Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KOMUNIKASI REMAJA DENGAN LANSIA

Disusun Oleh Kelompok 3 :


Husada Marga Tyas Seta (462020005)
Novanda Dyaniva Pratama (462020008)
Deby Natalia (462020011)
Nicha Ayu Nanda Utami (462020012)
Arum Dewi Wulandari (462020013)
Adelia Kethrin (462020014)
Indah Widyaloka Sagala (462020015)
Syifa Rahmawati (462020037)
Anis Sih Kurnia Sari (462020038)
Winda Febrianti (462020039)
Valentina Rinda Pramesti (462020042)
Novilya Meydi Lalintia (462020043)
Erlin Pirena (462020044)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerahnya kelompok dapat
menyelesaikan makalah ini dengan topik “Komunikasi Remaja dengan Lansia”. Penyusunan
makalah ini sebagai bentuk pemenuhan salah satu tugas Mata Kuliah Gerontic Nursing yang
diampu oleh Ibu Ns.Marsela Riska Raswandaru S.Kep., M.Kep.

Dalam pembuatan makalah ini, kelompok menyadari bahwa telah mendapatkan bantuan
dari banyak pihak terkhusus Ibu Ns.Marsela Riska Raswandaru S.Kep., M.Kep selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Gerontic Nursing yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini. Oleh sebab itu, kami ingin mengucapkan terima kasih untuk segala pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna sehingga kami berharap dapat diberi
saran dan kritik agar dapat menyempurnakan makalah ini. Harapan dari kelompok dengan
adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada seluruh pembaca terutama
mahasiswa Ilmu Keperawatan mengenai komunikasi remaja dengan lansia.

Salatiga, 24 Januari 2023

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...3

BAB I……………………………………………………………………………………………...4

PENDAHULUAN……………………………………………………………………………….. 4
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………. 5
C. Tujuan Umum……………………………………………………………………………...5

BAB II……………………………………………………………………………………………. 6

PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………. 6
a. Pengertian Komunikasi…………………………………………………………………….. 7
b. Faktor yang mempengaruhi proses komunikasi…………………………………………… 8
c. Pengertian Remaja………………………………………………………………………... 10
d. Pengertian Lansia………………………………………………………………………….11
e. Teknik Komunikasi yang Efektif…………………………………………………………. 12
f. Pengertian Komunikasi Terapeutik……………………………………………………….. 14
g. Tujuan Komunikasi Terapeutik……………………………………………………………15
h. Fungsi Komunikasi Terapeutik…………………………………………………………… 16
i. Fase - fase dalam komunikasi terapeutik…………………………………………………..16
j. Sikap dalam melakukan Komunikasi Terapeutik…………………………………………. 17
k. Komunikasi terapeutik yang baik antara remaja dengan lansia…………………………...18
l. Masalah yang Sering Muncul Dalam Komunikasi Terapeutik
Antara Remaja dengan Lansia…………………………………………………………….. 19
m. Solusi Dalam Menghadapi Masalah Komunikasi Terapeutik
Antara Remaja dengan Lansia…………………………………………………………….. 21

BAB III…………………………………………………………………………………………. 22

PENUTUP……………………………………………………………………………………….22
a. Kesimpulan……………………………………………………………………………….. 22
b. Saran……………………………………………………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………... 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, setiap orang yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat,
dalam menjalani aktivitas kesehariannya sejak ia bangun tidur di pagi hari hingga tidur kembali
pada malam harinya senantiasa terlibat dalam kegiatan komunikasi. Komunikasi adalah elemen
dasar dari interaksi antar manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan,
mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bahwasanya komunikasi adalah hal yang
mudah. namun sebenarnya komunikasi adalah proses yang sangat kompleks yang melibatkan
tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan
lingkungan disekitarnya. Hal itu merupakan sebuah peristiwa yang terus menerus berlangsung
secara dinamis.

