Anda di halaman 1dari 18

Tugas dan Peran Guru dalam Manajemen Sekolah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sekolah


Dosen pengampu:
Dr. Wardono, M. Si.

Disusun oleh:
1. Vika Isnadia Nora (6301421101)
2. F
3. F
4. F
5. F
6. F

Rombel Manajemen Sekolah Kamis 13.00


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
hidayah Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Tugas dan Peran
Guru Dalam Manajemen Sekolah” tepat pada waktunya. Terima kasih kepada kelompok
sembilan karena dapat bekerja sama dengan baik dalam diskusi penyusunan makalah ini.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Wardono, M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Sekolah yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untu memenuhi salah satu penugasan mata kuliah
Manajemen Sekolah. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Tugas dan Peran Guru
Dalam Manajemen Sekolah.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami dengan
segala kerendahan hati, kritik, dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Kami
sangat terbuka jika dari Bapak Dr. Wardono, M.Si. dan teman-teman ada saran dan kritik,
tentunya akan kami jadikan bahan evaluasi dan meningkatkan kualitas dalam pembuatan
makalah di kemudian hari.

Semarang, 8 Maret 2023

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… 3
BAB I: PENDAHULUAN 4
1,1 Latar Belakang……………………………………………………………………… 4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………... 5
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………… 5
BAB II: PEMBAHASAN 5
2.1 Materi Pertama……………………………………………………………………… 5
2.2 Materi Kedua……………………………………………………………………….. 5
2.3 Materi Ketiga……………………………………………………………………...... 6
2.4 Materi Keempat…………………………………………………………………….. 7
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………. 8
3.2 Saran………………………………………………………………………………... 8
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 9

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. Guru memiliki
pengertian sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada
pendidikan dini, dasar maupun menengah. Tugas utama seorang guru dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tugas dalam profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas
dalam bidang kemasyarakatan. Tugas dalam bidang profesi merupakan tugas guru
yang berhubungan dengan profesi berupa kegiatan mendidik, mengajar, dan
melatihsiswa. Tugas kemanusiaan merupakan tugas guru sebagai orang tua pengganti
siswa di sekolah. Oleh karena itu, guru harus mampu menarik simpati dari siswanya dan
harus mampu mentransformasikan dirinya. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan
berkaitan sebagai anggota masyarakat dan warga negara seperti tugas guru sebagai
pencipta masa depan dan penggerak kemampuan. Suatu sekolah tidak akan dapat
menjalankan visi dan misinya jika tidak ada guru dalam sistem manajemen sekolah
tersebut karena dalam hal ini, guru tidak hanya memiliki tugas mengajar dan mendidik
saja tetapi menempati posisi penting dalam bagan keorganisasian sekolah tersebut.
Seorang guru harus dapat menjadi seorang manajer ketika mengajar di dalam kelas
untuk membuat kondisi kelas menjadi nyaman dan menyenangkan. Oleh karena itu,
guru di sekolah hendaknya memiliki kemampuan untuk mengatur segala sesuatu dalam
kegiatan belajar mengajar. Selain itu, seorang guru juga harus memiliki tingkat disiplin
tinggi dan profesionalisme dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai tenaga
pendidik. Guru yang mampu menjalankan tugas dan perannya dalam manajemen kelas
maupun manajemen sekolah dengan baik manunjukkan kinerja mereka telah sukses,
dalam artian mereka berhasil menciptakan kefektifan dan keefisienan dalam
menjalankan tugasnya sebagai guru dan pihak yang menjalankan manajemen sekolah.
Secara garis besar tugas dan peran guru dalam manajemen sekolah menjadi sangat
penting, oleh karena itu kami membuat makalah yang berjudul “Tugas dan Peran
Guru dalam Manajemen Sekolah”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tugas guru dalam manajemen sekolah?
2. Bagaimana peran guru dalam manajemen sekolah?
3. Bagaimana peran guru dalam memanajemen perilaku siswa?

