Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK (F25.0)

Oleh:

Daru Setya Anantasisna NIM 2230912310017

Siti Atthahirah Al Hasani NIM 2230912320074

Maisarah NIM 2230912320053

Pembimbing

dr. Alain Stephano Mahardhika, Sp.KJ.

DEPARTEMEN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
RSJ SAMBANG LIHUM BANJARMASIN
Mei 2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

LAPORAN PSIKIATRIK

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PSIKIATRIK

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 42 tahun

Tempat/tanggal lahir : Kotabaru, 28 Januari 1981

Suku/bangsa : Bugis

A g am a : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta (Buruh)

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Jl. Bima Atas, RT.008, Kotabaru, Kalimantan Selatan

MRS tanggal : 13 Mei 2023

RIWAYAT PSIKIATRIK

Diperoleh dari autoanamnesis di Ruang Intensif Pria RSJ Sambang Lihum

tanggal 23 Mei 2023 pukul 10.30 WITA dan memperoleh data tambahan dari Rekam

Medis pasien.

A. Keluhan utama dan/atau alasan utama :

Mengamuk, halusinasi, putus obat

B. Riwayat gangguan sekarang :

2
● Keluhan dan gejala :

Autoanamnesis dengan pasien

Pasien bernama Tn.A, umur 42 tahun, dibawa ke RSJ Sambang Lihum

dengan keluhan utama mengamuk, adanya halusinasi dan riwayat putus obat.

Pada saat anamnesis, pasien mengenakan pakaian RSJ Sambang Lihum,

memiliki rambut pendek, penampilan fisik sesuai gender, dan perilaku sesuai

umur, emosi stabil, kontak mata cukup baik dan pasien dapat menjawab

pertanyaan dengan baik. Menurut keterangan pasien, pasien mengatakan

mendengar bisikan, bisikan sering terdengar pada malam hari berupa suruhan

untuk melukai orang lain, perintah tersebut bergema di kepala sehingga kepala

terasa penuh, pusing dan sakit kepala. Pasien juga mengatakan terkadang

melihat bayangan putih yang menurut pasien terasa seperti mengawasi pasien

dari jauh. Pasien mengatakan bahwa pasien merasa stress karena ada masalah

keluarga sehingga berpengaruh pada pekerjaan, namun tidak berkenan

menceritakan lebih lanjut.

Tahun 2013, pasien menjalani perawatan di RSJ Sambang Lihum.

Pada tahun 2019, pasien kambuh dan menjalani rawat jalan selama 6 bulan di

RS Kota Baru lalu putus obat karena merasa sudah sembuh. Tidak didapatkan

keterangan lebih lanjut karena pasien enggan membahas terkait masa lalu

pasien.

3
1 bulan yang lalu, pasien mengalami kambuh dan semakin parah

selama 1 minggu terakhir. Pasien bisa mengamuk, kabur dan keluyuran,

bicara kacau dan teriak. Pasien mengalami sulit tidur selama 4 hari dan tidak

tidur sama sekali selama 2 malam. Berdasarkan keterangan dari keluarga, 2

hari sebelum kejadian pasien kabur dari rumah ke Batu Licin sendiri,

kemudian tiba-tiba gelisah namun tidak mau diajak berobat lalu mengamuk.

Pasien mengamuk dipelabuhan dan diamankan Polsek Kota Baru. Pasien

mendapatkan penanganan di RS Kota baru berupa mendapatkan inj.

Diazepam 10 mg dan inj. Haloperidol 5 mg kemudian di rujuk ke RSJ

sambang lihum pada 13 Mei 2023.

 Hendaya/disfungsi : Pasien masih bisa bekerja dan dapat merawat diri

 Faktor stresor psikososial (termasuk gangguan/penyakit fisik apabila dinilai

berkaitan dengan gangguan mentalnya) :

- Ada masalah dengan keluarga dan pekerjaan (tidak ingin menceritakan).

● Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit/gangguan

sebelumnya.

- Pasien memiliki riwayat hipertensi

C. Riwayat gangguan sebelumnya :

● Riwayat penggunaan zat psikoaktif:

- penggunaan zat psikoaktif disangkal.

● Riwayat penyakit dahulu (medis):

4
- Pasien memiliki riwayat hipertensi, Pasien menyangkal adanya riwayat

gangguan medis seperti kejang, trauma kepala, atau gangguan otak lain.

● Riwayat kepribadian sebelumnya:

- Berdasarkan pengakuan pasien, pasien merupakan orang yang ceria,

masih dapat bersosialisasi dengan keluarga, tetangga, rekan kerja dan

aktif mengikuti majelis

D. Riwayat kehidupan pribadi :

● Riwayat prenatal dan perinatal:

Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Pasien dilahirkan secara

normal tanpa ada riwayat resusitasi, jaundice maupun sianosis.

● Riwayat masa kanak awal (usia 0-3 tahun) :

Pasien dirawat oleh kedua orangtuanya. Keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan disangkal.

● Riwayat masa kanak pertengahan (usia 3-11 tahun) :

Pasien bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya saat masa kanak-kanak

hingga sekolah dasar. Pasien mengaku tidak pernah dirundung ataupun

merundung orang lain.

● Riwayat masa kanak akhir dan remaja :

Pasien dapat berinteraksi dengan baik dengan teman sebayanya di

lingkungannya

● Riwayat masa dewasa :

1. Riwayat Pendidikan

5
Pasien bersekolah hingga tingkat SMA.

2. Riwayat pekerjaan

Pasien saat ini bekerja sebagai karyawan swasta (buruh)

3. Riwayat perkawinan

Sudah menikah dan memiliki 2 anak laki-laki. Isteri pasien berprofesi

sebagai guru TK, Anak pertama saat ini bersekolah di pesantren dan

anak kedua berusia 5 tahun

4. Kehidupan keagamaan

Pasien mengaku beragama Islam, cukup taat menjalankan perintah

agama dan aktif di majelis

5. Riwayat psikoseksual

Heteroseksual (ketertarikan dengan lawan jenis).

6. Riwayat aktivitas social

Pasien bisa bersosialisasi dengan teman, rekan kerja dan tetangganya

7. Riwayat hukum

Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum.

8. Riwayat penggunaan waktu

Pasien mengisi waktu luang dengan berjalan jalan bersama isteri dan

anak.

9. Riwayat kehidupan sekarang

Pasien tinggal dengan keluarganya, berisi isteri dan satu anak (anak

pertama bersekolah di asrama)

6
10.Riwayat keluarga

Riwayat gangguan jiwa pada keluarga disangkal.

11. Persepsi pasien tentang kehidupannya

Pasien menganggap kehidupannya normal dan bisa dijalani sebagaimana

mestinya

7
12. Impian, fantasi dan nilai-nilai

Pasien merasa kehidupan yang saat ini sudah cukup dan berjalan normal.

STATUS MENTAL

A. Deskripsi umum :

1. Penampilan: Pasien di bawa ke RSJ Sambang Lihum dalam keadaan terikat

namun langsung dilepas karena sudah tenang dan dapat inj. Diazepam 10 mg

dan inj. Haloperidol 5 mg, berpenampilan rapi, terawat, memiliki rambut

pendek, penampilan fisik sesuai gender, dan perilaku sesuai umur, kuku

tangan dan kaki pendek.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor: Normoaktif, pasien aktif dalam

pembicaraan, dan menjawab pertanyaan dengan baik. Tidak didapatkan

gerakan abnormal.

3. Sikap terhadap pemeriksa: Pasien kooperatif, ada kontak mata, dan kontak

verbal.

