Stase Bayi, Balita Apras
Stase Bayi, Balita Apras
IDENTITAS MAHASISWA
TTD
DR.Muhammad Tahir, SKM.,M. Kes
NBM. 1069207
KATA PENGANTAR
Fastabiqulkhaerat.
TTD
Wilda Rezki Pratiwi, S.ST., M. Kes
NIDN : 0906129102
METODE BIMBINGAN EVALUASI
STASE CBD Manaj
Tutorial K Laporan TOTAL
BST Refleksi K Journal R OMP DOPS Mini C OSLER OSCE
K (COC)
Keterampilan Dasar Praktik
Kebidanan 1 3 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 7
STASE
ASUHAN NIFAS
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan pengalaman belajar klinik pada mahasiswa
dalam lingkup asuhan kebidanan kepada pada bayi, balita dan
anak prasekolah.
2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada bayi,anak,balita,dan
prasekolah secara holistik,komprehensif dan berkesinambungan yang
didukung kemampuan berpikir kritis,rasionalisasi klinis dan refleksi
5. Memandikan Bayi
13. Asuhan bayi dengan gangguan pada masalah kulit (ruam popok,
biang keringat)
14. Asuhan Bayi berkebutuhan khusus
18. Pertolongan pertama kecelakaan/ jatuh pada bayi, balita dan anak
pra sekolah
D. TARGET
1. CBD 1
2. BST 61
5. Journal Reading 2
6. OMP 5
7. DOPS 2
8. Mini Cex 2
9. OSLER 1
10. Laporan Lengkap 1
11. Laporan Data Fokus 19
E. PENILAIAN
a. CBD, Tutorial klinik, Mini Cex, DOPS, Journal Reading, Laporan
kasus
c. OMP
Disusun Oleh :
(HARIYANI – 2021102132)
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN CASE BASED DISCUSSION (CBD)
STASE BAYI, BALITA DAN APRAS
JUDUL KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA AN.AW
DENGAN FEBRIS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
DAFTAR ISI
I. Pendahuluan
II. Tinjauan Teori
III. Manajemen SOAP
IV. Pembahasan
V. Kesimpulan dan saran
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan Angka Kematian Balita
(AKABA) sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran hidup, dan sudah memenuhi target Millennium
Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018)
Angka Kematian Balita (AKABA) pada tahun 2014 sebesar 1,5 per 1000 kelahiran hidup,
turun dibandingkan tahun 2015 sebesar 1,6 per 1000 kelahiran hidup. Namun masih ada lebih
dari 19 anak meninggal setiap tahunnya di Kabupaten Maros Penyebabnya adalah anak-anak dari
keluarga miskin yanng terkena penyakit yang mudah di cegah dan di obati seperti pneumonia,
diare dan demam atau febris (Dinkes Kabupaten Maros 2018).
Demam dalam istilah medis dikenal sebagai febris, yaitu suatu kondisi umum yang terjadi
terutama pada anak-anak. Penangan febris pada anak sangat tergantung pada orang tua. Hasil
penelitian terdahulu memperlihatkan 2 hampir 80% orang tua mempunyai “fobia” febris. Febris
adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh di atas normal, yaitu diatas 380C (Riandita, 2012 ;
Ardinasari, 2016).
Febris merupakan suatu gejala yang menyertai penyakit lain. biasanya merupakan adanya
tanda infeksi pada tubuh anak, dan dapat memicu timbulnya kejang. Tingginya suhu pemicu
kejang bervariasi pada setiap anak, kejang dapat terjadi pada suhu yang terlalu tinggi, antara
380C - 400C tergantung kondisi masing-masing anak (Ardinasari, 2016). Kejang dapat
menyebabkan gangguan lain seperti resiko persisten bakterimia, resiko meningitis, dan risiko ke
arah keseriusan penyakit lainnya (Suriadi dan Yuliani, 2006).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan pada balita sakit febris secara langsung melalui pendekatan
manajemen kebidanan menurut Varney.
b. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi data dasar asuhan
2) Untuk melakukan perencanaan asuhan kebidanan secara komprehensif
3) Untuk melakukan pelaksanaan dari rencana asuhan kebidanan secara efektif dan
efisien
4) menganalisis adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang ditemui di
Klinik terkait adanya faktor pendukung serta adanya faktor penghambat asuhan
kebidanan pada balita sakit febris
BAB II
TINJAUAN TEORI
(BerdasarkanEvidance Based Midwifery/EBM)
A. Pengertian
Febris (Demam) berarti suhu tubuh di atas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan
dalam otak sendiri atau oleh zat toksin yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton, 1990).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38 °C atau lebih ada juga
yang mengambil batasan lebih dari 37,8 0C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40 0C disebut
demam tinggi (hipereksia). (Julia, 2000).
Jadi demam adalah adanya kenaikan suhu tubuh yang melebihi 37,8 0C yang disebabkan
oleh zat asing yang bersifat toksik yang merupakan respon dalam memerangi infeksi.
Menurut Suriadi demam adalah meningkatnya temperature suhu secara abnormal.
Tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain :
1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi pada malam harridan turun kembali
ketingkat normal pada pagi hari. Sering disertai menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. Suhu > 37,8 0C.
2. Demam Remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari, tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab
peningkatan suhu yang mungkin dapat tercatat mencapai dua derajat dan tidak sebesar suhu
yang disebabkan oleh demam septic. Puncak demam 38- 400C.
3. Demam Intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam beberapa hari, bila
demam ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu setiap hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekali disebut hiperaksia.
5. Demam Siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang disertai oleh beberapa periode
demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu penyebab yang jelas seperti : Abses, Pneumonia, Infeksi
saluran kencing, Malaria, tetapi kadang-kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera
dengan sesuatu penyebab yang jelas.
B. Etiologi
Demam terjadi bila adanya pembentukan panas. Demam dapat berkaitan berhubungan
dengan infeksi , Penyakit kologen, keganasan, Penyakit Metabolik maupun penyakit lain. (Julia,
2000).
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral
(misalnya : perdarahan otak dan koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan
pemeriksaan fisik, observasi perjalan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta
penunjang lain secara tepat dan holistic.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam,
tinggi demam serta keluhan dan gejala lain yang menyertai demam.
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala demam, antara lain :
Anak rewel (suhu lebih dari 37,80C - 400C)
Kulit kemerahan
Hangat pada sentuhan
Peningkatan frekuensi pernafasan
Menggigil
Dehidrasi
Kehilangan nafsu makan
D. Patofisiologi Demam
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada
peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan
set point. (Julia, 2000).
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap
infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke
tubuh akan merangsang system pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah
zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam dan luar tubuh yang biasa berasal dari infeksi
oleh mikroorganisme/merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
E. Penatalaksanaan Demam
1. Secara Fisik
a. Mengawasi Kondisi Pasien
Pengukuran suhu secara berkala setiap 4 – 6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah
sering terkejut atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke
atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan.
c. Perhatikan aliran udara di dalam ruangan.
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel-sel otak.
Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya, minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan),
air buah, atau air teh. Tujuannya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu
tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup.
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipatan paha. Tujuannya untuk menurunkan
suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh di permukaan tubuh ini dapat
terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres, jangan
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas
tidak dapat keluar, menggunakan alcohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi.
2. Obat-obatan antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu dipusat pengaturan suhu
dihipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prosteglardin dengan jalan
menghambat enzim cyclookygenase sehingga set point hipotalamut direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintahkan untuk memproduksi panas di atas normal dan
mengurangi penyaluran panas tidak ada lagi.