4
4. Apasaja kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran? Apa
solusinya?
C. Tujuan
1. Mengetahui tugas guru dalam manajemen sekolah.
2. Mengetahui peran guru dalam manajemen sekolah.
3. Mengetahui peran guru dalam memanajemen perilaku siswa.
4. Mengerti dan memahami kesalahan beserta solusi yang sering dilakukan
guru dalam permbelajan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tugas Guru dalam manajemen sekoalah


Guru dapat dikatakan sebagai agen pendidikan yang menduduki posisi terdepan
dan sentral dalam pelaksanaan proses pendidikan. Guru dalam menjalankan fungsinya
tersebut harus melakukannya secara profesional. Guru profesional akan dapat
menyelenggarakan PBM (proses belajar mengajar) sedemikian sehingga dapat
mendorong kreativitas pada diri siswa.
Guru profesional dituntut memiliki kode etik, yaitu norma tertentu sebagai
pegangan yang diakui serta dihargai oleh masyarakat. Kode etik merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggota yang
memilikinya. Guru memiliki otonomi khusus, yaitu dapat mengatur diri sendiri dan
memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugas serta dapat membuat keputusan
maupun mempertanggungjawabkan keputusan tersebut. Berikut detail tugasnya:
1. Mengajar, merupakan seseorang yang berjasa sebagai seorang pengajar.
Tugas mengajar yang dilakukan seorang guru adalah untuk mengajarkan
ilmu yang dimilikinya kepada murid-muridnya.
2. Mendidik, lebih berhubungan erat dengan sikap dan tingkah laku murid
yaitu untuk mengubah tingkah laku murid menjadi lebih baik.
3. Melatih keterampilan, melatih keterampilan murid dalam melakukan
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-harinya yang berguna bagi
para murid agar bisa menjalankan hidup sehari-hari dan menghadapi
berbagai tantangan yang akan ditemuinya setiap hari.
4. Membimbing dan mengarahkan, betujuan agar murid bisa berada di jalur
yang tepat dalam kehidupan mereka dan tidak terjerumus ke hal-hal yang
salah.
5. Motivasi, motivasi yang diberikan oleh guru kepada muridnya dapat
memberikan dampak atau efek yang besar bagi kehidupan para murid.
motivasinya berupa pujian, penghargaan, hadiah, hingga memperlakukan
murid secara baik.
B. Peran Guru dalam manajemen sekolah
1. Peran Guru Dalam Pendidikan
Dalam pendidikan di Indonesia menghadapi dua masalah besar, yaitu masalah
kuantitas dan kualitas pendidikan. Kuantitas pendidikan, berkaitan dengan

6
penyediaan fasilitas belajar bagi semua anak usia sekolah, meliputi penyediaan
ruang kelas, gedung dan peralatan sekolah, guru dan tenaga kependidikan. Masalah
kedua yang dihadapi dunia pendidikan adalah menyangkut kualitas. Kualitas
peserta didik dari hasil belajar, dan kualitas pendidik (guru).
Posisi guru memegang peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan.
Namun demikian, seiring perkembangan ilmu dan teknologi, tantangan yang
dihadapi guru semakin berat. Kemudahan mengakses informasi menimbulkan
permasalahan baru. Sebagaimana banyak tayangan di televisi, dunia pendidikan
dikejutkan dengan informasi tawuran pelajar yang menelan korban jiwa. Mau tidak
mau, fokus pemikiran solutif semua elemen selain melihat kondisi pendidikan
secara umum, juga me-review elektabilitas profesi guru, sosok yang dinobatkan
sebagai pahlawan. Keberadaanya tak dapat diganti secara keseluruhan dengan tape,
media visual, dan alat elektronik lainnya. Pada posisi ini, guru sebaiknya belajar
dari Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan untuk rakyat Indonesia harus berdasarkan
pada budaya bangsanya sendiri. Memberikan kebebasan yang bukan tanpa batas.
Kegiatan mereka harus terkontrol, dan menjadikan kebiasaan mereka sebagai media
pendidikan.
Reorientasi perjuangan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan dari pemikiran
Maria Montessori dan Robindranat Tagore. Kedua tokoh tersebut merupakan
pendobrak dunia pendidikan lama dan pembangunan dunia baru. Selain itu Ki
Hadjar Dewantara juga tertarik pada Freidrich Frobel. Frobel adalah seorang
pendidik dari Jerman yang mendirikan perguruan untuk anak-anak bernama
Kindergarten (Taman Kanak-kanak). Dengan metode yang sederhana, siswa
diajarkan menyanyi, bermain, dan melaksanakan pekerjaan anak-anak. Asumsinya,
anak yang sehat badan dan jiwanya selalu bergerak. Penyediaan alat-alat dengan
maksud untuk menarik anak-anak kecil bermain dan berfantasi. Berfantasi disini
mengandung arti mendidik angan-angan anak atau mengajari anak-anak berfikir.
Orientasi pendidikan jiwa bergerak tetap mementingkan hidup jasmani peserta
didik, kemudian mengarahkannya pada kecerdasan budi. Dari sini kemudian
muncul istilah pendidikan budi pekerti. Dasar utamanya, adanya kebebasan dan
spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan hidup yang seluas-luasnya. Ini berarti
bahwa anak-anak itu sebenarnya dapat mendidik dirinya sendiri menurut
lingkungan masingmasing. Kewajiban guru/pendidik hanya mengarahkan.
Guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan, mutlak memiliki konsep
inovatif, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Ki Hadjar

