Korelasi Kadar CRP Dengan LED Pada Pasien COVID-19 - AZLINA HAFIZA - 1804034034
Korelasi Kadar CRP Dengan LED Pada Pasien COVID-19 - AZLINA HAFIZA - 1804034034
Skripsi
Untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Terapan
Kesehatan
Disusun Oleh:
AZLINA HAFIZA
1804034034
Telah disetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Program Studi Farmasi
i
Abstrak
Azlina Hafiza
1804034034
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus2 (SARSCoV-2), Organisasi Kesehatan Dunia telah secara
resmi menamai penyakit ini COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) dan nama
virusnya SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus2).
(Levani, 2021).
Di Wuhan, China pertama kali terjadi penyebaran virus corona yang
menyebabkan infeksi saluran pernafasan pada akhir tahun 2019 dan pada akhir
bulan Maret 2020 menyebar di Indonesia (Wandra, 2021). WHO melaporkan
kasus COVID-19 mencapai 31.664.104 kasus termasuk 972.221 kematian secara
global pada tanggal 24 September 2020 dan pada tanggal 13 Januari 2020 hingga
15 Juni 2020 Thailand adalah negara pertama yang terkonfirmasi positif COVID-
19 sebanyak 3.135 kasus dan 58 kematian, sedangkan kasus di Indonesia telah
mencapai 20,796 kasus dengan jumlah sembuh 5,057 dan meninggal 1,326 (Moch
Halim Sukur, 2020). Di Provinsi DKI Jakarta yang terkonfirmasi positif virus
corona telah mencapai 1.298.339 orang pada tanggal 19 Juli 2022, dan sebanyak
15.362 orang yang meninggal, sedangkan yang positif aktif (masih sakit)
sebanyak 15.202 dan yang dinyatakan sembuh sebanyak 1.267.775 orang
(KEMENKES, 2022). Provinsi Banten salah satu daerah yang terkena dampak
penyebaran COVID-19 dengan cepat karena secara demografis berbatasan
langsung dengan DKI Jakarta. Pada bulan Februari 2021 kasus COVID-19 terus
meningkat, dan ditemukan 27.632 kasus terkonfirmasi di Provinsi Banten, baik
yang masih dalam perawatan maupun sudah sembuh dengan 2,9-3% angka
kematian atau sekitar 817 kasus (Ariawan I dkk, 2021).
Berbagai macam penyebaran SARS-COV-2 yaitu melalui kontak langsung,
kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui
sekresi seperti droplet saluran pernafasan yang keluar pada orang yang terinfeksi
virus corona, air liur atau sekresi saluran pernafasan, batuk, bersin (WHO 2020).
Gejala yang ditimbulkan COVID-19 berbagai macam diantara nya infeksi
asimptomatik, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, dan gejala kritis. Infeksi
asimptomatik tidak menunjukan gejala apapun pada orang yang terinfeksinya dan
7
ditandai dengan hasil positif pada pemeriksaan penunjang, gejala ringan ditandai
dengan pusing, diare, demam, hilangnya kemampuan mengecap,lemas, muntah
batuk ringan, rasa tidak nyaman di tenggorokan. Sedangkan, pada gejala sedang
ditandai dengan adanya infeksi saluran nafas bawah dengan saturasi O2 lebih dari
94% dan gejala berat ditandai dengan gejala sedang namun memiliki saturasi O2
yang kurang dari 94%, dan jika pasien dengan gejala kritis maka terjadi Acute
Respiratory Disease Syndrome (ARDS) atau syok sepsis. Mayoritas gejala yang
dirasakan akan berlangsung selama kurang lebih 14 hari. (Susilo A, 2020).
Beberapa penanda inflamasi yang disertai dengan peningkatan terjadi pada
penderita COVID-19 yang mengalami bermacam-macam gejala pernafasan
(Catrien Berhandus, 2019). Untuk mendeteksi COVID-19 maka dilakukan
pemeriksaan darah di laboratorium, karena sangat penting pemeriksaan darah di
laboratorium untuk mengetahui perjalanan inflamasi. Inflamasi adalah mekanisme
tubuh yang penting untuk melindungi diri dari benda asing. Selama proses ini,
protein fase aktif seperti CRP (C-Reactive Protein) dan fibrinogen akan
melepaskan sel seperti sitotoksin pro-inflamasi. Kemudian, terjadinya
peningkatan kadar fibrinogen sehingga menjadi faktor yang meningkatkan kadar
Laju Endap Darah (LED) (Warnasih, 2014). Maka indikator laboratorium yang
digunakan secara rutin adalah laju endap darah, C-Reaktif protein (CRP), dan
prokalsitonin hanya meningkat secara moderat pada infeksi virus, telah terbukti
pada pasien COVID-19 mengalami respon inflamasi inang yang mungkin
ekstensif bahkan menyebabkan meningkatnya sitokin yang dapat menyebabkan
komplikasi penyakit lebih lanjut dan disfungsi multi organ (Schett dkk, 2020).
