Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HUTAN
LATIHAN 5
DESKRIPSI HUTAN DENGAN STRUKTUR VERTIKAL
(DIAGRAM PROFIL HUTAN)

Disusun Oleh :
Nama : Helen Meilani Sibarani
NIM : 20/455341/KT/09189
Kelas :C

LABORATORIUM EKOLOGI HUTAN


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
LATIHAN 5
DESKRIPSI HUTAN DENGAN STRUKTUR VERTIKAL
(DIAGRAM PROFIL HUTAN)

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum latihan 5 mengenai deskripsi hutan dengan struktur vertikal
(diagram profil hutan) adalah membuat diagram profil hutan secara subyektif.

II. DASAR TEORI


Vegetasi secara umum adalah kumpulan beberapa tumbuhan yang biasanya
terdiri dari beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Vegetasi, tanah dan
iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik. Diantara individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat antara tumbuh-
tumbuhan itu sendiri maupun dengan binatang yang hidup disekitar vegetasi tersebut
serta faktor-faktor lingkungan. Dengan demikian berarti bahwa vegetasi bukan hanya
kumpulan dari individu-individu tumbuhan saja, akan tetapi merupakan suatu kesatuan
dimana individu-individu penyusunnya saling ketergantungan satu sama lain dan
disebut suatu komunitas tumbuhan. Apabila pengertian tumbuh-tumbuhan ditekankan
pada hubungan yang erat antara komponen organisme dan faktor lingkungan, maka hal
ini disebut ekosistem (Martono, 2012).
Hutan sering dianggap menjadi lapisan atau strata dan formasi hutan berbeda
untuk mendapatkan jumlah strata berbeda & strata (lapisan/tingkat) sering mudah
dilihat dalam hutan atau pada suatu diagram profil, tapi kadang juga tidak dapat dilihat
istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-
kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pengetahuan tentang pola pertumbuhan
berbagai vegetasi hutan dapat menjadi dasar untuk memprediksi kemungkinan
perubahan lingkungan yang akan terjadi di masa depan. Struktur vegetasi hutan dapat
digambarkan dalam bentuk diagram profil. Diagram profil merupakan suatu gambaran
yang menggambarkan susuna ketinggian pohon hutan dalam suatu kuadrat atau petak
ukur yang memiliki ukuran tertentu. Pembuatan diagram profil hutan dapat dilakukan
dengan cara meletakkan plot, tergantung pada densitas pohon dan ditentukan oleh
posisi tiap pohon. Penggambaran posisi pohon pada sketsa berdasarkan skala tertentu
diukur tinggi, diukur cabang pertama, dan dilakukan pemetaan proyeksi kanopi ke
tanah.
Diagram profil hutan menunjukkan posisi pepohonan yang sesungguhnya sesuai
dengan yang ada di hutan sehingga dapat secara secara langsung melihat ada tidaknya
strata hutan secara visual dan kualitatif. Diagram profil dapat digunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik pohon mulai dari ketinggian, kerapatan dan lebar tajuk,
bentuk arsitektur pohon, serta stratum yang sering dimanfaatkan satwa liar dalam
melakukan aktivitas harian (Nugraha, 2017). Selain itu, diagram profil juga dapat
digunakan untuk penelitian satwa liar, terutama untuk penelitian burung dan primata
yang menempati suatu habitat hutan. Komposisi dari suatu profil habitat sangat
bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang hubungan antara derajat
kelimpahan satwa liar dengan tipe habitatnya. Penggambaran struktur vegetasi hutan
dalam diagram profil bertujuan untuk menunjukkan adanya stratifikasi tajuk pada suatu
areal hutan.
Stratifikasi tajuk merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menjelaskan/mendeskripsikan struktur vegetasi secara vertikal dalam suatu komunitas
tumbuhan pada ekosistem tertentu. Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan
tetumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan.
Stratifikasi vegetasi dikenal juga sebagai strata, strata adalah pengelompokan tumbuhan
berdasarkan ketinggian pohon dalam ruang vertikal. Stratifikasi ditentukan berdasarkan
modus tinggi tajuk, karena setiap spesies memiliki tinggi maksimum yang berbeda-
beda, dalam hal ini tajuk spesies yang sama terletak pada strata yang berbeda (Hidayat
dkk, 2018).
Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang
biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu , di atas
berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih
rendah. Lapisan C ditunjukkan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat
akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan
herba dan semaian bibit kecil. Lapisan bentuk tajuk berhubungan dengan pertumbuhan
pohon, paling pada umumnya tajuk akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya
umur pohon. Lapisan struktural kadang-kadang kelihatan pada diagram profil atau di
dalam hutan, jumlah dan tingginya lapisan akan bergantung pada tahap atau mewakili
tahap siklus pertumbuhan (Assrianny dkk,2019).
Stratifikasi dan profil vegetasi di gambarkan dengan membuat diagram profil
vegetasi secara vertikal dan horizontal. Diagram profil vertikal digunakan untuk
mengetahui gambaran mengenai stratifikasi dan struktur vegetasi hutan, sedangkan
diagram profil horizontal digunakan untuk mengetahui gambaran tutupan lantai hutan
oleh kanopi pohon.Penggambaran stratifikasi tajuk disajikan dalam bentuk diagram
profil tegakan menggunakan millimeter blok (manual) dan aplikasi software SExI-FS,
proyeksi tegakan dari atas dan dari muka atau samping. Struktur horizontal dilakukan
dengan cara membuat hubungan antara jumlah individu dengan diameter batang.
Jumlah individu (jumlah pohon) ditempatkan melalui sumbu y (ordinat), pada kelas
diameter ditempatkan melalui sumbu x (absis). Hubungan antara jumlah individu
dengan kelas diameter tersebut akan memperlihatkan struktur horizontal dan vertiakl
suatu tegakan (Naharuddin, 2020).
III. ALAT DAN BAHAN
Pada praktikum deskripsi hutan dengan struktur vertikal (diagram profil hutan)
digunakan alat :
1. Kompas
2. Tali
3. Roll meter
4. Pita meter
5. Hagameter
6. Alat tulis dan kertas
Pada praktikum deskripsi hutan dengan struktur vertikal (diagram profil hutan)
digunakan bahan :
Tumbuhan spesies pohon dengan tinggi ≥ 5 meter