7
Dewantara sebagai pahlawan telah mengajarkan konsep itu kepada guru sebagai
pahlawan.
Konsep “Among” yang berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita,
dengan memberi kebebasan anak asuh bergerak menurut kemauannya, berkembang
menurut kemampuannya. Konsep ini kemudian dirumuskan dalam “Tutwuri
Handayani”. Tutwuri Handayani berarti guru berperan sebagai pemimpin mengikuti
dari belakang, memberi kebebasan dan keleluasaan bergerak yang dipimpinnya
(peserta didik).
Among merupakan metode pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan
dilandasi dua dasar, yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. Guru sebagai pamong,
tidak dibenarkan bersifat otoriter terhadap anak didiknya dan sejatinya bersikap Ing
Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani.
Kekeliruan memahami hasil belajar sebagai prestasi belajar, umumnya
menyebabkan guru lupa akan konsep budi pekerti. Konsep ini oleh Ki Hadjar
Dewantara, dibangun dari tiga metode, yaitu: ngerti, ngrasa dan nglakoni.
Ngerti dimaksudkan memberikan pengertian yang sebanyakbanyaknya kepada
anak. Di dalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan
buruk. Berkaitan dengan budi pekerti ini seorang guru atau pamong ataupun orang
tua hendaknya berusaha menanamkan pengetahuan tingkah laku yang baik, sopan
santun dan tata krama pada anak didik agar mereka mengerti bahwa tingkah laku
yang buruk akan mendatangkan kerugian.
Metode ngrasa maksudnya, yaitu berusaha semaksimal mungkin memahami
dan merasakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini diharapkan anak
didik dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah.
Nglakoni, yaitu mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan
akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika sudah mantap
dengan tindakan yang akan dilakukan hendaknya segera dilaksanakan jangan
ditunda-tunda.
Mewujudkan diri sebagai guru sesuai empat poin yang dapat diambil dari sepak
terjang Ki Hadjar Dewantara sebagai Pahlawan Pendidikan Nasional, tampaknya
masih menjadi pekerjaan rumah yang mau tak mau harus diselesaikan oleh seorang
guru. Guru yang ditiru dan digugu, sedikit demi sedikit akan bergeser karena
metode ngerti, ngrasa dan nglakoni, juga bergeser.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dikatakan demikian, karena
dipundaknya beban arah kemajuan bangsa diemban. Dibutuhkan komitmen yang

8
kuat, kesadaran akan tanggungjawab, keikhlasan yang dibarengi paradigma
nasionalisme pendidikan. Karena itulah persyaratan seseorang layak dikatakan
pahlawan. Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik
secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh
tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti
keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi,
tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah
membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa
merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada
aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik.
Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan
independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya
berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan
dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala
hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati)
manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang
berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan
terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya
dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka
dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak
hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang
kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan
antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya
memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup
sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan
pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan
adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas,
menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan
dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem
pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang
berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang
dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang
secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu
menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki

9
Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the
hand”.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam
hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas
sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite
sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya.
Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri
dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula
membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan;
menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani
masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang
profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan
kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan
mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara
utuh setiap peserta didik
2. Peran Guru dalam Manajemen Pembelajaran
Peranan dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran meliputi banyak hal
sebagaimana dikemukakan oleh Adam &Decey dalam Basic Principles of Student
Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing,
pengatur lingkungan, partisipan, perencana, supervisor, motivator, dan konselor.
Peningkatan kemampuan dan keahlian guru dalam bidang subject matter dan
metodologi pembelajaran adalah esensial. Ketika kondisi sekolah semakin kompleks,
ukuran rombongan belajar semakin membengkak, beban mengajar dan belajar
semakin intensif dan ekstensial, sumber dan fasilitas pembelajaran semakin modern,
tingkat stres dan terelienasian siswa semakin menggenjal, dan prosedur kerja
semakin perlu dipercanggih, terminologi metodologi pengajaran yang dikenal selama
ini mengalami perluasan makna, yaitu makin lazim disebut manajemen kelas.
Dari hasil riset yang digelar sekitar tahun 1980-an hingga tahun 1990- an, secara
ringkas dapat dijelaskan mengenai faktor mayor (major factor) atau area
keterampilan terpaut dengan manajemen kelas yang efektif. Kelima faktor, meliputi :
a. Pengembangan solidaritas pemahaman personal atau psikologi siswa
dan kebutuhan- kebutuhan belajar.
b. Pemapanan hubungan positif antara guru dan siswa dan serta antara
siswa untuk membantu menemukan kebutuhan dasar psikologi siswa.

10
c. Pengimplementasian metodologi pengajaran yang memfasilitasi belajar
optimal dengan jalan memberi respon kebutuhan-kebutuhan akademik
(academics needs) siswa dan kelompok.
d. Penggunaan metode organisasi dan pengelolaan kelompok yang dapat
memaksimalkan perilaku tugas (on task behavior) siswa.
e. Penggunaan metode-metode konseling dan penataan perilaku yang
diperluas untuk membantu siswa yang tidak tepat dalam menjawab
soal-soal ujian atau mengalami misperilaku.
Tidak mudah bagi guru untuk mengimplementasikan barbagai
tuntutanitu dengan metode yanng benar-benar mengakar. Sangat mungkin,
mereka akan mengimplementasikan rekomendasi itu secara selektif, dengan
memperhatikan kondisi riil gaya mengajarnya, tujuan belajar, kebutuhan siswa,
dan aneka variabel kontekstual lainnya.
Meskipun demikian ada beberapa hal yang perlu dipahami seorang guru
kalau dia ingin tampil efektif. Dalam kaitan ini ia harus dirangsang dan
terutama merangsang diri untuk memahami variabel kontekstual yang diduga
berpengaruh terhadap efektivitas perbuatan mengajar seperti tujuan pengajaran,
usia anak, masalah gender tingkat sosial ekonomi, budaya dan kapasitas
kognitifnya. Seperti yang dikemukakan oleh Evertson (1976), pengajaran yang
efektif menurut kemampuan guru untuk mengimplementasikan sederetan
dimensi yang dari diagnostik pengajaran, manajerial, keterampilan terapi,
merajut perilaku pada konteks dan kondisi khusus hingga kebutuhan spesifik
menurut momennya. Situasi ini lagi-lagi menegaskan bahwa kemampuan dalam
bidang manajemen, dalam hal ini manajemen kelas, merupakan salah satu
syarat guru yang efektif.
Kinerja manajemen kelas yang efektif, antara lain tercemin dalam bentuk
keberhasilan guru dalam mengkreasi lingkungan belajar secara positif (creating
positive learning environment) untuk memahami dan menjadikan efektif dalam
melibatkan diri pada proses pengelolaan kelas dan proses pembelajaran.
Ringkasnya esensi dan ekstensi manajemen kelas dalam memfasilitasi
proses pembelajaran yang kondusif tidak lagi didudukkan pada posisi sekunder
melainkan menjadi pemeran utama. Pemikiran ini menuntut adanya cara dan
metode baru bagi guru untuk mengelola kelasnya secara efektif dan inovatif.
Hasil penelitian yang relatif kontemporer mengenai manajemen kelas

