Keadaan geografis Indonesia terdiri dari berbagai pulau. Tentunya
cara termudah untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lain adalah dengan transportasi udara. Hal ini tentunya bisa menjadi pelaung bisnis bagi Lion Air. Saat ini Lion Air melayani lebih dari 36 kota diseluruh Indonesia, dari Banda Aceh hingga ke Jayapura.
Faktor Peluang (Opportunity)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tren yang positif dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sekarang bukan hanya orang kaya yang bisa naik pesawat. Dengan tiket murah, sekarang masyarakat kelas bawah pun bisa naik pesawat. Apalagi dengan meningkatnya daya masyarakat, mereka beralih dari transportasi darat ke pesawat udara yang lebih cepat dan nyaman.
Faktor Ancaman (Threats)
Ancaman dari maskapai berbiaya rendah adalah munculnya rival baru. Kemunculan AirAsia membuat Lion Air tergusur. Mengusung konsep maskapai berbiaya rendah tentunya akan menjadi rival berat Lion Air. Apalagi AirAsia terkenal dengan pelayanan yang ciamik, staff dan pramugari yang ramah dan OTP yang baik. Apalagi AirAsia punya jurus pamungkas yaitu seat pitch yang lebih manusiawi dibanding Lion dan tiket promo yang sangat menggiurkan.
Faktor Kekuatan (Strength)
Tidak bisa dipungkiri kekuatan dari maskapai Lion Air adalah harga tiket yang murah dan jadwal yang flexibel. Dengan jadwal flight yang banyak memudahkan penumpang untuk mengatur waktu keberangkatan. Lantas mengapa harga tiket Lion bisa lebih murah dibanding yang lain? Salah satu alasannya adalan Lion menggunakan pesawat yang efisien yaitu Boeing 737 900ER. Sebagai pioneer maskapai berbiaya murah di Indonesia, menjadikan nama Lion Air melekat kuat dimasyarakat. Bisa dibilang status sebagai “pioneer” menjadi kelebihan tersendiri dibanding dengan kompetitor lainnya. Faktor Kelemahan (Weakness) Kalau ditanya apa kelemahan Lion Air jelas saya akan menjawab DELAY. Tingkat OTP (On Time Performance) Lion Air jauh sekali dari rata-rata maskpai Indonesia. Banyaknya kota yang disinggahi satu pesawat menjadi alasan utama. Turn over time dari deboarding ke boarding biasanya 45 menit. Penumpang yang lelet dalam proses boarding juga menjadi penyebabnya. Seharusnya ground staff Lion harus cekatan menghandle masalah boarding. Soal kenyamanan juga Lion masih dibawah ekspektasi. Mulai dari proses check-in, antriannya sangat panjang. Staff check-in Lion bekerja dengan lamban. Berbeda dengan staff Sriwijaya atau AirAsia yang cekatan dan efisien. Pelayanan on-board pun tidak ada yang bisa diharapkan karena memang Lion tidak memberikan makanan dipesawat. Tapi sifat pramugari yang jutek dan tidak helpful memberikan poin minus buat Lion.
Kualitas pilot Lion Air juga bisa menjadi kelemahan. Pasalnya
sebagian besar pilotnya merupakan junior pilot. Bagus jeleknya pilot bisa diketahui dari caranya mendaratkanpesawat. Karna fase pendaratan merupakan fase yang paling kritis dan membutuhkan perhitungan yang sangat matang. Masih ingat dengan kasus kecelakaan Lion Air di Denpasar? KNKT merilis pre-liminary report yang menyebutkan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan adalah karena saat itu pesawat dikendalikan oleh kopilot yang hanya mempunyai 900 jam terbang untuk 737 900 sedangkan regulasi mensyaratkan pengalaman minimal 1.000 jam terbang untuk bisa menerbangkan pesawat.