Anda di halaman 1dari 7

Nama : Maria Margaretta Lubis

Npm : 1901020037

Mata Kuliah : Kajian Wacana Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Drs. Ronald Hasibuan , M.Pd

Deskripsi Data Deiksis dalam Cerpen “Ibu yang anak nya diculik Oleh:Seno Gumirah
Ajidarma”

No. Deiksis Kata Bersifat Deiksis Halaman


1. Deiksis Orang 1. Dieksis Orang Pertama : Halaman 1-3
Saya, Aku, Kami, Kita

3. Dieksis Orang Kedua :


Engkau, Kamu, Anda,

5. Dieksis Orang Ketiga :


Ia, Dia, Beliau, Mereka

6. Deiksis Tempat Disana , disitu Halaman 2-4


7. Deiksis Waktu
8. Deiksis Sosial Bapak, Ibu, Saudara Halaman 1-4
9. Deiksis Wacana Ini, itu Halaman 1-2
A. Dieksis Persona (Orang)
Dieksis Persona adalah Dieksis yang berhubungan dengan peran didalam suatu
percakapan atau yang terlibat dalam suatu peristiwa bertutur. Dieksis Persona terdiri atas
tiga bagian yang dapat di kategori kan ,Pertama ialah orang pertama, yaitu rujukan
pebicaraan kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, aku,
kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicaraan kepada
seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, engkau,
anda, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan
pembicaraan atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya ia, dia,beliau,
dan mereka.
1. Dieksis Orang Pertama

a) Tunggal “saya”

 ’Saya selalu teringat Satria, Ibu, saya tidak bisa’,” katanya.( Hal 1 paragraf
3)

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis saya. Dieksis tersebut
merujuk pada perasaan sedih pembicara dengan ibu nya. Pada data tersebut terlihat
pada bentuk saya referennya tidak berganti namun sesuai dari konteks penutur yang
ada dalam data tersebut. Dalam cerpen antalogi”Ibu yang anak nya diculik” karya
Seno Gumira Ajidarma persona pertama tunggal bentuk saya referennya mengacu
kepada Saras.

b) Tunggal “Aku”

 Aku waktu itu masih percaya Satria suatu hari akan kembali... ( hal 1
paragraf 5 )

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘aku’ dimana dieksis ini
termasuk dalam dieksis persona orang pertama tunggal. Dieksis tersebut merujuk
pada harapan seorang ibu agar anaknya kembali. Pada data tersebut terlihat pada
bentuk ‘aku’referennya tidak berganti namun sesuai dengan konteks penutur yang ada
dalam data tersebut. Dalam cerpen antalogi “ Ibu yang Anaknya diculik” karya Seno
Gumirah Ajidarma persona pertama tunggal nya terdapat pada Ibu satria

 "Tidak! Aku tidak mau percaya itu! Meski dalam hatiku sudah terlalu sering
kuingkari diriku, bahwa kemungkinan besar Satria mestinya sudah mati.”
(hal 2 paragraf 6)
Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘Aku’ yang merupakan
dieksis persona orang pertama tunggal. Dieksis ini merujuk pada perasaan kecewa
penutur terhadap kejadian yang mereka alami. Pada data tersebut terlihat pada bentuk
‘aku’ referennya tidak berganti namun sesuai dengan konteks penutur yang ada dalam
data tersebut. Dalam antalogi “Ibu yang anaknya diculik” karya Seno Gumirah
Ajidarma persona pertama tunggal terdapat pada ibu satria.

 Tapi aku? Aku tentunya juga harus mati lebih dulu kalau ingin tahu
semuanya! Tapi aku masih hidup, dan aku masih tidak tahu apa-apa. ( hal 3)

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘aku’ yang merupakan
bentuk persona pertama tunggal. Dieksis ini merujuk pada perasaan putus asa sang
penutur. Pada data ini terlihat pada bentuk ‘aku’ tidak berubah referennya namun
sesuai dengan konteks penutur yang ada dalam data tersebut. Aku tentunya juga harus
mati lebih dulu kalau ingin tahu semuanya! Tapi aku masih hidup, dan aku masih
tidak tahu apa-apa.

Jamak “kita”

 ’Kita harus menerima kenyataan,’ katamu. Nanti dulu, Pak.

