Anda di halaman 1dari 14

REVIEW JURNAL

Juanda Amri 2004290026

Bioekoteknologi adalah upaya pemanfaatan makhluk hidup dan bagian-


bagiannya untuk menghasilkan barang atau jasa. Contoh sederhana adalah tempe,
wine, tape dan lain-lain. Sejalan dengan perkembangan teknologi, penggunaan
makhluk hidup atau bagian-bagiannya sudah mengarah pada rekayasa genetik suatu
organisme seperti jamur, bakteri atau virus maupun organisme tingkat tinggi seperti
binatang, tumbuhan, bahkan manusia. Pengembangan aplikasi bioteknologi tanaman
sudah dimulai sejak sebelum tahun 1950an dari mulai yang sederhana seperti proses
perkawinan silang dan penyambungan tanaman untuk peningkatan produksi dan
peningkatan ketahan terhadap penyakit tertentu. Sejak ditemukannya bahwa DNA
merupakan material genetik suatu makhluk hidup perkembangan aplikasi bioteknologi
di bidang pertanian terus berkembang mulai dari tanaman hibrida yang mampu
menghasilkan produksi maksimum dan tahan terhadap hama atau penyakit tertentu
hingga berkembangnya teknologi kultur jaringan. Keberhasilan rekayasa genetik
tanaman dimulai dengan penciptaan tanaman transgenik. Tanaman ini disisipi gen-gen
ketahanan terhadap penyakit yang menjadi inang dan juga gen-gen peningkatan
produksi dan kualitas produksi. Tanaman yang dapat dikatakan resisten atau memiliki
ketahanan yang kuat adalah dengan beberapa kondisi sebagai berikut:

1. Memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar atau pulih


kembali dari serangan hama
2. Memiliki sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh serangan hama
3. Memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat mengurangi
kemungkinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang
4. Mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lenih baik dibandingkan
dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama.

Bioteknologi sebagai teknologi konvensional dan kultur jaringan


menghasilkan jenis-jenis tanaman yang unggul dan sudah banyak dilakukan.
Umumnya teknologi ini dipakai pada tanaman yang berumur pendek, karena untuk
mencapai tujuan yang diiinginkan memerlukan waktu yang cukup lama. Salah satu
keunggulan dari teknologi ini adalah dapat mengubah sifat organisme menjadi
memiliki sifat baru yang diinginkan oleh pemiliknya. Perkembangan bioteknologi
sekarang telah sampai pada tahap pemesaran GEP (Genetically Engineered Plants)
yang lebih dikenal dengan tanaman transgenik. Tanaman yang diperoleh melalui
teknologi DNA-rekombinan ini diarahkan untuk menjadi tanaman yang memiliki
produksi dan nilai gizi tinggi, tahan terhadap hama, penyakit, dan gulma serta stress
lingkungan.

Tanaman transgenik dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke


dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Tanaman transgenik
merupakan tanaman yang mengandung gen asing dalam genomnya. Gen asing yang
disebut transgene ini dapat berasal dari tanaman lain yang tidak sejenis, dari hewan
atau mikroorganisme maupun tumbuhan yang membawa sifat tertentu, yang tidak
dimiliki oleh tanaman inang. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal salah
satunya adalah tanaman tahan hama. Transgene yang banyak dipakai untuk
menghasilkan tanaman transgenik yang tahan hama adalah gen Bt yang berasalh dari
bakteri tanah Bacillus thuringiensis. Gen ini dapat menghasilkan protein yang mampu
membunuh serangga Lepidoptera. Tanaman yang mengandung gen Bt tidak disukai
serangga, sehingga mengurangi penggunaan insektisidaselama proses pertumbuhan
tanaman. Tanaman-tanaman transgenik dengan gen Bt yang sudah diuji coba antara
lain adalah tanaman padi, jagung, kentang dll.

