Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN


EMOSIONAL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri dalam Mata Kuliah Psikologi


Pendidikan

Dosen Pembimbing : Dr. Zainal Abidin, M.Ag.


Dr. Masykurillah, S.Ag., MA.

Oleh:
Ari Kurniawan
NPM. 2271010048

Magister Pendidikan Agama Islam


PASCASARJANA IAIN METRO

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) METRO


LAMPUNG
1444 H / 2022 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah
dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mandiri dalam Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan.

Kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat diharapkan dan akan
diterima dengan kelapangan dada. Dan akhirnya semoga makalah ini kiranya
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi Pendidikan.

Metro, 14 September 2022

Penulis,

Ari Kurniawan
NPM. 2271010048
I. PENDAHULUAN

Pendidikan menurut Tilaar dalam Mulyasa mengemukakan bahwa


pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis
pokok yang berkaitan dengan 1) kualitas, 2) relevansi atau efesiensi
eksternal, 3) elitisme dan 4) manajemen. Demikian juga sistem pendidikan
nasional di hadapkan sedikitnya kepada enam masalah pokok antara lain :
1) menurunnya ahklak dan moral peserta didik, 2) pemerataan kesempatan
belajar, 3) masih rendahnya efesiensi internal sistem pendidikan, 4) status
kelembagaan, 5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan
pembangunan nasional dan 6) sumber daya yang belum profesional.1

Berkaca pada turunnya kepercayaan masyarakat belakangan


terhadap pendidikan formil/non-formil, yang menganggap bahwa
pendidikan sekolah merupakan hal yang percuma karena mereka (read.
masyarakat) terlalu sering menemukan para kriminalis tindakan asusila,
pembunuhan, hingga koruptor justru merupakan seseorang dari latar
belakang yang sangat berpendidikan, beberapa diantaranya bahkan
professor.

Di sisi lain, istilah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional


pasti sudah taka sing bagi semua orang. Walaupun belum tentu semua
orang memiliki kapasitas yang sama dalam dua hal tersebut. Seseorang
mungkin memiliki IQ/Kecerdasan Intelektual yang tinggi namun
EQ/Kecerdasan Emosional mereka sangat memprihatinkan, begitu juga
sebaliknya.

1
Ani Muttaqiyathun, “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual Dan
Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Dosen”, EKONOMIKA BISNIS, Vol. 2 No. 2 /Juni 2010, h.
396.
Oleh karena itu, penulis ingin membahas lebih jauh tentang apa
sebenarnya itu Intelligence Quotient/Kecerdasan Intelektual dan
Kecerdasan Emosional/Emotional Quotient , serta mengapa kita harus
menyelaraskan keduanya agar tidak timpang/ berat sebelah.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian, Urgensi, dan Indikatornya
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang secara harfiah berarti
sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam pikirannya.
Selain cerdas dapat pula berarti sempurna pertumbuhan tubuhnya
seperti sehat dan kuat fisiknya.2
1. Pengertian Intelligent Quotient (IQ) dan Emosional Quotient
(EQ)
Menurut Azwar inteligensi merupakan kemampuan atau
kekuatan untuk melakukan sesuatu.3 Tulisan Sukardi yang dikutip
Baharina menyatakan ada beberapa pengertian IQ atau Inteligence
Quotient, antara lain: yang disampaikan Wechsler bahwa
intelegensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan suatu
tujuan, untuk berfikir secara rasional dan untuk berhubungan
dengan lingkungan sekitarnya secara memuaskan.4
Istilah intelek menurut Chaplin berasal dari kata intellect ,
yang berarti: “Proses kognitif berfikir, daya menghubungkan serta
kemampuan menilai dan mempertimbangkan, dan kemampuan
mental atau inteligensi”.5 Menurut William Stern, inteligensi adalah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru,