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘kita’ yang merupakan
dieksis persona orang pertama jamak. Dieksis ini merujuk pada rasa tidak rela
pembicara. Pada data tersebut terlihat bentuk ‘kita’ tidak berganti referennya namun
sesuai dengan konteks penutur yang terdapat dalam data tersebut. . Dalam antalogi
“Ibu yang anaknya diculik” karya Seno Gumirah Ajidarma persona pertama jamak
‘kita’ terdapat pada ibu dan bapak satria

2. Dieksis Orang Kedua

a) Tunggal “Kamu”

 'Kuhargai cintamu yang besar kepada Satria, sehingga kamu selalu terlibat
urusan orang-orang hilang ini,’ kataku, ( hal 1 paragraf 4 )

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘kamu’, dieksis tersebut
merujuk pada rasa salut dan kasihan ibu pada kekasih anak nya. Pada data tersebut
terlihat pada bentuk ‘kamu’ referen nya tidak berganti namun sesuai dengan konteks
penutur yang ada dalam data tersebut. Dalam cerpen antalogi “Ibu yang Anaknya
diculik” karya Seno Gumirah Ajidarma persona kedua tunggal bentuk ‘kamu’
referennya mengacu pada Saras.

 "Pak, Bapak, kenapa kamu hancurkan semua harapanku? ’Kita harus


menerima kenyataan,’ katamu. Nanti dulu, Pak.

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘kamu’, dieksis ini
merujuk pada rasa putus asa penutur kepada lawan tutur nya. Pada data ini dapat
dilihat bentuk ‘kamu’ referennya tidak berubah namun sesuai dengan konteks penutur
yang ada dalam data tersebut. Dalam cerpen antalogi antalogi “Ibu yang Anaknya
diculik” karya Seno Gumirah Ajidarma persona kedua tunggal bentuk ‘kamu’
referennya mengacu pada Ibu Satria.

 "Memang kamu selalu muncul dalam kenanganku Pak, bahkan juga dalam
mimpi-mimpiku, tetapi kamu hanya muncul sebagai bayangan yang lewat.

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘kamu’, dieksis ini
merujuk pada rasa rindu penutur. Pada data ini dapat dilihat bentuk ‘kamu’
referennya tidak menglami perubahan namun sesuai dengan konteks penutur yang ada
dalam data tersebut. Dalam cerpen antalogi antalogi “Ibu yang Anaknya diculik”
karya Seno Gumirah Ajidarma persona kedua tunggal bentuk ‘kamu’ referennya
mengacu pada Ibu Satria.

3. Dieksis Orang Ketiga

 Ini apa maksudnya Pak? Supaya teman Satria itu tidak boleh bercerita
tentang perbuatan mereka?

Pada kutipan cerpen diatas terdapat penggunaan dieksis ‘mereka’, dieksis ini
merujuk pada rasa amarah penutur. Pada data ini dapat dilihat bentuk ‘mereka’ tidak
mengalami perubahan pada referennya namun tetap sesuai dengan konteks yang ada
dalam data tersebut. . Dalam cerpen antalogi antalogi “Ibu yang Anaknya diculik”
karya Seno Gumirah Ajidarma persona ketiga jamak bentuk ‘mereka’ referennya
mengacu pada rekan satria.

 Apa Bapak dan Satria tertawa-tawa di atas sana melihat aku membereskan
kamar Satria, menata gelas dan piring, sekarang untuk kalian berdua, setiap
waktu makan tiba, padahal aku selalu makan sendirian saja.
 "Kadang-kadang aku bermimpi tentang kalian berdua, tetapi kalau
terbangun, aku masih juga terkenang-kenang kalian berdua, dengan begitu
nyata seolah-olah kalian tidak pernah mati.

B. Deiksis Tempat

 "Bapak, kadang aku seperti melihatnya di sana, di kursi itu, membaca koran,
menonton televisi, memberi komentar tentang situasi negeri.

Pada kutipan cerpen diatas penggunaan dieksis ‘di sana’ , diseksis ini merujuk pada
rasa rindu penutur. Pada data ini dapat dilihat bahwa bentuk ‘di sana’ pada data di atas
mengacu pada sebuah tempat yang berdasarkan pada data di atas adalah ruang tamu.

 Seperti masih selalu duduk di situ Bapak itu, pakai kaos oblong dan sarung,
menyeruput teh panas, makan pisang goreng yang disediakan Si Mbok, lantas
ngomong tentang dunia.