IV. CARA PELAKSANAAN


Praktikum deskripsi hutan dengan struktur vertikal (diagram profil hutan) dilaksanakan
dengan cara :
1. Tentukan lokasi sampel komunitas hutan berdasarkan yang dapat mewakili struktur
hutan secara keseluruhan.
2. Buat kuadrat (petak ukur) berbentuk jalur dengan ukuran lebar kuadrat 8 meter
sebagai koordinat y dan panjang kuadrat 60 meter sebagai koordinat x.
3. Catat dan identifikasi semua spesies pohon dengan tinggi ≥ 5 meter dalam petak
ukur beserta koordinatnya.
4. Ukur diameter pohon, tinggi pohon, tinggi batang bebas cabang (TBBC), tinggi
tajuk terluar/terlebar (A).
5. Hitung tebal tajuk (crown depth) = tinggi pohon - tinggi batang bebas cabang,
crown curve= tinggi pohon - tinggi tajuk terlebar, dan lebar tajuk (crown radius)
berupa proyeksi vertikal (utara, barat, timur, selatan)
6. Buat skets penampilan pohon.
7. Gambar diagram profil, dengan cara :
a. Menggunakan millimeter blok (manual)
 Siapkan kertas mm blok. Tetapkan skala yang digunakan.
 Buat sumbu x dan y menyesuaikan skala, buat arah mata angin dengan
mengansumsikan semua pohon berada pada arah yang sama (sumbu x dan y
pada struktur horizontal sama dengan ukuran petak (60,8) lapangan
sedangkan pada struktur vertikal sumbu y mewakili tinggi pohon).
 Gambar pohon, dengan menentukan titik pusat pohon berdasarkan koordinat
(x,y).
 Tentukan panjang tajuk dari data arah utara, barat, timur dan selatan.
Hubungkan titik sehingga diperoleh proyeksi tajuk horizontal.
 Buat struktur vertikal dengan cara yang sama seperti struktur horizontal (y =
tinggi pohon), gambarkan tajuk dan batang berdasarkan tinggi pohon, tinggi
batang bebas cabang, tinggi tajuk terluar.
b. Menggunakan software SExI-FS
 Buka software SExl-FS. Pada laman beranda, pilih menu Default Project.
 Isikan ukuran kuadrat pada kotak plot size dengan ukuran width 60 dan
height 8, klik OK.
 Setelah terproses, pilih menu Tree Plot pada kotak sebelah kiri. Pilih sub
menu Construct pada sub menu sebelah kanan kemudian klik perintah Load.
Input data dengan format file .txt yang telah diolah.
 Pastikan data dapat terbaca, namun jika tidak maka cek kembali data
terutama dalam penulisan koma pada angka. Setelah data muncul, klik kotak
Apply Constructed Trees pada bagian bawah.
 Akan muncul tampilan 2D yang menggambarkan bentuk tajuk secara
horizontal. Kemudian pilih icon Show 3D, atur output yang ingin
ditampilkan (view crown, view branches, view leaves, dan wireframe
view/solid view). Screenshot hasilnya.