C-reactive protein (CRP) merupakan protein fase akut yang berperan sebagai
penanda awal terjadinya inflamasi atau infeksi (Ahnach M, 2020). Ketika terjadi
infeksi, maka tubuh akan melakukan respon imun dengan menghasilkan sitokin
yang menstimulasi protein fase akut. Peningkatan sintesis CRP ini dapat
meningkatkan viskositas plasma, sehingga laju endap darah juga ikut meningkat
(Baratawidjaja, 2018). Pada penyakit infeksi, kadar globulin dan fibrinogen akan
meningkat sehingga LED meningkat. Peningkatan kadar globulin dan fibrinogen
dapat mengurangi gaya saling tolak-menolak antar sel darah merah sehingga lebih
mudah membentuk rouleaux berakibat LED meningkat (Nayak, 2017). Laju
endap darah (LED) merupakan kecepatan sel darah merah mengendap dalam
tabung darah. Pengukuran jarak dari atas kolom eritrosit yang mengendap sampai
8
ke atas batas cairan dalam periode tertentu menentukan laju endap darah (LED)
(Sitepu RBR, 2018). CRP dan LED merupakan salah satu pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan pada penderita COVID-19, uji tersebut menunjukkan
bahwa terjadinya peningkatan pada CRP dan LED yang biasanya digunakan
dalam metode skrining (deteksi dini) dan mendiagnosis berbagai penyakit
(Martinellia, 2020). LED termasuk pemeriksaan penunjang, yang mendukung
pemeriksaan fisik untuk mengecek perkembangan dari suatu penyakit (Safitri
Amalia dkk, 2016).
B. Permasalahan Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah korelasi kadar CRP dengan nilai
LED pada pasien COVID-19, karena pada saat seseorang terinfeksi COVID-19
maka akan terjadi inflamasi yang merupakan mekanisme tubuh yang penting
untuk melindungi diri dari benda asing. Selama proses ini, sel melepaskan
berbagai sitotoksin pro-inflamasi, termasuk protein fase aktif seperti CRP (C-
Reactive Protein) dan fibrinogen. Kemudian, peningkatan kadar fibrinogen
selanjutnya menjadi faktor yang meningkatkan Kadar Laju Endap Darah (LED)
(Warnasih, 2014). Salah satu faktor terpaparnya infeksi COVID-19 adalah usia,
usia yang rentan terinfeksi adalah umur 50 tahun keatas karena pada usia ini
9
sistem imun menurun yang menyebabkan terjadinya peradangan dan mengalami
kerusakan organ sehingga sulit untuk menyerang virus tersebut.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan kadar CRP dengan nilai LED pada pasien
COVID-19 pada gejala ringan, sedang, berat, dan kritis di RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara Kabupaten Serang.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan kadar CRP dengan nilai LED pada pasien COVID-19.
b. Untuk mengetahui tingkat keparahan pasien COVID-19 berdasarkan kadar
CRP dengan nilai LED.
c. Untuk mengetahui parameter manakah yang paling mempengaruhi
berdasarkan tingkat keparahan pada pasien COVID-19.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat memberi informasi, menambah bahan bacaan dan sumber
pustaka bagi program studi D4 Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka mengenai hasil penelitian korelasi kadar CRP dengan nilai LED
pada pasien COVID-19.
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti sendiri dapat meningkatkan dan pengembangan ilmu
pengetahuan yang didapat dibangku perkuliahan, di lapangan dan menambah
wawasan peneliti.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan kepada masyarakat
tentang korelasi kadar CRP dengan nilai LED pada pasien COVID-19.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
2. Taksonomi COVID-19
Taksonomi SARS-CoV-2 yang dinyatakan dalam jurnal Nature Microbiology
(Gorbalenya, 2020) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Riboviria
Ordo : Nidoverales
Subordo : Cornidovirineae
11
Famili : Coronaviridae
Subfamili : Orthocoronavirinae
Genus : Betacoronavirus
Subgenus : Sarbecovirus
3. Epidemiologi COVID-19
Berawal pada bulan Desember 2019 tepatnya pada tanggal 29 Desember 2019,
ditemukan lima kasus pertama pasien pneumonia di Kota Wuhan Provinsi Hubei,
China (Li Q dkk., 2020). Lima orang tersebut dirawat dirumah sakit dengan acute
respiratory distress syndrome dan satu diantaranya meninggal dunia (Huang C
dkk., 2020). Sekitar 66% penderita terpajan di pasar ikan atau pasar makanan laut
(Wet Market) Huanan di kota Wuhan (Huang C dkk., 2020). Thailand adalah
Negara pertama yang terkonfirmasi COVID-19 diluar Negara China pada tanggal
13 Januari 2020. Thailand terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 3.135 kasus
dan 58 kematian sejak tanggal 13 Januari 2020 hingga 15 Juni 2020 (WHO, 2020).
Penderita COVID-19 meningkat pesat menjadi 7.734 kasus pada tanggal 30
Januari 2020 dan pada tanggal yang sama terkonfirmasi 90 kasus pasien positif
COVID-19 yang berasal dari berbagai Negara baik di benua Asia, Eropa dan
Australia (Bassetti M dkk., 2020).