B. Keadaan afektif (mood), perasaan, ekspresi afektif (hidup emosi) serta empati.

1. Mood: Cemas

2. Afek:

- Kualitas: Labil

8
- Kuantitas: Ringan

- Range: Afek menyempit

- Kewajaran: Tidak wajar

- Keserasian: kongruen

C. Gangguan persepsi:
1. Halusinasi A/V/G/T/O : A dan V 

2. Ilusi : tidak ada

3. Depersonalisasi : tidak ada 

4. Derealisasi : tidak ada

D. Pembicaraan :

Kualitatif: lancar, suara nyaring, pembicaraan nyambung, artikulasi jelas

Kuantitatif: Bicara, sirkumtansial

E. Pikiran :

1. Proses pikir :

a. Bentuk pikiran : Realistik

b. Arus pikiran:

 Produktivitas : Cukup. Pasien menjawab apa yang ditanya oleh

pemeriksa.

 Kontinuitas Pikiran : inkoheren 


 Hendaya Berbahasa : Tidak ada 

9
2. Isi pikiran : Adanya halusinasi auditorik yang bergema dalam kepalanya

berisikan bisikan perintah untuk melukai orang lain dan halusinasi melihat

adanya bayang putih

F. Sensorium dan kognitif :

1. Tingkat kesadaran dan kesigapan : jernih

2. Orientasi

a. Waktu : Baik

b. Tempat : Baik

c. Orang : Baik

3. Daya ingat :

a. Daya ingat jangka segera : Baik

b. Daya ingat jangka pendek : Baik

c. Daya ingat jangka menengah : Baik

d. Daya ingat jangka Panjang : Baik

4. Konsentrasi : Baik

5. Perhatian : Baik

6. Kemampuan membaca dan menulis : Baik

7. Kemampuan visuospasial : Baik

8. Pikiran abstrak : Baik

9. Kapasitas intelegensia : Cukup

10. Bakat kreatif : Mengaji

11. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

10
G. Kemampuan mengendalikan impuls :

Saat diperiksa pasien dapat mengendalikan diri dengan baik

H. Daya nilai dan tilikan :

1. Norma sosial : Baik

2. Uji daya nilai : Baik

3. Penilaian realitas : Baik

4. Tilikan : Derajat 3

I. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

PEMERIKSAAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Internistik :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tekanan darah : 163/88 mmHg

Frekuensi nadi : 100x/menit

Frekuensi respirasi : 20x/menit

Suhu : 36.2°C

Saturasi oksigen : 99% on room air

Tinggi Badan : 170 cm

Berat Badan : 75 kg

IMT : 26 (Overweight)

11
Kulit : Inspeksi: anemis (-), ikterik(-), edema (-), nodul (-),

sklerosis (-), atrofi (-).

Kepala/leher : normosefali, dalam batas normal, pembesaran KGB

(-/-)

Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), diameter

pupil (3mm/3mm), reflex cahaya (+/+), perdarahan (-/-),

ptosis (-), edem palpebra (-/-), dan exoftalmus (-/-)

Telinga : serumen minimal, sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)

Hidung : epistaksis (-/-)

Mulut : perdarahan gusi (-), pucat (-), sianosis (-), stomatitis

(-)

Toraks : simetris, atrofi otot dada (-)

Paru : gerak nafas simetris, retraksi (-), nyeri (-), fremitus

vokal simetris, sonor di semua lapang paru, suara nafas

vesikuler, wheezing (-), ronki (-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba ICS V linea aksilaris anterior sinistra,

thrill (-)

Perkusi : Batas jantung kanan ICS II parasternal dextra

Batas jantung kiri ICS V linea aksilaris anterior sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-)

12
Abdomen :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Hepar/lien/ginjal tidak teraba, tidak teraba massa,

dan tidak terdapat nyeri tekan pada 9 regio.