2
W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. XII. Jakarta: Balai
Pustaka, 1991. h. 211

3
Masaong dan Tilome. Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence. Cetakan kesatu.
Bandung: Alfabeta, 2011. h. 55
4
Ani Muttaqiyathun, “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual Dan
Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Dosen”, EKONOMIKA BISNIS, Vol. 2 No. 2 /Juni 2010, h.
400
5
Soeparwato, dkk. Psikologi Perkembangan. UPT MKK Universitas Negeri Semarang,
2005. h. 81
dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuan.6
Sedangkan Tilaar 7
,kemampuan intelektual guru ialah berbagai
perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang
diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru.
IQ merupakan suatu kecerdasan yang berkaitan dengan
kesadaran akan ruang, kesadaran akan suatu yang tampak dan
penguasaan matematika. Dengan kecerdasan ini manusia mampu
menghitung, belajar aljabar, mengoperasikan computer, belajar
bahasan asing, memahami rumus-rumus fisika maupun melakukan
perhitungan yang rumit sekalipun.8
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Kecerdasan Intelektual ialah kemampuan
seseorang untuk menyelasikan masalahnya secara independen
dengan efektif dan efisien.
Pengertian emotional intelligence atau kecerdasan emosi
diartikan oleh beberapa pakar antara lain menurut Goleman yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan
dengan orang lain.9
Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf kecerdasan emosi
adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif

6
Ngalim Poerwanto. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2003. h. 52
7
HAR.Tilaar. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. Grasindo: Jakarta, 2002. h.
338

8
Ginanjar. ESQ Power. Jakarta: Arga, 2003.

9
Ibid. 396
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.10
Menurut Furqon Hidayatullah, “yang dimaksud dengan
kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengendalikan emosinya pada saat menghadapi situasi yang
menyenangkan maupun yang menyakitkan”.11
Baron seperti dikutip oleh Stein dan Book mengemukakan :
kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi
dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan
lingkungan.”12
Rahman yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosional
adalah mentabilitas yang menentukan seberapa baik manusia
mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain yang
dimilikinya, termasuk intelektual yang belum terasah.13
Beberapa keterangan diatas, memberikan benang merah
bahwa kecerdasan emosional merupakan kondisi mental seseorang
yang mempengaruhi pengelolaan emosi yang terkendali pada diri
pribadi maupun ketika berinteraksi dengan orang lain.

10
Ani Muttaqiyathun, “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual Dan
Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Dosen”, EKONOMIKA BISNIS, Vol. 2 No. 2 /Juni 2010, h.
397
11
M. Furqon Hidayatullah. Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. ( Surakarta:
Yuma Pustaka, 2012). h. 198
12
Steven. J. Stein, dan Howard E. Book, Ledakan EQ. Penerbit Kaifa: Bandung, 2002. h.
157
13
Arief Rahman. Menyinari Relung-Relung Nurani. Penerbit Hikmah: Jakarta, 2002. h.
157-158
2. Urgensi Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional
Menjadi rahasia umum bahwa Dunia pendidikan di mata
masyarakat sedikit ternodai disebabkan sejumlah pelajar dan
lulusan pendidikan yang menunjukkan sifat yang kurang terpuji di
masyarakat. Banyak pelajar yang terlibat dalam tawuran,
melakukan tindakan kriminal, pencurian, penodongan,
penyimpangan seksual, mengkosumsi narkoba dan lain-lain.
Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan para pelajar tersebut
benar-benar telah meresahkan masyarakat dan merepotkan aparat
kepolisian. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan adanya
peningkatan jumlah pengangguran yang kebanyakan luaran
pendidikan. Jika fenomena tersebut terus menerus terjadi, maka
sulit mencari alternatif lain yang paling efektif untuk membina
moralitas masyarakat. Menurut hemat penulis, salah satu faktor
terjadinya fenomena tersebut adalah kurang berimbangnya antara
pembinaan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional.
Kenyataan menunjukkan bahwa suatu sistem, metode, atau
teknik, betatapun ilmiah dan canggihnya, tidak akan berdaya-guna
selama tidak dijalankan oleh manusia atau pribadi yang berkualitas.
Ungkapan the man behind the system (orang di balik system) atau
the man behind the gun (orang di balik senjata) menggambarkan
bahwa penentu proses pendidikan adalah manusia juga (setelah
Tuhan).14