Contoh obat antipiretik :
Antrain, Xilodela, Pirexyn, Sanmol, Sisterol, Pamol, dan paracetamol
BAB III
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT
PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK DENGAN FEBRIS
DI RUANG POLI UMUM
UPTD PUSKESMAS LAU
PENGKAJIAN DATA
Hari / Tanggal : Senin , 16 Januari 2023 Tanggal PKM : 16 Januari 2023
Jam : 08.00 WITA Jam PKM : 07.45 WITA
No. RMK : 11.83.18
A. Data Subjektif
1. Identitas
a. Identitas Anak
Nama : An. AW
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia
Alamat : Maros
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan badan anaknya panas + 3 hari
8. Imunisasi Dasar
No Jenis Imunisasi Jumlah Pemberian Keterangan
1. BCG I Lengkap
2. DPT I, II, III Lengkap
3. Polio I, II, III, IV Lengkap
4. Hepatitis B I, II, III Lengkap
5. Campak I Lengkap
9. Data Psikologis
a. Anak : Cenderung pasif dan gelisah.
b. Ibu : Terlihat cemas, khawatir dengan keadaan anaknya.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Anak terlihat lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu : 39,1°C
Nadi : 94 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
BB sebelum sakit : 20 kg
BB saat sakit : 19 kg
2. Pemeriksaan Khusus
Rambut : Hitam, Bersih, lurus dan tidak rontok.
Muka : Tidak ada oedema, tidak ada kelainan dan tampak pucat.
Mata : Konjungtiva anemis, tidak ada kelainan, sclera tidak ikterus, dan
pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
Telinga : Bentuk simetris, bersih tidak ada serumen yang keluar.
Mulut : Bibir tampak pucat, tidak terdapat lecet dan tidak terdapat
stomatitis.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe, dan
pelebaran vena jugularis.
Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada.
Abdomen : Tidak ada nyeri tekan pada epigastrium.
Ekstremitas : Jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada oedem dan varises.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hb : 12,1 gr/dl (normal : 13,5 - 18 gr/dl)
Leukosit : 4.800/mm 3
(normal : 5.000 - 10.000/mm3)
Trombosit : 140.000/mm3 (normal : 150.000 - 440.000/mm3)
C. Assesment
Anak umur 5 tahun dengan febris
D. Planning
1. Bina hubungan antara ibu dengan petugas kesehatan, tim medis, serta menjelaskan
anaknya menderita demam, yang berarti terjadinya kenaikan suhu hingga 38°C, yang
bisa disebabkan oleh infeksi, tumor otak, dehidrasi, ataupun zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Sudah terbina hubungan yang baik dan ibu
mengetahui apa yang diderita anaknya.
2. Memberitahukan hasil pemeriksaan anak kepada ibunya bahwa S : 39,1°C, N : 94
x/menit, P : 30 x/menit dan keadaan anaknya masih lemah. Ibu mngetahui hasil
pemeriksaan.
3. Menganjurkan ibu untuk memberikan anak minuman yang banyak agar anak tidak
kekurangan cairan tubuh. Ibu memberikan anak minuman.
4. Menganjurkan ibu untuk mengompres anak dengan kompres hangat untuk menurunkan
demam anak. Ibu telah mengompres anak dengan kompres hangat.
5. Memberitahu ibu agar anaknya beristirahat yang cukup dan mengurangi aktivitasnya
karena semakin banyak anak beraktivitas maka akan semakin meningkatnya
metabolisme tubuh yang bisa menyebabkan suhu tubuh meningkat. Anak beristirahat
dan ibu mengurangi aktivitas anaknya.
6. Memberitahukan ibu agar memberi makanan yang bergizi dan makanan yang berserat
seperti bubur pada saat sakit yang berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi anak pada
saat sakit dan untuk melancarkan saluran pencernaan anak. Ibu memberi makanan yan
bergizi dan berserat.
7. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan anak dan lingkungan tempat tinggalnya,
kebersihan makanan dan minuman, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
pekerjaan. Ibu telah menjaga kebersihan anak dan lingkungan.
8. Menganjurkan ibu melakukan penanganan demam di rumah, yaitu dengan mengompres
setiap lipatan tubuh anak dengan kompres hangat untuk menurunkan demam anak,
memberikan anak minuman yang banyak agar anak tidak kekurangan cairan dan
memberikan obat penurun panas untuk anak, seperti sanmol. Ibu mengerti dan berjanji
melakukan penanganan demam di rumah.
9. Berkolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan, yaitu :
IUFD D5 ½ NS 18 tetes permenit.
Injeksi chlorameq 3x 500 mg sebagai antibiotik.
Injeksi ulsikur 3x ½ ampul sebagai anti mual/muntah.
Injeksi antrain 3x 300 mg sebagai analgetik/antipiretik
Injeksi kalmethasone 3x ½ ampul sebagai anti radang/alergi.
Pengobatan telah dilakukan.
11. Mendokumentasikan semua asuhan yang diberikan ke dalam asuhan kebidanan. Asuhan
yang diberikan telah didokumentasikan ke dalam asuhan kebidanan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil Makalah ini membahas tentang asuhan kebidanan pada An “AW” usia 5 tahun dengan
Demam 3 hari dengan pendekatan manajemen 5 langkah menurut Varney, mulai dari pengkajian
sampai evaluasi serta ada tidaknya kesenjangan antara teori dengan praktek yang dialami penulis
saat dilapangan. Pada proses pengkajian dilakukan untuk memperoleh data subyektif dan data
obyektif. Selama pengumpulan data yang dilakukan penulis dari keluarga klien tidak mengalami
kesulitan karena keluarga klien sangat kooperatif. Dalam memperoleh data subyektif dalam teori
dan kasus dilapangan terdapat kesamaan menurut teori (Hidayat, 2005 : 87).
Pada saat melakukan pengkajian kasus pada anak gangguan nutrisi di lahan praktek penulis
mendapatkan data yang sesuai dengan teori seperti tidak mau atau tidak mampu untuk makan
padahal yang tidak disukai makanan tersebut mengandung zat gizi yang seimbang, sehingga
harapan dalam pemenuhan gizi harus selaras, serasi dan seimbang tidak terlaksana. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari teori yang digunakan serta hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tidak
ada kesenjangan antara teori dan praktek dalam pengkajian. Diagnosa pada anak “AW” usia 5
tahun dengan gangguan nutrisi yang diambil dari data dasar yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa tersebut.
Diagnosa dan masalah ditentukan berdasarkan data subyektif dan obyektif yang diperoleh saat
pengkajian data. Pada kasus data subyektif ibu mengatakan anaknya lemas, dan mengalami
kesulitan makan, data obyektif BB : 20 Kg, wajah terlihat lesu ditinjauan teori Demam (Febris)
disebabkan oleh Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada
peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set
point. (Julia, 2000).
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau
zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan
merangsang system pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab
demam, ada yang berasal dari dalam dan luar tubuh yang biasa berasal dari infeksi oleh
mikroorganisme/merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).beraktivitas
maka akan semakin meningkatnya metabolisme tubuh yang bisa menyebabkan suhu tubuh
meningkat. Anak beristirahat dan ibu mengurangi aktivitas anaknya.Memberitahukan ibu agar
memberi makanan yang bergizi dan makanan yang berserat seperti bubur pada saat sakit yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi anak pada saat sakit dan untuk melancarkan saluran
pencernaan anak. Ibu memberi makanan yan bergizi dan berserat.Menganjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan anak dan lingkungan tempat tinggalnya, kebersihan makanan dan minuman, mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan. Ibu telah menjaga kebersihan anak dan
lingkungan.Menganjurkan ibu melakukan penanganan demam di rumah, yaitu dengan mengompres
setiap lipatan tubuh anak dengan kompres hangat untuk menurunkan demam anak, memberikan
anak minuman yang banyak agar anak tidak kekurangan cairan dan memberikan obat penurun
panas untuk anak, seperti sanmol. Ibu mengerti dan berjanji melakukan penanganan demam di
rumah.