Perkusi : timpani (+)

Auskultasi : BU: 14-16x/menit tidak ada peningkatan suara

Punggung : skoliosis (-), kifosis (-), dan lordosis (-)

Ekstremitas : Gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-),

varises (-), massa (-), edema (-)

2. Status Neurologik :

- N. I : Baik

- N. II : RCL/RCTL (+/+), isokor 3 mm/3 mm

- N. III, IV, VI : Baik

- N. V : Sensorik wajah baik (+/+),refleks kornea tidak dilakukan

- N. VII : Parese wajah (-/-)

- N. VIII : Baik (+/+)

- N. IX, X : Refleks menelan (+), refleks muntah tidak dilakukan

- N. XI : Baik (+/+)

- N. XII : Baik, deviasi lidah (-)

Rangsang Meningeal : Tidak ditemukan

Gejala peningkatan TIK : Tidak ditemukan

13
Refleks fisiologis : Dalam batas normal

Refleks patologis : Tidak ditemukan

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG (sesuai indikasi) :

− Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,3 13,3- 16,6

Leukosit 10.900 4000-10.000

Trombosit 226.000 150.000-450.000

Eritrosit 4,7 4,0-6,0

Hematokrit 34 35-45

HITUNG JENIS

Limfosit 25% 25%-40%

Monosit 6% 2%-8%

Neutrofil 69% 50%-70%

MCH 29 pg 27-33

MCV 73 fl 80-95

14
MCHC 39 gr/dl 30-35

HbsAg non reaktif non reaktif

KIMIA DARAH

GDS 94 mg/dl <150

AST 22 U/l 13-35

ALT 30 U/l 7-35

Ureum 36 mg/dl 6-40

Creatinin 1,2 mg/dl 0,9-1,3

− EEG: (-)

− CT Scan kepala (atau PET Scan) : (-)

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

SESUAI PPDGJ III, termasuk kronisitas, diagnosis tambahan dan diagnosis yang

perlu disingkirkan dan nomor kode (kalau ada)

Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)

Diagnosis Banding :

- Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran (F25.2)

15
- Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik

(F31.2)

Aksis II : None

Aksis III : Hipertensi

Aksis IV : Keluarga dan pekerjaan

Aksis V : GAF scale 60-51

GAF scale 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

RENCANA TERAPI

Farmakologi:

- Clozapine 25 mg 2x1

- Haloperidol 5 mg 2x1

Nonfarmakologi:

- observasi KU, vital sign, konsultasi gizi dan psikologi

Psikoterapi

1. Terapi kelompok

Terapi kelompok efektif mengurangi isolasi sosial, meningkatkan rasa

keterikatan antar pasien skizofrenia, serta memperbaiki kemampuan uji realitas.

2. Terapi perilaku kognitif

Untuk memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta

mengoreksi kesalahan daya nilai. Berdasarkan penelitian sejumlah pasien mengalami

perbaikan waham dan halusinasi dengan menggunakan metode ini.

16
3. Psikoterapi individual

Studi mengenai efek psikoterapi individual dalam penanganan skizofrenia telah

memberikan data bahwa terapi ini bermanfaat dan bersifat tambahan terhadap efek

terapi farmakologis. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan

untuk dilakukan dalam jangka waktu lama dan bukan hanya beberapa sesi, bulan atau

bahkan tahun.

4. Terapi kejuruan

Berbagai metode dan situasi digunakan untuk membantu pasien memperoleh

kembali keterampilan lamanya atau membentuk keterampilan baru. Hal ini meliputi

lokakarya terlindung, klub kerja, dan program penempatan paruh waktu atau

transisional. Mendorong pasien untuk memperoleh pekerjaan yang menguntungkan

merupakan suatu cara menuju sekaligus pertanda kesembuhan. Banyak pasien

skizofrenia mampu melakukan pekerjaan berkualitas tinggi meski menderita sakit.

Lainnya mungkin menunjukkan keterampilan luar biasa atau bahkan kecemerlangan

pada bidang tertentu akibat adanya aspek idiosinkratik tertentu gangguannya.

5. Terapi suportif

Primary support group sangat penting sehingga keluarga diharapkan

mendukung, merawat, dan memberikan lingkungan yang baik untuk pasien sehingga

kondisi pasien dapat membaik.