11
merekomendasikan beberapa metode inovatif atau orientasi baru yang menjadi
fokus kerja manajemen kelas. Beberapa diantaranya meliputi :
1) Perhatian yang lebih besar pada aspek pendidikan multicultural dan isu-isu
gender.
2) Pengembangan fokus ke arah pencerahan kebutuhan siswa, gaya belajar,
kultur pembelajaran, dan metode pengelolaan perilaku yang digunakan
dikelas.
3) Pengembangan fokus ke arah keterlibatan siswa secara aktif dalam
memahami dan mengambil tanggung jawab bagi lingkungan belajarnya dan
untuk mendemontrasikan perilaku positif.
4) Pengembangan studi kasus mengenai bagaimana menciptakan sosok
manajemen kelas yang efektif atau bagaimana menimba pengalaman dari
kinerja yang baik dan pernah ditampilkan.
5) Perluasan rencana-rencana baru dalam kerangka membangun manajemen
kelas yang efektif, serta penentuan strategi proses dan metode yang akurat
utuk mengimplentasikanya.
6) Gagasan baru mengenai cara guru bekerja untuk memecahkan masalah-
masalah keperilakuan khusus yang dialami oleh siswa dalam keseluruhan
mainstreams kehidupan untuk dimanipulasi menjadi potensi kondusif di
dalam dan di lingkungan.
3. Peran Guru sebagai Manajemen Kelas
Hampir seluruh hasil survei mengenai keefektifan guru (teacher effectiveness)
melaporkan bahwa keterampilan manajemen kelas (classroom management skills)
menduduki posisi primer dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran
(teaching succes) yang diukur dari efektivitas proses belajar siswa atau peringkat
yang dicapainya. Dengan demikian, keterampilan manajemen kelas sangat krusial
dan fundamental dalam mendukung proses pembelajaran. Guru-guru yang rendah
keterampilannya dalam manajemen kelas, barangkali tidak dapat menyelesaikan
banyak hal yang menjadi tugas pokoknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Brophy
dan Evertson dalam Learning Form Teaching, tahun 1976. Menurut Julia Sanford
dkk, konsep manajemen kelas dan menata lingkungan kerja menjadi produktif bagi
proses pendidikan dan pembelajaran.
Hasil penelitian yang lebih kontemporer mengenai urgensi dan essensi
manajemen dipublikasikan oleh Good dan Brophy pada tahun 1994 dalam karya tulis
mereka yang berjudul Looking in classroom. Menurut dua pakar ini, temuan

12
penelitian menunjukkan bahwa guru yang mendekati manajemen kelas sebagai
proses pemapanan dan pemeliharaan (establishing and maintaining) lingkungan
belajar efektif cenderung lebih sukses daripada guru-guru yang memposisikan atau
memerankan diri sebagai figur otoritas atau penegak disiplin (authority figures or
disciplinarians) belaka. Kinerja manajemen kelas yang efektif memungkinkan
lahirnya roda penggerak bagi penciptaan pemahaman diri, evaluasi diri, dan
internalisasi kontrol-diri pada kalangan siswa.
4. Peran Guru Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat
berperan sebagai berikut:
a) Pengambilan inisiatif, pengarah dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan.
Hal ini berarti guru turut serta memikirkan kegiatankegiatan pendidikan yang
direncanakan serta nilainya.
b) Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi
anggota masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan
masyarakat dalam arti yang baik.
c) Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk
mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan.
d) Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin
e) Pelaksana administrasi pendidikan, disamping menjadi pengajar, gurupun
bertanggung jawab akan kelancaran pendidikan dan harus mampu
melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi.
f) Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak ditangan guru.
Guru berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk
menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
g) Penerjemah kepada masyarakat, artinya guru berperan untuk menyampaikan
segala perkembangan kemajuan dunia sekitar pada masyarakat, khususnya
masalah-masalah pendidikan.
C. Tugas Guru Dalam Manajemen Perilaku Siswa
Dalam keseharian tugas dinasnya bahwa siswa paling banyak berhubungan
dengan guru dan demikian juga sebaliknya merupakan perwajahan sekolah yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. Dalam tugas kesehariannya, guru berhadapan dengan
siswa yang tinggi, sedang, atau rendah prestasi akademiknya. Diapun berhadapan
dengan siswa yang baikbaik dan santun, arogan, cuek, pengganggu, bahkan siswa yang

