Anda di halaman 1dari 14

MODUL

MK PATIENT SAFETY
PM.A.16702/ 2 SKS (T: 2,)/ MODUL 12-14

Disusun Oleh:

NGADIYONO

Tim Penyusun
MK PATIENT SAFETY JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES SEMARANG
TAHUN 2022
MATERI POKOK 13-14
HUBUNGAN FAKTOR MANUSIA DENGAN
KESELAMATAN PASIEN
PM.A.16702/ 2 SKS (T: 2,)/ MODUL 12-14

a. Pengertian Faktor manusia dalam layanan


b. Keterkaitan factor manusia dengan keselamatan pasien
c. Kompetensi Budaya dalam layanan kesehatan
d. Keterlibatan pasien dalam pelayanan medis
e. Efek keterlibatan Pasien

M.K. PATIENT SAFETY

Disusun Oleh:

NGADIYONO

Tim Penyusun
MK ORGANISASI MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN
JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES SEMARANG
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
I. Kegiatan Belajar / Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan 13.
Pertemuan 13 - 14

A. HUBUNGAN FAKTOR MANUSIA DENGAN KESELAMATAN


PASIEN

Uraian Materi:

a. Pengertian Faktor manusia dalam layanan.


Keselamatan Pasien adalah suatu rangkaian sistem bagi pasien yang
meliputi asessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Patient safety atau keselamatan pasien di Indonesia  menjadi salah
satu indikator pelayanan kesehatan, diatur dalam pasal 43 Undang-
Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 

Bagian Kelima Keselamatan Pasien


Pasal 43

(1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar


keselamatan pasien.
(2) Standar keselamatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan
pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
komite yang membidangi keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.

dan untuk kepentingan pelaksanaannya maka ditetapkannya Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang  Keselamatan Pasien
yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit dengan menganalisa perkembangan dan kebutuhan
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan.

STANDAR KESELAMATAN PASIEN FASILITAS


PELAYANAN KESEHATAN

Mengingat masalah keselamatan pasien


merupakan masalah yang perlu ditangani segera di
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka
diperlukan standar keselamatan pasien fasilitas
pelayanan kesehatan yang merupakan acuan bagi
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan
fasilitas pelayanan kesehatan dan penilaiannya
dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh
standar yaitu:
1. hak pasien.
2. mendidik pasien dan keluarga.
3. keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan.
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja
untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien.
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.

Kebijakan Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk


meningkatkan mutu pelayanan pada fasilitas layanan kesehatan melalui
penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang
disediakan. Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah
yang perlu ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien yang merupakan
acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam
melaksanakan

b. Keterkaitan factor manusia dengan keselamatan pasien

Terjadinya medical error, bias disebabkan oleh gangguan


komunikasi antara pemangku kepentingan dalam penyelesaian
pelayanan pengobatan kepada pasien, misalnya (salah interpretasi)
antara prescriber (penulis resep), dengan  dispenser (pembaca resep),
(Rahmawati dan Oetari, 2002). sehingga factor manusia menjadi pokok
masalah utama.
Penulisan resep yang lengkap membutuhkan pengetahuan yang
menyeluruh dan pemahaman patofisiologi penyakit, serta sifat
farmakologis obat yang relevan (Aronson, 2006).
Secara umum Medication error terdiri dari:
1) Kesalahan Peresepan (prescribing error).
Hal-hal yang sering terjadi prescribing error dari beberapa jurnal
adalah penulisan resep yang sulit dibaca dibagian nama obat,,
satuan numerik obat yang digunakan, bentuk sediaan yang
dimaksud, tidak ada dosis sediaan, tidak ada umur pasien, tidak ada
nama dokter, tidak ada SIP dokter, tidak ada tanggal pemberian
(Rahmawati dan Oetari, 2002).
Tidak adanya bentuk sediaan ini sangat merugikan pasien.
Pemilihan bentuk sediaan ini disesuaikan dengan kondisi pasien
(Susanti, 2013). Dosis merupakan bagian yang sangat penting
dalam resep. Tidak ada dosis sediaan berpeluang menimbulkan
kesalahan oleh transcriber, hal ini karena beberapa obat memiliki
dosis sediaan yang beragam (Chintia, 2016).