Kecerdasan intelektual akan membawa seseorang dapat


menyelesaikan masalahnya secara lebih presisi dan efektif serta
rasionalis dengan cara mereka masing-masing, tergantung

14
Muskinul Fuad, “KUALITAS PRIBADI KONSELOR: URGENSI DAN
PENGEMBANGANNYA”, KOMUNIKA, Vol. 3 No. 2/Juli-Desember 2009, h. 3
pembawaan seseorang tersebut dari lahir. Begitu juga emosi, Rika
berpendapat bahwa “Emosi sangat penting bagi rasionalitas, begitu
pula sebaliknya rasionalitas memiliki peran eksekutif bagi emosi.
Emosi dapat bersifat membahayakan manakala emosi tidak
dibimbing oleh nalar. Tidak sedikit kasus yang memperlihatkan
emosi yang begitu liar karena sebuah kekecewaan ataupun
ketakutan. Karena itu, keberhasilan hidup atau kesuksesan individu
adalah manakala individu mampu menselaraskan kecerdasan
rasional dan kecerdasan emosional”.15

Dilihat dari sudut pandang agama, Pendidikan agama


mempunyai dua fungsi yaitu, sebagai penanaman nilai dalam arti
pandangan hidup, yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan
akalnya dan sebagai penanaman sikap yang kelak menjadi basis
dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.16

3. Indikator Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional


a. Indikator Kecerdasan Intelektual
Menurut penelitian, Kecerdasan Intelektual atau daya
tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar usia 3 tahun,
yaitu saat ia mulai banyak mengucapkan kata-kata, karena ada
hubungan langsung antara kemampuan berbahasa si anak
dengan IQ-nya. Seseorang anak yang memiliki Kecerdasan
Intelektual tinggi penguasaan bahasanya akan cepat dan
banyak. Tinggi rendahnya Kecerdasan Intelektual seseorang
anak, dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara garis besar

15
Rika Sa’diyah, “Urgensi Kecerdasan Emosional bagi Anak Usia DIni”, CAKRAWALA,
Vol. 4 No. 1/2013, h. 17
16
A. Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya, 2001. h.
157
faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: 1)
Faktor Genetik; 2) Faktor Gizi; dan 3) Faktor Lingkungan.17

Individu yang memiliki kemampuan kecerdasan


Intelektual yang lebih tinggi menunjukkan efisiensi yang lebih
besar di tingkat saraf. Artinya, kemampuan kecerdasan
intelektual individu yang tinggi mampu memecahkan masalah
sederhana dan yang cukup sulit lebih cepat dan dengan sedikit
aktivitas korteks, daripada individu yang kemampuan
kecerdasan intelektualnya lebih rendah..18

b. Indikator Kecerdasan Emosional


Fitrah manusia terlahir memiliki emosional yang berbeda
antara laki-laki dengan perempuan. Sifat Emosional pada anak
Laki-laki mempunyai ciri-ciri:19

1) banyak melakukan kegiatan fisik,


2) lebih sering memberikan reaksi,
3) lebih ceroboh dan gegabah,
4) perkembangan bahasanya lebih lambat,
5) cenderung menyukai permainan lomba dalam kelompok
besar,

17
Sulaiman Effendi, “HUBUNGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL DAN
INTELEKTUAL DENGAN KEBERHASILAN BELAJAR”, Jurnal Aksioma Ad-Diniyyah
Volume I No. 2/Desember 2013

18
Lina Herlina, “Kecerdasan Intelektual Dan Minat Belajar Sebagai Determinan Prestasi
Belajar Siswa” JURNAL PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN Vol. 3 No. 2/Juli 2018,
Hal. 246