4. Etiologi COVID-19
COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini menyerang
seluruh kalangan usia dari bayi dan anak hingga lansia. Manifestasi penyakit ini
pun beragam, dari yang tanpa gejala atau bergejala ringan sampai berat. Virus
corona (CoV) merupakan virus RNA rantai positif yang termasuk famili
Coronaviridae, terbagi menjadi 4 genera, yaitu α-, β-, γ-, and δ-coronavirus. α-
and β- hanya menginfeksi mamalia, termasuk manusia, sehingga disebut Human
CoV (HCoV). Sampai saat ini terdapat tujuh jenis coronavirus (HCoVs) yang
telah diidentifikasi, yaitu HCoV-229E, HCoV-OC43, HCoV-NL63, HCoV-HKU1,
SARS-CoV (SARS), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah), dan
SARS-CoV-2 (COVID-19).3,12,13 SARS-CoV-2 ditularkan dari manusia yang
terinfeksi ke manusia lain. Jalur transmisi utama virus ini melalui inhalasi
langsung droplet saluran napas (dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi) dan
kontak langsung. Penularan pada anak sebagian besar (75%) adalah dari kontak
dengan perabotan rumah tangga (transmisi dalam keluarga). Masa inkubasi
penyakit ini berkisar 2-14 hari, sebagian besar 3-7 hari. Ada yang menyebutkan
masa inkubasi diperkirakan 5-6 hari.dengan kisaran 2-26 hari (Felicia, 2020).
5. Virologi COVID-19
13
Virus Corona memiliki struktur glikoprotein yang menyerupai mahkota di
bawah pengamatan mikroskop elektron (Robinson J, 2021). SARS-CoV-2 adalah
virion berbentuk bulat dengan genom sepanjang 29.700 nukleotida. Dua pertiga
dari genom dan poliprotein panjang ORF1ab, termasuk dalam bagian ujung 5ˊ.
Bagian ujung 3ˊ menyandi empat protein struktural utama, yaitu protein spike (S),
protein nukleokapsid (N), protein membran (M), dan protein envelope (E). Protein
S terdiri dari dua subunit fungsional, yaitu subunit S1 dan S2. Subunit S1 tersusun
oleh N-terminal domain (NTD) dan C-terminal domain (CTD). Subunit S1 terdiri
dari domain S1A, S1B, S1C, dan S1D. Domain S1A, bersinggungan dengan NTD,
mengenali karbohidrat yang dibutuhkan untuk perlekatan virus ke permukaan sel
inang. Domain S1B merujuk kepada receptor-binding domain (RBD) dari protein
S SARSCoV-2, berinteraksi dengan reseptor ACE2 manusia. RBD terletak di
CTD. Domain yang terakhir berperan dalam proses perlekatan virus ke reseptor
sel inang. Sedangkan subunit S2 berfungsi dalam fusi membran. Protein S adalah
fragmen antigen potensial dalam pengembangan vaksin (Harvey WT, 2021).
6. Patofisiologis COVID-19
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring,
kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius. Gejala digestif
berhubungan dengan adanya reseptor angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2)
pada enterosit, hepatosit, dan kolangiosit (Kadiwar S, 2021). Selanjutnya, virus
akan menyerang organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting
Enzyme 2 (ACE2) (Gennaro dkk., 2020), SARS-CoV menggunakan angiotensin-
converting enzyme 2(ACE2) dan serin protease TMPRSS2 untuk menginisiasi
protein S. ACE2, dan TMPRSS2 tidak hanya diekspresikan di paru-paru, tetapi
juga epitel usus kecil, esofagus bagian atas, hati, usus besar, dan sel saluran
empedu (D’Amico F, 2020), Setelah virus mengikat epitel pernapasan, ekspresi
ACE2 menjadi lebih rendah di jaringan ini, bersamaan dengan periode di mana
individu berkembang menjadi gagal pernapasan akut, suatu kondisi yang ada
dalam bentuk penyakit yang parah (Xu L, 2020).
Periode inkubasi untuk COVID-19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar
leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum
merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah,
terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai
merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien
mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan
perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARSD), sepsis, dan komplikasi lain (Gennaro dkk., 2020;
Susilo dkk., 2020).
7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis COVID-19 sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala
sangat ringan, gejala berat, hingga kondisi yang mengharuskan untuk mendapat
perawatan khusus seperti kegagalan respirasi akut (Huang, 2020). Individu yang
terinfeksi tetapi tanpa gejala, kemungkinan akan menjadi sumber atas penularan
SARS-CoV-2, beberapa di antaranya berkembang pesat dan berakhir pada ARDS
dengan kematian yang tinggi (Meng, 2020). COVID-19 terbagi menjadi beberapa
gejala diantaranya gejala ringan yang berupa tahap awal terjadinya infeksi atau
inokulasi penyakit yang menyebabkan demam, kelelahan atau malaise, batuk
15
kering. Dan pada gejala sedang terjadi keterlibatan paru dengan hipoksia. Pada
tahap sedang penyakit paru yang terbentuk akibat penggandaan virus dan
peradangan lokal di paru. Selama tahap ini, pasien mengalami batuk, demam dan
mungkin hipoksia. Pada gejala berat terjadi sindrom hiper peradangan sistemik
ekstra-paru dan pada tahap ini, penanda peradangan sistemik tampak meningkat.