Macam-macam gen lainnya yang potensial untuk menjadi trangene, dan


sedang diteliti adalah

1. Gen yang berasal dari tanamn padi liar atau jamur tertentu yang tahan
terhadap salinitas.
2. Gen dari jamur tertentu yang mengeluarkan enzim trehalose, yang
menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan.
3. Gen-gen yang berperan dalam biosintesis beta karoten, yang dapat
menghasilkan tnaman transgenik yang mengandung vitamin A.
4. Gen EPSP dariii strain E.coli tang tahan terhadap glyphosat, yaitu senyawa
aktif herbisida yang dapat menghambat kerja enzim kloroplast.
5. Gen yang dapat mengatur produksi lipid dan karbohidrat tanaman gandum.
6. Gen yang mengkode protein yangmempunyai nilai terapeutik. Untuk
tanaman yang menghasilkan biji yang mengandung protein seperti keelai
dan jagung.
7. Gen yang dapat memperlambat proses pemasakan sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama.
8. Gen yang dapat meningkatkan kandungan pektin, misalnya untuk tanaman
tomat yang buahnya akan dipakai untuk saus tomat atau pasta.

Keberhasilan rekayasa genetik tanaman dimulai dengan penciptaan tanaman


transgenik. Tanaman disisipi dengan gen-gen ketahanan terhadap penyakit yang
menjadi inang dan juga gen-gen peningkatan produksi dan kualitas produksi.
Pengelompokan mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangga hama meliputi
antixenosis, toleran dan antibiosis. Tanaman dikatakan memiliki ketahanan jika
tidak disukai oleh hama baik karena bentuk morfologisnya maupun fisiologisnya
(baunya). Tanaman dapat dikatakan tahan apabila memiliki toleransi terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh suatu hama dan mempunyai produk metabolit
tertentu yang mampu mengusir atau menyebabkan kematian terhadap hama.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa ketahanan alamai tanaman inang
terhadap hamanya disebabkan oleh tipe genetiknya, morfologinya dan
kimiawinya. Karena distribusi penyakit pada tanaman inang sangat luas beberapa
peneliti penyatakan bahwa ketahan penyakit lebih cenderung karena sifat genetik
suatu tanaman. Karena sebagian penyakit selain ditularkan oleh serangga hama
yang merupakan vector mampu menyebar melalui air, udara, dan lainnya
kemudian masuk melalui luka mekanis maupun lubang alami sehingga tanaman
yang memiliki ketahanan etrhadap hama dan juga penyakit merupakan tanaman
yang sempurna, tentunya disertai dengan produktivitas yang tinggi juga.
Untuk merakit sebuah tanamn yang resisten terhadap hama dan penyakit
sebelumnya diperlukan pengetahuan tentang pola pewarisan gen ketahanan, tipe
ketahanan, mekanisme ketahanan dan sumber genetik ketahanan. Ketahanan
vertikal diwariskan oleh satu gen atau sebagian gen kecil, sementara ketahanan
horizontal diwariskan secara poligenik oleh beberapa atau banyak gen. Ketahanan
suatu tanaman dapat ditentukan oleh satu gen atau beberapa gen mayor dan bisa
juga dikendalikan oleh beberapa gen minor. Jika gen-gen ketahanan suatu
tanaman telah ditemukan baik gen tahan terhadap hama tertentu maupun penyakit
tertentu maka langkah-langkah perakitan tanaman resisten selanjutnya adalah
bagaimana melakukan rekayasa genetika untuk menghasilkan tanaman yang kita
kehendaki. Perlu langkah panjang sebelum melakukan rekayasa genetik ini
misalnya dengan menyeleksi tanaman yang tahan melalui beberapa tes terhadap
suatu hama dan suatu penyakit. Ketahanan tanaman perlu di seleksi lagi apabila
tanaman tersebut bersifatsangat tahan, tahan dan cukup tahan. Karena sifat
ketahanan diatur oleh suatu gen baik itu gen tunggal atau beberapa gen pengatur
sifat ketahanan tersebut dengan mngekarakteristik DNA tanaman tersebut.

Perakitan tanaman transgenic tahan hama merupakan salah satu bidang yang
mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman. Perakitan tanaman transgenik
tahan hama umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt).