Sehingga dapat disimpulkan dari teori yang digunakan serta hasil asuhan yang diberikan tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek. Pada penatalaksanaan tindakan asuhan kebidanan dalam studi
kasus anak “AW” usia 5 tahun dengan gangguan Termostat tubuh mengacu pada inervensi yang
telah ditetapkan.,Sehingga tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dengan tinjauan teori.
Pada tahap evaluasi ini dilakukan untuk menilai keefektifan intervensi yang didasarkan atas tujuan
dan kriteria hasil sesuai dengan teori yang ada. dengan menggunakan SOAP. Dalam tinjauan
pustaka untuk mengukur keberhasilan penatalaksanaan didasarkan pada kriteria hasil sebagai
berikut kebutuhan nutrisi terpenuhi, nafsu makan meningkat, perubahan pola makan dan kebiasaan
individu, menunjukan kenaikan berat badan yang ideal, muka tidak lesu, lemas(-). Begitu juga
evaluasi pada kasus anak “AW” usia 5 tahun dengan gangguan termostat tubuh menggunakan
format SOAP sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada An.AW dengan Febris di Puskesmas Lau dapat
ditarik kesimpulan :
Dalam melakukan pengkajian perlu diperlukan adanya ketelitian, kepekaan dan
diperluakn peran ibu sebagi orang tua sehingga diperoleh data yang menunjang untuk
menerangkan diagnosa kebidanan.
Dalam analisa data dan menegakkan diagnosa kebidanan pada dasarnya
mengacu pada tinjauan pustaka. Adanya perubahan dan kesenjangan dengan tinjauan
pustaka tergantung pada kondisi bayi sakit.
Pada dasarnya perencanaan yang ada pada tinjauan pustaka tidak semuanya
dapat direncanakan pada kasus nyata. Karena pada perencanaan disesuaikan dengan
masalah yang ada pada saat itu sehingga masalah yang ada pada tinjauan kasus tidak
direncanakan.
Pada dasarnya pelaksanaan merupakan perwujudan dan perencanaan, akan
tetapi tidak semua rencana dapat dilaksanakan. Pada kasus nyata hanya dilakukan
penyuluhan saja sehingga klien akan melakukan sendiri dirumah sesuai petunjuk.
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari asuhan kebidanan yang mana setelah
penulis mengadakan evaluasi pada By. AW dengan Febris di Puskesmas Lau, maka
diharapkan ibu klien bersedia kontrol jika obat sudah habis tapi bayi belum sembuh atau
sewaktu-waktu jika ada keluhan sehingga dapat dideteksi lebih dini jika terjadi komplikasi.
2. Saran
a. Bagi petugas
Meningkatkan peranan bidan dalam fungsinya sebagai pelaksana pengajar kebidanan lebih
meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Bidan meningkatkan kerjasama yang baik dengan
petugas kesehatan yang lain, klien dan keluarga.
b. Bagi klien
Untuk keberhasilan dalam asuhan kebidanan diperlukan kerjasama yang baik dari klien
dalam usaha memecahkan masalah klien.
c. Bagi pendidikan
Supaya lebih memperhatikan mahasiswa ditempat praktek. Berusaha membimbing semua
kelompok.
d. Bagi rumah sakit
Mempertahankan pelayanan yang sudah dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik
bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Beta, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Engel, Joyle. 1998. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit .Edisi3. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit .Edisi 2. Jakarta : EGC
Sophia, Theophilus. 2005. Apa yang Perlu diperhatikan bila Anak Demam. www.kompas.com.
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR MONITORING PRE DAN POST CONFERENCE
NIM : 2021102132
Preseptor Lahan
Zahriyanti, S.ST
NIP.197609122003122007
LEMBAR BIMBINGAN PRE CONFERENCE
Disusun Oleh :
(HARIYANI – 2021102132)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Reading jurnal yang
berjudul : “Pengaruh perawatan talipusat dengan kasa kering dengan proses
terlepasnya talipusat ”. Penulisan makalah ini disusun dengan maksud untuk
memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas loogbook
Kebidanan ITKes Muhammadiyah Sidrap. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan
dan pengarahan dari berbagai pihak. Makalah journal reading ini tidak akan
mungkin bisa terselesaikan tepat waktu , terima kasih yang telah membantu dan
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah journal ini . Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis membuka saran demi kemajuan penulisan jornal .
Penulis
DAFTAR ISI
I. Halaman Judul
II. Halaman Pengesahan
III. Kata Pengantar
IV. Daftar Isi
V. Lampiran
VI. Pendahuluan
VII. Tinjauan Pustaka
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan Dan Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Masalah
Tali pusat adalah jaringan pengikat yang menghubungkan plasenta dan janin. Tali pusat
merupakan saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Disebut sebagai
saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat
gizi dan oksigen ke janin. Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical
stump) akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu,
meskipun ada yang lepas setelah 4 minggu (Layla, 2007 dalam Erna Suryani, 2011).
Kebudayaan di masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan ibu dalam merawat tali
pusat menyebabkan ibu masih takut atau ragu-ragu merawat tali pusat bayi mereka
sehingga ibu masih berperilaku salah dalam merawat tali pusat bayi dengan menaburi
tali pusat menggunakan kunyit atau daun-daunan sehingga memungkinkan
berkembangnya spora Clustridium yang dapat menyebabkan infeksi pada neonatus
(Ngastiyah, 2005).
Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan
pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan
steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat, 2005).
Dampak dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami tetanus
neonatorum dan dapat mengakibatkan kematian. Sehingga dalam hal ini pengetahuan
yang baik tentang perawatan tali pusat sangatlah menentukkan perilaku ibu yang
mempunyai bayi baru lahir dalam perawatan tali pusat (Stoppard, 1999 dalam Erna Suryani,
2011).
B. Skala
Salah satu indikator derajat kesehatan di Indonesia adalah angka kematian bayi. World Health
Organization pada Tahun 2016 menemukan angka kematian bayi sebesar 560.000 dari kelahiran
hidup yang disebabkan oleh infeksi tali pusat. Infeksi tali pusat dapat terjadi dikarenakan
perawatan tali pusat yang tidak sesuai standar. Sejumlah 39% ibu tidak melakukan perawatan
tali pusat sesuai standar.
C. Kronologi
Umumnya di Negara berkembang, 25% kematian bayi dan 50% kematian neonatal
disebabkan oleh infeksi pada tali pusat, sepsis sampai dengan tetanus (Kandun, 2002).
Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia terdapat kematian bayi sebesar 56 per
10.000 menjadi sekitar 280.000 terjadi setiap 18-20 menit sekali. Penyebab kematian
tersebut antara lain karena asfiksia neonatorum 40-60%, infeksi 24-34%. Infeksi
tersebut disebabkan karena perawatan tali pusat yang kurang hygienis (Manuaba, 2008).
