Disusun Oleh :
2110013411067
Kelas : 2B PGSD
2022
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
D. Kegunaan Penelitian ......................................................................
B.Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas dapatlah dirumuskan permasalahannya yaitu:
1. Bagaimana kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di
SLB Gema Insani Kota Padang?
2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan keagamaan pada program pendidikan
inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) di SLB Gema Insani Kota Padang?
3. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dari kegiatan
keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan
kepercayaan diri siswa Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Gema Insani
Kota Padang?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuannya adalah:
1. Untuk menemukan dan mendeskripsikan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) di
2. Untuk menemukan dan mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan keagamaan
pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
3. Untuk menemukan dan mendeskripsikan faktor pendukung dan
penghambat dari kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi
dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK
E.Manfaat Penelitian
1. Secara akademis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan
hasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan
Agama Islam khususnya dalam masalah pelaksanaan kegiatan keagamaan pada
program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) dan juga dapat menjadikan sebagai alternatif jawaban dalam
memecahkan masalah berkenaan dengan proses implementasi kegiatan keagamaan
pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus)
Adapun disisi lain Tesis ini juga diharapkan dapat membangkitkan semangat
para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan dapat memberikan pengalaman bagi
mereka tentang kegiatan keagamaan dan cara atau metode yang efektif untuk
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK(Anak Berkebutuhan Khusus), karena
mengingat bahwasannya peran guru PAI sangat penting untuk membentuk akhlak dan
kepribadian anak dalam lingkungan pendidikan, baik itu pendidikan bagi anak yang
berkebutuhan khusus maupun pendidikan pada umumnya.
2. Secara praktisi
a. Penelitian ini dapat menunjang pengembangan informasi tentang kegiatan
keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) khususnya di SLB Gema Insani Kota
Padang dan Lembaga Pendidikan Islam pada umumnya.
b. Dapat memberikan gambaran tentang proses pelaksanaan kegiatan keagamaan
pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) di SLB Gema Insani Kota Padang.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Self confidence is belief in your ability to succeed. Lack of self confidence stops
you even trying. Don't let lack of self confidence hold you back. Adapun pengertian
yang lain, percaya diri adalah sebentuk keyakinan kuat pada jiwa, kesepemahaman
dengan jiwa, dan kemampuan menguasai jiwa. Dalam mengembangkan kualitas diri
berarti mengembangkan bakat yang dimiliki, mewujudkan impian-impian,
meningkatkan rasa percaya diri, menjadi kuat dalam menghadapi cobaan dan
menjalani hubungan baik dengan sesamanya. Perkembangan tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan dengan melalui hubungan dan pergaulan dengan manusia, juga
dengan pembinaan dan pendidikan. Pendidikan diharapkan bisa menjadi lingkungan
yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya
secara optimal. Sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan memfungsikan
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan lingkungannya.Syarat utama supaya
anak didik bisa mandiri dalam segala tindakan yaitu jika anak didik percaya pada
kemampuan dan kekuatan dirinya. Tanpa ada kepercayaan diri maka akan timbul
keraguan dalam segala tindakan, bahkan kadang-kadang dapat menyebabkan tidak
berani berbuat apapun termasuk dalam menyelesaikan suatu masalah (tugas) tanpa
mengharapkan bantuan orang lain. Rasulullah SAW pernah meminta kepada para
sahabat agar menghilangkan perasaan tidak percaya diri, lemah dan takut, tetapi harus
menambahkan Izzah (harga diri yang mulia), berani mengungkapkan pendapat serta
mengekspresikan pikiran dan perasaan tanpa takut kepada manusia. Sebab rasa
percaya diri yang sebenarnya didasari oleh perasaanpositif akan harga diri kita.
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Menurut Frieda, faktor-faktor yang mempengaruhi percaya diri adalah:
1) Keluarga
Kepercayaan diri sebenarnya terbangun melalui proses dari hari kehari selama
masa hidup sesorang. Disini keluarga yangterdiri dari ayah, ibu, ataupun saudara
adalah sebagai landasan dasar yang membangun dan membentuk seseorang
sebagai suatu individu yang memiliki karakteristik tertentu.
