Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN GERONTIK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN


PENDENGARAN

OLEH KELOMPOK III


1. ABRAHAM HEUMASSE NIM. R011191094
2. IRMAWAN NIM. R011191017
3. YULINDA UMAR NIM. R011191069
4. JUNAEDI NIM. R011191037
5. FRANSISKA LIO NIM. R011191120

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… iii
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………….…………………. 1
A. Latar belakang…………………………………………………………… 1
B. Tujuan…………………………………………………………………… 1
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian komunikasi teraupetik……………………............................. 3
B. Tahap-tahap komunikasi teraupetik ……………………………………. 3
C. Alur komunikasi teraupetik …………………………………………….. 4
D. Tekhnik berkomunikasi dengan klien
yang memiliki gangguan pendengaran …………………………………. 5
E. Model komunikasi bagi klien
yang memiliki gangguan pendengaran …………………………………. 5
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………… 8

A. Kesimpulan………………………………………………………………. 8
B. Saran……………………………………………………………………... 8
DAFTAR PUSTAKA

ii
KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur penulis lantunkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
perlindungan, penyertaan serta rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah keperawatan Gerontik dengan segala baik.
Adapun judul dari makalah ini yaitu “Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Dengan Gangguan Pendengaran”. Tugas ini diberikan kepada penulis untuk
mendiskusikan didalam dan mempresentasikan hasil diskusi kepada teman-teman dari
kelompok yang lain.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak sekali
kekurangan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari dosen dan teman-teman
sekalian guna kesempurnaan laporan praktik ini.
Mendahuluinya penulis ucapkan banyak terima kasih

Makassar,…….,……….. 20
Penulis

Kelompok 3

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan interaksi
didalam sebuah kelompok atau komunitas. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan
maupun tulisan. Para ahli komunikasi menyebutkan bahwa cara komunikasi yang
dilakukan perawat merupakan komunikasi terapeutik yakni komunikasi yang ditujukan
untuk memperkuat rasa aman, kesejahteraan, kebergunaan, kepercayaan, dan rasa mampu
diri orang-orang lanjut usia yang dalam berbagai hal mengalami penurunan kemampuan
dalam menjalani hidup (Hammer, Fox, dan Hampton, 2014).
Pada masa tua seseorang mengalami sedikit demi sedikit penurunan fungsi dari
organ tubuh salah satunya adalah sistem pendengaran sehingga membuat lansia tidak
dapat melakukan tugas sehari-hari lagi seperti biasanya. Secara umum orang lanjut usia
dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa
tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang
kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya
masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock, 2010). Apapun
pilihan sikap yang diambil dalam menghadapi usia tua, proses ini berlangsung tidak
mudah karena banyaknya penyesuaian yang harus dilakukan sejalan dengan penurunan
kemampuan dalam menjalani hidup sehari-hari (NIoH, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok diharapkan mampu menjelaskan tentang komunikasi teraupetik pada lansia
dengan gangguan pendengaran
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menyebutkan pengetian komunikasi teraupetik
b. Mahasiswa mampu menyebutkan tahap-tahap komunikasi teraupetik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan alur komunikasi teraupetik
d. Mahasiswa mampu menyebutkan tekhnik berkomunikasi dengan klien yang
memiliki gangguan pendengaran

1
e. Mahasiswa mampu menjelaskan model komunikasi bagi klien yang memiliki
gangguan pendengaran

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi
1. Definisi pasien lansia
Pasien Lansia adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik
secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit (Undang-undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Orang lanjut usia (lansia) pada umumnya
menderita lebih dari satu penyakit. Hal ini pun membuat mereka harus
mendatangi sejumlah dokter spesialis untuk berobat (Maharani, 2014).
2. Definisi komunikasi terapeutik
Komunikasi Terapeutik Dalam Prasanti (2017) komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Dalam dunia kesehatan, banyak kegiatan
komunikasi terapeutik yang terjadi. Menurut Heri Purwanto, komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan,
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi
profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (dalam
Mundakir, 2006).
Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang konstruktif di antara perawat dengan klien. Tidak
seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk
membantu klien mencapai suatutujuan dalam asuhan keperawatan. Stuart dan
Sundeen dalam Taufik (2010:45)
B. Komunikasi terapeutik
1. Pra-interaksi,
Pada tahap prainteraksi, perawaT sebagai komunikator yang melaksanakan
komunikasi terapeutik mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan klien atau
pasien. Sebelum bertemu pasien, perawat haruslah mengetahui beberapa informasi
mengenai pasien, baik berupa nama, umur, jenis kelamin, keluhan penyakit, dan