Hasil laporan dari petugas Survailans Depkes RI pada tahun 1992-1996 ditemukan
bahwa kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 1993-1996 terjadi peningkatan dengan
kisaran 10,8-55%. Bila dilihat penyebarannya menurut provinsi kasus tertinggi terdapat
di Provinsi Jawa Barat sebesar 246 kasus, menyusul Jawa
Tengah dengan 94 kasus, Jawa Timur sebesar 88 kasus, Ponorogo kematian bayi di
tahun 2009 sebanyak 116 anak, tahun 2010 sebanyak 168 anak, dan tahun 2011
sebanyak 178 anak (Dinkes Ponorogo, 2012). Selain data diatas hampir semua ibu
primipara di Desa Pulung tidak berani merawat sisa tali pusat yang masih menempel di
perut bayinya dengan sendiri. Mereka biasanya memanggil dukun bayi untuk
memandikan sekaligus merawat sisa tali pusat tersebut dengan cara membungkus
puntung tali pusat dengan kassa tidak steril atau dengan sobekan kain. Padahal jika
sudah diberi penyuluhan ibu-ibu primipara itu bisa merawat puntung tali pusat dengan
sendiri. Sebagian di masyarakat infeksi utama adalah tetanus neonatorum yang terjadi karena
perawatan atau tindakan perawatan tali pusat yang kurang hygienis atau kurang bersih.
Perawatan tali pusat yang kurang tepat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah pengetahuan ibu primipara dalam perawatan tali pusat karena tidak adanya atau
kurangnya pengalaman ibu primipara dalam perawatan tali pusat. Tidak sedikit ibu primipara
menggunakan metode jaman dahulu atas saran keluarga dalam perawatan tali pusat, misalnya
pemakaian obat-obatan tradisional (bubuk atau daun-daunan dan sebagainya) dalam perawatan
tali pusat, padahal hal tersebut dapat menyebabkan masuknya spora kuman tetanus ke dalam
tubuh melalui tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Jumiarni dkk, 1994). Rendahnya
pengetahuan tentang perawatan tali pusat diduga turut menjadi faktor penyebab tingginya angka
kematian akibat infeksi tali pusat (Iis Sinsin, 2008). Cara perawatan tali pusat yang benar adalah
membersihkan puntung tali pusat dengan sabun dan air bersih. Puntung atau sisa tali pusat yang
masih menempel diperut bayi sebaiknya tidak boleh ditutup menggunakan apapun misalnya
popok, kasa dll karena dapat membuat puntung tali pusat menjadi lembab dan bisa
mempermudah masuknya kuman sehingga menyebabkan infeksi tali pusat (Wibowo. Tunjung,
2011). Dampak tidak dilakukannya perawatan tali pusat dengan benar dapat menyebabkan
tetanus neonatorum dan kematian (JNPKKR POGI dan YBPSP, 2007). Untuk peningkatan
pengetahuan ibu primipara dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir, tenaga kesehatan
perlu memberikan informasi pada ibu masa nifas untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan agar merawat tali pusat bayi lebih telaten dan baik lagi sehingga angka kejadian
infeksi menurun (Elfi Herlina, 2010).
D. Solusi
Untuk menghindari kejadian tetanus neonatorium adalah dengan mengetahui perawatan
tali pusat dengan benar. Pada umumnya perawatan tali pusat sama dengan perawatan
operasi yang lain. Tujuan perawatan adalah mencegah dan mengidentifikasi pendarahan
atau infeksi secara dini. Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan ibu
tentang perawatan tali pusat yang tepat yaitu dengan cara membersihkan tali pusat dan
kulit disekitar dasar tali pusat dengan air biasa saat mandi dan setiap hari melakukan
pemeriksaan untuk menentukan tanda-tanda infeksi (Bobak, 2004). Untuk mencegah
terjadinya infeksi, tali pusat dirawat dan dijaga kebersihannya dengan menggunakan air
biasa dan sabun setelah itu segera keringkan dengan menggunakan kain bersih. Puntung
tali pusat atau perut bayi tidak boleh dibungkus karena menyebabkan tali pusat basah
atau lembab (Wibowo Tunjung, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuhan kebidanan ( logbook data focus)
ANALISIS DATA
Nama : Ny.S
Ruangan : KIA / KB
DO :
1. TTV : Sby : 36,6 ºC, DJA : 134 x/m, P : 34 x/m
2. Talipusat Masih Basah
3. Tidak Ada Rubor, Color dan Dubor
DIAGNOSA KEBIDANAN
IMPLEMENTASI
EVALUASI
B. Telaah jurnal
Berikut contoh tabel reading jurnal:
C. Salah satu ancaman pada bayi adalah terjadinya infeksi tali pusat dikarenakan perawatan
tali pusat yang tidak baik dan benar dan adanya ketidaksesuaian dengan Standard Operational
Procedure (SOP) yang telah ditentukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menurunkan angka kematian bayi perlu dilakukan perawatan bayi yang baik dan benar,
khususnya perawatan tali pusat agar terhindar dari resiko infeksi yaitu dengan berbagai
metode diantaranya perawatan tali pusat menggunakan alkohol 70%, topical ASI dan kassa
kering steril (Hidayat, 2011).
Tali pusat adalah jaringan pengikat yang menghubungkan plasenta dan janin. Tali pusat
merupakan saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Disebut sebagai saluran
kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan
oksigen ke janin. Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump) akan
mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada yang
lepas setelah 4 minggu (Layla, 2007 dalam Erna Suryani, 2011). Kebudayaan di masyarakat
yang mempengaruhi pengetahuan ibu dalam merawat tali pusat menyebabkan ibu masih takut
atau ragu-ragu merawat tali pusat bayi mereka sehingga ibu masih berperilaku salah dalam
merawat tali pusat bayi dengan menaburi tali pusat menggunakan kunyit atau daun-daunan
sehingga memungkinkan berkembangnya spora Clustridium yang dapat menyebabkan infeksi
pada neonatus (Ngastiyah, 2005)
Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan
pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan
steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat, 2005). Dampak dari
perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami tetanus neonatorum dan
dapat mengakibatkan kematian. Sehingga dalam hal ini pengetahuan yang baik tentang
perawatan tali pusat sangatlah menentukkan perilaku ibu yang mempunyai bayi baru lahir
dalam perawatan tali pusat (Stoppard, 1999 dalam Erna Suryani, 2011).
Sebagian di masyarakat infeksi utama adalah tetanus neonatorum yang terjadi karena
perawatan atau tindakan perawatan tali pusat yang kurang hygienis atau kurang bersih.
Perawatan tali pusat yang kurang tepat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah pengetahuan ibu primipara dalam perawatan tali pusat karena tidak adanya atau
kurangnya pengalaman ibu primipara dalam perawatan tali pusat. Tidak sedikit ibu primipara
menggunakan metode jaman dahulu atas saran keluarga dalam perawatan tali pusat, misalnya
pemakaian obat-obatan tradisional (bubuk atau daun-daunan dan sebagainya) dalam
perawatan tali pusat, padahal hal tersebut dapat menyebabkan masuknya spora kuman tetanus
ke dalam tubuh melalui tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Jumiarni dkk,
1994).
Untuk menghindari kejadian tetanus neonatorium adalah dengan mengetahui perawatan tali
pusat dengan benar. Pada umumnya perawatan tali pusat sama dengan perawatan operasi
yang lain. Tujuan perawatan adalah mencegah dan mengidentifikasi pendarahan atau infeksi
secara dini. Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan
tali pusat yang tepat yaitu dengan cara membersihkan tali pusat dan kulit disekitar dasar tali
pusat dengan air biasa saat mandi dan setiap hari melakukan pemeriksaan untuk menentukan
tanda-tanda infeksi (Bobak, 2004). Untuk mencegah terjadinya infeksi, tali pusat dirawat dan
dijaga kebersihannya dengan menggunakan air biasa dan sabun setelah itu segera keringkan
dengan menggunakan kain bersih. Puntung tali pusat atau perut bayi tidak boleh dibungkus
karena menyebabkan tali pusat basah atau lembab (Wibowo Tunjung, 2011).
