Oleh:
KHORIK RIDHOTUL
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang
remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanakkanak, namun ia masih
belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia sedang mencari pola
hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metoda
coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukannya
sering menimbulkan kekuatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi
lingkungannya, orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan
menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang sama-
sama masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang
menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan
remaja.
Remaja merupakan aset masa depan suatu bangsa. Di samping hal-hal
yang menggembirakan dengan kegiatan remajaremaja pada waktu yang akhir-
akhir ini dan pembinaan yang dilakukan oleh organisasi organisasi pelajar dan
mahasiswa, kita melihat pula arus kemorosotan moral yang semakin melanda di
kalangan sebagian pemudapemuda kita, yang lebih terkenal dengan sebutan
kenakalan remaja. Dalam surat kabarsurat kabar sering kali kita membaca berita
tentang perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius,
minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh anakanak yang berusia belasan
tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja putri dan lain
sebagainya. Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah yang dihadapi
masyarakat yang kini semakin marak, Oleh karena itu masalah kenakalan remaja
seyogyanya mendapatkan perhatian yang serius dan terfokus untuk
mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk
terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kenakalan di kalangan remaja.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian anti korupsi ?
2. Seperti apa pendididkan anti korupsi ?
3. Apa tujuan pendidikan anti korupsi ?
4. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendididkan anti korupsi ?
C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian anti korupsi
2. Untuk mengetahui Seperti apa pendididkan anti korupsi
3. Untuk mengetahui tujuan pendidikan anti korupsi
4. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendididkan anti korupsi
4
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namunorang yang menerima suap
tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183,
Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa
Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral,
kebejatan dan ketidakjujuran”(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978).
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS Poerwadarminta:1976).
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali : 1998) :
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan
instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan
karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan
keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud
corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana
yang merugikan keuangan negara (Subekti dan Tjitrosoedibio : 1973).
Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers,
menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi
yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy
are often labeled corrupt” (Evi Hartanti: 2008).2
7
B. Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Antikorupsi (PAK) adalah sebuah gerakan budaya dalam
menumbuhkan nilai antikorupsi sejak dini. Hari-hari ini kita menyaksikan berita
tentang tindak pidana korupsi dan perilaku koruptif di mana-mana. Terjadi di
hampir semua daerah di Tanah Air, di semua level, dan di semua segi kehidupan
dengan beragam jenis, modus, dan kompleksitas. Perilaku koruptif telah
merasuki semua elemen bangsa. Padahal kita semua tahu bahwa korupsi adalah
perilaku yang tidak bermoral. Sebuah ironi.
8
Remaja merupakan aset masa depan suatu bangsa. Namun saat ini banyak
sekali yang terjadi pada diri remaja, seperti narkoba dan genk motor. Hal ini
merupakan masalah yang sudah tidak asing lagi. Kenakalan remaja meliputi
semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang
dilakukan oleh remaja. Banyak sekali faktor internal dan eksternal penyebab
kenakalan remaja yang perlu diperhatikan. Untuk mengatasinya maka bimbingan
dari orang tua dan juga lingkungan yang baik bisa menjadi penentu bagi
perkembangan remaja tersebut.3
Ulah para remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali
mengusik ketenangan orang lain. Kenakalan-kenakalan ringan yang
mengganggu ketentraman lingkungan sekitar seperti sering keluar malam dan
menghabiskan waktunya hanya untuk hura-hura seperti minum-minuman keras,
menggunakan obat-obatan terlarang, berkelahi, berjudi, dan lain-lainnya itu akan
merugikan dirinya sendiri, keluarga, dan orang lain yang ada disekitarnya.
Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja.
Berbagai faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal
dan faktor eksternal. Berikut ini penjelasannya secara ringkas:
1. Faktor Internal
a) Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan
akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas
peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai
masa integrasi kedua.
b) Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah
laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan
terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah
mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa
9
mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
2. Faktor Eksternal
Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih saying.
Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih saying
keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi
primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan
sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu
baikburuknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan
pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Dr. Kartini Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor
penyebab terjadinya kenakalan remaja antara lain:
a) Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan
tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan
ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk
mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri
b) Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang
tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak
bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan
kompensasinya
c) Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental
yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka
tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang
baik.
10
Pendidikan karakter anti korupsi di lembaga pendidikan dilakukan dengan
dua tahapan awal yakni dengan menentukan ruang dan target pembelajaran yang
hendak dicapai, lalu selanjutnya dibuat kurikulum yang sesuai untuk mencapai
target-target tersebut.Berikut ini tujuan pelaksanaan pendidikan anti korupsi yang
dilakukan lembaga pendidikan:
11
Ada 9 nilai anti korupsi yang penting diajarkan kepada peserta didik
untuk membantu membentengi dari sikap korupsi. Sikap-sikap tersebut di
antaranya kejujuran, tanggung jawab, kesederhanaan, kepedulian,
kemandirian, disiplin, keadilan, kerja keras, dan keberanian. Bagi lembaga
pendidikan mungkin membutuhkan anggaran pembiayaan untuk
pelaksanaan program-program pendidikan anti korupsi di sekolahnya.
Jangan khawatir, Pintek sebagai lembaga pemberi pinjaman dana
pendidikan siap mendukung program pengajaran pendidikan anti korupsi
di berbagai lembaga pendidikan Indonesia.
Dukung generasi muda Indonesia untuk jauh dari tradisi kolonial yang
sudah membudaya tersebut. Lembaga pendidikan perlu serius mengawal
hal ini, menjadi contoh dan menjadi lokomotif perubahan yang cepat bagi
pemutusan mata rantai tradisi buruk korupsi. Pintek memberikan dukungan
yang nyata untuk pelaksanaan pendidikan anti korupsi di semua jenjang
pendidikan.
12
terhadap para koruptor, sehingga mereka cenderung membiarkan dan memaafkan
para koruptor. Jika demikian halnya, selamanya korupsi tidak akan dapat diberantas.
Untuk itulah, generasi yang akan datang atau yang saat ini disebut generasi muda
harus didorong untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk
korupsi.
Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima korupsi ke sikap tegas
menolak korupsi tidak akan pernah terwujud jika generasi sekarang yang masih
memiliki hati nurani tidak mau dan mampu membina generasi muda untuk
mengevaluasi dan memperbarui nilai-nilai yang diwarisi dari generasi terdahulu dan
sekarang sesuai dengan tuntutan, perkembangan dan kebutuhan bangsa. Nilai yang
dimaksudkan di sini adalah sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang
menyenangkan, sesuatu yang disukai atau sesuatu yang baik (Bertens, 2001: 139).