Dalam program perakitan tanaman transgenik diperlukan kerja sama antar


peneliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti disiplin ilmu serangga (entomologi),
kultur jaringan, biologi molekuler, dan pemuliaan tanaman. Keterkaitan disiplin
ilmu ini dalam perakitan tanaman transgenic tahan hama sangat erat. Peran
masing-masing disiplin ilmu dalam perakitan tanaman transgenik tahan hama
diuraikan berikut ini.
1. Entomologi
a. Penentuan jenis hama target dan gen tahan yang akan digunakan
Sebelum tanaman transgenik dirakit, perlu dilakukan penentuan
prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan dengan tanaman
transgenik yang akan dirakit. Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama
yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya,
misalnya hama penggerek batang padi, penggerek batang jagung, hama kepik,
dan hama pengisap polong. Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang
akan dipakai, misalnya Bt-toksin,proteinase inhibitor (PI) atau gen tahan
lainnya (Bahagiawati 2000). Jika pilihan jatuh pada Bt-toksin, kemudian
ditentukan gen Bt atau gen cry yang akan digunakan. Sampai saat ini paling
sedikit telah dikenal enam golongan gen cry dan masing-masing gen
mempunyai hama target tertentu. Untuk PI harus ditentukan kelas PI yang
akan digunakan. PI yang digunakan untuk pengendalian hama terdiri atas tiga
kelas, yaitu serine PI, cysteine PI, dan aspartyl PI. Baik Bt-toksin maupun PI
dapat menghambat pertumbuhan serangga dengan mengganggu proses
pencernaannya. Untuk mengetahui insektisida protein yang mempunyai
potensi untuk menghambat pertumbuhan hama target dapat dilakukan
percobaan in vitro atau in vivo. Beberapa penelitian in vitro (dalam tabung uji)
telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh produk dari suatu gen tahan
terhadap enzim-enzim yang terdapat dalam sistem pencernaan suatu jenis
serangga. Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi saluran pencernaan
serangga untuk mengisolasi enzim enzimnya. Dari penelitian ini dapat
diketahui jenis enzim pencernaan yang dominan pada spesies hama tersebut
dan insektisida protein yang dapat dipakai untuk menghambat aktivitas
pencernaan hama. Penelitian in vivo dapat dilakukan dengan membuat
makanan buatan atau menyemprot tanaman atau bagian tanaman dengan gen
produk (protein) dari kandidat gen, dilanjutkan dengan infestasi serangga
target dan pengamatan pertumbuhan serangga. Dari penelitian ini dapat
diketahui potensi insektisida protein dalam menghambat pertumbuhan
serangga, serta dosis yang dibutuhkan untuk dapat membunuh serangga hama
dimaksud.