19
Sutipyo R dan Ika Nurul Kholida, “PRESTASI BELAJAR SISWA SMK
MUHAMMADIYAH III WATES DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSINYA”, Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam, Vol. 6 No. 1/Juni 2017
6) jika ada yang jatuh dalam permainan, teman-temannya
menghendaki agar meninggalkan arena agar permainan
tetap berlanjut
7) sampai umur 10 tahunan, tensi kemarahan anak laki-laki
dengan anak perempuan adalah sama tingginya, pada
umur 13 tahun ke atas emosi anak laki-laki terus
bertambah jika ia sedang marah

Sifat Emosional pada anak Anak perempuan mempunyai ciri-


ciri :

1) cenderung memberikan perhatian besar pada kehidupan


pribadi;
2) terkadang anak perempuan suka emosional, emosi dan
perasaanya labil;
3) dalam permainan, anak perempuan cenderung lebih
menyukai pertukaran peran dan fungsi. Ia tidak menyukai
permainan yang sifatnya kompetitif. Ia lebih suka
bermaindalam kelompok kecil;
4) jika salah satu teman bermain terluka, maka semuanya
menghentikan permainan untukmenolong teman yang
terluka itu;
5) sampai umur 10 tahunan, tensi kemarahan anak
perempuan dan laki-laki adalah sama tinggi. Pada umur
13 tahun ke atas, berbagai potensi anak perempuan
mengalami perkembangan. Ia mulai suka banyak bicara
dan menggunjing; memberontak dan dendam;
6) anak perempuan lebih suka menjalin hubungan daripada
memisahkan diri dari yang lain;
7) menghadapi tantangan dengan rasa takut;
8) anak perempuan yang sudah puber dimotivasi untuk
merdeka, namun tetap dipantau dengan ketat;
9) Anak perempuan bangga menjadi bagian dari jaringan
“gank”

Dari beberapa uraian proses tumbuh kembang emosional di


atas, penulis dapat tarik kesimpulan bahwa, jika peserta didik
berangsur-angsur dapat menghilangkan ciri-ciri yang disebutkan
diatas, maka ddapat dikatakan peserta didik telah berkembang
secara emosional atau cerdas secara emosional.

B. Cara mengembangkannya dalam pembelajaran

Pengembangan IQ tidak harus melalui bangku sekolah, tetapi


lingkungan merupakan terminal awal yang akan membingkai IQ
seorang anak. Bagaimana caranya untuk mengembangkan IQ anak
dengan tidak melupakan EQ? Setiap anak pada dasarnya memiliki
kecerdasan yang berbada-beda.

Mubayidh berpendapat bahwa sikap sering diterapkan untuk


membedakan antara laki-laki dengan perempuan menurut Mubayidh
(2006) adalah: a) Sikap keras lebih sering ditujukan pada laki-laki. b)
Cerita atau kosakata yang menggunakan kosakata emosional
(perasaan) lebih banyak ditujukan pada perempuan.20

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan manusia


tidak hanya meliputi kecerdasan intelektual belaka. Kecerdasan anak
bisa jadi termasuk dalam Multiple Intelligence. Ada 9 jenis
kecerdasan di bawah ini yang salah satunya ada pada anak kita.

20
Makmun Mubayidh. Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006. h. 64
1. Linguistik Verbal
Kecerdasan yang biasanya dipakai oleh institusi pendidikan untuk
mengukur IQ seorang anak, biasanya berkisar pada kemampuan
menggunakan kata-kata secara efektif.
2. Numerik
Kecerdasan yang berhubungan dengan angka atau matematika,
termasuk juga kemahiran menggunakan logika.
3. Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi yang berhubungan dengan
kreatifitas seperti seni dan desain.
4. Kinestetik
Kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan fisik seperti
olah raga dan penari. Termasuk juga orang yang cepat belajar
dengan cara melihat, menyentuh dan mengerjakan sesuatu secara
langsung.
5. Naturalis
Kecerdasan yang dimiliki oleh orang yang mampu berhubungan
dengan alam seperti tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Misalnya
pelatih binatang.
6. Interpersonal
Kecerdasan di mana ia mampu memahami dan berkomunikasi
dengan mudah dengan orang lain.
7. Intrapersonal
Kemampuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
termasuk mengendalikan dan mengatur dirinya sendiri.
Kecerdasan ini juga sering disebut dengan kecerdasan emosi atau
emotional intelligence (EQ).
8. Musikal
Kemampuan menyanyikan lagu, peka irama atau sekedar
menikmati musik.
9. Moral
Kemampuan untuk memiliki nilai-nilai dan norma yang ada di
masyarakat dan menerapkannya dengan baik pada keseharian.