2) Lingkungan
Perlakuan, anggapan dan penilaian yang diterima seseorang terutama didalam
sebuah lingkungan yang jauh lebih besar dari keluarga, dalam hal ini adalah
masyarakat akan membentuk kriteria penilaian seseorang terhadap suatu masalah
baik yang bersangkutan dengan dirinya atau orang lain.
3) Kematangan emosi
Emosi adalah bagian yang terpenting didalam pertumbuhan seseorang sebagai
individu, dimana emosi inilah yang terkadang sangat berperan dalam penegasan
identitas diri, dan pembentukan citra diri.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman yang terjadi pada masa lalu dapatmempengaruhi pola pikir dan
pandangan individu tentang bermacam-macam hal, baik yang berasal dari diri
sendiri(mengalami sendiri) atau juga yang berasal dari orang lain.
5) Penerimaan diri
Orang yang dapat menerima keadaan dirinya biasanya akan cenderung
mempunyai kepercayaan diri (self confidence), karena ia merasa yakin bahwa
ia cukup andal atau bisa menerima apapun tentang pandangan orang
kepadanya, sehingga tidak merasa terganggu dengan kekurangan-kekurangan
ataupun kelebihan yang ada pada dirinya sehingga ia dapat menerima
kelebihan dan kekurangan tersebut sebagai bagian dari dirinya yang utuh
B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak Berkebutuhan Khusus atau biasa disebut dengan ABK adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.Anak
Berkebutuhan Khusus juga diartikan anak yang secara signifikan (bermakna)
mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mentalintelektual, sosial, emosional)
dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Ada bermacam-macam jenis
Anak Berkebutuhan Khusus, namun disini penulis hanya membahas tentang
tunagrahita, tunadaksa, tunarungu, tunawicara, down syndrome, autis,dan kesulitan
belajar. Adapun pengertiannya sebagai berikut
a. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak atau orang
yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut
dengan retardasi mental, tunagrahita ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial.Pada penyandang tunagrahita, ciri-cirinya bisa
dilihat jelas darifisik, antara lain:
1) Penampilan fisik tidak seimbang (misalnya kepala terlalu kecil/
besar).
2) Pada masa pertumbuhannya dia tidak mampu mengurus dirinya.
3) Terlambat dalam perkembangan bicara dan bahasa
4) Cuek terhadap lingkungan.
5) Koordinasi gerakan kurang.
6) Sering keluar ludah dari mulut (ngeces)
b. Tunadaksa
Pada dasarnya kelainan pada peserta didik tunadaksa dikelompokkan menjadi dua
bagian besar, yaitu: kelainan pada sistem serebral (cerebral system) dan, kelainan
pada sistem otot dan rangka(musculoskeletal system).Peserta didik tunadaksa
mayoritas memiliki kecacatan fisiksehingga mengalami gangguan pada; koordinasi
gerak, persepsi dankognisi disamping adanya kerusakan syaraf tertentu. Sehingga
dalam memberikan layanan di sekolah memerlukan modifikasi dan adaptasiyang
diklasifikasikan dalam tiga kategori umum, yaitu; kerusakan syaraf, kerusakan tulang,
dan anak dengan gangguan kesehatan lainnya. Pada penyandang tunadaksa, ciri-
cirinya antara lain:
1) Mengalami kelumpuhan fisik baik sebagian anggota gerak tubuhatau semuanya.
2) Intelegensi rendah, sehingga lambat belajar dan memahami sesuatu.
3) Disfungsi motorik dapat berupa sulit menggerakkan bagian tubuh secara normal,
sulit berbicara, ekspresi tegang, wajah cemberut, meneteskan air liur.
4) Kadang mengalami kekakuan otot secara tiba-tiba.
5) Kadang melakukan gerakan yang tidak terkontrol.
6) Gerakan tidak stabil dan mudah jatuh
c. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah
diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.Pada penyandang tunarungu, ciri-cirinya antara lain:
1) Tidak mampu mendengar.
2) Terlambat perkembangan bahasa.
3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
4) Kurang/ tidak tanggap bila diajak bicara.
5) Ucapan kata tidak jelas.
6) Kualitas suara aneh/ monoton.
7) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
8) Banyak perhatian terhadap getaran.