Melihat dari perkembangan dunia keperawatan yang semakin pesat maka tidak jarang
apabila kita melihat perawat beretika salah satunya yaitu berkomunikasi pada klien. Klien yang
perawat hadapi tentunya tidak memperhatikan faktor usia. Untuk proses interpretasi pasien
terhadap peran, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti
sesuatu seringkali telah lupa atau sulit dalam mengorganisasi serta mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk meningkatkan pasien dan sangat
membantu.

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan


nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi tidak hanya mengacu pada isi melainkan juga
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan. Komunikasi pada lansia
membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologis,
emosi dan sosial yang mempengaruhi komunikasi. perubahan yang berhubungan dengan usia
dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan pada pendengaran sehingga lansia tidak toleran
terhadap suara.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi?
2. Apa faktor yang mempengaruhi komunikasi ?
3. Apa pengertian remaja?
4. Apa pengertian lansia?
5. Bagaimana teknik komunikasi yang efektif secara umum?
6. Apa pengertian komunikasi teraupetik?
7. Apa tujuan komunikasi teraupetik ?
8. Apa saja fungsi dari komunikasi teraupetik?
9. Apa saja fase - fase dalam komunikasi terapeutik ?
10. Bagaimana sikap komunikasi terapeutik yang baik ?
11. Bagaimana menjalin komunikasi teraupetik yang baik antara remaja dengan
lansia?
12. Apa saja masalah yang sering muncul dalam komunikasi teraupetik antara remaja
dengan lansia serta bagaimana solusi untuk menghadapi masalah tersebut?

C. Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang komunikasi.


2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komunikasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian remaja.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian lansia.
5. Untuk mengetahui bagaimana teknik komunikasi yang efektif secara umum.
6. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan perkembangan komunikasi
teraupetik.
7. Untuk mengetahui tujuan komunikasi teraupetik.
8. Untuk mengetahui dan memahami fungsi dari komunikasi teraupetik.
9. Untuk mengetahui fase - fase dalam komunikasi terapeutik.
10. Untuk mengetahui sikap komunikasi teraupetik yang baik.

5
11. Untuk mengetahui komunikasi teraupetik antara remaja dengan lansia pada
bidang keperawatan.
12. Untuk mengetahui cara menjalani komunikasi teraupetik yang baik antara remaja
dengan lansia.
13. Untuk mengetahui masalah yang sering muncul dalam komunikasi teurapetik
antara remaja dengan lansia serta bagaimana solusi untuk menghadapi masalah
tersebut.

6
BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu secara etimologis dan


pengertian komunikasi secara terminologis. Secara etimologis, komunikasi berasal dari
bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama. Kata
sama yang dimaksudkan adalah sama makna. Jadi dalam pengertian komunikasi secara
etimologis ini, komunikasi berlangsung saat orang-orang yang terlibat di dalamnya
memiliki kesamaan makna mengenai suatu hal yang tengah dikomunikasikannya itu dan
dapat saling memahami apa yang dibicarakan maka hubungan antara mereka bersifat
komunikatif. Sedangkan pengertian komunikasi secara terminologis, komunikasi adalah
proses penyampaian suatu pernyataan seseorang kepada orang lain. Pengertian ini
memberikan pemahaman bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang atau manusia,
sehingga komunikasi yang seperti ini disebut sebagai Human Communication
(komunikasi manusia). (Nurhadi & Kurniawan, 2017).

Komunikasi adalah proses bertukarnya pesan antara komunikator dengan


penerima / komunikan. Dalam komunikasi terdapat beberapa unsur, pesan dan tujuan
yang harus dipahami saat berkomunikasi. Menurut Theodore M. Newcomb setiap
tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi yang terdiri dari rangsangan
diskriminatif, dari komunikator kepada penerima. Konseptualisasi komunikasi dibagi
menjadi 3 :

1. Komunikasi Linier (one way communication) : dilakukan untuk menyampaikan


rangsangan yang bertujuan untuk membangkitkan respons dari orang lain.
2. Komunikasi Interaksi (two way communication) : proses sebab akibat atau reaksi
yang arahnya bergantian dan menerima feedback baik disengaja maupun tidak
disengaja.

