Anda di halaman 1dari 10

CURRENT VIEWS ON TREATMENT OF VERTIGO AND

DIZZINESS

Pendahuluan
Data epidemiologis menunjukkan bahwa diantara semua pasien yang datang ke dokter
umum, 5-7% mengalami vertigo dan gangguan keseimbangan. 10-20% pasien seperti ini juga
merupakan pasien dokter THT. Vertigo dapat mengenai pasien di berbagai usia; namun
menjadi lebih sering seiring peningkatan usia pasien. Diantara pasien berusia 65 tahun ketas,
vertigo merupakan gangguan ketiga yang paling sering menyebabkan pasien mendatangi
dokter. Pengobatan yang efektif bergantung dari diagnosis yang akurat terkait penyebab dan
keluhan, walaupun pada kasus vertigo, hal ini tergolong sulit. Hal pertama dan yang paling
penting dalam mendiagnosis pasien vertigo adalah menanyakan riwayat pengobatan
sebelumnya, termasuk tentang penyakit dan medikasi, menanyakan informasi terkait durasi
dan frekuensi gejala, ada atau tidaknya faktor pencetus dan memperberat, gejala yang
menyertai , sifat dari gejala tersebut, dan sejesninya. Anamnesis yang baik pada pasien untuk
memastikan dan memperjelas karaktersitik keluhan, sering menunjukkan arti yang berbeda
pada pasien dan dokter, walaupun menggunakan terminologis yang sama.
Dokter juga harus menentukan jika laporan pasien ini merupakan vertigo, dizziness,
sakit kepala ringan, atau presinkop. Pada vertigo dengan gangguan keseimbangan, perasaan
subjektif terkait pergerakan biasnaya mendasari penyakit ini, terutama tipe vertigo dimana
pasien merasa pusing berputar. Gejala ini juga disertai dengan nausea, muntah, dan
berkeringat.
Tipe vertigo terkait gangguan keseimbangan harus dibedakan dengan tipe lain seperti:
- Dizziness (pusing), berarti perasaan yang berhubungan dengan ketidakstabilan
pergerakan (contoh ketika berdiri tiba-tiba). Dizzines sering menyertai vertigo, namun
juga bisa muncul sendiri-sendiri (disequilibrium presbyastasis)
- Nyeri kepala ringan dijelaskan sebagai gejala stupor, blackout (gelap), atau
disorientasi
- Presinkop merupakan perasaan ingin jatuh atau pingsan disertai dengan penglihatan
yang terasa gelap atau telinga berdengung, tanpa kehilangan kesadaran.
Berdasrakan data yang dipublikasikan oleh Tacikowska dan Kubieczk-Jagielska, 50%
dari gangguan keseimbangna disebabkan oleh patologis dari telinga dalam, 5% disebabkan
gangguan neurologis, 5% termasuk orthostatic dizziness dan efek samping obat, sekitar 15%
akibat psikologis dan psikiatrik, dan 25% etiologi vertigo dan dizziness masih belum
diketahui. Hal yang harus diingat adalah, pada orang tua, dizzines/vertigo dapat terjadi
bersamaan akibat berbagai alasan.
Penyebab tersering dari vertigo adalah benign paroxysmal positional vertigo, acute
vestibular neuritis, atau labyrinthitis, Meniere disease, migraine dan cervical igraine, serta
gangguan anxietas. Penyebab lainnya termasuk iskemik vertebrobasilar, tumor telinga jinak
atau ganas. Perbedaan atnara vertigo perifer dan central biasanya dapat diakukan setelah
pemeriksaan klinis pada pasien, sementara pilihan terapi sudah dibuat pada saat langkah awal
diagnostik. Pada kebanyakan kasus pasien vertigo, pemeriksaan lanjuta diagnostik tida
dibutuhkan, karena dapat diobati sempurna dalam ruang lingkup dokter umum disertai
kontrol periodik ke bagian THT