Dan yang terjadi pada gejala kritis pasien akan mengalami ARDS (Acute
respiratory distress syndrome), Syok septik, Gagal jantung, Enselopati. (Grace,
2020). Melihat dari gejala COVID-19 tidak hanya menyebabkan gangguan
saluran pernafasan saja melainkan dapat menyebabkan peradangan atau inflamasi.
pada gejala berat terjadinya badai sitokin meningkatkan keparahan infeksi yang
dapat menyebabkan komplikasi berat hingga kematian. Salah satu sitokin
inflamasi yang terjadi badai sitokin pada infeksi COVID-19 dengan kriteria berat
juga ditemukan pada kadar C-reactive protein (CRP) (Sharifpour M, 2020).
8. Penularan COVID-19
Penularan Virus COVID-19 terjadi dari manusia ke manusia. Virus corona
dapat menyebar melalui tetesan pernapasan dari batuk atau bersin. Cara
penyebaran virus corona melalui orang yang telah terinfeksi virus corona.
Penyakit dapat menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika
seseorang yang terinfeksi virus ini bersin atau batuk. Tetesan itu kemudian
mendarat di suatu benda atau permukaan yang disentuh, dan orang sehat
menyentuh mata, hidung atau mulut mereka. Virus corona juga bisa menyebar
ketika tetesan kecil itu dihirup oleh seseorang ketika berdekatan dengan yang
terinfeksi corona. Infeksi melalui tetesan pernapasan atau sekresi individu yang
terinfeksi dianggap sebagai cara penularan yang dominan dari manusia ke
manusia (Nuri Hastuti, 2020).
16
Konsentrasi CRP tampaknya berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit.
Penurunan cepat konsentrasi CRP dianggap berhubungan dengan reaksi yang baik
terhadap pengobatan awal antimikroba (Purwanto & Astrawinata, 2019).
3. Setelah dilihat pemeriksaan yang diminta, angkat sumur untuk sampel pada
cartridge, Secara kapilaritas masukkan sampel darah kedalam sumur sampel
hingga sampel tercukupi.
4. Masukkan wadah sumur sampel yang telah berisi darah ke dalam cartridge.
5. Barcode disensor dan masukan kedalam alat Alere afinion AS100, lalu tutup
alat.
6. Alat akan otomatis memproses sampel dalam waktu 1 menit dan hasil akan
ditampilkan pada layar alat.
17
Gambar 3.1 Alat Afinion AS100
Selain CRP, ada juga pemeriksaan penunjang lainnya yaitu pemeriksaan nilai
laju endap darah (LED), dengan menggunakan alat Horron-200 metode Automatic
Essay. Prinsip dasar pemeriksaan LED adalah pengendapan, yaitu
proses pengendapan partikel padat (eritrosit) ke dasar tabung. Darah yang telah
dicampur dengan antikoagulan dimasukkan dalam tabung tertentu, pada suhu
ruang 18 - 25°C, darah yang dikumpulkan di dalam cuvette khusus secara hati -
hati di homogenkan dan kemudian dibiarkan untuk mengendap di dalam sepuluh
posisi di dalam alat, dengan bantuan sensor digital (opto - electronic unit) alat
secara otomatis menentukan tingkat endapan eritrosit, mengikuti data mana yang
diproses dan kemudian secara otomatis dicetak atau ditunjukkan pada layar dalam
waktu 20 menit dalam mm/jam. Nilai normal dari pemeriksaan LED adalah wanita
0-20 mm/jam sedangkan untuk laki-laki 0-15 mm/jam.
2. Dimasukkan sampel darah EDTA ke dalam tabung LED yang telah berisi
NaCl 0,9%.
3. Diletakkan ke dalam lubang yang tersedia di alat SD-100 LED reader yang
tersedia.
4. Ditunggu hingga 20 Menit, lalu dibaca hasil yang diperoleh pada layar,
kemudian dicatat hasil di dalam lock book pemeriksaan dan dilaporkan hasil
yang diperoleh.
18
Gambar 4.1 Horron Oron-200
10. Pengobatan COVID-19
Saat ini belum ditemukan obat yang spesifik untuk COVID-19. Tetapi,
terdapat pengobatan simptomatik yang dipakai untuk COVID-19 diantaranya
human immunoglobulin, interferon, chloroquine, hydroxychloroquine, osetalmivir
75 mg setiap 12 jam, remdesivir, arbidol, lopinavirritonavir 500 mg diberikan oral
sebanyak dua kali sehari, methylprednison, ganciclovir 25 gram tiap 12 jam
secara intravena, dan vitamin C (Wang Y, 2004). Selain itu vitamin C mempunyai
efek yang meningkatkan sintesis vasopressor, meningkatkan fungsi sel kekebalan
tubuh, meningkatkan fungsi endovaskular, dan memberikan modifikasi
imunologis epigenetik (Kashiouris MG, 2020). Selain itu terdapat upaya lain yaitu
pemasangan oksigenasi, dan menjaga tanda-tanda vital agar tetap normal.