7
3. Komunikasi Transaksional : komunikasi transaksi tidak hanya menyampaikan
pesan verbal tetapi juga perilaku nonverbal yang terjadi secara spontan dalam
proses komunikasi.

Komponen atau unsur yang terdapat dalam proses komunikasi diantaranya ada
komunikator sebagai pembawa pesan yang akan disampaikan kepada komunikan, pesan
dibagi menjadi dua yaitu pesan verbal dan non verbal, saluran / channel adalah
bagaimana pesan dari komunikator akan tersampaikan dengan baik kepada komunikan,
lalu yang terakhir komunikan yang berlaku sebagai pihak yang menerima pesan dari
komunikator. Proses komunikasi dibagi menjadi dua yaitu proses secara primer yaitu
penyampaian pesan kepada orang lain dengan menggunakan media bahasa, isyarat,
simbol, gambar, warna, dll. Yang kedua ada proses komunikasi sekunder, proses
penyampaian pesan dengan menggunakan alat sarana seperti televisi, handphone, dll.
Komunikasi secara umum bertujuan untuk menyampaikan informasi, mendidik,
menghibur dan mempengaruhi. Komunikasi juga bertujuan untuk membuat komunikan
menunjukkan perubahan sikap, perubahan pendapat, perubahan perilaku dan partisipasi
sosial.

b. Faktor yang mempengaruhi proses komunikasi


1. Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti pengaruh


perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang
tersebut. Cara berkomunikasi pada usia remaja dengan usia lansia tentunya
berbeda, pada usia remaja anda barangkali perlu belajar bahasa “gaul” mereka
sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan
komunikasi yang diharapkan akan lancar.

2. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau


peristiwa. Persepsi ini dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.

8
3. Nilai

Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat
untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan
mengklasifikasikan nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang
tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak
terpengaruh oleh nilai pribadinya.

4. Latar belakang sosial budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya
juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang.

5. Emosi

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian seperti marah,


sedih, senang dan akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi
dengan orang lain.

6. Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. Tanned


(1990) menyebutkan bahwa wanita dan laki - laki mempunyai gaya komunikasi.
Dari usia 3 tahun wanita ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan
bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan
mendukung keintiman, sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk
mendapatkan kemandirian dari aktivitas bermainnya, dimana jika mereka ingin
berteman maka mereka melakukannya dengan bermain.

7. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang


yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang
mengandung bahasa verbal dibanding dengan tingkat pengetahuan tinggi.

9
8. Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi.

9. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana


bising tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan keracunan, ketegangan dan
ketidaknyamanan.

10. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman


dan control. Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa terancam ketika
seseorang yang tidak dikenal tiba - tiba berada pada jarak yang sangat dekat
dengan dirinya. Hal itu juga dialami oleh klien pada saat pertama kali berinteraksi
dengan perawat. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada
saat melakukan hubungan dengan klien.

c. Pengertian Remaja

World Health Organization (WHO), remaja merupakan masyarakat yang berada


di rentang usia 10 sampai 19 tahun. Adapun, menurut Peraturan Kesehatan RI Nomor 25
tahun 2014, remaja didefinisikan sebagai penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Menurut Jannah dalam penelitiannya
mengartikan remaja adalah seseorang yang mulai melangkah satu tahap menuju dewasa
serta mengetahui hal salah atau benar, mengetahui perannya dalam lingkungan sosial,
penerimaan terhadap jati diri, dan proses pengembangan potensi yang dimiliki (Jannah,
2016). Peneliti lain berpendapat remaja merupakan usia seorang individu merasa
memiliki kedudukan yang sama yaitu tidak merasa berada di bawah orang lain di
sekitarnya tetapi terintegrasi di masyarakat dengan usia dewasa (Setianingsih et al, 2015).
Dapat disimpulkan remaja memiliki arti individu yang berusia 10-19 tahun dan