Fungsi sistem vestibular vs Vertigo


Vertigo yang disertai gangguan keseimbangan diakibatkan oleh disfungsi akut dari
salah satu sostem vestibular dengan karakter perifer (labirin telinga dalam – reseptor
vestibular, nervus vestibular, dan ganglion vestibular) atau karakteristik central (nukelus
vestibular pada batang otak, pusat saraf lain dan jalur vestibular, serta lapangan vestibuar
pada korteks cerebral). Hal ini berbeda dengan kasus tumor atau adanya intoksikasi obat
ototoksik. Gangguan fungsi sistem vestibular biasanya berjalan lambat, dapat unilateral
namun bisa juga bilateral. Keadaan ini menyebabkan kerusakan progresif, simetris, dan dua
sisi pada organ vestibular biasanya tidak menyebabkan tipe vertigo akibat gangguan
keseimbangan. Pemeriksaan pada pasien vertigo harus memasukkan manuver Hallpike
dengan tujuan untuk membedakan gejala awal dari perifer dan central.

Diagnosis Vertigo
Dengan mempertimbangkan berbagau kemungkinan penyebab vertigo (terutama pada
pasien usia lanju), penegakkan diagnostik yang benar mungkin tergolong sulit. Data yang
diambil berdasarkan anamnesis akan digunakan untuk diagnosis banding yang sesuai (Tabel
1)
Penyebab Vertigo Lama gejala Gangguan pendengaran Vertigo sentral/perifer
BPPV Detik Tidak Perifer
Vestibular neuritis Hari Tidak Perifer
Perilymph fistula, (PLF) Detik Ya Perifer
Meniere’s disease Jam Ya Perifer
Labyrinth concussion Hari Ya Perifer
Labirinitis Hari Ya Perifer
Acoustic neuroma Bulan Ya Perifer
Iskemik Detik-jam Tidak selalu Perifer/sentral
Migraine Jam Tidak Sentral
Tumor serebellum Bulan Tidak Sentral
Multiple sklerosis Bulan Tidak Sentral