13
pernah melakukan tindakan kriminal. Juga siswa yang kuat, sedang, atau lemah
fisiknya.
Siswa yang bermasalah biasanya menjadi beban tambahan sekaligus sumber
kepedulian utama bagi guru. Bahkan, siswa yang bermasalah ini makin menjadi pusat
kepedulian utama (major concern) para guru, administrator, orang tua, bahkan publik.
Guru sering merasa jengkel melihat anak didiknya tampil jauh dari norma-norma
keterpelajaran. Memang betapapun kuat kemauan guru untuk “memintarkan” dan
“memanusiakan” anak ketika ia berada disekolah, hal itu akan menghasilkan produk
yang sia-sia manakala ia di rumah dan di masyarakat, mereka justru terkondisi dengan
perilaku destruktif atau perilaku menyimpang. Akan tetapi kondisi anak seperti itu akan
menjadi peluang bagi guru untuk mengelola kelasnya secara efektif bagi penciptaan
faktor yang mempengaruhi motivasi, prestasi, dan perilaku siswa. Disini pula letaknya,
manajemen kelas yang menduduki posisi mayor dalam keseluruhan spektrum kegiatan
pembelajaran.
Bentuk kenakalan dan perilaku menyimpang dari para siswa itu beragama,
mulai dari membuang sampah permen karet digang-gang sekolah, berisik, mencuri,
berkelahi, tidak displin dalam belajar, sering bolos, hingga menjadi pecandu obat-
obatan terlarang. Gejala ini membuat banyak guru yang menjadi “ogah-ogahan” dalam
mengajar, berkonflik dengan siswa, stress, terganggu emosinya.
Keadaan negatif yang dirasakan guru ini benar-benar terasa mengganggu
mereka. Ini seperti dilaporkan oleh Gump (1967), lebih dari separuh waktu sekolah
digunakan oleh guru untuk mengajar. Selebihnya waktu sekolah digunakan untuk
menjalankan fungsi manajemen, seperti mengorganisasi dan menata siswa untuk
kegiatan belajar (23%), menangani siswa bermasalah secara individual.
Mengapa siswa cenderung berperilaku buruk? Ada banyak faktor yang
menyebabkan antara lain, faktor sosial, ekonomi, kultural, agama, jenis kebiasaan
hidup, dan lain-lain. Faktor sekolah sendiri. Tidak semua sekolah dapat kondusif bagi
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, misalnya sekolah yang terlalu dekat dengan tempat
keramaian, bangunan yang sudah tua, ruang kelas yang mengundang gerah, disiplin
guru tidak memadai, manajemen sekolah yang buruk, terlalu banyak pungutan. Ini
berarti, ada tantangan seriius bagi sekolah untuk menciptakan iklim yang kondusif.
Pertama, memperkuat kinerja dan misi akademik sekolah; kedua, menetapkan tata
aturan dan prosedur disiplin yang jelas dan standar, serta mengikat semua anak didik;
ketiga, melembagakan dan memberi keteladanan mengenai norma-norma etik yang
menjadi pemandu hubungan antar subjek di lingkungan sekolah.