9) Keluar cairan (nanah) dari kedua telinga.
d. Tunawicara
Tunawicara adalah seseorang yang bisu, atau juga bisa dikatakan seseorang yang
mengalami gangguan dalam berbicara, atau ketidak mampuan untuk berbicara karena
disebabkan oleh beberapa faktor.Ciri-ciri seseorang yang mengalami gangguan
berbicara antara lain sebagai berikut:
1) Memiliki gangguan audio sensoris atau tidak mampu memproses
input audio dengan baik.
2) Memiliki defisit dalam mengintegrasikan simbol audio dan visual.
3) Mengalami gangguan pendengaran, khususnya anak dengan
gangguan bahasa campuran reseptif - ekspresif.
4) Memiliki masalah dalam pengucapan yang berhubungan dengan
gangguan motorik, misalnya kemampuan untuk memproduksi
suara.
5) Sering mengalami pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau
suku kata.
6)Sering mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala.
e. Down Syndrome
Down Syndrome merupakan salah satu bagian tunagrahita. Down Syndrome
merupakan kelainan kromosom, yakni terbentuknya kromosom.Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan. Sebenarnya, penyakit ini sudah dikenal sejak 1866 oleh Dr. John
Longdon Down. Namun, pada waktu itu kelainan ini belum terlalumenjamur seperti
sekarang.Pada penyandang down syndrome, ciri-cirinya antara lain:
1) Tinggi badan yang relatif pendek.
2) Kepala mengecil.
3) Hidung yang datar menyerupai orang Mongolia (maka, anak Down
Syndrome ini juga dikenal dengan sebutan Mongoloid).
4) Lapisan kulit tampak keriput meskipun usianya masih muda.
f. Autis
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang didapatkannya sejak lahir
atau masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat berhubungan sosial atau
komunikasi secara normal. Ditinjau dari segi bahasa, autis berasal dari bahasa Yunani
yang berarti „sendiri‟. Hal ini dilatar belakangi karena anak autis pada umumnya
hidup dengan dunianya sendiri, menikmati kesendirian, dan tak ada seorangpun yang
mau mendekatinya selain orang tuanya.Secara neurologis atau berhubungan dengan
sistem persyarafan, autis dapat diartikan anak yang mengalami hambatan
perkembangan otak, terutama pada area bahasa, sosial, dan fantasi. Hambatan inilah
yang kemudian membuat anak autis berbeda dengan anak lainnya.
Pada penyandang autis, ciri-cirinya antara lain:25
1) Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.
2) Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya.
3) Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata.
4) Tidak peka terhadap rasa sakit.
5) Lebih suka menyendiri (sifatnya agak menjauhkan diri).
6) Suka benda-benda yang berputar/ memutarkan benda.
7) Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan.
g.Kesulitan Belajar
Anak yang berkesulitan belajar atau bisa juga disebut dengan low average adalah
anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus
(terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika),
diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena
faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang diatas normal), sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat
berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia)
atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka
tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).
Pada anak yang berkesulitan belajar, ciri-cirinya antara lain:
1) Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia);
perkembangan kemampuan membaca terlambat, kemampuan
memahami isi bacaan rendah, kalau membaca sering banyak
kesalahan.
2) Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia); kalau
menyalin tulisan sering terlambat selesai, sering salah menulis
huruf (b dengan p, p dengan q, v dengan u, dan sebagainya), hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca, tulisannya banyak salah/
terbalik/ huruf hilang, sulit menulis dengan lurus pada kertas tak
bergaris.
3) Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia);
sulit membedakan tanda-tanda (+, -, x, :, >, <, =), sulit
mengoperasikan hitungan/ bilangan, sering salah membilang
dengan urut, sering salah membedakan angka (angka 9 dengan 6,
17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya), sulit
membedakan bangun-bangun geometri
C. Kegiatan Keagamaan di Sekolah
Pengertian Keagamaan secara etimologi, istilah keagamaan itu berasal dari kata
“Agama” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga menjadi
keagamaan. Kaitannya dengan hal ini, arti keagamaan sebagai berikut: Keagamaan
adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu mengenai agama,
misalnya perasaan keagamaan, atau soal-soal keagamaan. Adapun secara istilah
pengertian “Agama” dapat dilihat dari 2 aspek yaitu: Aspek Subyektif (pribadi
manusia), dan Aspek Objektif. Aspek subyektif agama mengandung pengertian
tingkah laku manusia
yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat
mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan antar
manusia dengan Tuhannya dan pola hubungan dengan masyarakat serta alam
sekitarnya. Aspek objektif agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai
ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan sesuai dengan
kehendak ajaran tersebut.Adapun beberapa bentuk kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan disekolah seperti Sholat berjamaah,Tadarus,BTA,Kajian
keputria,Qiro‟ah,PHBI,Hafalan juz amma,Wisuda Al-Quran.