EDUKASI

1. Menyampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien dan

rencana terapi yang akan dilakukan, keamanan terapi, dan efek samping terapi.

17
2. Memberikan edukasi pada pasien agar patuh berobat dan menyampaikan efek

apabila putus pengobatan. Edukasi keluarga pasien untuk memperhatikan

pengobatan pasien dan memberikan edukasi apabila terjadi putus pengobatan.

3. Meminta pasien atau keluarga yang menjaganya untuk segera kontrol dan

melaporkan apabila terlihat ada perubahan perilaku kepada pasien.

4. Menyampaikan kondisi kegawatdaruratan seperti upaya bunuh diri dan risiko

perilaku kekerasan yang mungkin terjadi.

5. Mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-

peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien melalui

komunikasi yang baik.

6. Menyampaikan kepada keluarga, bagaimana peran keluarga dalam memberikan

dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman, serta toleran

perlu dilakukan.

PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

18
Pasien laki-laki berusia 42 tahun, seorang karyawan swasta (buruh) anak

pertama dari tiga bersaudara. Bertempat tinggal di Jl. Bima Atas RT 008, Kotabaru,

Kalimantan Selatan. Pasien diamankan oleh Kapolsek Kotabaru karena mengamuk di

pelabuhan. Pasien dibawa ke RS Kota Baru dan mendapatkan inj. Diazepam 10 mg

dan inj. Haloperidol, kemudian pasien dirujuk ke RSJ Sambang Lihum pada 13 Mei

2023. Pasien memiliki halusinasi visual dan auditorik berupa bayangan berwarna

putih yang terasa mengawasi pasien dan bisikan yang memerintah untuk melukai

orang lain.

Pasien memiliki riwayat kabur ke Batu licin sendirian dan mengamuk serta

memukul orang disekitarnya. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur selama 4 hari dan

tidak tidur selama 2 malam.

Pada pasien terdapat pola perilaku atau psikologis yang secara bermakna dan

khas berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan hendaya (disfungsi) dalam

berbagai fungsi psikososial.

Terdapat pula penderitaan (distress) yang dialami oleh pasien. Dengan

demikian dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa. Pada pasien

ditemukan adanya riwayat hipertensi namun tidak ditemukan adanya gangguan medis

umum seperti kejang, penurunan kesadaran, trauma kepala, demam, atau gangguan

otak lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda vital, ditemukan hasil bermakna TD

163/88 mmHg dan hasil laboratorium didapatkan bermakna pada leukosit 10.900

19
mcL.. Hal tersebut dapat menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik atau

simtomatis (F0-F9), yang mana gangguan mental organik memiliki ciri khas yaitu

gangguan mentalnya disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik/kondisi medik

yang secara primer mempengaruhi otak secara fisiologis sehingga terjadi disfungsi

otak contohnya trauma kepala.1

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini dapat digolongkan

kedalam Skizoafektif tipe manik.. Menurut PPDGJ-III pedoman umum untuk

diagnostiknya adalah sebagai berikut:2

· Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang

tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagaian besar episode

skizoafektif tipe manik.

· Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak

begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang

memuncak.

· Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik

lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk

skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a) sampai dengan (d)).

Pada pasien ini ditemukan 3 gejala yang ada secara jelas yaitu, ditemukan

thought of echo, delution of influence, dan halusinasi. Pada pasien ini ditemukan

adanya keadaan mania dengan mood yang labil, suasana perasaan meningkat,

20
produktivitas bicara cukup dan kebutuhan tidur berkurang. Berdasarkan PPDGJ III,

maka kasus ini di titik beratkan pada gangguan skizoafektif tipe manik (F25.0)