BAB III
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu dalam memberi
intervensi dalam perawatan tali pusat dan lama pelepasan tali pusat, model asuhan
perawatan topikal ASI pada tali pusat dapat mencegah infeksi, menurunkan kejadian
kompikasi atau omphalitis serta mempercepat waktu pelepasan tali pusat pada bayi.
Beberapa saran terkait dengan Effektivitas Perawatan Tali Pusat Dengan Metode
Terbuka, Kolostrum dan Asi Pada Bayi Baru Lahir Terhadap Lamanya Pelepasan Tali
Pusat
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 302 HUBUNGAN
PERAWATAN TALI PUSAT MENGGUNAKAN KASSA KERING STERIL SESUAI
STANDAR DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR
DI PUSKESMAS SIANTAN HILIR TAHUN 2019 Elise Putri1 , Megalina Limoy2
Akademi Kebidanan Panca Bhakti Pontianak Email korespondensi :
akbidpbpontianak@gmail.com Abstrak Salah satu indikator derajat kesehatan di Indonesia
adalah angka kematian bayi. World Health Organization pada Tahun 2016 menemukan
angka kematian bayi sebesar 560.000 dari kelahiran hidup yang disebabkan oleh infeksi tali
pusat. Infeksi tali pusat dapat terjadi dikarenakan perawatan tali pusat yang tidak sesuai
standar. Sejumlah 39% ibu tidak melakukan perawatan tali pusat sesuai standar yaitu
menggunakan kassa kering steril di wilayah kerja Puskesmas Siantan Hilir tahun 2019.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perawatan tali pusat menggunakan kassa
kering steril sesuai standar terhadap lama pelepasan tali pusat bayi baru lahir. Desain
penelitian yang digunakan adalah Deskriptif korelasi dengan analisa data Chi Square.
Populasi yang diteliti 154 bayi. Pengambilan sampel dengan random sampling jumlah
sampel 31 bayi. Hasil penelitian menunjukkan dari hasil analisa data dengan Chi Square
didapatkan hasil P-value 0,022 < α 0,05 maka H0 tolak Ha diterima. Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah terdapat hubungan perawatan tali pusat menggunakan kassa kering
steril sesuai standar dengan lama pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir. Saran kepada
pihak puskesmas untuk tetap memberikan informasi tentang perawatan tali pusat sesuai
standar yaitu dengan kassa kering steril karena dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa
kassa kering steril sesuai standar efektif untuk melakukan perawatan tali pusat. Kata kunci:
Perawatan Tali Pusat, Kassa Kering Steril, BBL Pendahuluan Salah satu program
pembangunan kesehatan di Indonesia pada periode 2015-2019 adalah meningkatkan status
kesehatan gizi ibu dan anak di Indonesia. Kesehatan merupakan modal utama dalam
pembentukan generasi yang kuat, berkualitas dan produktif. Masalah kesehatan anak
merupakan salah satu masalah utama dibidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara
Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam
meneruskan pembangunan bangsa (Hartono, 2015). 1 Dosen Akademi Kebidanan Panca
Bhakti Pontianak 2 Dosen Akademi Kebidanan Panca Bhakti Pontianak Tali pusat dalam
istilah medis disebut dengan umbilical cord. Merupakan saluran kehidupan bagi janin
selama bayi di dalam kandungan sebab semasa dalam rahim, tali pusat ini yang menyalurkan
oksigen dan makanan dari placenta kejanin yang berada didalamnya. Begitu janin
dilahirkan, bayi tidak lagi membutuhkan makanan dan oksigen dari ibunya karena bayi
sudah dapat bernafas sendiri melalui hidungnya. Karena sudah tidak diperlukan lagi maka
saluran ini harus dipotong dan dijepit atau diikat (Wibowo, 2011). Bayi baru lahir
mempunyai resiko terpapar infeksi yang tinggi terutama pada tali Volume 9 Nomor 1 Tahun
2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 303 pusat yang merupakan luka basah dan dapat
menjadi pintu masuknya kuman tetanus yang sangat sering menjadi penyebab sepsis dan
kematian bayi baru lahir (Ellen, 2014). Salah satu indikator derajat kesehatan di Indonesia
adalah angka kematian bayi. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah faktor penyakit, infeksi dan kekurangan gizi. Salah satu
ancaman pada bayi adalah terjadinya infeksi tali pusat dikarenakan perawatan tali pusat yang
tidak baik dan benar dan adanya ketidaksesuaian dengan Standard Operational Procedure
(SOP) yang telah ditentukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan
angka kematian bayi perlu dilakukan perawatan bayi yang baik dan benar, khususnya
perawatan tali pusat agar terhindar dari resiko infeksi yaitu dengan berbagai metode
diantaranya perawatan tali pusat menggunakan alkohol 70%, topical ASI dan kassa kering
steril (Hidayat, 2011). Pada umumnya perawatan tali pusat yang benar dan sesuai standar
yang ditetapkan diharapkan tidak menyebabkan terjadinya komplikasi pada bayi. Akibat
komplikasi yang dapat terjadi yaitu infeksi yang kemudian menjadi tetanus neonatorum dan
sepsis dengan berbagai macam perawatan tali pusat, diantaranya menggunakan alkohol 70%,
beberapa diantaranya masih menggunakan povidone iodine dan penggunaan kassa kering
steril (Paisal, 2013). World Health Organization (WHO) pada Tahun 2016 menemukan
angka kematian bayi sebesar 560.000 dari kelahiran hidup yang disebabkan oleh infeksi tali
pusat. Di Asia Tenggara angka kematian bayi karena infeksi tali pusat sebesar 126.000 dari
kelahiran hidup. Asiyah (2017), menyatakan angka kejadian infeksi bayi baru lahir di
Indonesia berkisar antara 24% hingga 34%, dan hal ini merupakan penyebab kematian yang
kedua setelah asfiksia neonatorum yang berkisar antara 49% hingga 60%. Sebagian besar
infeksi bayi baru lahir adalah tetanus neonatorum, karena pemotongan dengan alat tidak
steril, dan dikarenakan perawatan tali pusat yang tidak benar contohnya dengan pemakaian
daundaunan yang digunakan masyarakat dalam merawat tali pusat. Angka Kematian Bayi
(AKB) pada tahun 2013 mencapai 23/1000 kelahiran hidup. Dimana 79% terjadi pada
minggu pertama pasca kelahiran. Penyebab kematian neonatal yang tertinggi adalah infeksi
neonatorum, yang salah satunya disebabkan karena perawatan tali pusat yang tidak benar.