Hampir semua pasien diberikan terapi antibiotik, Antibiotik diberikan ketika
terjadi infeksi sekunder dari bakteri. Antibiotik yang diberikan adalah
cephalosporin, quinolons, carbapenem, dan tigecycline (Levani, 2021).
secara teratur, memasak daging dan telur hingga matang, serta menghindari
kontak dekat dengan orang yang memiliki gejala penyakit pernapasan seperti
batuk dan bersin (Kemenkes RI, 2020).
19
B. Kerangka Berfikir
Coronavirus Disease
2019 (COVID-19)
Patofisiologis
Gejala Ringan
Gejala Berat
Gejala Kritis
Pemeriksaan
Diagnostik Test Antigen/PCR
Negatif Positif
CRP LED
Terjadi peningkatan
Terapi Antibiotik
Pengobatan
Pengobatan Simptomatik
Pemasangan oksigen
20
C. Kerangka Konsep
Independen Dependen
D. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0: Tidak terlihat adanya korelasi antara kadar CRP dengan nilai LED pada
pasien COVID-19.
H1: Terlihat adanya korelasi antara kadar CRP dengan nilai LED pada pasien
COVID-19.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang akan dilakukan di laboratorium dan rekam
medik RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Kabupaten Serang.
2. Jadwal Penelitian
22
B. Pola Penelitian
Analisis data
23
C. Variebel Penelitian dan Definisi Operasional
Nominal
Jenis Kelamin Pengambilan data rekam Laki-laki atau
Data rekam
medik dan hasil perempuan
medik
laboratorium di RSUD
dr. Dradjat
Prawiranegara
Kabupaten Serang.
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien COVID-19 yang melakukan
pemeriksaan kadar CRP dan nilai LED di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara
Kabupaten Serang.
24
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan bagian dari populasi sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel pada penelitian ini adalah serum
pada pasien COVID-19 yang melakukan pemerikssaan CRP dan nilai LED.
Teknik yang digunakan dalam penentuan sampel pada penelitian ini adalah
purposive sampling. purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu, dimana peneliti dapat memilih sampel yang sesuai dengan
kriteria yang telah dipilih oleh peneliti (Sugiyono, 2016). Kriteria dalam
pemilihan sampel ada 2, yaitu kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.
a. Kriteria inklusi
5) Pasien COVID-19 yang telah melakukan pemeriksaan CRP dengan nilai LED.
6) Pasien COVID-19 dengan gejala berat dan kritis.
b. Kriteria eksklusi
25
3. Besar penelitian
Pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin karena dalam penarikan
sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat
digeneralisasikan dan perhitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah sampel,
namun dapat dilakukan dengan rumus dan perhitungan sederhana. Rumus Slovin
untuk menentukan sampel adalah :
= 1459
1+1459. 0,12
= 1459
15,59
= 93, 585631815
= 94 Jumlah sampel minimal
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal
N: Populasi
𝓮 : Error margin
E. Cara Penelitian
2. Prosedur Penelitian
1) Meminta surat izin untuk pengambilan data dari Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
26
2) Melakukan persetujuan kode etik dari Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka.
3) Melakukan perizinan untuk pengambilan data kepada direktur RSUD
dr. Dradjat Prawiranegara Kabupaten Serang.
4) Melakukan penelusuran data rekam medik dan hasil laboratorium pasien COVID-
19.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan cross sectional. Metode cross sectional adalah
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data (Notoatmodjo,
2018). Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder dari pasien
COVID-19.
G. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif, dengan
data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik di RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara Kabupaten Serang. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling dengan uji rank spearman pada SPSS Statistics 20 for
windows.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar C- Reactive Protein (CRP)
dengan nilai Laju Endap Darah (LED) pada pasien COVID-19. Data yang diambil adalah
yang memiliki kriteria inklusi yaitu pasien yang di diagnosis COVID-19 dengan hasil test
antigen dan PCR positif (+), pasien laki-laki dan perempuan dewasa, pasien yang
terinfeksi COVID-19 pada tahun 2021, dan pasien yang memiliki gejala berat dan kritis.
Total keseluruhan yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 94 data pasien COVID-
19, Penelitian dilakukan di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Kabupaten Serang dengan
mengambil data rekam medik dan hasil laboratorium.
A. Analisis Univariat
Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui pasien yang terkonfirmasi COVID-19 pada
penelitian ini lebih banyak lansia akhir yang berumur 56-65 tahun yaitu berjumlah 27
orang (28,7%), dewasa akhir yang berumur 36-45 tahun yaitu berjumlah 21 orang
(22,3%), lansia awal berumur 46-55 tahun yaitu berjumlah 20 orang (21,3%), manula
yang berumur 66-90 tahun yaitu berjumlah 19 orang (20,2%), dan dewasa awal yang
berumur 26-35 tahun yaitu berjumlah 7 orang (7,4%).