10
terintegrasi di masyarakat usia dewasa serta mulai mengetahui peran dalam kehidupan
sosial serta proses mengembangkan potensi dan penerimaan jati diri. Remaja menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah muda atau mulai dewasa. Masa remaja
menggambarkan salah satu proses perkembangan individu. Masa remaja merupakan
bagian dari perkembangan seseorang yang mencakup kematangan mental, emosional,
sosial, fisik, dan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Fitri, Zola, & Ifdil,
2018). Sementara menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2014, remaja ialah
penduduk dalam rentan usia 10 hingga 18 tahun.

d. Pengertian Lansia

Menurut WHO dalam Depkes (2015), batasan umur seseorang yang tergolong
lanjut usia (lansia) adalah Middle age: 45 – 59 tahun, Elderly (lansia): 60–70 tahun, Old
(lansia tua): 75 – 90 tahun, Very Old (lansia sangat tua): > 90 tahun. Menurut Akbar
dalam penelitiannya menyatakan lansia adalah individu yang sudah berusia > 60 tahun
dan memiliki hak sama untuk bernegara, berbangsa serta bermasyarakat (Akbar et al,
2021). Pernyataan lain menyatakan lansia merupakan individu yang berusia 60 tahun
disertai perubahan fisik yaitu penampilan, ketahanan tubuh, dan kekuatan fisik (Putri,
2021). Dari pengertian-pengertian di atas disimpulkan, lansia adalah seseorang yang
memasuki usia 60 tahun ke atas yang mengalami perubahan fisik tetapi tetap memiliki
hak untuk bernegara, bermasyarakat dan berbangsa.

Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan seseorang tersebut mengenai
kesehatannya. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut
usia, misalnya lansia tidak hanya bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun
juga bergantung kepada kondisi di sekitarnya seperti perhatian yang lebih terhadap
keadaan sosialnya, ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya. Dalam menghadapi
kondisi seorang lansia, komunikasi terapeutik sangat penting dan berguna bagi mereka
karena komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku lansia dan
membantu mereka dalam menghadapi persoalan yang dihadapi olehnya (Ayuningtyas &
Prihatiningsih, 2017).

11
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stres fisiologis, Lansia juga bisa disebut sebagai seseorang yang telah
berusia > 60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
seorang diri.

e. Teknik Komunikasi yang Efektif

Teknik komunikasi menurut KBBI adalah metode atau sistem dalam


mengerjakan/menyampaikan sesuatu.Teknik komunikasi adalah menyampaikan suatu
pesan yang dikemas dengan cara-cara tertentu agar terjadinya komunikasi yang efektif
antara komunikator dengan komunikan. Teknik dalam komunikasi harus diperhatikan,
karena dengan teknik yang baik dan tepat dalam sebuah proses komunikasi, pesan-pesan
komunikasi akan diterima dengan baik pula para komunikan atau oleh apa saja yang
menjadi objek penerima pesan-pesan dalam sebuah komunikasi yang disampaikan.
Berikut yaitu teknik komunikasi yang efektif :

1. Mendengarkan Lawan Bicara

Dalam berkomunikasi, kita memang diperkenankan untuk mengutarakan


pendapat. Namun bukan berarti kita tidak membiarkan lawan bicara untuk
mengutarakan pendapatnya, terkadang mendengarkan lawan bicara juga
penting.

2. Komunikasi yang efektif juga memerlukan tanggapan dari pihak lain,


pernyataan yang telah disampaikan oleh lawan bicara memerlukan
tanggapan, bisa dengan mengajukan pertanyaan, jika terdapat pernyataan
tidak dimengerti atau mengutarakan tanggapan kita. Dengan mengajukan

12
pertanyaan, kita juga bisa dianggap sebagai pendengar yang baik, karena
mendengarkan apa yang lawan bicara coba sampaikan.
3. Memberikan Informasi dengan Jelas

Dalam berkomunikasi juga perlu menyampaikan informasi secara jelas,


sehingga tidak menimbulkan salah paham dari pihak lain. Penjelasan
informasi dengan jelas dan akurat, tentunya akan membuat lawan bicara
memahami apa maksud dari yang ingin disampaikan.