Kegiatan-kegiatan pengembangan keagamaan tersebut dilaksanakan secara rutin
dan terprogram melalui perencanaan yang dilakukan oleh warga sekolah, baik itu
oleh guru PAI, guru mata pelajaran umum, maupun tenaga pendidik lainnya sesuai
dengan program yang dilaksanakan. Dan untuk penilaiannya dapat dilakukan dengan
mengamati atau mengobservasi perilaku siswa sehari-hari dan pada waktu
melaksanakan kegiatan. Materi kegiatan di sekolah dapat dibedakan menjadi tiga
bidang pokok, yaitu keimanan (tauhid), keIslaman (syari‟at), dan ihsan (akhlak
D. Program Pendidikan Inklusi
1. Pendidikan Inklusi
Sekolah Inklusif adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan
mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang
sama.Sekolah Inklusi juga dapat diartikan sebagai sekolah yang menerapkan sistem
inklusi, yaitu menyertakan semua anak, baikyang reguler atau berkebutuhan khusus
kedalam satu sistem pendidikan.Adapun pengertian yang lain, Pendidikan Inklusi
adalah dimana ada sebagian anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
diintegrasikan kedalam kelas regular. Inklusif terjadi pada semua lingkungan sosial
anak, keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, dan institusi-institusi
kemasyarakatan lainnya. Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang
berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatanhambatan
yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Inklusif merupakan perubahan praktis yang memberi peluang anak dengan latar
belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil dalam belajar. Perubahan ini
tidak hanya menguntungkan anak yang sering tersisihkan, seperti anak berkebutuhan
khusus, tetapi semua anak dan orang tuanya, semua guru dan administrator sekolah,
dan setiap anggota masyarakat.
2. Program Pendidikan Inklusi
Program adalah rencana atau acara atau agenda atau cadangan atau kalender.
Sedangkan program pendidikan inklusi adalah rencana pendidikan untuk anak yang
memiliki kebutuhan khusus (special needs) yang diintegrasikan kedalam kelas
reguler.Salah satu alasan orang tua menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan
khusus ke sekolah inklusi adalah agar anaknya mampu berinteraksi dengan anak
sebayanya tanpa dibedakan dan bisa meneruskan pendidikan di sekolah reguler.
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh melalui konsep pendidikan inklusi,
diantaranya adalah; meningkatkan interaksi sosial,
lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh, meningkatkan
perkembangan bahasa, menjadikan mereka lebih mandiri, perkembangan
dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang
dijalankan oleh guru.
Adapun Aspek-aspek yang berkaitan dengan budaya sekolah
(school climate) dan berkorelasi positif dengan penumbuhan pendidikan
inklusif, diantaranya adalah; dukungan kepemimpinan (supportive
leadership), kemandirian guru (teacher’s autonomy), kebanggaan akan
profesi guru (prestige of the teaching profession), renovasi fasilitas
sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (renovations), kerjasama antar
guru (teacher’s collaboration), dan banyaknya beban kerja (workload).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi:
a. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah,
menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.
b. Sekolah harus siap mengelolah kelas yang heterogen dengan
kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual.
c. Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri.
Faktor eksternal meliputi:
1) Faktor lingkungan keluarga
2) Faktor lingkungan sekolah
3) Faktor lingkungan masyarakat
4) Faktor waktu
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Disebut
deskriptif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data yang bersifat
data verbal.Data verbalnya yaitu berupa deskriptif yang diperoleh dari pengamatan
implementasi kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) studi multi
kasus pada SLB Gema Insani Kota Padang.Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan suatu fenomena tertentu dengan bertumpu pada prosedur-prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku secara utuh. Penelitian ini secara fundamental bergantung
pada pengamatan manusia (peneliti) dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan istilahnya.