2) Kesalahan Penerjemahan Resep (transcribing erorr)


Berdasarkan studi dokumentasi dari hasil laporan incident
pada tahap prescribing dimana setelah resep di terima oleh unit
farmasi rawat inap maka proses error yang terjadi adalah pada saat
staf farmasi melakukan pembacaan resep dari 
prescriber (proses transcribing) (Putu N dkk, 2017).
Tipe-tipe trascribing errors antara lain (Ruchika Garg et al.,
2014):
a) Kelalaian, misalnya ketika obat diresepkan namun tidak
diberikan.
b) Kesalahan interval, misalnya ketika dosis yang diperintahkan
tidak pada waktu yang tepat.
c) Obat alternatif, misalnya pengobatan diganti oleh apoteker
tanpa sepengetahuan dokter.
d) Kesalahan dosis, misalnya pada resep 0.125 mg menjadi 0.25
mg pada salinan.
e) Kesalahan rute, misalnya pada resep Ofloxacin tablet menjadi
Ofloxacin I.V.
f) Kesalahan informasi detail pasien, meliputi nama, umur,
gender, registrasi yang tidak ditulis atau salah ditulis pada
lembar salinan.

3) Kesalahan Menyiapkan dan Meracik Obat (dispensing erorr)


Jenis kasus dispensing error yang terjadi pada layanan
farmasi adalah salah obat, salah kekuatan obat, dan salah kuantitas.
Hal ini selaras dengan beberapa penelitian lain antara lain
Aldhwaihi et  al (2016), dan James et  al (2007). Salah obat
adalah jenis error paling umum dari dispensing error pada
pelayanan farmasi, sementara error lain adalah kekeliruan kekuatan
obat (wrong medicine), dosis (wrong drug strength), dan jumlah
obat (wrong quantity) (Aldhwaihi et  al., 2016 dan James dkk,
2007) selaras dengan temuan penelitian tersebut (Pitoya Z. A. dkk,
2016). Ada juga rumah sakit dengan kejadian kekeliruan dosis
angkanya jauh lebih banyak dari pada kekeliruan obat salah
satunya adalah hasil penelitian Al-Khani S et al (2014). Penyebab
tersebut bisa karena staf tidak mempunyai pengetahuan atau
ketrampilan yang benar tentang berbagai ukuran dan  ketrampilan
kemampuan mengkonversi ke unit pengukuran lain. Hal ini sangat
penting untuk mencegah kekeliruan dosis (Pitoya Z. A. dkk, 2016).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yosefin dkk (2016),
bahwa faktor penyebab ME fase dispensing meliputi beban kerja
yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tidak seimbang, edukasi
yaitu penyiapan obat yang tidak sesuai permintaan resep,
komunikasi yaitu kurangnya komunikasi mengenai stok perbekalan
farmasi, kondisi lingkungan yaitu tidak adanya ruangan penyiapan
obat dan gangguan bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon.
Hal ini selaras dengan hasil penelitian Aldhwaihi et al (2016) yang
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan
dengan dispensing errors adalah beban pekerjaan tinggi, jumlah
staf yang kurang, obat LASA, kemasan yang mirip, sistem
penyimpanan obat LASA dan gangguan lingkungan antara lain
distraksi, interupsi.

4) Kesalahan Penyerahan Obat Kepada Pasien (administration


error)
Dari beberapa jurnal, jenis administration erorr yang terjadi
pada saat pelayanan farmasi adalah kesalahan waktu pemberian
obat, kesalahan teknik pemberian obat, dan obat tertukar pada
pasien yang namanya sama (right drug for wrong patient). Salah
satu contoh administration erorr, misalnya obat diberikan
informasi diminum sesudah makan yang seharusnya sebelum
makan atau yang seharusnya siang atau malam diberikan pagi hari.
Contoh lain dokter menuliskan R/ Flunarizin 5 mg signa 1×1
malam, Instalasi Farmasi memberikan Sinral 5mg, tetapi perawat
tidak mengetahui bahwa obat tersebut komposisinya sama dengan
Flunarizin, mungkin juga karena kurang teliti, sampai terjadi pasien
tidak diberikan obat karena di CPO ditulis Flunarizine 5 mg, signa
1×1 (Sarmalina dkk, 2011).
Faktor penyebab ME fase administration meliputi beban
kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tidak seimbang,
gangguan bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon, edukasi
yaitu tidak tepat waktu pemberian obat, kondisi lingkungan yaitu
jarak unit farmasi tidak memudahkan tenaga kesehatan dalam
pemberian obat dan komunikasi yaitu kurangnya komunikasi
tenaga kesehatan dan pasien dalam penggunaan obat (Yosefin dkk,
2016).

c. Kompetensi Budaya dalam layanan kesehatan

Menurut fleming (2006) dalam Hamdani (2007), budaya


keselamatan pasien yaitu suatu jalan untuk menciptakan program
keselamatan dengan cara focus pada pelaksanaan programnya sehingga
dapat menghasilkan keselamatan pasien.
Delapan Langkah untuk Mengembangkan Budaya Keselamatan
Pasien:

1) Kembali fokus ke keselamatan pasien


Patient safety harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau
unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO ( chief executive
officer) Rumah Sakit yang terlibat dalam safer patient initiatives di
Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan
pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci
dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di
dalam Rumah Sakit.