Pemeriksaan fisik harus memasukkan pemeriksaan otoskopi dan pemeriksaan


nistagmus. Dokter juga harus melakukan pemeriksaan neurologis yang dinamakan cerebellar
test – the finger to nose test, rapid alnternating – movement test untuk distaksia dan dismtria
(disdiadokinesia) dan uji statik serta dinamik untuk menilai efiiensi postur (Romberg test,
Unterberger stepping test). Pada Romberg test, pasien diminta berdiri dengan kaki ditumpuk
dan tangan diregangkan. Kemudian dilihat apakah pasien menjadi oleng dan arahnya dicatat.
Pada Unterberer test, pasien diminta untuk berjalan pada suatu garis dengan kondisi mata
ditutup. Jika pasien berputar di satu sisi, kmungkinan pasien mengalami gangguan vestibular
pada sisi tersebut, namun te ini tidak boleh digunakan untuk diagnosis lesi tanpa adanya
pemeriksaan lainnya.
Tes lain yang dilakukan adalah pengukuran tekanan darah dan denyut nadi pada posisi
horizontal, duduk dan beriri (untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik.
Untuk membedakan vertigo sentral dan perifer, manuver Hallpike harus dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pergerakan cepat pada tubuh pasien, sementara kepala
dalam posisi “menggantung” dengan deviasi sudut 10 derajat Test ini akan memancing
vertigo dan nistagmus pada pasien yang mengalami BPPV. Keterlambatan terjadinya vertigo
atau nistagmus (2-40 detik), intensitas tinggi gejala, dan pemulihan cepat sekitar 60 detik
menunjukkan bahwa vertigo disebabkan oleh lokalisasi perifer. Tidak ada keterlambatan dari
vertigo dan nistagmus, intensitas gejala ringan dan persisten diatas 1 menit mnunjukkan
gangguan central. Diagnosis dari gangguan central juga didukung dengan kesulitan berjala
dan adanya defisit neurologis selain gangguan keseimbangan. Hypoacusis atau tinnitus
menunjukkan penyebab vertigo perifer. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan diagnostik
audilogikal harus dilakukan – pemeriksaan nada murni dan impeddance audiometry
otoacustic emission serta Brain Steam Evoked Response Audiometry (BERA). Pemeriksaan
ini akan menunjukkan lokasi dari gangguan pendengaran dan menolong membedakan gejala
lainnya (cth acoustic neuroma).
Jika pasien dicurigai mengalami acoustic neuroma, pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) harus dilakukan untuk memastikannya. MRI juga merupakan metode yang
disarankan untuk diagnosis gangguan nerovaskular, multiple sclerosis, perubahan origin
vaskular, perubahan inflammasi meningen dan otal serta evaluasi dari patologis tulang
servikal. Untuk Patologi pada telinga tengah/dalam (congenital, inflammasi, neoplastik, atau
trauma) – Computer Tomography (CT) pada tulang temporal dapat dilakukan. Saat ini,
pemeriksaan laboratorium otoneurologis lebih mudah dialkukan terutama untuk test tertentu
seperti Electronystagmography (ENG), Videonystagmography (VNG), static dan dynamic
posturography, Vestibular Myogenic Evoked Potential (VEMP).
ENG merupakanpenelitian objektif berdasarkan pencatata pergerakan mata (nistagmus)
dengan menggunakan pengukuran potensial corneo-retinal. Pemeriksaan ini terdiri dari 3
tahap dasar: pemantauan oculomotor, pemeriksaan posisi, dan stimulasi kalorik pada sistem
vestibular. Hasil dari tahapan ini akan dibandingkan untuk menentukan apakah kasus ini
merupakan gangguan keseimbangan perifer (vestibular) atau central. Untuk observasi dan
analisis lebih lanjut untuk pergerakan mata ini, Video Nystagmography (VNG) dapat
digunakan, untuk memantau nistagmus dengan kamera video infrared aktif yang sesitif.
Posturography merupakan pemeriksaan objektif dari Romberg test. Pemeriksaan ini
memantau refleks vestibulo-spinal dengan memasukkan Center of Gravity (COG [Pusat
Gravitas]) terhadap pergerakan tubuh. Pergerakan COG pada tubuh merupakan refleksi dari
pergerakan postural kompensasi, yang dilakukan pada posisi berdiri. Static Posturography
dilakukan saat pasien dalam posisi berdiri dalam platform alat yang dhubungkan dengan
detektor sensitif, sehingga dapat mendeteksi perubahan pada tubuh pasien. Dynamic
posturogramfy berbeda dengan static posturography, karena menggunakan pparatus khusus
pada platform horizontal yang dapat digerakkan.
Teknik baru yang dapat menilai refleks vestibulo spinal adalah Vestibular Evoked
Myogenic Potential (VEMP). Tidak ada nilai respon atau prolong pada VEMP menunjukkan
kegagalan pada jalur arcus refleks. Pencatatan yang tidak benar pada VEMP terkadang
terlihat pada kasus Meniere disease, acoustic neuroma, vestibular neuritis, dan kerusakan
vesibuler ototoxic.