Nilai-nilai antikorupsi yang perlu disemaikan kepada generasi muda, terutama mereka
yang masih duduk di bangku TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi antara lain:
1. Kejujuran
Kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur, ketulusan hati, dan kelurusan
hati (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 479). Kejujuran 36 D r . E k o H a n d o y
o , M . S i . adalah mengungkapkan sesuatu sesuai dengan kenyataan yang
dilakukan, dialami dan dirasakan (Sutrisno dan Sasongko, t.th.: 40). Kejujuran
merupakan dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral
(Suseno, 1987: 142). Tanpa kejujuran, manusia tidak dapat maju selangkah
pun, karena ia tidak berani menjadi diri sendiri. Tanpa kejujuran, keutamaan-
keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilainya. Bersikap baik kepada
orang lain, tetapi tidak dilandasi kejujuran adalah kemunafikan dan racun
bagi diri sendiri. Tidak jujur berarti tidak seiya-sekata dan itu berarti orang
yang tidak jujur belum sanggup mengambil sikap yang lurus. Orang yang tidak
lurus, tidak menempatkan dirinya sebagai titik tolak, tetapi lebih
mengutamakan apa yang diperkirakan diharapkan oleh orang lain. Kejujuran
dimulai dari lingkungan yang terdekat, yakni dari diri sendiri, keluarga, kelas,
sekolah dan tempat tinggal. Ibarat bola salju, pribadi jujur akan
menggelinding terus membentuk keluarga yang jujur. Keluarga yang jujur
menggelinding terus membentuk lingkungan tempat tinggal terdekat yang
13
jujur. Lingkungan yang jujur menggelinding terus tak tertahankan akan
membentuk masyarakat yang jujur dan masyarakat jujur seperti itu pada
akhirnya akan mampu membangun karakter bangsa yang jujur. Contoh dalam
hal ini adalah bangsa Finlandia. Kata-kata kunci kejujuran adalah berkata dan
bertindak benar, lurus hati, terhormat, terbuka, menghargai diri sendiri,
dapat dipercaya, memiliki niat yang lurus terhadap setiap Tindakan. 4
Dalam kehidupan sekolah maupun kampus, nilai kejujuran dapat
diwujudkan oleh siswa dan mahasiswa, dengan tidak melakukan kecurangan
akademik, seperti tidak berbohong kepada Pendidikan Antikorupsi 37 guru
dan dosen, tidak mencontek saat ujian, tidak melakukan plagiarisme, dan
tidak memalsukan nilai.
2. Tanggung Jawab
Kata tanggung jawab berasal dari kata tanggung dan kata jawab. Kata
tanggung bermakna beres, tidak perlu khawatir. 5 Tanggung jawab berarti
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atau fungsi menerima
pembebanan sebagai akibat sikap pihak sendiri atau orang lain (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002: 1139). Tanggung jawab adalah melaksanakan tugas dengan
sungguh-sungguh dari orang lain atau diri sendiri hingga selesai atau sanggup
menanggung resiko dari apa yang telah dikerjakan atau diperbuat (Surono
(ed), t.th: 16). Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak
bila diminta penjelasan tentang perbuatannya (Bertens, 2001: 125).
Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita,
dimana kita merasa terikat untuk menyelesaikannya demi tugas itu sendiri
(Suseno, 1987: 145). Dalam tanggung jawab terdapat pengertian penyebab,
artinya orang bertanggung jawab terhadap sesuatu sikap dan perbuatan yang
disebabkan olehnya. Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap apa
yang diniatkan, dikatakan, dan dilakukan, terlebih mereka yang mengaku
dirinya pemimpin. Seorang pemimpin yang bertanggung jawab terlahir dari
individu yang bertanggung jawab. Seorang belum dapat memimpin orang lain
14
kalau ia tidak mampu memimpin dirinya sendiri. Seorang pemimpin adalah
orang yang pertama kali mengerjakan tugas dan orang yang paling akhir
mengambil hak atau bagiannya (Bahri, 2008: 3). Kata kunci tanggung jawab
adalah komitmen, siap menanggung resiko, menjaga amanah, berani
menghadapi resiko, tidak mengelak, 38 D r . E k o H a n d o y o , M . S i . ada
konsekuensi yang harus ditanggung, dan berbuat yang terbaik (Bahri, 2008:
14; Tamrin, 2008: 18).
Wujud nilai tanggung jawab di antaranya adalah belajar
sungguhsungguh, mengerjakan tugas tepat waktu, memelihara amanah
ketika mendapat tugas atau menempati posisi tertentu dalam kegiatan
(kepanitiaan), dan lulus tepat waktu dengan meraih nilai baik.
3. Keberanian
Keberanian berasal dari kata berani, yang artinya mempunyai
hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi
bahaya, kesulitan, dan sebagainya (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 138).
Keberanian adalah tindakan untuk memperjuangkan sesuatu yang diyakini
kebenarannya (Sutrisno dan Sasongko (ed), t.th.: 30). Orang yang berani
mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah,
merupakan agen penting dalam mengembangkan nilai-nilai antikorupsi.