4. Mengkombinasikan Komunikasi Verbal dan Nonverbal

Komunikasi yang efektif juga membutuhkan komunikasi verbal dan


nonverbal di saat bersamaan, agar terciptanya komunikasi efektif. Gerakan
nonverbal seperti mengangguk atau tersenyum, bisa menciptakan suasana
komunikatif. Ditambah lagi gerakan verbal, yaitu melalui penyampaian
informasi atau tanggapan secara jelas yang diberikan kepada lawan bicara.

5. Mengontrol Emosi

Komunikasi efektif akan terbangun jika kedua belah pihak berdiskusi


dengan sikap dan pikiran terbuka. Jika hal yang disampaikan oleh lawan
bicara kita tidak sesuai dengan prinsip kita, jelaskanlah keberatan kita
dengan emosi yang terkontrol atau kepala dingin. Mengatur intonasi suara
kita ketika berbicara. Agar tidak ada pihak yang tersinggung dengan apa
yang kita utarakan.

6. Memperkirakan waktu terbaik untuk mendengar dan berbicara

Saat komunikator berbicara, hendaknya komunikan mendengar dan


memahami isi pesan yang disampaikan. Begitu pula ketika komunikan
menanggapi pesan, komunikator hendaknya memperhatikan.

13
7. Kejelasan dalam berbicara

Kejelasan dalam berbicara berarti jelas dalam melafalkan kata dan


kalimat, memperhatikan volume ketika berkomunikasi, serta
menggunakan bahasa yang mudah dipahami lawan bicara.

f. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan suatu interaksi seseorang yang memungkinkan orang


tersebut untuk melakukan suatu pembicaraan dan tingkah laku terhadap orang lain dan
lingkungan (Faridah & Indrawati, 2019). Komunikasi mempunyai dua fungsi umum,
yaitu pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi keselamatan fisik,
meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan
mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk
memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat
tersebut (Ayuningtyas & Prihatiningsih, 2017).

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan suatu dasar dan kunci dari
seorang perawat dalam menjalankan tugas-tugasnya. Komunikasi merupakan suatu
proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dan klien serta dengan tenaga
kesehatan lainnya. Pelayanan keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh
ketepatan dalam memberikan pelayanan tetapi dengan membina hubungan komunikasi
yang dapat menyembuhkan pasien (komunikasi terapeutik). Perawat perlu memiliki
keterampilan berkomunikasi secara terapeutik dalam menjalankan perannya sehingga
dapat menentukan keberhasilan pelayanan, kebutuhan, keinginan, harapan pasien serta
asuhan keperawatan yang profesional dengan memperhatikan kebutuhan holistik pasien.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara profesional oleh


tenaga medis yang memiliki tujuan untuk proses penyembuhan pasien (Kristyaningsih et
al, 2018). Pendapat lain dinyatakan oleh Sasmito, dkk tahun 2018 yang mengatakan
komunikasi terapeutik adalah interaksi yang dilakukan oleh pemberi pesan dengan
penerima pesan sebagai usaha yang bertujuan untuk proses pemulihan kesehatan individu

14
(Sasmito et al, 2018). Pengertian lainnya mengatakan komunikasi terapeutik adalah
komunikasi interpersonal antara dokter, perawat atau tenaga medis lain terhadap klien
sehingga mendapatkan pengalaman yang dapat menyembuhkan pengalaman klein secara
emosional (Sari & Saragih, 2019). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas ditarik
kesimpulan, komunikasi terapeutik adalah hubungan yang dibangun melalui komunikasi
interpersonal secara profesional oleh tenaga kesehatan dengan pasien yang bertujuan
untuk kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik adalah proses dimana pengasuh menyampaikan pesan,


makna, dan pemahaman untuk memfasilitasi proses penyembuhan pasien. Komunikasi
ini penting karena dapat menjadi cara yang baik untuk mempromosikan antara pasien dan
pengasuh untuk melihat perubahan perilaku pasien sebagai kunci keberhasilan intervensi
kesehatan, sebagai ukuran kepuasan dan ketidaknyamanan pasien terkait aktivitas dan
rehabilitasi (Andra Widya Kusuma, 2016).

g. Tujuan Komunikasi Terapeutik


1. Tujuan komunikasi terapeutik secara umum adalah
1) Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila klien percaya pada hal yang diperlukan.
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
2. Tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik
sebagai berikut (Hamid,1998):
1) Kesadaran diri.
2) Klasifikasi nilai.
3) Eksplorasi perasaan.
4) Kemampuan untuk menjadi model peran.