Lanjut usia merupakan kelompok yang paling rentan terkena dampak penyakit
COVID-19. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan lansia lebih
banyak mengalami infeksi virus corona yang berdampak infeksi berat dan kematian
dibandingkan pada balita (Retno Indarwati, 2020). Beberapa alasan usia lanjut berisiko
terjadi COVID-19 adalah lanjut usia cenderung memiliki masalah kesehatan jangka
panjang yang dapat menempatkan mereka pada risiko. Selanjutnya, sistem kekebalan
tubuh cenderung melemah dengan bertambahnya usia, membuat orang tua lebih sulit
untuk melawan infeksi. Jaringan paru-paru menjadi kurang elastis dari waktu ke waktu,
membuat penyakit pernapasan seperti COVID-19 menjadi perhatian khusus bagi orang
tua. Peradangan pada orang tua bisa lebih hebat, menyebabkan kerusakan organ (Elviani,
Anwar, & Sitorus, 2021).
28
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 60 63,8 %
Perempuan 34 36,2 %
Total 94 100 %
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui pasien yang terkonfirmasi COVID-19 pada
penelitian ini yaitu 94 orang dengan 60 orang berjenis kelamin laki-laki (63,8%),
sedangkan 34 orang berjenis kelamin perempuan (36,2%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki persentase yang lebih besar 63,8%
dibanding dengan jenis kelamin perempuan dengan persentase 36,2%.
Perbedaan kromosom laki-laki dan perempuan menyebabkan laki-laki lebih mudah
terpapar COVID-19. Kromosom X lebih dominan pada perempuan (XX) daripada laki-
laki (XY). Kromosom X memiliki keterkaitan dengan banyak gen yang terlibat dalam
sistem imun sehingga perempuan memiliki sistem imun yang lebih baik dari pada laki-
laki (Seftiya & Kosala, 2021). Penelitian lain juga menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara prevalensi merokok pada pria dengan tingkat kematian COVID-19, hal ini juga
didukung oleh data WHO tahun 2017 64.9% pria dewasa di Indonesia merupakan
perokok aktif (Boseke dkk, 2019). Hal ini dikarenakan kandungan nikotin pada rokok
dapat mengaktifkan reseptor ACE2 (Angiotensin Converting Enzyme-2) didalam paru-
paru. Pengaktifan reseptor ACE2 ini akan memfasilitasi SARS-CoV-2 untuk melekat
pada selsel pernapasan. Hal inilah yang menyebabkan reseptor ACE2 lebih banyak
ditemukan pada paru-paru perokok (Ruhyat, 2021).
Tabel 5.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Gejala
29
pernafasan akut, sepsis, dan syok sepsik serta komplikasi lain seperti embolisme
pulmoakut, sindrom coroner akut, stroke akut, dan delirium (Mackenzie J.S & David
W.S, 2020).
Faktor utama timbulnya gejala berat bahkan kematian pada COVID- 19 adalah
terjadinya proses imunopatogenik atau badai sitokin, Saat terjadinya badai sitokin pada
infeksi COVID-19 kriteria berat, juga ditemukan kadar C-reactive protein (CRP), dimana
peningkatan kadar CRP konsisten dengan peningkatan kadar sejumlah sitokin
proinflamasi seperti IL-6 (Luo X dkk, 2020). Sedangkan pada gejala kritis terjadi nya
ARDS yaitu gangguan pernapasan berat yang disebabkan oleh penumpukan cairan di
alveoli paru-paru dengan gejala utamanya sesak napas berat (Jesenak dkk, 2020). Pada
ARDS terjadinya hipoksia disebabkan karena adanya kerusakan epitel alveolar dan
hambatan kapiler endotel, sehingga menyebabkan akumulasi cairan, kolaps alveolar, dan
berkurangnya pertukaran gas. Reabsorpsi cairan dan produksi surfaktan melibatkan
proses metabolisme oleh sel epitel alveolar. Hambatan epitel alveolar dan endotel kapiler
terganggu oleh sinyal inflamasi sel kekebalan (Janelle S. Ayres, 2020).
30
Tabel 6.1 Hasil Uji Korelasi Metode Rank Spearman
Correlations
CRP LED
Spearman's CRP Correlation 1.000 .422**
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . <.001
N 94 94
LED Correlation .422 ** 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) <.001 .
N 94 94
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil uji korelasi dengan metode spearman diketahui bahwa N atau
jumlah data penelitian adalah 94, kemudian nilai signifikansi atau sig. (2-tailed) sebesar
<.001, karena nilai sig. (2 -tailed) <.001 lebih kecil dari α 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang dihubungkan. Correlation
coefficient (koefisien korelasi) sebesar 422, maka nilai ini menandakan terdapatnya
hubungan antara kadar C- Reactive Protein (CRP) dengan nilai Laju Endap Darah (LED)
pada pasien COVID-19.
