Anda di halaman 1dari 15

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MODUL DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (DVI)


03
4 JP (180 Menit)

Pengantar
Dalam modul ini membahas materi tentang definisi bencana dan
penggolongannya, definisi Disaster Victim Identification (DVI), dasar
dan manfaat DVI, organisasi DVI Indonesia, proses DVI, metode
identifikasi dalam DVI, alur pelaksaanaan DVI.
Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik memahami penanganan
korban menurut kedokteran forensik.

Kompetensi Dasar
Memahami tentang Disaster Victim Identification (DVI).
Indikator Hasil Belajar:
1. Menjelaskan definisi bencana dan penggolongannya;
2. Menjelaskan definisi disaster victim identification (DVI);
3. Menjelaskan dasar dan manfaat DVI;
4. Menjelaskan organisasi DVI indonesia;
5. Menjelaskan proses DVI;
6. Menjelaskan metode identifikasi dalam DVI;
7. Menjelaskan alur pelaksaanaan DVI.

Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Disaster Victim Identification (DVI).
Subpokok Bahasan:
1. Definisi bencana dan penggolongannya;
2. Definisi disaster victim identification (DVI);

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 62


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

3. Dasar dan manfaat DVI;


4. Organisasi DVI indonesia;
5. Proses DVI;
6. Metode identifikasi dalam DVI;
7. Alur pelaksaanaan DVI.

Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang Disaster
Victim Identification (DVI).
2. Metode Brainstroming (Curah Pendapat)
Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman
peserta tentang materi yang disampaikan.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang telah
disampaikan.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan.

Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar


1. Alat/Media:
a. Whiteboard;
b. Flipchart;
c. Komputer/laptop;
d. LCD dan screen;
e. Laser;
f. Pointer.
2. Bahan:
a. Kertas;
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar:
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 63
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Negara Republik Indonesia pasal 14,16;


b. Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana pasal 1,5,6;
c. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125;
d. PeraturanKapolri No12 Tahun tentang KedokteranKepolisian
pasal 1,8;
e. Pedoman tentang Penatalaksanaan Disaster Victim
Identification (DVI) Bagi Polri, Edisi Revisi, Pusat Kedokteran
dan Kesehatan Polri, Jakarta, Juni 2010.

Kegiatan Pembelajaran
1. Tahap awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan apersepsi:
a. Pendidik meminta peserta didik melakukan refleksi;
b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan
dengan materi yang akan disampaikan;
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Tahap inti : 160 menit
a. Pendidik menjelaskan materi tentang Disaster Victim
Identification (DVI);
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal yang penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;
c. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi
yang disampaikan oleh pendidik;
d. Pendidik dan peserta didik melaksanakan tanya jawab
tentang materi yang disampaikan;
e. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan.
3. Tahap akhir : 10 menit
a. Cek Penguatan materi
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi
Pendidik mengecek penguasaan materi dengan bertanya
secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas
Pendidik menggali manfaat yang bisa di ambil dari materi
yang disampaikan.

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 64


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume

Tagihan / Tugas

Peserta didik mengumpulkan resume materi pelajaran kepada


pendidik.

Lembar Kegiatan
Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk membuat resume
materi yang disampaikan.

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 65


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Bahan Bacaan

DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (DVI)

1. Definisi Bencana Dan Penggolongannya

Definisi dari bencana menurut UU No.24 tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Di Indonesia bencana kemudian digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a. Bencana alam (natural disaster) adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor;
b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit;
c. Bencana sosial (man made disaster) adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
2. Definisi DVI
DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu prosedur untuk
mengidentifikasikan korban mati akibat bencana massal secara
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada
standar baku Interpol. Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana
setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya,
yang terdiri dari ‘The Scene’, ‘The Mortuary’, ‘Ante Mortem
Information Retrieval’, ‘Reconciliation’ and ‘Debriefing’. Pada
Interpol Guideline Tahun 2014, jumlah fase berubah menjadi 4
fase dimana fase 5 Debriefing dilebur ke dalam masing-masing
fase 1 sampai 4, akan tetapi secara keseluruhan fase 5 statusnya
ditingkatkan menjadi bagian prioritas dan perhatian utama dalam
operasi DVI seperti tertulis pada point 7.20 hal 26 Interpol DVI

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 66


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Guide 2014.