dengan kondisi-kondisi yang memenuhi kriteria diagnostik umum untuk diagnosis

gangguan skizoafektif tipe manik harus memenuhi adanya gejala afektif dan

skizofrenia yang sama-sama menonjol.2

PEMBAHASAN

Sesuai dengan istilah yang digunakan, gangguan skizoafektif mempunyai

gambaran baik skizofrenia rnaupun gangguan afektif (saat ini disebut gangguan

mood). Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif telah berubah seiring waktu,

sebagian besar merupakan refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan

gangguan mood; namun, tetap merupakan diagnosis yang paling baik untuk pasien

yang mempunyai gejala campuran keduanya.3

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi enam model

konseptual telah diajukan. (1) Pasien skizofrenia yang memiliki gejala mood. (2)

Pasien dengan gangguan mood yang memiliki gejala skizofrenia. (3) Pasien

dengan gangguan mood dan skizofrenia secara bersamaan. (4) Pasien dengan

suatu tipe psikosis ketiga yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun

suatu gangguan mood. (5) Pasien yang gangguannya merupakan proses yang

21
masih terus berlangsung di antara skizofrenia dan gangguan mood, dan (6) Pasien

dengan beberapa kombinasi dari poin 1-5.3

Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%. mungkin

berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut merupakan perkiraan:

berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah menggunakan berbagai

kriteria diagnostik. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan gangguan skizoafektif

sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan diagnosis.3

Pedoman diagnosis gangguan skizoafektif tipe manik berdasarkan PPDGJ-III

yaitu 1) kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang

tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode

skizoafektif tipe manik, 2) afek harus meningkat secara menonjol atau ada

peningkatan afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau

kegelisahan yang memuncak, dan 3) dalam episode yang sama harus jelas ada

sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas.2

Adanya gangguan-gangguan yang bersifat episodik dengan gejala afektif dan

skizofrenik yang sama menonjol dan secara bersamaan ada dalam episode yang

sama dari penyakit itu atau setidaknya dalam beberapa hari yang satu sesudah

yang lain. Hubungan dengan gangguan suasana perasaan (mood/afektif)

(F30-F39) dan gangguan skizofrenia (F20-F24) yang khas tidak jelas.

Gangguan ini diberikan kategori yang terpisah karena cukup sering dijumpai

sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan

22
gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk

sebagian penyakit skizofrenia yang sudah ada, atau dimana gejala-gejala itu

berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan

waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai

dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana

perasaan (mood) pada gangguan afektif, tidak dengan sendirinya menyokong

diagnosis gangguan skizoafektif.4

Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenik dan manik

sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Kelainan

afektif biasanya mengambil bentuk elasi, disertai oleh meningkatnya rasa

harga diri dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang-kadang kegelisahan atau

iritabilitas lebih jelas dan disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran. Dalam

kedua hal tersebut terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan,

konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya hambatan sosial yang normal.

Waham-waham rujukan, kebesaran atau kejaran mungkin ada, tetapi gejala-

gejala lain yang lebih khas dari gangguan skizofrenia harus ada untuk menegakkan

diagnosis. Gangguan skizoafektif tipe manik biasanya adalah psikosis yang

berkembang selengkapnya dengan onset yang akut, dan walaupun perilaku

terganggu secara menyeluruh namun penyembuhan secara sempurna

umumnya terjadi dalam beberapa minggu. Suasana perasaan harus meningkat

secara menonjol atau ada peningkatan suasana perasaan yang tak begitu

mencolok dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang meningkat.

23
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua,

gejala skizofrenia yang khas.

Pada pasien ini didapatkan adanya gangguan pola perilaku, gangguan afek,

perjalanan penyakit menunjukkan gejala psikotik yang jelas, dan sudah memenuhi

kriteria skizofrenia yakni adanya gejala psikotik yaitu halusinasi visual dan

auditorik dan gejala afektif yang sama menonjol dan secara bersamaan ada,

seperti gejala manik (banyak bicara, afek yang meningkat) sehingga diagnosis

diarahkan pada Gangguan Skizoafektif tipe manik (F25.0).