14
D. Apasaja kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran? Apa
solusinya?
1. Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran
Tugas guru paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan
agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa
diatara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik,
meskipun tidak dapat menunjukan alasan yang mendasari asumsi itu.Asumsi keliru
tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga banyak guru
yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi.
Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru
hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu
komponennya terganggu, maka akan menggangu seluruh system tersebut. Sebagai
contoh, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan
kegiatan pembelajaran., serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
perkembangan zamannya.
Harus selalu diingat mengajar tampa persiapan merupakan jalan pintas, dan
tindakan yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan
mengancam kenyamanan guru.
2. Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negatif
Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik
yang semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal
melalui perhatian guru yang positif , sebaliknya perhatian yang negative akan
menghambat perkembangan peserta didik. Mereka senang jika mendapat pujian dari
guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan.
Namun sayang kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru
tentang mengajar, mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan maateri
kepada peserta didik, mereka juga menganggap mengajar adalah memberikan
pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan
perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada
mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.
Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut,
tidur dikelas, tidak memperhatikan pelajaran, sehingga menunggu peserta didik
berperilaku buruk. Kondisi tersebut sering kali mendapatkan tanggapan yang salah
dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa untuk mendapatkan perhatian dari
guru harus berbuat salah, berbuat gaduh, menganggu atau melakukan tindakan tidak
disiplin lainnya. Seringkali terjadi perkelahian pelajar hanya karena mereka tidak
mendapatkan perhatian, dan meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang
tepat untuk mendapatkan perhatian dari guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya,
tetapi mereka tahu cara menggangu teman, membuat keributan, serta perkelahian,
dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk mendapatkan perhatian.
Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para
peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas prilaku tersebut dengan pujian dan
perhatian. Kedengarannya hal ini sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-
sungguh untuk tetap mencari dan member hadiah atas perilaku-perilaku positif
peserta didik, baik secara kelompok maupun individual.

15
Menghargai perilaku peserta didik yang postif sungguh memberikan hasil
nyata. Sangat efektif jika pujian guru langsung diarahkan kepada perilaku khusus
dari pada hanya diekspresikan dengan pernyataan positif yang sifatnya sangat
umum. Sangat efektif guru berkata “termakasih kalian telah mengerjakan pekerjaan
rumah dengan sungguhsungguh” daripada “kalian sangat baik hari ini”.
3. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang sangat mendasar yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat
bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang tampak aneh. Pada
umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani dengan
menciptakan pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah
dihadapkan pada sejumlah peserta didik, guru seringkali sulit untuk membedakan
mana perilaku yang wajar atu normal dan mana perilaku yang indisiplin dan perlu
penanganan khusus.
Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan,
kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar
belakang social ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam
aktifitas, kreatifitas, intlegensi, dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat
mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik
umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi
karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru
juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang
harus diarahkan kembali.
4. Merasa Paling Pandai
Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah merasa
paling pandai dikelas. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya
para peserta didik disekolahnya relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru
merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh disbanding dirinya, peserta didik
dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat
menyesatkan karena dalam kondisi seperti sekarang ini peserta didik dapat belajar
melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum
menikmatinya.
5. Diskriminatif
Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan
belajar secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran
meupakan kewajiban guru dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam
prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangna peserta
didik, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan ,terutama dalam
penilaian. Penilaian merupakan upayakan untuk memberikan penghargaan kepada
peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
6. Memaksa hak peserta didik
Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru,
sebagai akubat dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Guru boleh saja
memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah
menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk
membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas

16
menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak
mampu.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, SB. (2010). Gurudan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Asdi
Mahasatya.
Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Karwati, E. dan Priansa, D. J. (2014). Manajemen Kelas (Classroom Management)
Guru Profesional Yang Inspiratif, Kretatif, Menyenangkan Dan Berprestasi. Bandung: Alfabeta.
Sabri, H. A. (2010). Strategi Belajar Mengajar Dan Micro Teaching. Ciputat : Quantum
Teaching.
Sagala. H. S. (2012). Supervisi Pembelajaran Dalam Profesi Kependidikan.Bandung:
Alfabeta.
Sanjaya, H. W. (2012). Perencanaan dan Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

18

Anda mungkin juga menyukai