3. Dasar dan Manfaat DVI

Indonesia secara geografi merupakan negara kepulauan yang


terdiri atas 18.306 pulau, dengan batas luasnya mencapai
2.027.087 Km dan mempunyai 129 gunung berapi. Secara
Geologis, Indonesia juga terletak di pertemuan 3 plat tektonik
utama (Eurasia, Indo-Australia dan Mediterranean). Secara
demografi Indonesia terdiri atas bermacam-macam etnik, agama
dan latar belakang sosial budaya. Hal-hal tersebut memberikan
dampak bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat rawan
terhadap bencana.

Mengapa diterapkan prosedur DVI ini adalah dalam rangka


mencapai identifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum, sempurna dan paripurna dengan semaksimal mungkin
sebagai wujud dari kebutuhan dasar hak asasi manusia, dimana
seorang mayatpun mempunyai hak untuk ‘dikenali’. Kepentingan
lainnya adalah pada beberapa kasus jika terdapat bukti-bukti yang
kuat dapat dijadikan sebagai awal dari suatu penyidikan serta
kepentingan civil legal aspect seseorang atau ahli warisnya,
seperti asuransi, warisan dan sebagainya.

Secara universal, DVI merupakan tanggung jawab dari kepolisian


yang dalam pelaksanaannya memerlukan bantuan dari tenaga-
tenaga ahli. Sebagai salah satu negara anggota Interpol, dalam
mengidentifikasi mayat pada korban bencana massal, maka
Indonesia turut menggunakan Interpol DVI Guide yang telah
dikeluarkan sejak tahun 1984 dan terus mengalami
penyempurnaan.

4. Sruktur Organisasi DVI di Indonesia

Bentuk struktur Organisasi DVI di Indonesia yang terbaru


berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017 tanggal 6
April 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan
Organisasi pada Tingkat Mabes Polri adalah seperti tercantum
pada bagan organisasi Pusdokkes Polri di bawah ini.

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 67


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Bidang DVI Pusdokkes Polri merupakan unsur pelaksana utama


yang berada di bawah Kapusdokkes Polri. Bidang DVI Pusdokkes
Polri bertugas:

a. Membina dan menyelenggarakan kegiatan/dukungan operasi


DVI di tingkat pusat dan kewilayahan, kerjasama serta
pembinaan dan pelatihan;
b. Melaksanakan kegiatan pada Sekretariat DVI Nasional
Indonesia.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang DVI Pusdokkes Polri


menyelenggarakan fungsi:

a. Pelaksanaan operasional DVI di tingkat pusat dan dukungan


kewilayahan pada kejadian bencana alam maupun non alam;
b. Koordinasi dan kerjasama lintas sektor dan lintas fungsi
dengan instansi atau kelembagaan terkait di dalam maupun
luar negeri dalam hal pengembangan kompetensi SDM,
kualitas dan kuantitas sarana prasarana, sistem dan metoda
dalam rangka melaksanakan operasi DVI, serta pelaksanaan
pelatihan, penelitian dan pengembangan serta pusat rujukan
meliputi pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan latihan,
perumusan penelitian dan pengembangan ilmu, sistem,
metode, dan sarana di bidang DVI;

Dalam melaksanakan tugas, Bidang DVI Pusdokkes Polri dibantu


oleh:

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 68


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

a. Subbidopsnal, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan


operasional DVI pada bencana alam maupun non alam;
b. Subbidkermabinlat, yang bertugas menyelenggarakan
koordinasi dan kerjasama dengan institusi atau kelembagaan
terkait di dalam dan luar negeri serta membina
penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, penelitian dan
pengembangan kegiatan DVI;

5. Proses DVI

Adapun proses DVI meliputi 5 (lima) fase, dimana setiap fasenya


mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang terdiri
dari:

a. Initial Action at the Disaster Site (The Scene)

Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian


peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi,
prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui
seberapa luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi
harus mengasumsikan komando operasi secara keseluruhan
untuk memastikan koordinasi personil dan sumber daya
material yang efektif dalam penanganan bencana. Dalam
kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung jawab komando
untuk operasi secara keseluruhan. Sebuah tim pendahulu
(kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas polisi)
harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi
situasi berikut:

1) Keluasan TKP: pemetaan jangkauan bencana dan


pemberian koordinat untuk area bencana;
2) Perkiraan jumlah korban;
3) Keadaan mayat;
4) Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI;
5) Institusi medikolegal yang mampu merespon dan
membantu proses DVI;
6) Metode untuk menangani mayat;
7) Transportasi mayat;
8) Penyimpanan mayat;
9) Kerusakan properti yang terjadi.

Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di


situs bencana, ada tiga langkah utama. Langkah pertama
adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah kedua
adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah
MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 69
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ketiga adalah documentation atau pelabelan.

Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando


DVI harus mengambil langkah untuk mengamankan TKP
agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah-langkah tersebut
antara lain adalah:

1) Memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang


tidak berkepentingan (penonton yang penasaran, wakil-
wakil pers, dll), misalnya dengan memasang police line;
2) Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana;
3) Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi
yang berkepentingan;
4) Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk
mengontrol siapa saja yang memiliki akses untuk masuk
ke lokasi bencana.
5) Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk
menentukan tujuan kehaditan dan otorisasi.
6) Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak
berwenang harus meninggalkan area bencana.

Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando


DVI harus mengumpulkan korban-korban bencana dan
mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang
mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi
korban.

Pada langkah documentation organisasi yang memimpin


komando DVI mendokumentasikan kejadian bencana dengan
cara memfoto area bencana dan korban kemudian
memberikan nomor dan label pada korban. Setelah ketiga
langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi
nomor dan label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk
kemudian dievakuasi.

b. Collecting Post Mortem Data (The Mortuary)

Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh


paska kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi
wewenang oleh organisasi yang memimpin komando DVI.
Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang
kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data
selengkap-lengkapnya mengenai korban. Pemeriksaan dan
pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya
meliputi:

1) Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi


MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 70
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

jenazah korban;
2) Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun
pemeriksaan dalam jika diperlukan;
3) Pemeriksaan sidik jari;
4) Pemeriksaan rontgen;
5) Pemeriksaan odontologi forensik: bentuk gigi dan
rahang merupakan ciri khusus tiap orang; tidak ada
profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.
6) Pemeriksaan DNA;
7) Pemeriksaan antropologi forensik: pemeriksaan fisik
secara keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi badan,
berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka
yang ada di tubuh korban;
8) Data-data hasil pemeriksaan tersebut kemudian
digolongkan ke dalam data primer dan data sekunder
sebagai berikut:
a) Primer : Sidik Jari, Profil Gigi, Dna;
b) Secondary : Visual, Fotografi, Properti Jenazah,
Medik-Antropologi (Tinggi Badan, Ras, Dll).
Selain mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini
juga ekaligus dilakukan tindakan untuk mencegah
perubahan-perubahan paska kematian pada jenazah,
misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin
untuk memperlambat pembusukan.
c. Collecting Ante Mortem Data Ante Mortem Information
Retrieval.
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah
sebelum kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga
jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data
yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup,
interpretasi ciri-ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas
luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari
korban semasa hidup, sampelDNA orang tua maupun
kerabat korban, serta informasi-informasi lain yang relevan
dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya
informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban.
d. Reconciliation
ada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem
dengan data ante mortem. Ahli forensik dan profesional lain
yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah
MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 71
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante


mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila
data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang
dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap
negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan
post mortem jenazah.
e. Returning to the Family (Debriefing).
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga
didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan
pada keluarganya untuk dimakamkan.
Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem
jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante
mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah,
dan pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi
yang memimpin komando DVI. Sertifikasi jenazah dan
kepentingan mediko-legal serta administrative untuk
penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang
menguburkan jenazah.