Pengobatan Vertigo
Farmakoterapi
Tidak ada obat ideal dalam pengobtan vertigo dan dizziness. Farmakoterpai dapat
dibagi menjadi penyebab simptomatik dan causal atau terhadap pengobatan kasus incidental
atau vertigo kronik. Terapi symtomatic harus diberikan pada kasus serangan akut vergio
disertai dengan gejala vegetatif (vertigo shock phase), dan pasien biasanya membutuhkan
perawatan. Neuroleptik, anxiolytic dan antihistamin generasi pertama dapat digunakan, dan
bekejra pada struktur medulla, hipothalamu, dan sistem limbic untuk mengurangi gejala
neurovegetative (nausea, muntah, palpitasi jantung, berkeringat dan anxietas). Neuroleptis
termasuk chlorpromazine (Fenactil 25-50 mg setiap 6 jam), promazine (50 mg setial 6-8 jam
iv atau im), thiethylperazine (Torecan 6.5 mg setiap 8 jam iv atau im, aau pr). Obat ini
merupakan anxiolytic potent karena bekerja pada reseptor dopamin (D2 reseptor antagonis)
pada sistem limbic, hipotalamus dan korteks. Selain itu obat ini juga bekerja sebagai
antiemetik dan sedaif.Reaksi efek samping dari neuroleptik sangat penting untuk dipantau,
termasuk kejang, diskinesia, aritmia jatung, dan hipotensi. Karenanya, sangat penting untuk
memilih obt dan mempertimbangkan pemberiannya pada pasien usia lanjut.
Benzodiazepine yang merupakan golong anxiolytic dan paling sering diguakan,
termasuk diazepam (Relanium, Valium – 15-20 mg setiap 12 jam, dan terkadang midazolam
(Dirmicum). Efek samping yang ahrus diingat adalah kemungkinan terjadinya
ketergantungan dan gangguan memori.
Antihistamin generasi pertama mempunyai aktifitas antikolinegik, yang menghambat
reseptor muskarinik dan menghambat efek dari sistem saraf pusat. Diantaranya, kasus shock
vestibular, promethazine (Diphergan 50 mg setiap 12 jam iv atau im) digunakan. Pada kasus
vertigo ringan dan motion sickness – dimenhydrinate (Aviomarin), hydroxyzie dan
clemastine dapat diberikan.
Pada pengobatan simptomatik, prokinetik vertigo akut seperti metoclopramide (MTC)
dapat digunakan, karena dapat memblok reseptor dopamin (D2) pada sistem saraf pusat dan
mempunyai efek penenang serta antiemetik, dan menghambat nausea. Antiemetik lainnya
adalah ondansetron (Atossa), yang digunakan untuk obat muntah pada saat chemotherapy,
menghambat reseptor serotonin pada sistem saraf pusat dan tidak mempunyai efek sedatif.
Farmakoterapi causal digunakan ketikda etiologi vertigo sudah diketahui. Dokter dapat
memberikan pengobatan pada pasien dengan kasus yang didiagnosis akibat komplikasi otitis
media atau inflammasi telinga dalam, yaitu dengan pemberian antibiotik.
Pengobatan causal yang digunakan sebagai pengobtan jangka panjang vertigo
memasukkan beberapa kelompok obat: vasodilator cerebral seperti : antagonis calcium
(clinnzarizine, flunarizine, nimodipine), derivat methylxanthines (pentoxifylline – Trental,
Polfilin, Pentohexal), derivat histamin (betahistine – Betaserc, Hsitigen, Polvertic, Lavistina,
Vestibo), alpha blokcer (nicergolina – Sermion), antiplatelet, ekstrak Ginkgo Biloba, serta
obat sitoprotektif, steroid, dan diuretik. Penelitian skala luas membuktikan efektifitas dari
obat di atas pada pasien vertigo dan dizziness namun masih kurang informasi terhadap
pemberian jangka panjang pad apasien. Politerapi harus dihindari. Pengobatan causal
terutama farmakoterapi jangka panjang harus disesuaikan berdasarkan pasien.
Saat ini, pengobatan pada vertigo kronik difokuskan pada pemberian obat yang aman
dan efektif yaitu betahistine. Betahistin menghambat presinaptik reseptor histamin H3 dan
mengstimulasi postsinaptik H1, namun tidak mengganggu afinitas H2. Akiabtnya, terjadi
peningkatan pelepasan histamin pada ujung saraf. Hal ini menyebabkan efek relaksan pada
sfingter prekapiler pada mikrosirkulasi telinga dalam dan menyebabkan peningkatan
vaskularisasi stria dari labirin. Obat ini juga menghambat aktifitas neuron vestibular.
Betahistin menguragi intensitas dan frekuensi vertigo serta tinitus. Obat ini juga dapat
digunakan untuk penyakit Meniere. Beberapa orang menyatakan bahwa obat ini dapat
meningkatkan efektifitas dari fisioterapi. Efek terapeutik optimal akan terlihat hanya dapat
beberapa bulan, jadi penggunaan obat ini disarankan untuk 2-3 bulan, 24 mg, 2x/hari.
Keuntungan dari penggunaan betahistine adalah obat ini tidak mengurangi aktifitas
psikofisikal dari pasien. Kontraindikasi penggunaan betahistin yaitu pheochromocytoa. Obat
ini harus digunakan secara hati-hati pada pasien asma, hipotensi berat, dan ulkus peptikum
Pada kasus TIA-pemberian antiplatelet disarankan: acetylsalicylic acid (Aspirin, Acard,
Polocard 75-150 mg/hari), ticlopidine (Ticlo, Aclotin, Ifapidin 500 mg/hari dibagi 2 dosis),
atau clopridogrel (Plavix, Areplex, Trombex 75 mg/hari). Jika terdapat kasus TIA, dengan
gangguan sirkulasi vertobrbasiler kronik, betahistin harus dibrikan dengan dosis 2 x 24
mg/hari. Obat lain yang jarang digunakan aadalah cinnaryzyna dan flunarizine. Pengbatan
sitoprotektif juga disarankan pada kasus insufisiensi kronik vertobro basiler” piracetam
(Memotropik, Nootropil, Lucetam) – derivat dari y-aminobutyric acid (GABA) dengan dois 3
x 800 mg/hari selama 8 minggu, trimetazidine (Metazydyna, Preductal, Cyto-Protectin),
ekstrak Ginkgo biloba (Bilobil Ginkofar). Pengobatan sitoprotektif mempengaruhi
metabolisme energi pada sel sistem saraf pusat, meningkatkan oksigen dan glukoseutilisasi,
membuat sintesis energi, meningkatkan cadangan energi, mempercebat sitensis
neurotransmiter dan eningkatkan metabolisme neuron SSP, terutama pada kondisi penurunan
aktifitas. Porses ini bertanggung jawab untuk memperbaiki fungsi sistem saraf pusat bagian
ats, meningkatkan fungsi kognitif (belajar, memori, perhatian, kesadara), dan perbaikan pada
aktifitas psikofisikal. Namun, obat itoprotektif harus diberikan dengan alasan yang kuat
Piracetam diberikan pada malam hari dapat menyebabkan kesulitan tidur. Obat ini juga bisa
menyebabkan kejang, hiperkinesia, penambahan berat badan, dan cemas. Trimetazidine dapat
memberpburuk gejala parkinspn. Efek samping lainnya dari trimetazidine adalah abdominal
pain, diare, dan indigesti.
Pada presbyastasia – rasa pusing biasanya dihubungkan dengan usia lanjut, sehingga
pasien dapat dibantu dengan alat bantu jalan seperti tongkat, kinesiotherapy, dan dalam
beberapa kasus pemberian Ginkgo biloba dan betahistin juga dapat diberikan. Kelompok obat
lainnya yang digunakan untuk pengobatan vertigo adalah steroid, yang digunakan untuk
vestibular neurtis, multiple sclerosis, dan terkadang penyakit Menieres