1. Sumber Data
Sumber Data adalah obyek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Jenis Data Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan
data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya
akan menghasilkan suatu hal yang dapat menggambarkan atau mengindikasikan
sesuatu.Adapun jenis data dalam penelitian ini yaitu data kualitatif. Menurut Iqbal
Hasan, data kualitatif adalah data penelitian yang tidak berbentuk bilangan.Dalam
penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif mengenai pelaksanaan
kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan
kepercayaan diri siswa ABK
Proses pembelajaran dan pendidikan yang dilaksanakan untuk siswa inklusi atau
siswa berkebutuhan khusus (children with special needs) baik di memiliki suatu pola
tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Artinya sikap kemajuan
berfikir dan rasa kepercayaan dirinya memiliki perbedaan antara anak yang satu
dengan anak yang lainnya. Rasa kepercayaan diri yang berkembang pada psikologis
anak inklusi atau anak berkebutuhan khusus merupakan hal yang pokok dan yang
paling utama diusahakan di masing-masing sekolah, karena kemajuan belajar dan
perkembangan seorang siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tergantung rasa
kepercayaan dirinya. Ketika rasa percaya diri seorang siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) terbentuk dengan baik, maka proses kemajuan anak ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) tersebut akan lebih cepat berkembang, dan sebaliknya
jika rasa percaya diri seorang siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) belum
terbentuk secara optimal, maka proses kemajuan belajar dan perkembangan seorang
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tersebut akan terhambat. Kepercayaan diri
anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan
fungsional. Kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)di SLB Gema
Insani Kota Padang memiliki karakteristik spesifik yang tersendiri dan sedikit
berbeda. Karakteristik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorik motorik atau
kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri (skill), konsep diri, kemampuan
berinteraksi sosial, serta kreatifitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang
karakteristik pada setiap siswa, para guru di SLB Gema insani memiliki metode,
yakni terlebih dahulu melakukan skrining atau assessment agar mengetahui secara
jelas mengenai kompetensi diri peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya agar saat
memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan, yakni mengenai intervensi
pembelajaran yang dianggap cocok. Model bimbingan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus, seyogyanya difokuskan dahulu terhadap prilaku non adaptif
atau prilaku menyimpang sebelum mereka melakukan kegiatan. Program kegiatan
belajar individual bimbingan semacam ini dapat diterapkan didalam pengkondisian
lingkungan yang dapat mencapai perkembangan optimal dalam upaya kepercayaan
dirinya dan perilaku-perilaku yang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri. Faktor internal terdiri dari faktor biologis(jasmaniah) meliputi
segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang
bersangkutan, yaitu kondisi fisik dan kondisi kesehatan. Dan faktor psikologis
(rohaniah) meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang,
misalnya keterbatasan intelektual yang disebabkan karena memiliki IQ jauh
dibawah normal, sehingga mengakibatkan siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
sulit untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan yang lain.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri.
Salah satu kejadian yang menyangkut factor eksternal misalnya, orang tua terkadang
menuntut terhadap anak,dimana orang tua menginginkan atau berambisi agar si anak
tersebut memiliki daya kemampuan yang sama dengan anak normal. Maka tuntutan
inilah yang nantinya bukan menjadikan anak berkembang, namun sebaliknya justru
akan memperlambat perkembangan si anak, dikarenakan metode cara mendidik anak
yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh seorang anak
dan kurangnya rasa kesadaran orang tua terhadap anak (ego orang tua). Contoh yang
lain mengenai faktor eksternal juga dari pengaruh guru pendidik di sekolah, dan
teman-teman belajar mereka di sekolah, baik kepada teman reguler, maupun teman
sesama ABK (Anak BerkebutuhanKhusus).
B. Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan pada Program Pendidikan Inklusi dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ABK
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, dan tentunya akan berperan besar
terhadap suatu perkembangan atau kemajuan dan suatu kemunduruan atau penurunan
rasa kepercayaan diri yang dilakukan dengan program kegiatan keagamaan anak
didik atau siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SLB Gema Insani Kota
Padang. Faktor pendukung, jelas akan mengarah kepada suatu perkembangan dan
kemajuan rasa kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Dan
sebaliknya, mengenai faktor penghambat, tentu akan mengarah kepada kemunduran
dan penurunan rasa kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Berikut ini faktor-faktor yang mendukung dan menghambat serta solusi yang
dibutuhkan dari kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
a. Faktor Pendukung
A.Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian diatas, maka dapat penulis simpulkan, yaitu:
1. Kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SLB Gema Insani
Kota Padang, tergantung dari gangguan yang dialami, karena ada banyak
karakteristik siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Mayoritas siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) sudah percaya diri, dan yang sebagian kecil tidak percaya diri.
Faktor yang mempengaruhi ketidak percayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) di SLB Gema Insani Kota Padang adalah faktor fisik, faktor ekonomi orang
tua, dan faktor kemampuan intelektual. kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) ada yang melebihi siswa reguler, ada yang sebagian besar
kepercayaan dirinya biasa saja, dan ada juga yang tidak percaya diri.
2. Pelaksanaan kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)di SLB
Gema Insani Kota Padang adalah semua kegiatan keagamaan salah satu tujuannya
untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Adapun kegiatan keagamaan yang dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) diantaranya adalah sholat dhuha bersama setiap pagi,
membaca Al-Quran sebelum pelajaran dimulai, kuliah tujuh menit (kultum) sebelum
pelajaran dimulai, membaca doa sehari-hari di ruang sumber, membaca sholawat
sebelum sholat, sholat dhuhur berjamaah, sholat Jumat berjamaah, sholat ashar
berjamaah, ekstra kurikuler hadrah (al-banjari) setiap hari Selasa, acara Perayaan Hari
Besar Islam (PHBI) maupun nasional yang diadakan 4 kali dalam 1 tahun seperti
maulid Nabi Muhammad SAW dengan mengadakan perlombaan bertema keIslaman
yang siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) ikut serta dalam acara tersebut dan
mengikuti berbagai perlombaan yang ada, seperti lomba membaca Al-Quran, lomba
hafalan doa sehari-hari, lomba hafalan AlQuran surat pendek (Juz Amma), lomba
hadrah (al-banjari), lomba ceramah Agama Islam, dan lomba cerdas cermat PAI.
3. Faktor pendukung dari kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi
dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di
SLB Gema Insani adalah sarana prasarana yang memadahi, kepedulian guru
pembimbing Agama, rasa semangat belajar dari siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus), outbound keagamaan (praktik ceramah Agama, praktik sholat, praktik
wudhu, dan lain sebagainya), orang tua, guru-guru, dan lingkungan yaitu pergaulan
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Adapun faktor penghambat dari kegiatan
keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SLB Gema Insani , diantaranya yang
pertama adalah orang tua yang kurang tanggap atau kurang memperhatikan anaknya,
karpet-karpet yang mulai rusak, ada beberapa siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) yang sulit terbuka dan dia hanya mau berkomunikasi dengan guru yang
dirasa cocok dengannya. Yang kedua, situasi hati siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus), ketika rasa semangatnya muncul mereka aktif sekali ikut kegiatan, ketika
rasa semangatnya turun mereka lebih suka dengan dunianya sendiri, seperti halnya
siswa yang tergolong Autis. Dan yang ketiga, dari siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) sendiri, terkadang tidak mau mengikuti kegiatan.Para guru, mempuyai solusi
tersendiri dari berbagai faktor penghambat dari kegiatan keagamaan pada program
pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus), adapun solusinya antara lain adalah melakukan kerjasama
yang baik antar warga sekolah, melakukan parenting dan orang tua harus mendukung,
mengundang wali murid untuk berdiskusi mengenai perkembangan anaknya dan
berdiskusi mengenai pembaharuan fasilitas yang ada, mendatangkan guru dari luar
untuk melatih dan mendampingi siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), selalu
memotivasi siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tiada henti dengan tanpa ada
rasa lelah dan menyerah walaupun terkadang dengan paksaan, dan selalu melakukan
pembiasaan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Uqshari, Yusuf. Percaya Diri Pasti. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.