3
sebagainya. Apabila perawat telah dapat mempersiapkan diri dengan baik sebelum
bertemu dengan pasien, maka ia akan bisa menyesuaikan cara yang paling tepat
dalam menyampaikan komunikasi terapeutik kepada pasien, sehingga pasien dapat
dengan nyaman berkonsultasi dengan petugas
2. Tahap perkenalan atau tahap orientasi
Pada tahap ini antara perawat dan pasien terjadi kontak dan pada tahap ini
penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati.
Kualitas-kualitas lain seperti sifat bersahabat kehangatan, keterbukaan dan dinamisme
juga terungkap
3. Tahap kerja
Sering disebut sebagai tahap lanjutan adalah tahap pengenalan lebih jauh,
dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, pada tahap ini
termasuk pada tahap persahabatan yang menghendaki agar kedua pihak
C. Alur komunikasi

Komunikasi Terapeutik pada pasien Lansia

4 Tahapan Komunikasi Terapeutik


1. Tahap pra-interaksi
2. Tahap perkenalan atau
tahap orientasi
3. Tahap kerja atau sering
disebut tahap lanjutan
4. Tahap terminasi

Komunikasi yang efektif antara Perawat


dan Pasien Lansia

4
D. Tekhnik Berkomunikasi Dengan Klien yang Memiliki Gangguan Pendengaran
Orang yang mengalami kerusakan pendengaran, baik tuli maupun sulit
mendengar, kepekaannya terhadap bunyi akan hilang sama sekali atau berkurang.
Berapapun tingkat keparahan hilangnya pendengaran, seseorang yang memiliki gangguan
pendengaran akan menghadapi hambatan dalam berkomunikasi. Hilangnya kemampuan
mendengar menimbulkan masalah komunikasi yang sangat nyata karena orang yang tuli
atau kurang mendengar mungkin juga tidak mampu berbicara atau memiliki kemampuan
verbal yang terbatas dan seringkali miskin kosa kata. Orang yang mengalami gangguan
pendengaran barangkali rentan terhadap gangguan bicara, karena proses belajar yang
terhambat. Hal ini disebabkan oleh proses belajar mengenal kosa kata diperoleh dari
kegiatan mendengar. Keterampilan membaca orang dewasa dengan gangguan
pendengaran pun rendah, kira-kira setaraf dengan kemampuan membaca kelas empat.
Keterampilan menulis mereka juga mungkin lemah. Tingkat baca-tulis yang rendah ini
disebut melek huruf fungsional.
E. Model Komunikasi Bagi Klien yang Memiliki Gangguan Pendengaran
1. Bahasa Isyarat
Bagi kebanyakan penderita gangguan pendengaran dan bicara yang berbahasa
induk bahasa isyarat, model ini seringkali menjadi bentuk komunikasi yang lebih
disukai. Jika Perawat tidak menguasai bahasa isyarat, meminta bantuan seorang
penerjemah profesional bisa menjadi alternatif. Selain itu, Perawat juga bisa meminta
bantuan teman atau kerabat klien yang terampil menggunakan bahasa isyarat. Akan
tetapi, sebelum meminta bantuan penerjemah, sebaiknya meminta persetujuan klien
terlebih dahulu karena
2. Membaca Bibir
Salah satu anggapan yang salah yang muncul pada orang yang normal adalah
semua penderita gangguan pendengaran dapat membaca bibir. Tingkat kemampuan
membaca bibir mereka tentu berbeda-beda. Dengan demikian, hanya pembaca bibir
terampil saja yang akan memperoleh manfaat yang sebenarnya dari metode
komunikasi ini. Jika klien dapat membaca bibir, Perawat tidak perlu melebih-lebihkan
gerakan bibir karena tindakan itu dapat mendistorsi gerakan bibir dan mengganggu
penafsiran kata-kata. Jika klien lebih suka membaca bibir, pastikan wajah Perawat