Penyakit Meniere
Penyakit Meniere (endolymphatic hydrops pada labirin) ditandai dengan vertigo,
tinnitus, gangguan pendengaran frekuensi rendah, dan rasa bengap pada telinga. Pada
penyakit ini, ketidakseimbangan antara absorbsi dan sekresi endolimfa dan komposisi ini
menyebabkan peningkatan volume endolymph sebagai akibat pelebaran membran labirin.
Pengobatan harus bertujuan untuk mengurangi tekanan endolymph. Pengurangan gejala
vertigo dapat dilakukan dengan menerapkan diet rendah garam (kurang dari 1-2 gr garam/24
jam) dan diuretik (cth hydrochlorothiazide 25-50 mg/hari atau acetazolamide 500 mg /hari).
Efek dari pengobatan ini tidak terlalu mempengaruhi gangguan pendengaran dan tinintus. Di
antara terapi obat yang digunakan untuk Mniere disease atau gangguan vestibular perifer
lainnya, betahistin merupakan obat yang paling sering digunakan di Eropa. Setelah
penggunaan klinis selama 40 tahun, betahistin terbukti efektif terhadap Menieres disesae.
Keuntungan klinis dari betahistin dibandingkan obat lainnya untuk kasus ini adalah efek
sedatif yang tidak menghambat sistem kompensasi vestibular. Peran rehabilitasi pada
pengobatan penyakit ini juga sangat penting. Pada kasus yang dicurigai terjadinya gangguan
immunitas pada Mniere disease (geala bilateral), kortikosteroid dapat diberikan (prednison
oral dosis 1 mg/kgBB/hari selama 5-10 hari.
Migraine Associated Vergio (MAV)
Data epidemiologis menunjukkan adanya hubungan bermakna antara vertigo dan
migraine. Diagnosis vertige yang baik memainkan peran penting karena dengan pengobatan
yang xesuai, migraine dapat lebih cepat sembuh setelah pemberian terapi tersebut.
Pengobatan MAV biasanya sama seperti migraine. Terdapat 3 aspek utama dalam pengobatan
migraine: menghindari faktor pencetus, kontrol gejala akut, dan pengobatan preventif.
Pemberian saran harus memasukkan tentang kebiasaan makan, gaya hidup, melakukan
latihan rehabilitasi vestibular, dan menggunakan pengobatan farmakologis. Perubahan diet,
termasuk mengurangi atau menghindari aspartame, coklat, cafein, dan alkohol. Obat seperti
triptan dan ergotamine biasanya lebih efektif jika digunakan pada awal serngan. Penggunaan
berkelanjutan dari obat ini dapat menyebabkan overuse headache, dimana nyeri kepala
menjadi semakin berat dan sering. Farmaterapi yang digunakan untuk pencegahan serangan
migrain termasuk: terapi lini pertama B-blocker: metoprolol )50-100 mg/hari), flunarizine (5-
10 mg/hari), antikonvulsan : asam valproat (Depakine Chrono 500-8—mg, 2x/hari) dan
topiramate (50-100 mg/hari, dimulai dari 12.5 mg) dan sebagai terpai lini kedua adalah
amitriptilin, venlafaxine, naproxen, bisoprolol.
Untuk pengobatan kasus vertigo yang terjadi antara serangan dan nyeri migrain serta
profilaksis, disarankan pemberian obat kelompok antivertiginosa seperti betahistin atau
flunarizine dengan dosis standar.