Mengatakan kebenaran adalah pahit dan buahnya adalah manis, yaitu
terwujudnya pribadi dan masyarakat yang baik dan benar. Kata kunci
keberanian adalah mantap, tegar, hadapi, tekat, semangat, target, fokus,
perjuangan, percaya diri, tak gentar, tidak takut, dan pantang mundur (Bahri,
2008: 17; Tamrin, 2008: 23).
Nilai keberanian dalam kehidupan sekolah dan kampus dapat
diwujudkan dengan indikator berani bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuat, berani membela kebenaran dan keadilan betapa pun pahitnya,
dan berani mengakui kesalahan.
4. Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil, artinya sama berat, tidak berat
sebelah, tidak memihak; berpihak kepada yang benar, berpegang pada
kebenaran; sepatutnya, tidak sewenang-wenang (Pusat Bahasa Depdiknas,
15
2002: 8). Kata keadilan juga memiliki makna yang beragam. Cephalus,
seorang hartawan terkemuka Athena, memaknai keadilan sebagai bersikap
fair dan jujur dalam membuat kesepakatan (Rasuanto, 2005: 8). Plato,
seorang filsuf Yunani terkenal, memahami keadilan sebagai keseimbangan
atau harmoni. Dalam bahasa Arab, kata adil berasal dari kata adl, yang kata
kerjanya adalah adala, yang berarti:
(1) meluruskan atau duduk lurus, mengamandemen atau
mengubah,
(2) melarikan diri, berangkat atau mengelak dari satu jalan
(yang keliru) menuju jalan lain (yang benar),
(3) sama atau sepadan atau menyamakan,
(4) menyeimbangkan atau mengimbangi, sebanding atau
berada dalam keadaan yang seimbang (Khadduri, 1999: 8).
Keadilan adalah memperlakukan seseorang sesuai dengan
kebutuhan dan haknya (Surono, t.th.: 47). Kata kunci keadilan
adalah objektif, sesuai, netral, proporsional, tidak memihak,
berpikiran terbuka, dan penuh pertimbangan (Bahri, 2008: 16;
Tamrin, 2008: 21).
Nilai keadilan dalam kehidupan sekolah dan kampus dapat
diwujudkan dengan sikap dan perilaku tidak memilih teman dalam
bergaul, memberikan pujian kepada teman yang berprestasi, serta tidak
menyepelekan atau merendahkan teman.
5. Keterbukaan
Keterbukaan berasal dari kata terbuka, artinya tidak tertutup,
tersingkap, tidak dirahasiakan (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 171). Nilai
keterbukaan berkaitan erat dengan kejujuran. Terbuka tidak berarti
bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab selengkap-
lengkapnya atau orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan
dan pikiran kita. Terbuka berarti kita selalu muncul 40 D r . E k o H a n d o
y o , M . S i . sebagai diri sendiri (Suseno, 1987: 142). Terbuka berarti pula
kita tidak menyembunyikan wajah kita yang sebenarnya. Pendek kata,
terbuka adalah orang boleh tahu siapa kita ini.
16
Nilai keterbukaan dalam kehidupan sekolah dan kampus dapat
diwujudkan dengan sikap dan perilaku mengungkapkan sesuatu tanpa
ditutup-tutupi, apa yang dikatakan sama dengan apa yang dilakukan, apa
yang dikerjakan dapat diakses oleh siapa pun, serta memberikan
informasi yang dibutuhkan tanpa ada yang disembunyikan.
6. Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, artinya tata tertib,
ketaatan kepada peraturan (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 268). Disiplin
merupakan kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang
teguh dalam memegang prinsip, pantang mundur dalam menyatakan
kebenaran, dan pada akhirnya mau berkorban untuk kepentingan bangsa
dan negara (Bahri, 2008: 3). Hidup disiplin tidak berarti harus hidup
seperti pola militer dengan hidup di barak bagai robot, tetapi hidup
disipilin dipahami siswa atau mahasiswa dengan cara mengatur dan
mengelola waktu sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas dan
pekerjaan. Manfaat hidup disiplin adalah siswa atau mahasiswa dapat
mencapai tujuan atau mengejar kepentingan secara lebih efisien dan
efektif. Kata kunci kedisiplinan adalah komitmen, tepat waktu, prioritas,
perencanaan, taat, fokus, tekun, dan konsisten (Tamrin, 2008: 17).
Wujud dari kehidupan disiplin dalam kegiatan di sekolah dan
kampus, di antaranya adalah belajar sesuatu dengan cermat,
mengerjakan sesuatu berdasarkan perencanaan yang matang, serta
menyelesaikan tugas tepat waktu. Pendidikan Antikorupsi 41
7. Kesederhanaan
Kesederhanaan berasal dari kata sederhana, artinya bersahaja,
tidak berlebih-lebihan (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 1008).
Kesederhanaan adalah sikap dan perilaku yang tidak berlebihan terhadap
suatu benda, tetapi lebih mementingkan tujuan dan manfaatnya (Surono
(ed), t.th: 3). Hidup sederhana berarti hidup bersahaja dan tidak berlebih-
lebihan yang didasari oleh suatu sikap mental rendah hati. Kata kunci
sederhana adalah bersahaja, tidak berlebihan, sesuai kebutuhan, apa
adanya, dan rendah hati (Tamrin, 2008: 19). Wujud dari nilai
17
kesederhanaan dalam kehidupan sekolah dan kampus, di antaranya
adalah rendah hati dalam pergaulan di sekolah dan kampus, berpakaian
dan menggunakan asesoris tidak berlebihan, tidak boros dalam
memenuhi kebutuhan hidup, tidak suka pamer kekayaan, serta hemat
dalam menggunakan air, listrik, dan energi lainnya.
8. Kerja keras
Kata “kerja” bermakna kegiatan melakukan sesuatu; sesuatu
yang dilakukan untuk mencari nafkah (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002:
554). “Keras” berarti gigih atau sungguh-sungguh hati (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002: 550). Dengan demikian, bekerja keras berarti
melakukan sesuatu secara bersungguh-sungguh. Pribadi pekerja keras
akan muncul dari sosok yang memiliki motivasi tinggi untuk berubah dan
pantang menyerah dalam segala keadaan. Pribadi pekerja keras dapat
diwujudkan dengan selalu melakukan tanggung jawab secara sungguh-
sungguh serta melakukan segala sesuatu dengan upaya terbaik, sekuat
tenaga, penuh kecerdasan tinggi, dan sepenuh hati. Menurut Alma (2008:
106), kerja keras merupakan salah satu dari delapan anak tangga untuk
mencapai keberhasilan. Anak tangga lainnya adalah mencapai tujuan
dengan menggunakan orang lain, penampilan yang baik, keyakinan diri,
membuat keputusan, pendidikan, dorongan ambisi, dan pandai
berkomunikasi. Karena pentingnya kerja keras, sampai-sampai Nabi
Muhammad saw., secara simbolik memberi hadiah kapak dan tali kepada
seorang laki-laki agar dapat digunakan untuk bekerja. Kata kunci kerja
keras adalah semangat, gigih, usaha, keyakinan, tabah, keras pendirian,
pantang menyerah, terus berharap, dan mempunyai impian (Bahri, 2008:
16; Tamrin, 2008: 20).
Wujud dari nilai kerja keras dalam kehidupan di sekolah dan
kampus, di antaranya adalah tidak mengambil jalan pintas dalam
mencapai tujuan, menghargai proses tidak sekadar mencapai hasil akhir,
menggunakan waktu yang sebaik-baiknya untuk mengejar suatu target
atau tujuan, serta tidak terlalu memikirkan apa yang akan diperoleh,
tetapi memikirkan apa yang harus dapat dihasilkan.