b. Konfirmasi ketahanan tanaman transgenik tahan hama target


Setelah ditentukan kandidat gen yang akan digunakan dalam proses
transformasi, pekerjaan selanjutnya dapat diserahkan ke disiplin ilmu lain
seperti kultur jaringan dan biologi molekuler. Peran ahli serangga (entomolog)
diperlukan kembali apabila tim transformasi telah mendapatkan
tanaman putative transformant. Ahli serangga diperlukan untuk menentukan
kemampuan gen yang terekspresi pada tanaman transgenic dalam menahan
perkembangan hama target. Pada kasus-kasus tertentu, meskipun transgen
(gen yang diintroduksi ke tanaman) telah terekspresi pada level yang tinggi
pada tanaman transgenik, namun keberadaannya belum mampu menghambat
pertumbuhan hama target. Setelah dilakukan pengujian di laboratorium dan
rumah kaca, penelitian dilanjutkan di lapangan (uji terbatas pada daerah
terisolasi) untuk mengetahui penampilan tanaman transgenik di lapangan.
Pengaruh tanaman transgenic terhadap hama target dan nontarget terutama
musuh alaminya juga harus diketahui untuk memenuhi persyaratan sebelum
tanaman transgenik dilepas, dan juga sebagai bahan dalam perakitan paket
pengendalian hama terpadu (PHT) tanaman transgenik yang akan dilepas
tersebut.
c. Perakitan teknologi PHT tanaman transgenic
Peran entomolog selanjutnya diperlukan dalam menentukan paket
sistem bercocok tanam tanaman transgenik tahan hama. Entomolog
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara memantau hama yang
dapat dilakukan oleh petani. Pemantauan ini penting untuk menentukan perlu
atau tidaknya petani menyemprot pestisida untuk mengendalikan hama pada
pertanaman tersebut. Monitoring juga perlu dilakukan pada musuh alami hama
yang terdapat pada ekosistem pertanaman tanaman transgenik itu. Sebagai
contoh, sistem paket penanaman kentang transgenik yang mengandung
gen cry 3A telah diajukan oleh Fieldman dan Stone (1997).
2. Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan disiplin ilmu yang sangat menentukan
keberhasilan proses transformasi. Kultur jaringan merupakan gabungan antara
ilmu dan seni dalam menumbuhkan sel tanaman, jaringan atau organ tanaman
dari pohon induk pada media buatan. Kultur jaringan tanaman terbagi dalam
dua kelompok besar, yaitu kultur unorganized tissue dan kultur organized
tissue. Kultur unorganized tissue terdiri atas beberapa sistem kultur, seperti
kultur kalus, kultur suspensi, kultur protoplas, dan kultur anther, sedangkan
kultur organized tissue terdiri atas kultur meristem, shoottip, node
culture, kultur embrio dan root culture. Dalam perakitan tanaman transgenik,
ahli kultur jaringan diperlukan dalam penyediaan sel atau jaringan target,
transformasi dan seleksi, serta regenerasi sel atau jaringan transgenik.
a. Penyediaan sel atau jaringan target
Jika jenis tanaman yang akan ditransformasi telah ditetapkan, langkah
berikutnya adalah menentukan bagian tanaman yang akan digunakan sebagai
eksplan serta media untuk induksi kalus regenerasi atau organogenesis. Jenis
media akan menentukan keberhasilan kultur jaringan dan transformasi. Media
ini biasanya terdiri atas vitamin, hormon, asam amino, dan sumber energi
dalam bentuk sukrosa, dan untuk media padat diperlukan agar atau gelating
agent lainnya. Media yang digunakan dalam pembentukan kalus
atau undifferentiated tissues berbeda dengan media untuk pembentukan organ.
Hal ini bergantung pada komposisi hormon tumbuh auksin dan sitokinin.
Untuk tanaman padi, jaringan yang sangat responsif dan merupakan sumber
sel yang sangat baik untuk mendapatkan tanaman transgenik padi adalah sel
kalus dari embrio. Penggunaan selsel kalus yang sedang tumbuh aktif
memperbanyak diri (actively growing embryogenic calli) dapat menjamin
efisiensi transformasi yang tinggi.
b. Transformasi dan seleksi
Beberapa teknik transformasi yang dikenal adalah elektroforesis, gene-
gun, dan dengan mempergunakan bakteri Agrobakterium. Sel atau jaringan
yang telah tertransformasi dipisahkan dari jaringan yang tidak tertransformasi
untuk menghindarkan terjadinya jaringan yang dichotume. Di samping itu, sel
yang tidak tertransformasi akan tumbuh lebih baik dari sel-sel yang
tertransformasi sehingga harus dibuang. Seleksi dilakukan dengan beberapa
kali subkultur sehingga diyakini bahwa jaringan atau sel yang hidup atau lolos
dari seleksi (diseleksi dengan media yang berisi herbisida atau antibiotik)
bukanescape. Jenis agen atau bahan yang digunakan untuk seleksi tergantung
pada gen seleksi yang digunakan. Gen seleksi ini dapat berupa antibiotic
seperti neomycin phosphotransferase (NPT II) yang menyebabkan resistensi
terhadap antibiotik kanamisin, atau gen bar yang menyebabkan resistensi
terhadap herbisida seperti basta (PPT) dan bialafos. Di samping selectable
marker,transformasi juga dilakukan dengan menyertakan gen reporter
(reporter genes). Ada beberapareporter genes yang dipakai untuk
transformasi, antara lain GUS ((β-glucoridase), LUC (luciferase), dan
antosianin.
c. Regenerasi sel atau jaringan transgenic
Jika transformasi dilakukan dengan embriogenesis maka ahli kultur