15
h. Fungsi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat dalam bidang keperawatan yaitu :

1) Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien dalam proses
keperawatan.
2) Mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dengan pasien, melalui
hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkapkan
perasaan,mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan.
3) Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
4) Membantu klien dalam mengatasi persoalan yang dihadapi pada masa perawatan.
5) Mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien.
6) Klien merasa puas dengan komunikasi terapeutik yang diberikan perawat.
7) Membantu klien untuk dapat memperbaiki pengalaman secara emosional sampai
sembuh (Kristyaningsih et al, 2018).
8) Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan perawat dengan
pasien/klien. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah
dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati,2003 : 50).

i. Fase - fase dalam komunikasi terapeutik


1. Orientasi (Orientation)

Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi
bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh
lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and
goals, clarification of role dan contract formation.

16
2. Kerja (Working)

Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang
telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi
tentang masalah - masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari
dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan
perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

3. Penyelesaian (Termination)

Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan
telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian
pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 : 61)

j. Sikap dalam melakukan Komunikasi Terapeutik

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, Yaitu:

1. Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berati
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan
atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada pasien.

17
k. Komunikasi terapeutik yang baik antara remaja dengan lansia

Komunikasi terapeutik yang baik antara remaja dan lansia menurut (Ayuningtyas
& Prihatiningsih, 2017) yaitu :

a. Lansia yang mengalami penurunan fungsi pendengaran akan sulit memahami atau
mendengar apa yang dikatakan oleh individu atau remaja sehingga perlu menatap
lansia agar lansia dapat membaca artikulasi bibir serta isyarat dari mata.
b. Mengurangi kebisingan serta pelan dalam berbicara tetapi jelas dan nada bicara
normal. Remaja jangan berteriak atau berbicara dengan suara yang melengking
karena akan semakin mempersulit komunikasi dengan lansia.
c. Jangan menanyakan sesuatu yang jawabannya mengerti atau ya atau tidak
dikarenakan lansia akan berkemungkinan menjawab ya terutama lansia yang
mengalami gangguan pendengaran sehingga remaja lebih baik meminta lansia
untuk mengulang kembali instruksi yang telah disampaikan oleh remaja.
d. Ketika remaja berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan
penglihatan dapat memaksimalkan pencahayaan serta menggunakan warna-warna
yang mencolok dan ukuran huruf yang besar sehingga akan membantu proses
komunikasi yang dilakukan dengan lansia.

Komunikasi terupetik yang baik antara remaja dan lansia menurut (Rika
dkk,2018) adalah:

e. Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus. Pengetahuan yang


dianggapnya benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru sehingga
kepada orang lansia, tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru
f. Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap dalam
menghadapi lansia. Menciptakan suasana yang menyenangkan dan usahakan
berhadapan langsung dengan lansia, baik fisik maupun emosi Gunakan perasaan
dan pikiran lansia serta bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dan
memberikan kesempatan pada lansia untuk mengungkapkan pengalaman dan
remaja dapat memberi tanggapan terhadap pengalaman klien lansia tersebut.

18
g. Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling hormat
menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling terbuka.
h. Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling mempengaruhi dan
dipengaruhi, komunikasi secara timbal balik secara langsung, serta dilakukan
secara berkesinambungan, tidak statis, dan selalu dinamis.
i. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh berkurangnya
fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat
intelegensi, kemampuan belajar, daya memori, dan motivasi klien.