Hubungan antara kadar CRP dengan LED pada pasien COVID-19 adalah adanya
gejala pada penderita seperti gangguan saluran pernafasan dan menyebabkan peradangan
atau inflamasi pada gejala berat. Pada gejala berat akan terjadi badai sitokin yang
meningkatkan keparahan infeksi yang dapat menyebabkan komplikasi berat hingga
kematian. Salah satu sitokin inflamasi yang terjadi badai sitokin pada COVID-19 adalah
ditemukannya kadar C-reaktive protein (CRP) yang meningkat berhubungan dengan
produksi berlebihan sitokin proinflamasi pada pasien COVID-19 kriteria berat dan
mengarah pada terjadinya disfungsi organ tahap lanjut pada pasien COVID-19,
Sedangkan nilai Laju Endap Darah (LED) merupakan parameter inflamasi yang bersifat
non spesifik sehingga nilai LED meningkat karena faktor inflamasi atau infeksi (Wimba
Widagdho, 2021).
Pemeriksaan CRP dan LED adalah dua pemeriksaan laboratorium yang paling
sering diukur dalam menilai respon suatu proses inflamasi sistemik. LED merupakan tes
non spesifik yang nilainya berkaitan dengan perubahan nilai protein plasma. Peningkatan
laju endap darah dapat dipengaruhi oleh faktor plasma dan faktor eritrosit, Molekul
asimetris memiliki efek yang besar dalam menurunkan muatan negatif eritrosit sehingga
31
memudahkan pembentukan rouleaux dan LED meningkat. Pada infeksi atau inflamasi,
degeneratif dan keganasan, nilainya akan meningkat, seperti halnya peningkatan nilai
fibrinogen, imunoglobulin dan CRP (Bayu Fajar dkk, 2018). Saat kondisi pasien
memburuk atau membaik, LED merespons dengan lambat, karena fibrinogen,
penyumbang utama peningkatan LED jangka pendek, memiliki waktu paruh (tergantung
pada status pembekuan dan faktor lain), dan imunoglobulin (berkontribusi kuat terhadap
peningkatan LED pada keadaan inflamasi kronis) memiliki waktu paruh minggu di
bawah keadaan fisiologis normal. Proses ini dapat mengakibatkan kelambatan yang
signifikan antara perubahan klinis dan nilai LED. Di sisi lain, CRP meningkat dengan
cepat dengan adanya stimulus inflamasi, mencapai puncaknya dalam waktu sekitar 48
jam, dan kembali normal dalam waktu 3 hingga 7 hari setelah stimulus dihilangkan
(Calderon AJ dkk, 2012).
C-Reactive Protein (CRP) merupakan protein yang diproduksi tubuh sebagai
respons terhadap inflamasi. Protein ini terutama dihasilkan di hati sebagai respons
terhadap inflamasi dan dapat menjadi suatu penanda derajat beratnya suatu keadaan
inflamasi sistemik. Pothempa dkk menyatakan bahwa CRP akan meningkat dalam waktu
6-10 jam dari paparan kejadian kerusakan jaringan yang umumnya terjadi sebagai akibat
respons inflamasi (Pothempa LA dkk, 2020). Pada saat terjadi infeksi, CRP meningkat
lebih dahulu dan lebih tinggi dibanding protein fase akut lain seperti fibrinogen. Hal
tersebut meningkatkan viskositas plasma sehingga LED meningkat meskipun tidak
mencapai peningkatan tertinggi karena masih banyak faktor lain yang mempengaruhi
nilai LED selain CRP (Baratawidjaja dan Renggaris, 2010).
Kadar CRP pada kondisi normal biasanya rendah, namun selama inflamasi terjadi
kadarnya akan meningkat pesat. Sebagai lini pertama pertahanan tubuh pada sistem imun
bawaan terhadap infeksi virus, kadar CRP yang meningkat berhubungan dengan produksi
berlebihan sitokin proinflamasi pada pasien COVID-19 kriteria berat dan mengarah pada
terjadinya disfungsi organ tahap lanjut pada pasien COVID-19 (Sharifpour M, 2020).
Kadar CRP plasma yang lebih tinggi mengindikasikan pneumonia akibat COVID-19
yang lebih berat dan durasi perawatan yang lebih lama. Konsentrasi CRP diketahui
meningkat secara signifikan sebanyak 11,47 mg/L dan 23.40 mg/L pada pasien infeksi
COVID-19 kriteria sedang dan berat (Chen dkk, 2020).
32
BAB V
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
kateristik respon untuk penelitian ini adalah paling banyak laki-laki dengan presentase
63,8% dan berusia 56-65 tahun (lansia akhir) dengan presentase 28,7%. Analisis korelasi
Spearman menunjukan nilai signifikansi atau sig. (2-tailed) sebesar <.001, karena nilai
sig. (2 -tailed) <.001 lebih kecil dari α 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara variabel yang dihubungkan. Correlation coefficient
(koefisien korelasi) sebesar 422, maka nilai ini menandakan terdapatnya hubungan antara
kadar C- Reactive Protein (CRP) dengan nilai Laju Endap Darah (LED) pada pasien
COVID-19.
B. Saran
Untuk peneliti selanjutnya, disarankan melakukan penelitian secara primer dengan
parameter yang lebih sensitif untuk pasien COVID-19 dengan melihat berat badan, jenis
kelamin, usia, dan pekerjaan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Bedah, S., Chairlan, C., & Sari, I. N. (2021). Respons C-Reactive Protein (CRP)
dan Laju Endap Darah (LED) Sebagai Petanda Inflamasi Pada Pasien
Covid-19. Anakes: Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 7(2), 157-164.