Psychogenic Vertigo
Vertigo Psikogenik juga dihubungkan dengan gangguan anxietas, neurosis, atau
depresi. Pengobatan pada pasien seperti ini membutuhkan perhatian khusus dari bagian
psikologis dan psikiatrik. Hal yang harus diobati adalah penyakit yang mendasari, kecuali
genesis perifer pada vertigo.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Kondisi ini bukan merupakan gejala kompensasi dari vestibular, namun terjadi akibat
kerusakan mekanis dari organ otolithic di telinga dalam. Vertigo biasanya menunjukkan
gejala ketika pasien mulai memalingkan kepalanya, menundukkan kepala atau
menaikkannya. Bagian otolithic akan menumpuk pada lengkung di kanalis semi sirkuler
posterior. Pada beberapa posisi kepala, gaya gravitasi, akan membuat bagian ini bererak
dengan cepat di endlolymph. Hal ini akan menyebabkan tarikan hidrodinamik pada bagian
cupula, deformasi dan terjadilah vertigo. Pengobatan farmakologis pada kasus ini tidak
disarankan. Namun, perbaikan gejala dapat terjadi dengan cara memutar kepala pasien yang
akan membuat pergerakan deposit ke bagian akhir noncupuler di vetibular

Manuver Epley
Kepala pasien akan diposisikan dalam posisi standar Hallpike, dengan sedikit
pengangkatan ke belakang dan pemutaran 45 derajat. Hal ini akan menyebabkan pergerakan
fragmen otolith di kanal dan akan mengurangi gejala vertigo pada pasien. Pasien akan tetap
dalam posisi ini selama 3 menit. Setelah itu, kepala pasien akan diputar secara perlahan
hingga 90 derajat ke posisi telinga yang berlawanan, jadi manuver ini akan membuat garis
vertikal 45 derajat. Hal ini akan menyebabkan deposit bergerak ke bagian non cupular pada
kanal. Setelah 3 menit, kepala serta badan akan diputar lebih jauh ke bagian telinga yang
sehat, hingga wajah tepat berada di lantai pada posisi vertikal dengan sudut 135 derajat.
Deposit akan memasuki canal aperture. Pasien kemudian kembali dalam posisi duduk.
Deposit akan memasuki vestibular. Pasien harus tetap dalam posisi duduk hingga beberapa
jam untuk mencegah dislokasi dari deposit. Adanya stenosis arteri carotis, penyakit jantung
iskemik atau keterbatasan mobilitas pada tulang cervical dipertimbangkan sebagai
kontraindikasi dari metode ini. Reposisi manuver merupakan metode efektif dan sangat
mudah digunakan. Efisiensi dari manuver Epley, berdasarkan beberapa sumber, mencapai 50
hingga 100%.