Komunikasi antara remaja dan pasien lansia harus berjalan efektif terutama bagi
pasien lansia karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan dan kunci
keberhasilan untuk masalah klinis, hubungan dokter/perawat – pasien yang lebih baik dan
juga berdampak bagi perawatan kesehatan pasien. Keberhasilan komunikasi memerlukan
pendekatan efektif kepada pasien, kemampuan untuk mendengarkan dan mempersilahkan
pasien untuk bercerita serta cakap dalam melakukan penyelidikan untuk mengklarifikasi
dan mendapatkan informasi yang penting sangatlah diperlukan.

l. Masalah yang Sering Muncul Dalam Komunikasi Terapeutik Antara Remaja


dengan Lansia

Dalam melakukan komunikasi terapetik ada beberapa hambatan yang terjadi yaitu :

1. Hambatan Fisik
1) Gangguan noise/bising, hal ini terjadi saat komunikasi berlangsung
dipengaruhi karena adanya jarak antara pemberi komunikasi terapetik
dengan lansia.
2) Kemampuan bertanya yang buruk, sehingga sulit menggali permasalahan
dari remaja dan memahami perasaan lansia. (Melinda Restu Pertiwi dkk,
2022).

19
3) Adanya gangguan neurologi yang menyebabkan gangguan bicara pada
lansia yang menyebabkan kurangnya pemahaman bahasan antara remaja
dengan lansia.
4) Penurunan daya pikir lansia (pikun) sehingga komunikasi terapeutik yang
diberikan remaja mudah dilupakan.
2. Hambatan psikologis
1) Kurangnya pendengaran pada lansia sehingga komunikasi terapetik yang
diberikan remaja kurang dipahami.
2) Mengabaikan informasi, jika sesuatu yang dibicarakan tidak sesuai maka
informasi yang diberikan akan terabaikan.
3) Menilai sumber informasi, terkadang lansia mengabaikan apa yang
dibicarakan oleh remaja karena menganggap mereka belum dewasa dan
informasi yang disampaikan belum pasti benar. (Melinda Restu Pertiwi
dkk, 2022).

3. Hambatan Sematik

1) Pada penyampaian komunikasi terapetik terkadang lansia mudah


tersinggung.
2) Sulit menjalin hubungan mudah percaya pada lansia.
3) Kata yang disampaikan memiliki makna lain antara remaja dengan lansia.
4) Ketika komunikasi berlangsung terjadi terjemahan yang salah.
5) Sematik merupakan pesan yang memiliki makna ganda (Melinda Restu
Pertiwi dkk, 2022).

20
m. Solusi Dalam Menghadapi Masalah Komunikasi Terapeutik Antara Remaja dengan
Lansia

Menurut (Melinda Restu Pertiwi dkk, 2022) ada beberapa cara mengatasi
hambatan/masalah komunikasi pada lansia yaitu :

1) Meminimalkan tingkat kebisingan.


2) Menjadi pendengar yang setia dengan menyediakan waktu untuk ngobrol.
3) Menyediakan alat bantu dengar agar pendengaran dapat berfungsi dengan baik.
4) Menerapkan teknik komunikasi asertif dengan menerima, memahami, sabar dan
peduli dalam menghadapi lansia.
5) Menerapkan sikap responsif, harus peka terhadap keadaan dan kondisi lansia.
6) Memfokuskan komunikasi sesuai dengan topik pembicaraan dengan konsisten.
7) Memberikan dukungan pada lansia.
8) Klarifikasi dengan mengajukan pertanyaan ulang dan memberikan penjelasan
lebih dari satu kali agar yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
9) Meyakinkan lansia bahwa yang disampaikan sangat bermanfaat pada
penyembuhannya.