Febriyanti, I., Elfrida, S., & Syafaat, M. (2022). Analisis Nilai Laju Endap Darah
pada Pasien Covid-19 dan Pasien Sembuh Covid-19 di Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. IR Said Sukanto. Jurnal Insan Cendekia, 9(1), 53-58.
Haq, A. D., Nugraha, A. P., Wibisana, I. K. G. A., Anggy, F., Damayanti, F.,
Syifa, R. D. M., & Warnaini, C. (2021). Faktor–Faktor Terkait Tingkat
Keparahan Infeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Sebuah
Kajian Literatur. JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, 9(1), 48-55.
34
Indarwati, R. (2020). Lindungi Lansia dari Covid-19. Indonesian Journal of
Community Health Nursing, 5(1).
Lam, M., & Celcilia, L. (2021). Kadar c-reactive protein, d-dimer, dan laktat
dehidrogenase sebagai prediktor luaran covid-19 pada anak: sebuah
kajian sistematis. JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, 9(2), 95-110.
Mustari, M. N., & Hendarto, J. (2022). Hubungan kadar Laju Endap Darah
(LED) dan C-Reactive Protein (CRP) sebagai nilai prediktor dalam
diagnosis osteomielitis dengan infeksi kaki pasien Diabetes Mellitus Tipe-
2 (DM2) di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo, Makassar,
Indonesia. Intisari Sains Medis, 13(2), 493-499.
Rabi FA, Al Zoubi MS, Kasasbeh GA, Salameh DM, Al-Nasser AD. Review
Article: SARS-CoV-2 and Coronavirus Disease 2019: What we know so
far. Pathogens. 2019;9(231),58-73
Susilo, A., Jasirwan, C. O. M., Wafa, S., Maria, S., Rajabto, W., Muradi, A.,&
Gabriella, S. (2022). Mutasi dan Varian Coronavirus Disease 2019
(COVID-19): Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 9(1), 59-81.
Syam, A. F., Zulfa, F. R., & Karuniawati, A. (2021). Manifestasi Klinis dan
Diagnosis Covid-19. eJournal Kedokteran Indonesia.
Wibowo, B. F., Manjas, M., Sahputra, R. E., & Erkadius, E. (2018). Hubungan
pemeriksaan LED dan CRP pada penegakkan diagnosis Spondilitis Tb di
RSUP dr. M. Djamil Padang tahun 2014-2016. Majalah Kedokteran
Andalas, 41(2), 69-77.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat perizinan penelitian di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Kabupaten Serang
37
Lampiran 2. Data Hasil Pemeriksaan CRP Dan LED Pada Pasien COVID-19
38
41 56 Perempuan 56 63
42 57 Laki-laki 60.5 59
43 67 Laki-laki 75 77
44 37 Perempuan 46 76
45 32 Laki-laki 10.5 30
46 28 Perempuan 18 47
47 72 Laki-laki 24.9 37
48 42 Laki-laki 68 67
49 45 Laki-laki 89.1 96
50 57 Laki-laki 48 54
51 50 Perempuan 67 67
52 70 Perempuan 60.1 45
53 60 Laki-laki 55 73
54 30 Laki-laki 46 34
55 34 Laki-laki 101 87
56 68 Laki-laki 87 48
57 42 Perempuan 68 76
58 56 Laki-laki 49 45
59 47 Perempuan 88 87
60 68 Perempuan 45 37
61 76 Laki-laki 87 77
62 54 Laki-laki 69 86
63 68 Perempuan 68 39
64 66 Perempuan 47 38
65 47 Laki-laki 58 67
66 58 Laki-laki 62 44
67 45 Perempuan 48 58
68 41 Perempuan 38 67
69 69 Laki-laki 88 67
70 46 Laki-laki 68 48
71 65 Laki-laki 98 38
72 57 Laki-laki 39 48
73 69 Laki-laki 80 90
74 43 Laki-laki 79 67
75 57 Perempuan 67 55
76 61 Perempuan 87 60
77 54 Laki-laki 57 39
78 48 Laki-laki 99 87
79 38 Perempuan 104 87
80 72 Laki-laki 78 56
81 68 Laki-laki 60 78
82 66 Perempuan 50 45
83 59 Laki-laki 46 31
84 53 Laki-laki 60.2 54
85 46 Laki-laki 47 88
39
86 48 Laki-laki 77 65
87 59 Perempuan 98 54
88 47 Laki-laki 105 67
89 38 Laki-laki 88 59
90 55 Perempuan 94 87
91 59 Laki-laki 101 87
92 62 Perempuan 78 65
93 63 Laki-laki 89 87
94 58 Laki-laki 70 56
40
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dewasa Awal 26-35 7 7.4 7.4 7.4
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 60 63.8 63.8 63.8
Perempuan 34 36.2 36.2 100.0
Covid-19
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berat 51 54.3 54.3 54.3
Kritis 43 45.7 45.7 100.0
Total 94 100.0 100.0
41