5
menghadap ruang yang cukup terang. Sebaiknya singkirkan benda-benda yang
menutupi wajah, misalnya masker bedah, tangan, atau permen karet.
3. Materi Tulis
Informasi tertulis barangkali merupakan cara komunikasi yang dapat diandalkan,
terutama jika pemahaman sangat diperlukan. Perawat sebaiknya menulis informasi
yang penting untuk melengkapi kata-kata yang diucapkan kendati klien terampil
membaca bibir. Perlu diingat bahwa pemahaman bacaan rata-rata orang dewasa
tunarungu setaraf dengan kelas empat, sehingga pesan yang disampaikan hendaknya
menggunakan kalimat yang sederhana. Alat peraga seperti gambar yang sederhana,
lukisan, atau diagram bisa juga dimanfaatkan sebagai pelengkap untuk meningkatkan
pemahaman materi tertulis. Penyampaian informasi melalui media tulis juga bisa
dilakukan oleh klien—dengan gangguan bicara—kepada Perawat. Metode ini bisa
menjadi metode yang paling fleksibel, karena dapat digunakan untuk berkomunikasi
dengan klien gangguan pendengaran dan bicara maupun klien dengan gangguan
bicara saja.
4. Verbalisasi oleh Klien
Kadang-kadang klien dengan gangguan pendengaran atau tunarungu lebih
memilih untuk berkomunikasi dengan cara berbicara, terutama jika Perawat dan klien
telah memiliki hubungan yang baik dan saling percaya. Seringkali nada dan infleksi
suara mereka akan berbeda dari cara berbicara kebanyakan orang, sehingga Perawat
perlu menyediakan waktu untuk mendengarkan secara cermat. Perawat harus
menghindari interupsi saat klien berbicara. Jika masih mengalami kesulitan, Perawat
sebaiknya membuat catatan tentang informasi yang didengar dari klien agar lebih
mudah dalam memahami inti pesan
5. Memperkeras Suara
Bagi klien yang mengalami gangguan pendengaran tetapi tidak hilang sama
sekali, alat bantu pendengaran mungkin akan sangat berguna. Jika klien tidak
memiliki alat bantu dengar, sebaiknya meminta persetujuan klien dan keluarganya
untuk mencari rujukan dari spesialis telinga, yang dapat menentukan apakah alat
bantu dengar cocok untuk klien. Cara lain untuk memperkeras bunyi adalah dengan
menelungkupkan tangan di dekat telinga klien, atau menggunakan stetoskop yang

6
dibalik dengan cara memasang stetoskop di telinga klien dan Perawat berbicara di
corongnya (Babcock dan Miller, 1994). Jika salah satu telinga klien dapat mendengar
lebih jelas daripada telinga yang lain, Perawat sebaiknya berada dekat dengan telinga
yang “baik”. Perawat harus berbicara lambat, tidak berteriak, dan hendaknya
memberikan waktu yang cukup banyak bagi klien untuk memproses pesan yang
disampaikan dan memberikan tanggapan. Metode ini kurang cocok jika digunakan
untuk berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan bicara saja, karena
meskipun mengalami gangguan bicara, fungsi pendengaran mereka tetap bekerja
dengan baik.
F. Rangkuman Beberapa Petunjuk Dari Navarro Dan Lacour (1980) yang Sebaiknya Diikuti
Ketika Menerapkan Bentuk-Bentuk Komunikasi
1. Bersikap wajar
a. Jangan tegang dan kaku atau mencoba mengartikulasikan kata-kata secara
berlebihan
b. Gunakan kalimat yang sederhana.
c. Pastikan klien memperhatikan dengan cara menyentuh lengannya dengan lembut
sebelum mulai berbicara.
d. Berdiri menghadap klien dengan jarak tidak lebih dari 2 meter apabila mencoba
berkomunikasi.
2. Bersikap penuh perhatian dan hindari hal-hal berikut.
a. Berbicara sambil berjalan.
b. Terlalu sering menggerak-gerakkan kepala.
c. Berbicara sambil mengunyah.
d. Memalingkan muka dari klien saat berkomunikasi.
e. Berdiri langsung di depan cahaya terang yang akan menyilaukan klien.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perencanaan komunikasi terapeutik adalah mempelajari dokumen tentang
pasien sebelum memulai proses komunikasi, observasi perilaku pasien sehari-hari
sebelum mulai berkomunikasi, serta membuat rencana pertemuan dengan pasien
(Hammer et al., 2014). Perawat tidak bisa sembarangan saja langsung memulai
komunikasi dengan pasien lansia tanpa mempelajari kondisi diri pasien seperti status,
keluarga dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya miss
communication antara perawat dengan pasien. Apabila perawat tidak mengetahui
latar belakang pasien, ditakutkan menanyakan hal yang sensitif tentang diri pasien,
hal ini dinyatakan oleh informan untuk perlunya mempelajari sebelum dilaksanakan
komunikasi.
B. Saran
Sebagai perawat gerontik kita harus mampu memberikan Asuhan keperawatan
kepada lansia dengan gangguan sistem pendengaran.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Arwani. 2002. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bastable, Susan B. 1999. Perawat sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan
Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Maharani, Dian. (2014). Pasien Lansia Perlu Fasilitas Khusus di Rumah Sakit.
http://lifestyle.kompas.com/ read/2014/12/05/130000423/Pasien. Lansia.Perlu.Fa
silitas.Khusus. di.Rumah.Sakit diakses pada tanggal 7 September 2017.
Prasanti, Ditha. (2017). Komunikasi Terapeutik Tenaga Medis dalam Pemberian
Informasi tentang Obat Tradisional bagi Masyarakat. Jurnal Mediator Vol. 10,
no.1 tahun 2017
Venus, A., & Nabilah, D. (2016). Pengalaman Komunikasi Terapeutik Perawat Orang
Lanjut Usia. Jurnal Communicate, 3(2), 75–86.

Anda mungkin juga menyukai