V. HASIL PENGAMATAN
Tabel 5.1 Data untuk pembuatan diagram profil hutan di Hutan C
cr_ cr_
iid x y Spesies dbh height cr_radius
depth curve
19,7
1 0.5 8 Tectona grandis 0,7006 39 18,5 5 9;8,29;3,86;8,4
2 7,7 7,5 Shorea leprosula 0,5255 36 26 13,5 3,13;8,32;4,2;7,01
3 8,1 4,2 Shorea leprosula 0,2166 27,5 12,5 12,3 0,68;4,29;1,35;2,9
4 9,1 6,3 Hopea odorata 0,2452 17 9,5 7 1,7;1,8;1,4;1,6
5 10,55 1,85 Hopea odorata 0,5064 23,5 12,5 8 2,85;1,6;1,8;4,5
6 12,4 5,7 Tectona grandis 0,4586 33,5 21,5 18 2,6;6;3,87;3,72
7 15,8 3,4 Adenanthera pavonina 0,6720 33 24 17 4,1;5,12;2,19;10,46
8 19,7 7,5 Hopea odorata 0,3121 29 18 10 5,2;8,92;4,1;10,11
9 22,7 3,8 Podocarpus neriifolius 0,1306 18 13 2 1,2;1,8;1,5;0,6
10 26,7 4,4 Tectona grandis 0,2834 27 15 8 2,98;9;7,5;1,1
11 33 2,8 Podocarpus neriifolius 0,0987 15 7 9 1,6;0,5;0,4;1,3
12 39,7 1,6 Adenanthera pavonina 0,2739 27 3 16 1,75;6;0,8;0,45
13 46,8 4,9 Podocarpus neriifolius 0,0828 19 10 10 3,7;2,4;2,5;3,1
14 43,72 2,05 Pterygota alata 0,1481 19 9 7 2,39;2,55;2,8;2,47
15 53,6 4,45 Pterygota alata 0,1210 18 12 8 3;2,75;1,22;2,12
16 54 0,3 Pterygota alata 0,2373 26 10 7 5,3;5,6;3,75;3,5
17 60 0 Pterygota alata 0,1911 12 7,5 6,5 2,98;3,48;1,7;2,27

Tabel 5.2. Data analisis vegetasi metode kuadran komunitas pohon di Hutan C
Gambar 5.1 Diagram profil hutan secara manual di Hutan C.
Gambar 5.2 Diagram profil hutan dengan menggunakan SExI-FS di Hutan C.