Bukan mustahil bila anak kita memiliki berbagai kecerdasan


sekaligus. Jadi, berikan anak kita kesempatan untuk melakukan
sebanyak mungkin kegiatan yang bervariasi, sehingga dia akan
menemukan kegiatan yang paling sesuai untuk dirinya. Tetapi perlu
diperhatikan juga di dalam mengembangkan IQ anak harus terdapat
keseimbangan dengan EQ (kecerdasan emosi). 1Q tinggi yang
dimiliki oleh anak, tidak akan berkembang dengan baik dalam
kehidupan sosialnya apabila tidak didukung dengan EQ yang bagus.

Daniel Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi


atau EQ merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain. Dalam kaitannya dengan belajar di
sekolah, guru tidak semata menekankan pada satu aspek saja, yaitu
aspek kognitif anak, tapi hendaknya memperhatikan aspek afektif
sekaligus psikomotor anak didiknya. Dengan demikian, belajar anak
menjadi seimbang dan utuh.21

C. Cara Mengukur Hasil Belajarnya.

Hasil belajar diukur berdasarkan tolak ukur yang sudah


ditentukan pendidik. Sebelum membahas lebih jauh tolak ukur hasil
belajar dengan bertumpu pada aspek kecerdasan intelektual dan
emosional, penulis rasa perlu untuk mengetahui lebih dulu apa yang

21
Mohammad Miftah, Anak dan Media Pembelajaran, Jakarta: Publica Indonesia Utama,
2022. hal 59-61
perlu kita perhatikan dalam penilaian tersebut, seperti usia, dan jenis
kelamin.
1. Cara Mengukur Hasil Belajar Pada Aspek Kecerdasan
Intelektual
Menurut Lina Herlina, dkk, beberapa acuan yang
digunakan untuk mengukur kecerdasan intelektual siswa adalah
sebagai berikut :
a. Kemampuan daya tangkap
b. Kemampuan daya ingat
c. Kemampuan verbal
d. Kemampuan numerical
e. Kemampuan abstraksi ruang
f. Kemampuan analisa dan sintesis
2. Cara Mengukur Hasil Belajar Pada Aspek Kecerdasan
Emosional

Menurut Al-Qur’an emosi anak laki-laki dan perempuan


itu berbeda, sebagaimana firman Allah: “... Dan anak laki-laki
tidaklah seperti anak perempuan...” (QS. Ali Imran: 36).
Perbedaan emosi antara laki-laki dan perempuan ini berimplikasi
pada penilaian yang harus berbeda pula antara keduanya.22

Hasil Belajar peserta didik pada aspek kecerdasan


emosional berdasarkan indikator yang telah dijelaskan pada
halaman sebelumnya, maka dapat dilihat dalam beberapa hal
sebagai berikut :