2) Berpikir mudah dan membuat langkah mudah untuk peningkatan


pelayanan.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah langkah yang
lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih
nyata.
3) Mendorong sistem pelaporan terbuka.
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer
RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat
tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya
dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien..

4) Membuat sistem pencatatan sebagai prioritas.


Sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya
saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke
tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.

5) Gunakan pendekatan sistem yang menyeluruh bukan individual.


Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien.
Pendekatan system diterapkan termasuk patient safety sebagai
bagian dari system yang lebih luas. Tidak diintegrasikannya secara
utuh kedalam sistem yang berlaku, maka peningkatan yang terjadi
hanya akan bersifat sementara.

6) Mengembangkan sistem berpikir dan implementasi program.


Motivasi dan dukungan staf untuk mengembangkan metodologi,
sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci.
Termasuk Pasient Safty, masuk dalam kurikulum pembelajaran.
7) Melibatkan pasien dalam usaha keselamatan.
Perann pasien saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus
berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif
dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan
untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa
yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8) Mengembangkan kepemimpinan keselamatan pasien yang


berkualitas.
Kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan
komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan
budaya patient safety menjadi dasar pemberlakuan program
keselamatan pasien.Dengan kepemimpinan yang baik, masing-
masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling
melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang
erat. (Hasting G., 2008)

d. Keterlibatan pasien dalam pelayanan medis


Istilah keterlibatan pasien dalam pelayanan medis, dalam kontek
pembelajaran ini disepakati dengan pelayanan atau asuhan yang
diberikan kepada pasien dari tenaga kesehatan. Sehingga pengertian
medis diartikan dalam pengertian yang lebih luas.
Konsep budaya keselamatan pasien didasarkan pada sejumlah
elemen pendukung yang diantaranya ialah keterlibatan pasien dan
keluarga. Keterlibatannya akan membawa konsekuensi untuk
mengikutsertakan pasien dqan atau keluarga menajdi bagian dalam
asuhan pada pasien. Keikutsertaan dalam asuhan dapat diberikan
dengan cara memberikan informasi yang obyektif dan benar, jelas,
jujur terkait identitas, menyampaikan informasi tentang masalah diri
dan penyakitnya dan seluruh masalah kesehatannya.
Disamping hal tersebut, termasuk mematuhi segala peraturan yang
berlaku, menjalankan kegiatan yang disampaiakan sesuai SOP,
mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya setelah diberikan
informasi yang cukup tentang kesehatan dan keadaan dirinya.
Peran aktif pasien dan keluarga untuk mencegah dan mengenali
KTD sedini mungkin hanya dapat dioptimalkan apabila diawali dengan
edukasi yang memadai mengenai keselamatan pasien. Model lima
langkah untuk pelayanan kesehatan yang telah aman misalnya,
memberikan edukasi secara umum kepada pasien tentang lima hal yang
harus dilakukan ketika menggunakan pelayanan kesehatan :
1) Bertanyalah,apabila terdapat keraguan atau keprihatinan
2) Simpan dan bawa daftar seluruh obat yang diminum
3) Ambil hasil pemeriksaan laboratorium atau prosedur lainnya
4) Diskusikan dengan dokter,rumah sakit yang paling sesuai dengan
kebutuhan
5) Bila diperlukan operasi,pastikan bahwa anda memahami kemung-
kinan yang dapat terjadi setelah operasi

TRIBUN-BALI.COM, Artikel ini telah tayang di Tribun Bali.com 


dengan judul Keselamatan Pasien dan Faktor
Manusia, https://bali.tribunnews.com/2017/05/14/ keselamatan-
pasien-dan-faktor-manusia.
Hasting G., (2008) https://www.google.co.id/budaya+kerja+ melayani
+dengan+hati

B. LATIHAN 1
Soal uraian dari Dasar Hukum

C. PETUNJUK JAWABAN LATIHAN 1

D. RANGKUMAN
Rangkuman tentang …………

E. TES FORMATIF 1
Tes formatif dengan 5 option, minimal 15 soal.

F. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT DAN KUNCI JAWABAN


TES FORMATIF.

Anda mungkin juga menyukai