6. Metode Identifikasi dalam DVI

Dalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam-macam


metode dan tehnik identifikasi yang dapat digunakan. Namun
demikian Interpol menentukan Primary Identifiers yang terdiri dari
Fingerprints, Dental Records dan DNA serta Secondary Identifiers
yang terdiri dari Medical, Property dan Photography (pada Interpol
Guideline tahun 2009, photography sudah dikeluarkan dari
secondary identifiers, hal ini mengingat bahwa tingkat keakurasian
photography yang sangat rendah). Prinsip dari proses identifikasi
ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post
Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik.
Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila
dibandingkan dengan Secondary Identifiers.

Di dalam menentukan identifikasi seseorang secara positif,


Identification Board DVI Indonesia mempunyai aturan-aturan, yaitu
minimal apabila salah satu dari Primary Identifiers dan atau
didukung dengan minimal dua dari Secondary Identifiers.

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 72


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

7. Alur Pelaksanaan DVI

Alur pelaksanaan kerja Tim DVI adalah seperti bagan berikut ini

KELUARGA

UNIT UNIT
JENAZAH
TKP AM

UNIT
OLAH TKP DVI
PM

FP D DNA

M P

UNIT
REKONSILIASI

RAPAT

REKONSILIASI

KORBAN TIDAK KORBAN


TERIDENTIFIKASI TERIDENTIFIKASI

DEBRIEFING

Gambar Alur Pelaksanaan DVI

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 73


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 74


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Rangkuman
1. Definisi Bencana Dan Penggolongannya
Definisi dari bencana menurut UU No.24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
2. Definisi DVI
DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu prosedur untuk
mengidentifikasikan korban mati akibat bencana massal secara
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada
standar baku Interpol.
3. Dasar dan Manfaat DVI
Indonesia secara geografi merupakan negara kepulauan yang
terdiri atas 18.306 pulau, dengan batas luasnya mencapai
2.027.087 Km dan mempunyai 129 gunung berapi. Secara
Geologis, Indonesia juga terletak di pertemuan 3 plat tektonik
utama (Eurasia, Indo-Australia dan Mediterranean). Secara
demografi Indonesia terdiri atas bermacam-macam etnik, agama
dan latar belakang sosial budaya. Hal-hal tersebut memberikan
dampak bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat rawan
terhadap bencana.
4. Sruktur Organisasi DVI di Indonesia
Bentuk struktur Organisasi DVI di Indonesia yang terbaru
berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017 tanggal 6
April 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan
Organisasi pada Tingkat Mabes Polri adalah seperti tercantum
pada bagan organisasi Pusdokkes Polri di bawah ini.
5. Proses DVI
Adapun proses DVI meliputi 5 (lima) fase, dimana setiap fasenya
mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang terdiri
dari:
a. Initial Action at the Disaster Site (The Scene)
b. Collecting Post Mortem Data (The Mortuary)
c. Collecting Ante Mortem Data Ante Mortem Information
Retrieval.
d. Reconciliation
e. Returning to the Family (Debriefing).

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 75


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

6. Metode Identifikasi dalam DVI


Dalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam-macam
metode dan tehnik identifikasi yang dapat digunakan. Namun
demikian Interpol menentukan Primary Identifiers yang terdiri dari
Fingerprints, Dental Records dan DNA serta Secondary Identifiers
yang terdiri dari Medical, Property dan Photography (pada Interpol
Guideline tahun 2009, photography sudah dikeluarkan dari
secondary identifiers,

Latihan
1. Jelaskan definisi bencana dan penggolongannya!
2. Jelaskan definisi disaster victim identification (DVI)!
3. Jelaskan dasar dan manfaat DVI!
4. Jelaskan organisasi DVI indonesia!
5. Jelaskan proses DVI!
6. Jelaskan metode identifikasi dalam DVI!
7. Jelaskan alur pelaksaanaan DVI!

MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN 76


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI

Anda mungkin juga menyukai