AKB dan AKI adalah salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan
suatu negara. AKI dan AKB menentukan kemampuan dalam menangani kasus dan
memahami masalah kesehatan yang sering muncul baik secara maternal dan neonatal
(Wiknjosastro, 2011). Dalam rangka mendukung Sustainable Development Goals (SDGs),
2015 yakni menekan angka kematian bayi mencapai 12 per 1000 angka kelahiran hidup
pada tahun 2030, yang salah satunya adalah dengan menekan angka infeksi. Khususnya pada
kejadian infeksi tali pusat yaitu sekitar 23% sampai 91% tali pusat yang tidak dirawat
dengan baik akan Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 304
terinfeksi oleh kuman staphylococcus aureus pada 72 jam pertama setelah kelahiran. Hal ini
sangat dipengaruhi perilaku ibu dalam memberikan perawatan tali pusat yang benar dan
sesuai dengan standar yang ditentukan (Astutik, 2015). Dapat dilihat dari data berikut ini
bahwa, Angka Kematian Bayi (AKB) Kalimantan Barat untuk tahun 2012 sebesar 31 per
1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 603,15 per 100.000 kelahiran
hidup dan penyebab kematian kematian bayi baru lahir adalah sepsis 20,5%, kelainan
kongenital 18,1%, pneumonia 15,4%, prematuritas dan BBLR 12,8%, dan respiratory
disorder 12,8%. Penyebab langsung kematian bayi adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
dan kekurangan oksigen (asfiksia). Merujuk pada data profil kesehatan kabupaten atau kota
yang masuk di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa kasus kematian
bayi yang dilaporkan pada tahun 2017 sebesar 692 kasus dengan 86.572 kelahiran hidup,
sehingga dengan demikian jika dihitung angka kematian bayinya adalah 8 per 1000
kelahiran hidup. Angka kematian bayi terjadi karena beberapa faktor diantaranya asfiksia
neonatorum, infeksi neonatorum dan lain-lain (Dinkes Kalbar, 2017). Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi adalah dengan
memberikan pelayanan kesehatan yang efektif pada masyarakat tentang perawatan tali pusat
bayi. Dalam melaksanakan upaya tersebut diperlukan sumber daya manusia yang
mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, yaitu dengan
memberikan penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat, sehingga pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap
kesehatan (IDAI, 2011). Infeksi tali pusat telah menjadi penyebab kesakitan dan kematian
secara terus menerus diberbagai negara. Setiap tahunnya 500.000 bayi meninggal karena
tetanus neonatorum dan 460.000 bayi meninggal akibat infeksi bakteri. Di wilayah Asia
Tenggara diperkirakan ada 220.000 kematian bayi yang disebabkan karena perawatan tali
pusat yang kurang bersih. Lama pelepasan tali pusat pada bayi dengan perawatan kering
tertutup lebih cepat (70.105 jam) selisih waktu 35 jam dibandingkan dengan perawatan
dengan alkohol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Sumaryani yang dilakukan pada
tahun 2013 menunjukkan rata waktu pelepasan tali pusat yang dirawat dengan alkohol 70%
6,87 hari/165 jam, kassa kering membutuhkan waktu 6,65 hari/159 jam, dan dengan
menggunakan ASI membutuhkan waktu 5,32 hari/127 jam (Kasiati, 2015). Tali pusat pada
neonatus merupakan salah satu reservoir kuman yang dapat menimbulkan infeksi, bahkan
menjadi sumber penularan. Untuk itu perlu pengetahuan tentang perawatan tali pusat yang
benar. Infeksi tali pusat dapat dihindari dengan tindakan aseptis dengan menggunakan zat
antiseptik, alkohol 70% atau povidone-iodine 10% dan dengan menggunakan kassa kering
steril. Sampai sekarang masih terdapat perbedaan pendapat Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019
Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 305 mengenai pencegahan infeksi tali pusat dan belum
diketahui perlakuan mana yang paling baik dalam mencegah infeksi tali pusat dan yang
paling cepat menyebabkan terjadinya pelepasan tali pusat (Sodikin, 2013). Didalam proses
perawatan tali pusat terdapat beberapa metode yang dapat digunakan salah satunya
menggunakan antiseptik. Antiseptik digunakan adalah antiseptik yang dapat menghambat
pertumbuhan dan merusak sel-sel bakteri, spora bakteri jamur, virus dan protozoa, tanpa
merusak jaringan tubuh. Antiseptik dapat merusak sel dengan cara koagulasi atau denaturasi
protein protoplasma sel atau menyebabkan sel mengalami lisis, yaitu dengan mengubah
membran sel sehingga menyebabkan kebocoran inti sel. Terdapat beberapa golongan
antiseptik yang dapat digunakan untuk melakukan perawatan tali pusat diantaranya adalah
alkohol dan betadine (Paisal, 2013). Segala macam bentuk infeksi merupakan hal yang
menakutkan bagi ibu yang memiliki bayi baru lahir. Tali pusat juga tidak luput menjadi
tempat berkembangnya kuman penyakit. Penyebaran kuman ini disebabkan oleh gerak tubuh
bayi. Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat yang paling
umum dilakukan adalah tindakan aseptis, yaitu menggunakan zat antiseptik yaitu alkohol
70% dan menutup pusar dengan bahan steril yaitu kassa steril (Paisal, 2013). Tujuan dari
perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi baru lahir, agar tali
pusat tetap bersih, kumankuman dan bakteri tidak masuk sehingga infeksi tali pusat pada
bayi dapat dicegah. Infeksi tali pusat tergolong jenis infeksi ringan akan tetapi jika tidak di
tangani dengan baik maka dapat berkembang menjadi infeksi yang membahayakan dan
bahkan dapat menjadi salah satu penyebab kematian Bayi Baru Lahir (BBL) (Saifuddin,
2014). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti di Puskesmas
Siantan Hilir diperoleh hasil dari data 2 bulan terakhir diperoleh 36 ibu melahirkan dan
masing-masing ibu memiliki cara yang berbeda dalam merawat tali pusat bayinya. Hasil
wawancara yang dilakukan diperoleh hasil bahwa 12 (33,33%), ibu melahirkan merawat tali
pusat bayinya menggunakan betadine dan 6 (25%) orang ibu melahirkan memilih
menggunakan bubuk-bubuk herbal dari bahan kunyit, kapur dan dedaunan. 4 (11,11%)
orang ibu melahirkan merawat tali pusat mengunakan alkohol. Beberapa ibu 14 (39%) orang
menceritakan bahwa tali pusat bayinya mengalami infeksi sebelum terlepas seperti berbau
tidak sedap dan mengeluarkan air dan tali pusat bayinya cenderung lama terlepas kisaran
waktu untuk pelepasan tali pusat yaitu 7-9 hari. 5 orang ibu yang bayinya mengalami infeksi
tali pusat merawat tali pusat bayinya menggunakan bubuk kunyit, kapur sirih dan 9 orang
bayi yang mengalami infeksi tali pusat karena diberikan perawatan betadine dan alkohol
70%. Hal ini dapat terjadi dikarenakan para ibu tidak merawat tali pusat bayinya dengan
baik dan benar serta tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Kassa kering steril
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 306 didalam beberapa
penelitian memiliki manfaat melindungi tali pusat dari paparan bakteri dan dapat
mempercepat penyembuhan luka selain itu kassa kering steril tergolong ekonomis dan
praktis tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar untuk merawat tali pusat bayi.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul karya tulis ilmiah
“Hubungan Perawatan Tali Pusat Menggunakan Kassa Kering Steril sesuai Standar dengan
Lama Pelepasan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir di Puskesmas Siantan Hilir Tahun 2019”.