jaringan dituntut untuk dapat meregenerasikan sel atau jaringan yang sudah
tertransformasi itu menjadi plantlet. Pada komoditas tertentu, regenerasi sel
atau jaringan transgenik menjadi plantlet sulit dilakukan sehingga diperlukan
kejelian mata untuk melihat jaringan yang embriogenik. Jaringan embriogenik
yang telah tertransformasi ditumbuhkan pada media regenerasi untuk
mendapatkan plantlet yang normal bentuknya.
3. Biologi Molekuler Tanaman
Disiplin ilmu biologi molekuler sangat diperlukan dalam perakitan
tanaman transgenik, terutama dalam bidang penelitian berikut ini.
1. Konstruksi dan rekonstruksi plasmid atau vektor.
Konstruksi plasmid atau vektor harus cocok untuk proses transformasi.
Konstruksi diperlukan untuk mendapatkan ekspresi transgen yang tinggi atau
optimum. Beberapa komponen dalam plasmid atau vector yang dapat ditukar
sesuai dengan kebutuhan adalah promoter, gen reporter, gen seleksi, dan gen
yang akan diintroduksi itu sendiri. Melalui perakitan ini diharapkan gen yang
diintroduksi dapat terekspresi secara maksimum pada jaringan tanaman.
2. Konfirmasi keberadaan transgen serta kestabilannya.
Konfirmasi keberadaan dan integrasi transgen dapat dilakukan
dengan polymerase chain reaction (PCR) dan Southern-blot. PCR hanya dapat
menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgen sesuai dengan primer
yang dipakai. PCR merupakan cara yang popular digunakan karena dapat
menganalisissecara cepat sampel yang banyak jumlahnya. Meskipun demikian,
PCR mempunyai beberapa kelemahan. Sampel yang positif PCR
hanya menunjukkan adanya sekuen yang homolog dengan primer dan berada
pada jarak yang memungkinkan dihasilkannya produk PCR. Namun, hasil PCR
tidak dapat member informasi tentang asal DNA yang teramplifikasi, apakah
dari kontaminan atau dari sampel yang diinginkan. Hasil PCR juga tidak dapat
menunjukkan apakah template tersebut sudah terintegrasi ke dalam genom
tanaman atau belum. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 85% dari total
tanaman transgenic yang positif PCR juga positif mengandung DNA dan
protein yang dimaksudkan. Untuk mengetahui apakah seluruh basa yang ada
dalam transgen terintegrasi dalam genom tanaman perlu dilakukan Southern-
blot. Southern blot juga dapat menginformasikan jumlah copy gen yang
terintegrasi dan pengaturan kembali pada transgen setelah terintegrasi dalam
genom tanaman.
3. Konfirmasi ekspresi dari gen yang diintroduksi serta kestabilannya.
Setelah diketahui ada gen yang diintroduksi pada tanaman, perlu dilakukan
analisis untuk mengetahui apakah gen tersebut dapat terekspresi pada tanaman
target. Analisis dapat dilakukan dengan dot-blot(ELISA) maupun Western-
blot. Keberadaan suatu transgen pada tanaman belum menunjukkan bahwa gen
tersebut dapat terekspresi. Untuk mengekspresikan dirinya, gen memerlukan
seperangkat sistem untuk memulai proses ekspresi tersebut. Gen atau DNA di
dalam nukleus harus dapat ditranskrip menjadi mRNA. Selanjutnya mRNA ini
harus dapat keluar dari nukleus ke sitoplasma yang kemudian mengadakan
proses translasi untuk menghasilkan protein sesuai dengan template DNA-
nya. Dalam proses ekspresi ini banyak hal yang dapat terjadi sehingga gen tidak
dapat menghasilkan protein yang dimaksud. Hal ini dikenal dengan
istilah gene silencing, suatu kasus di mana ditemukan keberadaan sekuen DNA
transgen dalam tanaman transgenic tetapi gen tersebut tidak dapat membentuk
protein yang diinginkan. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya
adalah terjadinya metilasi DNA dan co-suppressing dari sekuen yang homolog
Setelah gen yang diintroduksi dapat terintegrasi dan terekspresi, selanjutnya
proses ini memerlukan disiplin ilmu serangga dan pemuliaan tanaman untuk
memastikan gen yang terekpresi pada tanaman transgenik dapat berfungsi
sebagai insektisida dalam pengendalian hama tertentu serta untuk mengetahui
kestabilan transgen.
4. Pemuliaan Tanaman
Sebelum transformasi tanaman dimulai, perlu ditentukan varietas
(genotipe)tanaman yang akan digunakan sebagai target sel atau jaringan untuk
ditransformasi. Hal ini disebabkan tidak semua varietas responsif terhadap
kultur jaringan. Setelah transgen dipastikan terkandung dalam tanaman
transgenik, selanjutnya ditentukan apakah transgen tersebut diturunkan pada
keturunannya mengikuti rasio Mendelian. Dalam upaya perbaikan tanaman
transgenic perlu dilakukan penyilangan antara tanaman transgenik dan galur
elit untuk mendapatkan tanaman transgenik tahanhama yang mempunyai sifat
agronomi yang diinginkan pula. Untuk maksud tersebut dapat digunakan
teknik molekuler guna menyeleksi keturunan dari tanaman transgenik, seperti
seleksi restriction fragment length polymorphism (RFLP), dan random
amplifiedpolymorphic DNA-PCR (RAPD-PCR). Melalui pemuliaan
diharapkan dapat diperoleh tanaman transgenik yang mampu bersaing dengan
tanaman nontransgenik, antara lain
dalam potensi hasil tinggi yang dapat dicapai oleh petani.
Cara Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama

1. Menentukan prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan


dengan tanaman transgenik yang akan dirakit. Untuk keperluan ini
umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan
dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi,
penggerek batang jagung, hama kepik, dan hama pengisap polong.
Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan dipakai, misalnya
Bt-toksin, proteinase inhibitor (PI)
2. Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen
yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen,
DNA yang mengkode protein cry akan dimasukkan ke dalam vektor
kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid Bacillus
thuringiensi. Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam
bakteri sehingga DNA tersebut dapat diperbanyak seiring dengan
perkembangbiakan bakteri.
3. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang
cukup maka akan dilakukan transfer gen tersebut ke dalam sel tumbuhan
yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian
daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri
Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA
dengan bantuan listrik).

Berikut adalah penjelasan tentang beberapa metode transfer gen.


• Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil.
Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk
melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-
proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil
tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman.
Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman,
meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan
berlangsung.
• Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium
tumefaciens.
Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara
alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk
menyisipkan gen asing.Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang
menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit
tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman
dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara
langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke
dalamgenom (DNA) tanaman. Setelah DNA asing menyatu
dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat
diekspresikan tumbuhan.
• Metode elektroporasi.
Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima
gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga
menjadi protoplas (sel yang kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi
kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran
sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu
(terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian, dilakukan
proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun
untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi
ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi)
hingga nantinya terbentuk akar dan tunasApabila telah terbentuk tanaman
muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru
tanaman dapat diamati.

Dampak Positif dari Tanaman Transgenik


1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang
lebih sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan
memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

Dampak Negative dari Tanaman Transgenik

1. Aspek social
Aspek ekonomi
Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah
memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang
dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu
menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula
dari tebu atau bit biasa

2.Aspek kesehatan
a. Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh
organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang
berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan.
Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang
tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan
risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan.

b. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan


WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya
berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam
organisme transgenik maupun produknya, berpotensi
menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi
penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam
kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing
nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae.

3. Aspek lingkungan

1. Potensi erosi plasma nutfah


Penggunaan tembakau transgenik telah memupus
kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak
tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah
hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh,
dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan
efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan
kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga
dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan
ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut.

2. Potensi pergeseran gen


Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap
serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar
yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah,
misalnya cacing tanah.

3. Potensi pergeseran ekologi


Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran
ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu
tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau
lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-
faktor lingkungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Amirhusin, Bahagiawati.2004. Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Bogor:Jurnal Litbang


Pertanian
Amirhusin, Bahagiawati.2004. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Bogor :
Buletin AgroBio
Waluyo, Lud.2005.Mikrobiologi umum. Malang:UMM press

Anda mungkin juga menyukai