21
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Komunikasi terapeutik adalah hubungan yang dibangun melalui komunikasi


interpersonal secara profesional oleh tenaga kesehatan dengan pasien yang bertujuan
untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik saat penting karena fungsi dari adanya
komunikasi terapeutik pada lansia ini adalah mencegah adanya tindakan yang negatif
terhadap pertahanan diri klien dan juga klien merasa puas dengan komunikasi terapeutik
yang diberikan perawat. Dan juga komunikasi terapeutik antara remaja dan pasien lansia
harus berjalan efektif karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan dan
kunci keberhasilan. Untuk masalah klinis, hubungan dokter atau perawat untuk pasien
yang lebih baik dan juga berdampak bagi perawatan kesehatan pasien. Komunikasi
terapeutik yang biasa dilakukan oleh remaja kepada lansia biasanya klien lansia tersebut
yaitu sulit menjalin hubungan saling percaya antara lansia kepada remaja, mudah lupa
karena adanya penurunan daya pikir lansia (pikun), dan juga masih banyak lagi hambatan
yang terjadi pada remaja pada saat melakukan komunikasi terapeutik dengan lansia.
Tetapi hambatan-hambatan tersebut pasti ada solusinya, harus bisa meyakinkan kepada
lansia bahwa yang disampaikan sangat bermanfaat pada penyembuhannya dan dapat
disampaikan berulang-ulang dengan nada yang baik dan sesuai dengan teknik dalam
melakukan komunikasi terapetik.

b. Saran

Komunikasi antara remaja dan pasien lansia harus berjalan efektif, maka dari itu
dibutuhkan adanya komunikasi terapeutik. Meskipun terdapat beberapa hambatan dan
kesulitan dalam penerapan komunikasi terapeutik ini, pastinya ada solusi untuk
menangani hal tersebut. Komunikasi terapeutik yang diterapkan remaja kepada lansia
sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan membantu klien untuk dapat memperbaiki

22
pengalaman secara emosional sampai sembuh, maka dari itu alangkah baiknya memang
komunikasi terapeutik ini tetap dilakukan dan diterapkan dengan sepenuh hati.

23
DAFTAR PUSTAKA

Nurhadi, Z. F., & Kurniawan, A. W. (2017). Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian.

Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran Dan Penelitian, 3(1), 90–95.

Fitri, E., Zola, N., & Ifdil, I. (2018). Profil Kepercayaan Diri Remaja serta Faktor Faktor yang

Mempengaruhi. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 4(1), 1-5.

Akbar, F., Darmiati, Arfan, F., & Putri, A. (2021). Pelatihan dan Pendampingan Kader Posyandu
Lansia di Kecamatan Wonomulyo. Jurnal Abdidas, 2(2), 392 - 397.
Ayuningtyas, F., & Prihatiningsih, W. (2017, Desember). Komunikasi Terapeutik pada Lansia di
Graha Werdha AUSSI Kusuma Lestari, Depok. Jurnal Komunikasi MediaTor, 10(2),
201-215.

(Andra Widya Kusuma, 2016) Andra Widya Kusuma. (2016). KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PASIEN SKIZOFRENIA. Nurse Media Journal of Nursing, 7, 14.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26849997%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1111/jne.12

374

Emmelia Ratnawati. 2017 .Asuhan keperawatan gerontik / Emmelia Ratnawati, Ns., M.Kep.,

Sp.Kep.Kom. Yogyakarta :: Pustaka Baru,.

Faridah, & Indrawati, I. (2019, Juni). Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Luhur Jambi. Jurnal Abdimas Kesehatan, 1(2), 117-122.
Kristyaningsih, P., Sulistiawan, A., & Susilowati, P. (2018, Desember). PENERAPAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DI RUMAH SAKIT X KOTA KEDIRI. Adi
Husada Nursing Journal, 4(2), 47-50.
Putri, D. E. (2021, September). HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN KUALITAS
HIDUP LANSIA. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(4), 1147-1152.

24
Sasmito, P., Majadanlipah, Raihan, & Ernawati. (2018). PENERAPAN TEKNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT PADA PASIEN. Jurnal Kesehatan
Poltekkes Ternate, 11(2), 58–64.
Siti, M., Zulpahiyana, & Indrayana, S. (2016). Komunikasi Terapeutik Perawat Berhubungan
dengan Kepuasan Pasien. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 4(1), 30-34.
Wahidin, U. (2017). Pendidikan Karakter Bagi Remaja. Jurnal Pendidikan Islam, 2(03),
256-269.

25

Anda mungkin juga menyukai