Dikarenakan masih tingginya angka infeksi yang terjadi dan berpengaruh pada pelepasan tali
pusat pada bayi baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena tidak melakukan perawatan tali pusat
yang sesuai dengan SOP yang ada. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Deskriptif korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan hubungan antara dua variable yaitu variable perawatan tali pusat
menggunakan kassa steril sesuai standar dengan variable lama pelepasan tali pusat yang
akan diobservasi pada bayi baru lahir di puskesmas siantan hilir kota Pontianak utara tahun
2019. Analisa data yang digunakan adalah Chi Square. Populasi yang diteliti sejumlah 154
bayi. Pengambilan sampel dengan random sampling dengan jumlah sampel 31 bayi. Hasil
dan Pembahasan Tabel 1. Karakteristik Variabel di Puskesmas Siantan Hilir Tahun 2019
Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Perawatan Tali Pusat Menggunakan Kassa Kering
Steril Tidak Sesuai Standar 8 25,8 Sesuai Standar 23 74,2 Lama Pelepasan Tali Pusat
Lambat 8 25,8 Normal 23 74,2 Berdasarkan tabel 1 diatas, diketahui bahwa lebih banyak ibu
di wilayah kerja Puskesmas Siantan Hilir melakukan perawatan tali pusat menggunakan
kassa kering steril yang sesuai standar, yaitu sebanyak 23 ibu (74,2%) dan sebanyak 23 bayi
(74,2%) dengan lama pelepasan tali pusat dalam kategori normal. Tabel 2. Analisis Bivariat
Perawatan Tali Pusat Menggunakan Kassa Kering Steril Sesuai Standar Lamanya Pelepasan
Tali Pusat Total Lambat Normal p-value N % N % N % Tidak Sesuai Standar 5 62,5 3 37,5
8 100 0,022 Sesuai Standar 3 13,0 20 87,0 23 100 Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019 Jurnal
Kebidanan-ISSN 2252-8121 307 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa hampir seluruh
responden 20 (87,0%) ibu melakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa kering steril
sesuai standar dengan lama pelepasan tali pusat dalam kategori normal, sedangkan sebagian
besar dari responden 5 (62,5%) ibu melakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa
kering steril tidak sesuai standar dengan lama pelepasan tali pusat dalam kategori lambat.
Hasil uji hipotesa chi square diperoleh p-value sebesar 0,022 < α 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan perawatan tali pusat menggunakan kassa kering steril
sesuai standar terhadap lamanya pelepasan tali pusat bayi di Puskesmas Siantan Hilir tahun
2019. Perawatan tali pusat adalah proses perbuatan, bagaimana cara merawat, pemeliharaan,
penyelenggaraan tali pusat (Sodikin, 2013). Hal yang paling terpenting dalam membersihkan
tali pusat adalah memastikan tali pusat dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering,
selalu mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan
tali pusat. Selama tali pusat belum puput atau terlepas, sebaiknya bayi tidak dimandikan
dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup diusap saja dengan kain yang direndam air
hangat. Selain itu salah satu cara untuk menurunkan angka kematian bayi adalah dengan
cara melakukan perawatan tali pusat dengan bersih dan benar agar tali pusat cepat terlepas
dan terhindar dari infeksi. Sebagai upaya untuk meminimalkan berkembangnya infeksi tali
pusat yaitu dengan menjaga tali pusat tetap bersih dan kering. Perawatan tali pusat
merupakan tindakan yang bertujuan merawat tali pusat pada bayi baru lahir agar tetap kering
dan mencega terjadinya infeksi. Cara pelepasan tali pusat dapat dengan menggunakan
metode topikal ASI, alkohol, betadine, dan kassa kering steril (Ernila, 2016). Alasan dari
pada merawat tali pusat dengan baik dan sesuai standar yaitu menggunakan kassa kering
steril adalah untuk menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Merawat tali pusat
menggunakan kassa kering steril dapat menjadikan tali pusat tetap kering dan bersih,
sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi yang dapat berpengaruh pada lama
pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir (Sastrawinata, 2011). Perawatan tali pusat yang
tidak sesuai standar kesehatan dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan pada bayi,
di antaranya tetanus neonatorum, omfalitis atau infeksi tali pusat, dan perdarahan tali pusat.
Berikut ini dampak dari perawatan tali pusat tidak steril. Menurut Sodikin (2013), sebagai
berikut: Omfalitis atau infeksi tali pusat. Penyebab infeksi tali pusat ini dalah bakteri
stapilokokus, streptokokus, atau bakteri lainnya. Waktu pelepasan tali pusat dipengaruhi
oleh cara perawatan tali pusat, kelembaban tali pusat, kondisi sanitasi lingkungan sekitar
neonatus, dan timbulnya infeksi pada tali pusat karena tindakan atau perawatan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan atau tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Dampak Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 308 perawatan
tali pusat yang salah dapat mengakibatkan waktu pelepasan tali pusat semakin lama dan
infeksi tali pusat. Infeksi pada tali pusat dapat menyebabkan sepsis, meningitis, dan lain-lain
(Sodikin, 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lama pelepasan pelepasan tali
pusat pada bayi dengan kasa kering lebih cepat dibandingkan dengan kasa alkohol 70%. Tali
pusat akan terlepas dengan sendirinya, sehinggga sangat tidak dianjurkan untuk memegang
atau menarik-narik tali pusat (Ronald,2011). Menurut Sodikin (2013), pelepasan tali pusat
memiliki rentan waktu sebagai berikut: Cepat 7 hari tali pusat puput, Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi puputnya tali pusat di antaranya adalah perawatan tali pusat yang tidak
benar dan sesuai petunjuk medis yang dapat mengakibatkan infeksi tali pusat, tetanatus
neonatorum, dan perdarahan tali pusat yang berujung pada lama pelepasan tali pusat.
Menurut IDAI (2011), prinsip perawatan tali pusat adalah sebagai berikut: Jangan
mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke puntung tali pusat dan hal-hal berikut perlu
menjadi perhatian ibu dan keluarga: Memperhatikan popok di area puntung tali pusat, Jika
puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air dan sabun. keringkan secara
seksama dengan kain bersih atau kassa steril dan Jika pusat menjadi merah atau
mengeluarkan nanah atau darah, harus segara bawa bayi tersebut ke fasilitas yang mampu
memberikan perawatan tali pusat secara lengkap. Berdasarkan analisis bivariate diketahui
bahwa hasil uji hipotesa chi square diperoleh pvalue sebesar 0,022, maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan perawatan tali pusat menggunakan kassa kering steril sesuai standar
terhadap lamanya pelepasan tali pusat bayi di Puskesmas Siantan Hilir tahun 2019.
Perawatan tali pusat pada prinsipnya menjaga agar kondisi tali pusat tetap kering, tidak
lembab dan bersih. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak memberikan bahan apapun pada
tali pusat, cukup membersihkan dan membalut dengan kasa kering steril. Kassa steril adalah
kain yang bebas dari kuman-kuman penyakit. Kassa steril adalah kain kasa dengan kemasan
punch satuan yang berkualitas tinggi. Perawatan tali pusat pada bayi baru lahir dengan
menggunakan kassa kering steril sesuai dengan SOP yang di tentukan sangat efektif dalam
proses pelepasan tali pusat, Dimana tali pusat akan menjadi cepat kering, dan tetap membuat
tali pusat tetap bersih sepanjang hari, sehingga tali pusat pada bayi baru lahir akan terlepas
dengan normal tanpa ada efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini sejalan dengan
dilakukan oleh Puji, Astutik tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh
(100%) responden 24 mengalami pelepasan tali pusat secara normal (5–7 hari) setelah
dilakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa kering steril. Seluruh responden (100%)
mengalami pelepasan tali pusat secara lambat (>7 hari) setelah dilakukan perawatan tali
pusat Volume 9 Nomor 1 Tahun 2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 309 menggunakan
kassa alkohol 70%. Hasil uji Man Whitney diperoleh p-value = 0,000 ≤ α = 0,05 sehingga
Ha diterima dan H₀ ditolak. Ada pengaruh perawatan tali pusat dengan menggunakan kassa
kering steril terhadap pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir di wilayah kerja Puskesmas
Sumbersari Saradan Kabupaten Madiun. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diatas
bahwa penggunaan kassa kering steril sangat efektif untuk merawat tali pusat bayi baru lahir
dan dilihat dari segi lama pelepasan tali pusat jauh lebih efektif dalam proses pelepasan tali
pusat yang masuk dalam kategori normal. Saran kepada pihak puskesmas untuk tetap
memberikan informasi tentang perawatan tali pusat sesuai standar yaitu dengan kassa kering
steril karena dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa kassa kering steril sesuai standar
efektif untuk melakukan perawatan tali pusat. Saran kepada pihak puskesmas untuk tetap
memberikan informasi tentang perawatan tali pusat sesuai standar yaitu dengan kassa kering
steril karena dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa kassa kering steril sesuai standar
efektif untuk melakukan perawatan tali pusat. Daftar Pustaka Asiyah,Nor. 2017. Perawatan
Tali Pusat Terbuka Sebagai Upaya Mempercepat Pelepasan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir
Astutik, Puji. 2016. Perawatan tali pusat dengan teknik Kasa Kering Steril dan Kasa Alkohol
70% terhadap pelepasan Tali pusat pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskemas
Sumber Sari Saradan Kabupaten Madiun Depkes, RI. 2010. Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: Depkes RI. Dinkes Kalbar. 2017. Angka Kematian Bayi. Kalimantan Barat: Dinkes
Pontianak. Ellen, Pesak. 2014. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Tetanus
Toxoid di Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Ernila, K. 2016. Perawatan Tali Pusat.