Pada kutipan cerpen diatas penggunaan dieksis ‘di situ’, dieksis ini merujuk persaan
mengenang penutur. Pada data ini kita dapat melihat bahwa bentuk ‘di situ’ tidak
menglami perubahan tetapi tetap dalam konteks penutur dalam data tersebut. Pada data
ini dapat dilihat bahwa bentuk ‘di situ’ menjelaskan tempat dalam data tersebut yaitu
ryuang tamu.

 "Duduklah di situ dan ceritakan semuanya tentang Satria.

Berdasarkan isi tuturan dalam data yang tertera menunjukkan bahwa referensi di situ
adala ruang tamu tempat dimana si Bapak biasanya duduk santai.

C. Deiksis Sosial
Deiksis sosial berhubungan dengan aspek-aspek kalimat yang mencerminkan
kenyataan-kenyataan tertentu tentang situasi sosial ketika tindak tutur terjadi. Deiksis
sosial menunjukkan perbedaan-perbedaan sosial seperti jenis kelamin, usia, kedudukan di
dalam masyarakat, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Pada cerpen “Ibu Yang
Anakanya Diculik Itu” ditemukan deiksis sosial, diantaranya sebagai berikut;

 Ibu terkulai di kursi seperti orang mati.


 Ibu tersentak bangun dan langsung menyambar telepon.

Pada kutipan cerpen diatas penggunaan bentuk dieksis ‘ibu’, dieksis ini merujuk pada
seorang wanita tua

"Pak, Bapak, kenapa kamu hancurkan semua harapanku? ’Kita harus menerima
kenyataan,’ katamu.

Pada kutipan cerpen diatas bentuk dieksis yang digunakan adalah ‘bapak’, dieksis
ini merujuk pada seorang lelaki tua. Pada data yang di kumpulkan bahwa bentuk ‘bapak’
tidak mengalami perubahan referennya namu tetap dalam konteks penutur dalam data
tersebut.

• Lantas orang-orang itu berkata, 'Kami tahu siapa saja keluarga Saudara.

D. Dieksis Wacana
Deiksis wacana digunakan untuk mengungkapkan suatu ujaran agar mengacu ke
suatu bagian tertentu pada bagian yang masih mengandung ujaran tersebut (Purwandari,
Rahkmawati & Mulyono, 2019). Ada dua kategori deiksis wacana yaitu anafora dan
katafora. Anafora berarti penunjukkan kembali kepada suatu yang telah disebutkan
sebelumnya, sedangkan katafora berarti menunjukkan kepada suatu yang disebutkan
kemudian.

1. Deiksis Wacana Anafora


 "Tapi inilah soal yang pernah kubicarakan sama Si Saras. 'Kuhargai cintamu
yang besar kepada Satria, sehingga kamu selalu terlibat urusan orang-orang
hilang ini,’ kataku, ’tapi cinta adalah soal kata hati, Saras, karena kalau
terlalu banyak alasan dan perhitungan dalam percintaan, nanti tidak ada
tempat untuk hati lagi...’ Ah, Saras, memang rasanya ia seperti anakku juga.
Semenjak Bapak meninggal setahun yang lalu, rasanya semakin peduli dia
kepada rumah ini, membantu aku membereskan kamar Satria, seperti tahu
betul rasa kehilanganku setelah ditinggal Bapak...” Bentuk deiksis wacana
kata ini yang terdapat didalam kalimat diatas merupakan anafora dan
merujuk kepada orang-orang yang hilang atau yang telah meninggal yang
disebutkan sebelumnya.
2. Deiksis Wacana Katafora
 "Pak, Bapak, kenapa kamu hancurkan semua harapanku? ’Kita harus
menerima kenyataan,’ katamu. Nanti dulu, Pak. Menerima? Menerima? Baik.
Aku terima Satria sudah mati sekarang. Tapi aku tidak terima kalau Satria itu
boleh diculik, dianiaya, dan akhirnya dibunuh.” Konteks diatas terjadi ketika
si Ibu menceritakan kesedihan hidupnya yang ditinggalkan suami dan
anaknya. Terdapat bentuk deiksis wacana berupa kata itu yang bersifat
katafora karena menjelaskan maksud dari kata sesudahnya.

Daftar Pustaka

https://jurnal.uns.ac.id/prosidingsemantiks
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjll/article/download/9233/2620
https://ejournalpasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/
download/3492/pdf
https://ejournalpasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/
download/3492/pdf

Anda mungkin juga menyukai