VI. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa pohon yang terdapat di
Hutan C memiliki spesies (jenis) pohon dengan ketinggian beragam, bentuk kanopi
saling bersambungan dan rapat dengan tutupan hutan yang memiliki rerata tinggi 24 -
25 m, tebal tajuk antara 3 - 26 m. Setelah diperoleh data hasil pengamatan, ditemukan
17 pohon dari 6 jenis spesies meliputi Tectona grandis, Shorea leprosula, Hopea
odorata, Adenanthera pavonina, Podocarpus neriifolius, Pterygota alata. Pada Hutan
C struktur vertikal hutan terdiri dari 3 stratum yaitu stratum A, B, dan C. Pada stratum
A terdapat spesies Tectona grandis setinggi 39 m dan 33,5 m, Shorea leprosula setinggi
36 m, dan Adenanthera pavonina setinggi 33 m. Stratum B terdapat spesies Shorea
leprosula setinggi 27,5 m, Hopea odorata setinggi 23,5 m dan 29 m, Tectona grandis
setinggi 27 m, Adenanthera pavonin setinggi 27 m, Pterygota alata setinggi 26 m.
Sedangkan stratum C terdapat spesies Hopea odorata setinggi 17 m, Podocarpus
neriifolius setinggi 18 m, 15 m dan 19 m, Pterygota alata setinggi 19 m,18 m, 12 m.
Diagram profil ialah suatu gambaran susunan ketinggian pohon hutan dalam
suatu kuadrat atau petak ukur dengan ukuran tertentu. Deskripsi hutan secara vertikal
dengan pembuatan diagram profil hutan dibuat pada lokasi sampel yang dianggap
mewakili dengan kuadrat ukuran 60 m x 8 m. Spesies pohon diidentifikasi, diberi
nomor dan ditentukan posisinya terhadap sumbu x dan y, lalu diukur tinggi pohon,
diameter pohon, tinggi batang bebas cabang, tinggi tajuk terluar/terlebar, lebar dan
panjang kanopi, serta digambar posisi vertikalnya pada millimeter blok. Kemudian data
ditabulasi, dan gambar masing-masing individu pohon disatukan berdasarkan posisinya
serta dibuat gambar diagram profil vegetasi secara horizontal dengan memproyeksikan
kanopi ke permukaan lantai hutan (2 dimensi) kemudian dibuat secara vertikal (3
dimensi) dengan software SExI-FS.
Adapun potensi tegakan masih bisa atau mampu berkembang ke arah yang lebih
besar lagi baik tangensial, radial dan longitudinal ditentukan oleh ukuran tajuknya.
Lebar tajuk dapat digunakan untuk memprediksi cahaya matahari yang terkena pohon
maupun yang terhalang dan terintersepsi pada kanopi suatu tegakan, sehingga dapat
dihitung kerapatan dan penentuan arah pertumbuhannya. Lapisan tajuk pohon di daerah
ini tergolong dalam golongan B karena sudah lebih dari 4 meter. Berdasarkan gambar
hasil dari software SExI-FS memperlihatkan kerapatan tajuk yang lebih banyak dari
jarak 10-20 karena pada sisi horizontal terdapat penumpukan tajuk yang terlukis jelas.
Perbedaan komposisi jenis pada suatu komunitas disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang berbeda (suhu, kelembaban, topografi, dan tanah) dan adanya
gangguan hutan . Struktur tegakan vertikal dapat dilihat dari tinggi pohon. Pembagian
kelas tinggi dilakukan dengan mengikuti strata pohon berdasarkan hasil penggambaran
dilapangan. Kerapatan pohon semakin menurun seiring dengan meningkatnya kelas
tinggi pohon. Seiring bertambahnya ketinggian tempat, tinggi pohon akan semakin
menurun dan stratifikasi tajuk yang terbentuk akan semakin sederhana (Fathia, 2017).
Stratifikasi tajuk ini terjadi karena dua hal penting yang dialami oleh tumbuhan dalam
persekutuan hidupnya dengan tumbuhan lainnya yaitu adanya persaingan antar
tumbuhan dan akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari
(Indriyanto 2012).
Pohon yang mempunyai ukuran lebih besar (dominan), tajuk yang luas dan akar
yang lebih banyak diduga lebih mampu memperebutkan faktor lingkungan seperti
cahaya, unsur hara, dan air. Tinggi pohon pada dua daerah ini relatif hampir sama yaitu
pada golongan pohon masa depan.Perbedaan antara pohon di hutan pada areal kawasan
hutan yang rusak dengan yang tidakrusak terlihat dari variasi pohon berdasarkan posisi
tajuknya. Kenyataannya berbeda dengan yang ada pada kawasan yang baik yaitu
tampak antara pohon yang kodominan, dominan dan tertekan, hanya saja membedakan
antara pohon tersebut sulit akibat kerapatan yang tinggi.
Pohon dominan umumnya mampu menyerap cahaya yang banyak dibandingkan
jenis pohon lain karena ketinggian pohon yang tinggi. Tajuk pohon dapat menahan
cahaya matahari langsung ataupun tetesan hujan yang keras, sehingga tidak langsung
mengikis permukaan tanah juga. Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi
tergantung karakter/penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan
perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat
mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan/kawasan.
Profil hutan/kawasan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan didalamnya,
sehingga dapat langsung dilihat ada atau tidaknya strata secara visual dan kualitatif.