Jakarta: EGC. Hartono,Aris. 2015. Efektifitas Penggunaaan Alkohol 70% dan Kasa Kering
Pada Percepatan Pelepasan Tali Pusat Bayi. STIKES Dian Husada Mojokerto. Hidayat.
2011. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salamba Medika. Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI).2011. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama.Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia Kasiati. 2015. Model Asuhan Keperawatan
Tali Pusat Pada Bayi di RS. Kasih Bunda Surabaya. Paisal. 2013. Perawatan Bayi Baru
Lahirl. Yogyakarta: Graha Medika Ronald. 2011. Tali Pusat dan Plasenta Bayi.Jakarta:
Dunia Sehat Saifuddin. 2014. Panduan Praktis Pelayanan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
EGC. Sastrawinata, P. 2011. Buku saku perawatan tali pusat. Jakarta: EGC. Sodikin. 2013.
Buku Saku Perawatan Tali Pusat.Jakarta:EGC Wibowo, Nuroyono. 2013. Plasenta, Tali
Pusat, Selaput Janin dan Cairan Amnion. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Volume 9 Nomor 1
Tahun 2019 Jurnal Kebidanan-ISSN 2252-8121 310 Wiknjosastro. 2011. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. World Health Organization (WHO). 2016.
Angka Kematian Bayi. WHO
Journal ke -2
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 Hal : 64 - 72 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN:
2656-1190 Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 64 Efektivitas Perawatan Tali
Pusat Dengan Metode Terbuka, Kolostrum dan ASI pada Bayi Baru Lahir Terhadap
Lamanya Pelepasan Tali Pusat di Bidan Praktek Mandiri Jakarta Selatan *Rostarina Nila1) ,
Hadi Muhammad2) , Idriani3) Program Studi Magister Keperawatan, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta DOI:
https://doi.org/10.37012/jik.v13i1.412 ABSTRAK Metode perawatan tali pusat sangat
bervariasi mulai dari perawatan secara modern menggunakan bahan antiseptik, dan
perawatan secara tradisional menggunakan Air Susu Ibu (ASI), minyak ghee (India) madu
dll. Penelitian ini bertujuan mengetahui Efektivitas Perawatan Tali Pusat Dengan Metode
Terbuka, Kolostrum dan Asi Pada Bayi Baru Lahir Terhadap Lamanya Pelepasan Tali Pusat
di Klinik Bidan Praktek Mandiri Jakarta Selatan. Design penelitian ini menggunakan design
quasi experiment, dengan metode post test only nonequivalent control group. Sampel
penelitian berjumlah 16 orang, untuk masing-masing metode. Analisa data menggunakan uji
Paired T-test dan Independent T-test. Nilai uji Independent T-test selisih antara kelompok
metode ASI dan kelompok metode terbuka. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p-value
yaitu 0,023 (
O:
Sby: 36,7 ºC
Tampak Tali pusat
masih basah
Sedikit Berbau
2 Get a Commitment
Diagnosis : By.Hari
Tanyakan komitmen mahasiswa
ke-3 Tali pusat
terkait dengan hasil pemeriksaan masih basah
pada Kasus
Diagosis Banding:-
Pemeriksaan
penunjang :
-
Terapi : -
Dll:
2. Mahasiswa
perlu
mengembangk
an
kompetensi
dasar
perawatan
bayi , balita
dan Apras
Hasil:
Mahasiswa dapat
melakukan sebagian
kompetensi tehnik
perawatan anak
balita beresiko
A. Sikap
1. Disiplin dalam tugas
2. Kerja sama dengan orang lain sesuai dengan ketentuan institusi
3. Inisiatif dalam bekerja
4. Bertanggung jawab dalam tugas yang diberikan
5. Komunikasi yang baik dengan klien
6. Perhatian dalam bekerja
7. Jujur, sopan dan teliti dalam bekerja
B. Waktu kehadiran
1. Jam 07.30 sampai 14.00 WITA untuk dinas pagi
2. Jam 14.00 sampai 21.00 WITA untuk dinas sore
3. Jam 21.00 sampai 07.30 WITA untuk dinas malam
C. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan tempat praktik tanpa seizin kepala
ruangan/pembimbing atau petugas ruangan serta tidak diperkenankan
meninggalkan lokasi/wilayah praktik klinik tanpa seizin C.I institusi
D. Sanksi penggantian dinas praktik diberikan kepada mahasiswa apabila
(disesuaikan oleh lahan) :
1. Izin 1 hari ganti dinas 1 hari
2. Sakit 1 hari ganti dinas 1 hari (harus ada surat keterangan Dokter)
3. Alpa 1 hari ganti dinas 2 hari
4. Bila mahasiswa merusak, menghilangkan alat-alat di ruangan praktik berkewajiban
mengganti alat tersebut
5. Mahasiswa berkewajiban menjaga kebersihan dan kesterilan alat-alat dan bahan
praktik yang dimiliki di lahan praktik
6. Tidak diperkenankan menggunakan alat-alat dan bahan praktik milik lahan praktik,
milik klien dan atau memindahkan tanpa sepengetahuan kepala ruangan
7. Mahasiswa baik secara pribadi atau kelompok berkewajiban mengganti alat-alat,
bahan-bahan praktik yang hilang atau rusak selama praktik
8. Mahasiswa hendaknya membawa sendiri alat-alat pemeriksaan fisik
E. Ketentuan Pakaian Praktik
1. Pada saat melakukan praktik, mahasiswa harus menggunakan pakaian praktik
lengkap (putih-putih) dengan atribut, sepatu putih dan berpenampilan rapi, bersih
dan sopan
2. Menggunakan atribut :
a. Papan nama di sebelah kanan
b. Lencana (Logo) di sebelah kiri
3. Tidak diperkenankan memakai training spak (baju olahraga) saat melakukan praktik
kecuali persetujuan pihak lahan
4. Tidak diperkenankan memakai perhiasan kecuali jam tangan (yang memakai jarum
detik) saat melakukan praktik.
Demikianlah buku pedoman ini disusun sebagai acuan dalam mencapai target yang
telah ditetapkan. Semoga bermanfaat