilan ibunya/:/.

Sementara itu perlu dimengerti, seluruh mazhab fikih, baik sunni maupun
syi’ah sepakat abhwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan. Sebab dalam QS.
Al-Ahqaf ayat 15 menentukan bahwa masa kehamilan dan penyusuan anak adalah
tiga puluh bulan. (Faruq Abdullah Karim, al-Wasith fi Syarh Qanun al-Ahwal asy-
Syakhsiyyah al-‘Iraqi, (t.tp:Jami’ah Sulaimaniyah, 2004), hlm. 250))14

Diriwayatkan dari Imam Syafi’i adalah dua pengertian tentang makna anak itu
menjadi hak pemilik kasur suami. Pertama, anak menjadi hak (pemilik kasur) suami

13
Ibid, hlm. 77
14
Ibid, hlm. 101-102

12
selama ia tidak menafikkan/mengingkarinya. Apabila (pemilik kasur) suami
menafikan anak tersebut (tidak mengakuinya) dengan prosedur yang diakui
keabsahannya dalam syariah. Contohnya melakukan lian. Anak itu pun dinyatakan
bukan sebagai anaknya.

Kedua, apabila bersengketa (terkait kepemilikan anak) antara (pemilik kasur)


suami dengan laki-laki yang menzinai istri/budak wanitanya,anak itu mnejadi hak
(pemilik kasur) suami. Adapun maksud dari “bagi pezina adalah batu” adalah lelaki
pezina itu keterhalangan dan keputusasaan. Maksud dari kata Al-Ahar dengan
menggunakan dua fathah (pada huruf ‘ain dan ha). Ada yang berpendapat bahwa
kata itu digunakan untuk perzinaan pada malam hari. Karena itu makna dari
keputusasaan di sini adalah laki-laki pezina tidak mendapatkan hak nasab atas anak
yang dilahirkan dari perzinaannya. Pemilihan keputusasaan disini sesuai dengan
tradisi bangsa Arab yang menyatakan, “ Baginya adalah batu; atau dimulutnya ada
batu bagi orang yang telah berputus asa dari harapan”.

Imam Abu Hazm dalam kitab al-Muhalla menjelaskan, anak itu dinasabkan
kepada ibunya. Jika ibunya berzina dan kemudian mengandungnya. Tidak dinasabkan
kepada lelakinya. Karena itu, Imam Ibnu Nujaim berpendapat bahwa anak hasil zina
dan lian hanya mendapat hak waris dari pihak ibu. Nasanya dari pihak bapak telah
terputus. Ia pun tidak mendapatkan hak waris dari pihak bapak. Sementara itu,
kejelasan nasabnya hanya melalui pihak ibu, saudara perempuan seibu dengan fardh
saja (bagian tertentu), demikian pula dengan ibu dan saudara perempuannya yang
seibu. Ia mendapatkan bagian fardh (tertentu) tidak dengan jalan lain.15

15
Nashih Nashrullah, “Apa Status Anak yang Lahir di Luar Pernikahan Sah?”, m.republika.co.id edisi
14 Oktober 2019, di akses pada 3 Mei 2022

13
F. Taubat dari Dosa Zina

Dalam surah Al-Isra’ ayat 32, kita dilarang mendekati zina. Mendekati zina
saja tidak dibolehkan, apalagi sampai berzina. Kata para ulama tentang ayat tersebut,
segala jalan menuju zina terlarang untuk ditempuh, seperti bersentuhan dengan lawan
jenis, berduaan disaat sepi (khalwat), jalan berdua, hingga berbagai perkara yang
ditemukan pada anak muda atau pasangan yang tidak halal dengan istilah pacaran.

Hadist berikut secara tegas menyatakan segala jalan menuju zina itu sebagai
zina. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

”Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang
pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua
telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah
dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan
membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim, no. 6925)

Cara taubat yang benar adalah dengan taubat nasuha, taubat yang tulus. Maka
cara taubat dari zina adalah dengan cara memen/e/uhi syarat taubat secara umum.