a. Peserta didik laki-laki /siswa


22
Sutipyo R dan Ika Nurul Kholida, “PRESTASI BELAJAR SISWA SMK
MUHAMMADIYAH III WATES DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSINYA”, Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam, Vol. 6 No. 1/Juni 2017
1) Siswa laki-laki lebih berusaha memahami bahasa yang
digunakan lawan bicaranya daripada bersikukuh
memaksa lawan bicara menggunakan bahasa yang bisa
dipahaminya,
2) Mereka memiliki keberanian/tekad sekaligus mampu
berempati terhadap orang lain,
3) Lebih memahami bahwa kejantanan tidak diukur dari
kekuatan dan kekerasan
b. Peserta didik wanita/siswi
1) Jarang memotong pembicaraan;
2) Memahami perbedaan antara “mengekspresikan emosi
dan perasaanya”,
3) Tidak memiliki minat untuk masuk dalam komunitas
negative/gank , lebih memilih untuk masuk ke kelompok
belajar atau komunitas positif lainnya
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan seperti sisi mata koin. Perlu berjalan
beriringan agar hasil belajar siswa kelak menjadi kaffah atau menyeluruh,
tidak hanya pintar secara akademis namun juga memiliki akhlakul karimah,
pun sebaliknya tidak hanya berakhlak mulia namun juga unggul dan memiliki
daya saing dengan manusia lainnya secara intelektual.
Dilihat dari sudut pandang agama, Pendidikan agama mempunyai dua
fungsi yaitu, sebagai penanaman nilai dalam arti pandangan hidup, yang
kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya dan sebagai penanaman
sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di
sekolah.23

Untuk itu, para pendidik perlu membenahi pola belajar dengan selalu
menyelipkan pesan moral value agar kecerdasan intelktual dan emosional
peserta didik seimbang.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kekurangan yang mungkin mengusik para pembaca. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat diperlukan demi perbaikan makalah ini.

23
A. Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya, 2001. h.
157
DAFTAR PUSTAKA

Arief Rahman. 2002. Menyinari Relung-Relung Nurani. Penerbit Hikmah:

Jakarta.

Ginanjar. 2003. ESQ Power. Jakarta: Arga.

Hidayatullah, M. Furqon. 2012. Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas.

Surakarta: Yuma Pustaka.

J. Stein, Steven. dan Howard E. Book. 2002. Ledakan EQ. Penerbit Kaifa:

Bandung.

Masaong dan Tilome. 2011. Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence.

Cetakan kesatu. Bandung: Alfabeta.

Miftah, Mohammad. 2022. Anak dan Media Pembelajaran, Jakarta: Publica

Indonesia Utama.

Mubayidh, Makmun. 2006. Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar.

Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. XII. Jakarta:

Balai Pustaka.

Poerwanto, Ngalim. 2003. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Soeparwato, dkk. 2005. Psikologi Perkembangan. UPT MKK Universitas Negeri

Semarang.
Tafsir, A. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya.

Tilaar, HAR.. 2002. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. Grasindo:

Jakarta.

Effendi, Sulaiman. “HUBUNGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

DAN INTELEKTUAL DENGAN KEBERHASILAN BELAJAR”,

Jurnal Aksioma Ad-Diniyyah Volume I No. 2/Desember 2013

Fuad, Muskinul “KUALITAS PRIBADI KONSELOR: URGENSI DAN

PENGEMBANGANNYA”, KOMUNIKA, Vol. 3 No. 2/Juli-Desember

2009.

Herlina, Lina. “Kecerdasan Intelektual Dan Minat Belajar Sebagai Determinan

Prestasi Belajar Siswa” JURNAL PENDIDIKAN MANAJEMEN

PERKANTORAN Vol. 3 No. 2/Juli 2018.

Muttaqiyathun, Ani “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual

Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Dosen”, EKONOMIKA

BISNIS, Vol. 2 No. 2 /Juni 2010.

Sutipyo R dan Ika Nurul Kholida, “PRESTASI BELAJAR SISWA SMK

MUHAMMADIYAH III WATES DITINJAU DARI KECERDASAN

EMOSINYA”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Vol. 6 No.

1/Juni 2017
R., Sutipyo dan Nurul Kholida, Ika.“PRESTASI BELAJAR SISWA SMK

MUHAMMADIYAH III WATES DITINJAU DARI KECERDASAN

EMOSINYA”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Vol. 6 No.

1/Juni 2017

Sa’diyah, Rika. “Urgensi Kecerdasan Emosional bagi Anak Usia DIni”,

CAKRAWALA, Vol. 4 No. 1/2013

Anda mungkin juga menyukai