Pasien ini didiagnosa banding dengan Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

(F25.2) dan Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik dengan Gejala

Psikotik (F31.2) .Ggejala psikotik ditandai oleh suatu abnormalitas dalam bentuk,

isi pikiran, persepsi, emosi dan perilaku. Pada pasien ini didapatkan perubahan

yang bermakna dalam mutu kehidupan dari beberapa aspek perilaku pribadi yang

bermanifestasi pada keadaan mengamuk.

Pada pasien ini diberikan antipsikotik tipikal yaitu Haloperidol.

Haloperidol merupakan obat antipsikotik golongan tipikal yang bekerja

dengan cara memblokade dopamine di reseptor D2 pada reseptor pasca-

sinaptik neuron di otak, khususnya mesolimbik dopamine pathways sehingga

menyebabkan simptom positif menurun. Selain itu, dapat juga mengatasi

gejala mania. Haloperidol memiliki efek samping sedasi yang lemah dan

digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan halusinasi, waham,

perasaan tumpul, apatis, menarik diri, hipoaktif, dan lain-lain. sedangkan Clozapin

24
adalah antipsikotik generasi kedua yang termasuk kelas dibenzodiazepine,

merupakan neuroleptik atipikal dengan afinitas tinggi untuk reseptor dopamin D4

dan afinitas rendah untuk subtype lain, antagonis di alpha-adrenoseptor, reseptor 5-

HT2A, reseptor muskarinik, dan reseptor histamin H1. Clozapin bekerja dengan

menduduki reseptor D2 hanya sekitar 38%-48%. Sedangkan antipsikotik atipikal

bekerja dengan menghambat reseptor dopamin, namun relatif lebih spesifik pada

D1, D4, dan D5, selain itu lebih selektif sehingga efek ekstrapiramidal dapat

diminimalisir, tetapi menimbulkan kenaikan berat badan dan gangguan seksual.

Beberapa contoh antipsikotik atipikal antara lain risperidone, quetiapine, dan

olanzapine.

Prognosis pasien ini adalah dubia, dinilai dengan melihat faktor-faktor

pendukung dan penghambat penyembuhannya.

Faktor pendukung berupa :

- Gambaran klinis adalah gejala positif

- Dukungan keluarga cukup baik

- Stressor yang jelas

- Episode berulang

- Stressor yang cukup berat

- Gejala psikotik sering lebih predominan dibanding afektif

25
26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock's synopsis of psychiatry: behavioral

sciences/clinical psychiatry. Edisi 10. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;

2010.

2. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III). Jakarta : Departemen

Kesehatan RI. 2003

3. Kaplan HI, Saddock BJ, Greb JA. Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences /Clinical

Psychiatry. 11th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins. 2015

4. First, M.B, et al, Schizoaffective Disorder Bipolar Typein Diagnostic Criteria From DSM

V, American Psychiatric Association, USA, 2013

5. Willy F. Maramis, Albert A. Maramis, Skizofrenia dalam Catatan Ilmu Kedokteran

Jiwa, Edisi 2, Airlangga University Press, 2009

6. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb, Skizoafektif dalam Sinopsis Psikiatri, Jilid Satu,

Binarupa Aksara, Jakarta, 2010

7. Arana G.W, Rosenbaurg, Antipsychotic Drugsin Handbook of Psychiatric Drug Therapy,

Lippincot Williams &Wilkins, Philadelphia, USA, 2005

8. Birnkrant J, Carlsen A. Crash course Psychiatry: The Psychotic Disorders and TheMood

disorders. In: Horton-Szar D, editor. U.K ed. China: Mosby Elsevier Inc.2007

9. Albers J L, Hahn RK, Reist C. Handbook of Psychiatric Drugs. 2005 edition.

Current Clinical Strategies Publishing

10. Maslim R. Paduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Jakarta : PT Nuh

Jaya. 1996
28

Anda mungkin juga menyukai