Allah Ta’ala perintahkan untuk melakukan taubatan nasuha,

”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan


nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim: 8)

Ibnu Katsirr rahimahullah menerangkan mengenai taubat nasuha


sebagaimana diutarakan oleh para ulama, “Taubat nasuha yaitu dengan menghindari
dosa untuk saat ini, menyesali dosa yang telah lalu, bertekad tidak mengulangi dosa
itu lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesame

14
manusia, maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.” (Tafsir Al-
Qur’an Al-‘Azhim, 7:323).16

G. Kelebihan dan Kekurangan Menikahi Wanita Hamil

Dampak positif jika pernikahan wanita hamil dibolehkan dan disahkan di


antaranya:

1. Wanita hamil dan keluarga terselamatkan dari aib berkepanjangan. Paling


kurang aibnya segera terkurangi dengan pernikahan tadi
2. Status wanita segera bersuami yang secara psikologis lebih mente/nt/ramkan
daripada mengandung tanpa kejelasan suaminya.
3. Anak yang dilahirkan nanti memiliki ayah yang bertanggungjawab.
4. Status anak menjadi anak sah di mata negara.
5. Si wanita tidak mengalami tekanan batin berkepanjangan yang jika tidak kuat
bisa jatuh sakit dan meninggal dunia.

Sementara dampak negative memperbolehkan dan nebgesahkan nikah hamil


dapat disebutkan misalnya :

1. Seolah membuka pintu zina lebih lebar, karena walaupun sudah hamil duluan
toh nantinya bisa dinikahkan dan pernikahannya sah.
2. Dikhawatirkan orang semakin berani berhubungan seks pra nikah, toh nanti
juga bisa menikah.
3. Bisa mendorong degradasi moral di kalangan pemuda secara umum.
4. Keabsahan pernikahannya masih menyisakan keraguan sehingga sebagian
kalangan melakukan tajidid an-nikah (pengulangan nikah).
5. Bila terjadi masalah suami istri, rawan masa lalu ini diungkit-ungkit pihak
tertentu atau malah pasangannya sendiri.
16
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. 2020 “Cara Bertaubat dari Zina dengan yang berbeda Agama”,
Rumaysho.com. diakses pada 2 Mei 2022.

15
6. Rawan perceraian, karena menikah karena hamil duluan biasanya pasangan
belum sebenarnya belum benar-benar siap.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menikahi wanita hamil pada saat ini rupanya sudah menjadi hal yang tidak
tabu lagi karena banyaknya kasus tersebut dapat kita temukan dengan mudah. Muda-
mudi dan para orang tua terkadang menyepelekan pergaulan anak-anak mereka
sehingga terjadilah pelanggaran syariat serta norma social.

Hal tersebut sangat memalukan, dan dapat mengundang banyak mudharat


seperti mendapat sanksi social, rasa malu yang berkepanjangan, bahkan tekanan
psikis serta psikologis bagi pelaku maupun keluarga.

Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya tanamkan pendidikan seksual sejak


dini,dengan tidak mengizinkan anak kita untuk bergaul dengan laki-laki yang bukan
mahramnya (berpacaran) karena hal tersebut sangat memicu terjadinya hubungan
diluar nikah yang menyebabkan terjadinya kehamilan dan pernikahan terpaksa yang
dapat menimbulkan masalah di kemudian hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag, “Bincang 11 Nikah Kontroversial dalam Islam”, Cet-1,
(Malang: Mazda Media, 2021)

Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag, “Kontroversi Menikahi Wanita Hamil”, Cet-1,


(Malang: Mazda Media, 2021)

Irmawati, Leny. “Perilaku Seksual Pranikah pada Mahasiswa”. KEMAS: Buku


Kontroversi Menikahi Wanita Hamil. Cet-1 Hal. 3
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. 2020 “Cara Bertaubat dari Zina dengan yang
berbeda Agama”, Rumaysho.com. diakses pada 2 Mei 2022.
Nashih Nashrullah, “Apa Status Anak yang Lahir di Luar Pernikahan Sah?”,
m.republika.co.id edisi 14 Oktober 2019, di akses pada 3 Mei 2022

18

Anda mungkin juga menyukai