18
9. Kepedulian
Kepedulian berasal dari kata “peduli”, artinya mengindahkan,
memperhatikan, menghiraukan (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002:841).
Kepedulian bermakna berperilaku dan memperlakukan orang lain dan
lingkungan sekitarnya, sehingga bermanfaat bagi semua pihak (Surono,
t.th.: 57). Peduli merupakan sifat yang dapat membuat segala kesulitan
dapat dihadapi, segala keadaan dapat ditanggung bersama, dan
keterbatasan pun dapat dicarikan solusinya. Kata kunci peduli adalah
memahami, menghargai, mendukung, menghormati, dan menolong
(Bahri, 2008: 17).
Wujud dari nilai kepedulian dalam kehidupan di sekolah dan
Pendidikan Antikorupsi 43 kampus di antaranya adalah mematuhi
peraturan sekolah dan tata tertib kampus, membantu mengatasi
kesulitan yang dihadapi teman, merawat tanaman di sekitar sekolah dan
kampus, tidak merusak fasilitas umum, serta merawat dan menjaga
barangbarang milik umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalim termasuk sistem
pemerintahan yang terkenal tegas, bijaksana dan sangat mementingkan
kemaslahatan umatnya. Sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
juga sangat berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan as-Sunah. Kebijakan-
kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu: memecat kepala-kepala daerah
yang di angkat usman dan di gantikan oleh kepala daerah pada masa Ali,
mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Ustman kepada family-famili
dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah, demikin juga hibah atau
pemberian kepada siapapun yang tiada beralasan, memindahkan ibukota
Madinah ke Kuffah dan mempungsikan kembali baitul mal atau zakat.
19
2. sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam perspektif fiqih
siyasah salah satunya tentang kebijakan penetapan hukum, kebijakan
peradilan dan politik peperangan, seperti peperangan yang terjadi dalam
perang Siffin, sesungguhnya ali tidak ingin melakukan tahkim atau arbitrase,
karena khalifah Ali sendiri telah mengetahui bahwasanya tahkim yang di
lakukan muawiyyah hanyalah politik untuk mengalahkan pasukan Ali, karena
pasukan Muawiyyah telah terpojok. Akan tetapi Khalifah Ali di paksa
pasukannya sendiri untuk melakukan tahkim, dan mereka mengancam akan
memberontak seperti yang di lakukannya terhadap Muawiyyah. Dengan rasa
terpaksa, Khalifah Ali menuruti keinginan pasukannya untuk melakukan
tahkim tersebut.Begitupun dengan kebijaka-kebijakan lainnya yang di
jalankan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Adapun lebih jelasnya sistem pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib
sangat mementingkan kemaslahatan umatnya dan mencegahnya
kemudharatan, seperti yang di terangkan dalam Fiqih Siyasah yaitu suatu
konsep yang berguna untuk mengatur hukum ketatanegaraan dalam bangsa
dan Negara yang bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dan mencegah
kemudharatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1982)
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Ali Bin Abi Thalib
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husen, (Bogor :
Litera AntarNusa, Pustaka Nasional, 2010)
Ali Muhammad Ash-Shalabi,
Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,
( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007)
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Siyasaqh, Pengantar Ilmu Politik Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2007)
Nurcholish Madjid, Fiqih Siyasah, (Jakarta: kencana, 2014)
Asghar Ali Engineer, Asal Usul dan Perkembangan Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999)
Ibnu Qudamah, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi li Ibn Qudamah,
(Jakarta; Pustaka Azzam, Jilid 8),
Ibn Abdil Barr dalam Jami‟ al-„Ilm, Jilid I
Dedi Supriyadi, M.Ag. Sejarah Peradaban Islam, (Bandung; Cv Pustaka
Setia, 2016)
Mas’udi, Masdar F. Islam Agama Keadilan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2010 )
21