Terapi pembedahan pada Vertigo


Terapi pembedahan pada vertigo dapat dibagi menjadi otosurgery, neurosurgery, dan
angiosurgery. Pasien membutuhkan otosurgery ketika patologis dari vertigo melibatkan
struktur bagian telinga dalam atau tengah, termasuk adanya fistula, otosclerosis, inflammasi,
trauma, dan perubahan proliferatif, serta penyakit Meniere. Penanganan tumor pada nervus
auditory tergantung dari ukuran tumor, usia dan kondisi umum pasien. Pada pasien usia lanjut
biasanya yang terbebani komorbiditasnya terkait biaya operasional yang tinggi, biasanya
menggunakan metode “wait and scan”. Stereotactic radiosurgery dipilih untuk pasien dengan
diameter tumor melebihi 3 cm. Untuk tumor yang lebih kecil, microsurgery dapat
dipertimbangkan sebagai metode yang paling aman. Jalur operasi yang dapat digunakan
adalah :translabyrinithine – yang biasanya digunakan oleh otolaryngilogist, kedua
retrosigmoid (di bawah occipital) – biasanya dilakukan oleh ahli bedah saraf dan juga untuk
memotong bagian dari nervus vetibular dan bagian disekitar cerebellopontine angle, yang
ketiga adalah melalui fossa cranial tengah pada kasus neuromas ukuran kecil. Dua metode
terakhir tadi merupakan metode yang aman terhadap fungsi pendengaran
Terapi neurosurgical dipilih pada lesi lainnya seperti hematoma, tumor, lesi vaskular,
patologis pada tulang cervical (cervical spondylopathy). Pembedahan vaskular
dipertimbangkan pada beberapa kasus dengan patologis carotid. Gejala persisten meineire
disease lebih membutuhkan terapi pembedahan dibandingkan farmakoterapi. Pemberia obat
transtympanic pada area disekitar window (Gentamisin, dexamethasone, lignocaine),
memperbaiki drain ventilasi pada rongga timpani dengna menggunakan pressure equalization
system (Meniette Therapy – micropressure theraphy), pembedahan endolymphatic (insisi,
dekompresi), membuat endolimphatic-perilimphatic fistula (PLF) atau terapi yang
menyebabkan kerusakan organ vestibular dengan pebedahan (selective vestibular
neurectomy, labirynthectomy) atau secara kimiawi (menggunakan aminoglikosida).
Pemilihan metode yang sesuai tergantung tingkat gangguan pendengaran pasien.

Kesimpulan
Penegakan diagnosis dan pengobatan vertigo tetap menjadi tantangan tersendiri bagi
banyak dokter. Pada artikel ini, panduan pengobatan terkait pengobatan vertigo juga
dicantumkan. Hal yang terpenting adalah untuk mencegah serangan vertigo pada beberapa
pasien. Rehabilitasi juga disarankan pada kebanyakan pasien dengan gangguan keseimbangan
perifer dan sentral. Hal penting lainnya adalah merencakan farmakoterapi, menghindari
polifarmasi, dan mengadaptasi pasien secara individual. Perbaikan pada pasien dengan
gangguan keseimbangan setelah pengobatan tidak membebaskan dokter dalam hal
menentukan penyebab dari gejala ini. Kebutuhan kerjasama sejawat di bidang berbeda dapat
dilakukan pada kasus gangguan keseimbangan yang sulit ditentukan penyebabnya.

Anda mungkin juga menyukai