Suatu stratum pohon dapat membentuk suatu kanopi yang kontinu atau diskontinu
akibat tajuk-tajuk yang saling bersentuhan secara lateral. Pada diagram profil tampak
bahwa kerapatan yang tinggi pada hutan yang baik akan menimbulkan sulitnya cahaya
masuk. Pada kenyataannya topografi pada hutan ini tidak datar. Semakin rapat suatu
tegakan bukan berarti semakin baik kondisi lingkungannya karena semakin tinggi
persaingan antar spesies. Spesies yang tidak cocok mendapatkan sinar matahari
langsung atau tidak mendapat sinar yang cukup dapat mengalami pertumbuhan yang
lambat juga.
Pada praktikum ini dilakukan dengan 2 metode, yaitu penggambaran (sketsa)
profil hutan secara manual dan melalui bantuan aplikasi. Metode yang digunakan dalam
pembuatan diagram profil hutan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Apabila menggunakan millimeter blok (manual), praktikan harus memiliki
ketelitian yang lebih tinggi dalam menghitung, mengidentifikasi dan menggambarkan
setiap spesies. Selain itu, cara manual membutuhkan sketsa tajuk yang mendekati nyata
dan waktu pembuatan yang cukup lama sehingga dinilai tidak efisien. Sedangkan
metode dengan menggunakan software SExI-FS pastinya lebih efisien dalam waktu,
hasil diagram profil hutan lebih jelas dan menarik karena terdapat warna yang dapat
dipilih, tetapi penggambaran spesies hasil pengamatan terbatas dan hanya dapat terbaca
pada pohon dengan batang lurus dengan tajuk yang lebih kecil tertutup tajuk dominan.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum deskripsi hutan dengan struktur vertikal (diagram profil hutan) dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pada Hutan C ditemukan 17 pohon dari 6 jenis spesies meliputi Tectona grandis,
Shorea leprosula, Hopea odorata, Adenanthera pavonina, Podocarpus neriifolius,
Pterygota alata dengan tutupan hutan yang memiliki rerata tinggi 24 - 25 m, tebal
tajuk antara 3 - 26 m.
2. Struktur vertikal Hutan C terdiri dari 3 stratum meliputi stratum A terdapat spesies
Tectona grandis setinggi 39 m dan 33,5 m, Shorea leprosula setinggi 36 m,
Adenanthera pavonina setinggi 33 m, stratum B terdapat spesies Shorea leprosula
setinggi 27,5 m, Hopea odorata setinggi 23,5 m dan 29 m, Tectona grandis setinggi
27 m, Adenanthera pavonin setinggi 27 m, Pterygota alata setinggi 26 m dan
stratum C terdapat spesies Hopea odorata setinggi 17 m, Podocarpus neriifolius
setinggi 18 m, 15 m dan 19 m, Pterygota alata setinggi 19 m, 18 m, 12 m.
3. Pembuatan diagram profil hutan menggunakan dua metode yaitu manual
menggunakan millimeter blok dan software SExI-FS.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 2019. Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur. Surabaya : Firstbox Media. 272
halaman.
Assrianny, dkk. 2019. KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN
DATARAN RENDAH DI KOMPLEKS GUNUNG BULUSARAUNG SULAWESI
SELATAN. Jurnal Perennial, Vol.15 No.1: 32-41
Fathia, A.A. 2017. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan serta Kualitas Tanah di Hutan
Gunung Galunggung Tasikmalaya. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hidayat, et al. 2018. Stratifikasi Dan Model Arsitektur Pohon di Kawasan Hutan Sekunder
Pegunungan Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional
Biotik, Vol 6 (1) : 174-176.
Indriyanto. 2012. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Kusmana, C., & Melyanti, A. R. (2017). KERAGAMAN KOMPOSISI JENIS DAN
STRUKTUR VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DENGAN
POLA PHBM DI BKPH TAMPOMAS, KPH SUMEDANG, PERUM PERHUTANI
DIVISI REGIONAL JAWA BARAT DAN BANTEN Species Composition and
Vegetation Structure of Protected Forest Area using. Jurnal Silvikultur Tropika, 8(2),
123-129.
Marsono, D.1977. Deskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe vegetasi tropika.Yogyakarta : FKT UGM
Naharuddin. 2020. Struktur dan Asosiasi Vegetasi Mangrove di Hilir DAS Torue, Parigi
Moutong, Sulawesi Tengah. Jurnal Sylva Lestari, Vol 8 (3) : 382.
Septiawan, Wawan., Indriyanto, Duryat. 2017. Jenis Tanaman, Kerapatan dan Stratifikasi
Tajuk pada Hutan Kemasyarakatan Kel. Tani Rukun Makmur 1. Jurnal Sylva Lestari,
Vol. 5, No. 2 : (88-101).
Zulkarnain, La Ode Alimudin, Abdul Razak. 2015. ANALISIS VEGETASI DAN
VISUALISASI PROFIL VEGETASI HUTAN DI EKOSISTEM HUTAN TAHURA
NIPA-NIPA DI KELURAHAN MANGGA DUA KOTA KENDARI. Ecogreen, Vol.
1 No. 1, April 2015:Halaman43–54
IX. LAMPIRAN
1) Assrianny, dkk. 2019. KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN
DATARAN RENDAH DI KOMPLEKS GUNUNG BULUSARAUNG SULAWESI
SELATAN. Jurnal Perennial, Vol.15 No.1: 32-41

2) Achmad. 2019

3) Marsono, D.1977
4) Hidayat, et al. 2018.

5) Septiawan dkk, 2017

6) Fathia,2017
7) Naharrudin 2020

8)

9) Zulkarnain dkk, 2015

Anda mungkin juga menyukai