Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN TUTORIAL KLINIK

Disusun Oleh :

1. Natya Ayu Pramudita (P07124522088)


2. Windu Suciati R (P07124522145)
3. Siwi Trimulyani (P07124522168)
4. Kristiyan Mulyani (P07124522169)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN


KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUTORIAL KLINIK

Anggota:

1. Natya Ayu ramudita (P07124522088)


2. Windu Suciati R (P07124522045)
3. Siwi Trimulyani (P07124522168)
4. Kristiyan Mulyani (P07124522169)

Yogyakarta,………………………………………

Nurul Hidayati H, S.Tr.Keb., Bdn

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi

Munica Rita Hernayanti, SST.,Bdn,.M.Kes


NIP. 19800514 200212 2001
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial ini dengan tepat waktu.
Tugas ini merupakan salah satu syarat guna memenuhi kelulusan dalam Praktik Asuhan
Kebidanan Fisiologi Holistik Program Studi Profesi Bidan Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta. Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan, dukungan, dan kerjasama dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Heni Puji Wahyuningsih,SST.,MPH selaku Ketua Jurusan Kebidanan


Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Munica Rita Hernayanti, SST,.Bdn, MKes selaku Ketua Prodi Profesi Bidan
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang telah memberikan
kesempatan untuk terselenggaranya Praktik Asuhan Kebidanan Asuhan
Kebidanan Fisiologi Holistik Nifas dan Menyusui.
3. Nurul Hidayati H, S.Tr.Keb, Bdn selaku dosen pembimbing a yang telah
memberikan arahan dan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
4. Teman-teman kebidanan dan segenap pihak yang telah memberikan motivasi
dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan
tugas laporan ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini

Yogyakarta, 9 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vi
BAB II DENTIFIKASI KASUS.................................................................. 1
BAB III HASIL PEMBELAJARAN TUTORIAL.................................... 11
BAB III HASIL PEMBELAJARAN MANDIRI....................................... 19
A. Definisi Bayi Baru Lahir dan Ikterus.................................................. 19
B. Tujuan Asuhan Neonatus.................................................................... 19
C. Tahapan Neonatus............................................................................... 20
D. Perubahan Neonatus............................................................................ 20
E. Adaptasi Psikologis............................................................................. 24
F. Peran dan Tanggungjawab Bidan........................................................ 26
G. Kebutuhan Dasar Neonatus................................................................. 27
H. Pathway Neonatus............................................................................... 34
I. Tanda Bahaya Pada Neonatus............................................................. 34
J. Kebijakan Program Nasional............................................................... 35
K. Kewenangan Bidan.............................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 38
LAMPIRAN.................................................................................................. 41
DAFTAR TABEL

Tabel 1....................................................................................................................21
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Pembentukan ASI......................................................................................................


Gambar 2. Pathway Ikterus ....................................................................................................................
BAB I

IDENTIFIKASI KASUS

NAMA MAHASISWA : NATYA AYU PRAMUDITA

STASE : BD.7008

TEMPAT PRAKTIK : PMB MARYANI

IDENTIFIKASI KASUS :

Ny “N” usia 28 tahun P1Ab0Ah1 datang bersama bayinya yang berusia 4


hari ke PMB Maryani. Ny “N” mengatakan bayinya tampak kuning di bagian
wajah sejak 1 hari yang lalu. Ny “N” mengatakan ini adalah anak pertamanya
dan dilahirkan secara SC di RS PKU Muhammadiyah Gamping di usia 38
minggu karena presentasi bokong. Berat bayi saat lahir 3070 gr dengan panjang
47.5 cm.
Petugas melakukan pemeriksaan pada bayi Ny “N”. Pada hasil
pemeriksaan, berat bayi Ny “N” adalah 3100 gram dan PB 48 cm. Pada bagian
wajah hingga dada bayi Ny “N” terlihat kuning dan refleks menghisap bayi
sangat kuat. Pada bagian tubuh bayi yang lain tidak ditemukan warna kuning.
Petugas menjelaskan kepada Ny “N” bahwa kuning yang dialami oleh
bayinya adalah hal yang fisiologis. Ikterus dikatakan fisiologis jika didapatkan
pada usia bayi >24 jam dan kurang dari 14 hari. Petugas memberikan KIE pada
Ny “N” untuk memberikan ASInya secara on demand dan menjemur bayiya
setiap pagi. Petugas juga memberikan KIE tentang teknik menyusui yang benar.
Petugas meminta kepada pasien untuk melakukan kunjungan ulang 1 minggu
lagi.
NAMA MAHASISWA : WINDU SUCIATI RAHMA

STASE : BD.7008 (Kegawatdaruratan maternal neonatal)

TEMPAT PRAKTIK : PMB Maryani, Sedayu, Bantul

IDENTIFIKASI KASUS:

Pada pemeriksaan subjektif didapatkan hasil bahwa


ibu datang ke PMB pada tanggal 1 Maret 2023 pukul
16.00 WIB. Ibu mengatakan kenceng-kenceng dan
keluar lendir darah mulai jam 10.00 WIB kemudian
perutnya semakin sering kenceng dan pada jam 16.00
datang ke Klinik Pelita Hati. Ny. N mengatakan tidak
memiliki buku KIA dan belum pernah melakukan
pemeriksaan kehamilan sama sekali. Ny. N mengatakan
HPHT tanggal 28-06-2022. Kemudian dari keterangan
Ny. N dilakukan perhitungan umur kehamilan dan
didapatkan UK 38 minggu.

Kemudian bidan melakukan pemeriksaan dengan


hasil (TTV: TD: 110/80 mmHg, N:85 x/menit, suhu:
36.5°C, respirasi: 22x/menit. HIS: 3x/10 menit/35 detik
kuat. DJJ: 140x/menit. PD: v/u tenang, d/v licin,
pembukaan 4 cm, preskep, selket +, tidak ada
penumbungan, stld + ). Kemudian dilakukan
pemantauan persalinan kala I fase aktif oleh bidan. Pada
pukul 20.00 WIB ibu mengatakan ingin mengejan yang
tidak tertahankan. Lalu, dilakukan pemeriksaan dalam
dengan hasil (v/u tenang, d/v licin, pembukaan 10 cm,
preskep, selket -, AK mekoneum, stld +). Selanjutnya
dilakukan pertolongan persalinan kala II dengan lama
waktu 1 jam 40 menit. Bayi perempuan lahir pada pukul
21.40 WIB.

Setelah bayi lahir dilakukan penilaian awal


sekilas dengan hasil bayi menangis megap-megap,
warna kulit kebiruan, tonus otot kurang aktif. Pada
pemeriksaan objektif didapatkan hasil bahwa keadaan
bayi terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat
tarikan/ retraksi dinding dada, kulit kebiruan/ sianosis,
gerakan kurang aktif. Nilai APGAR 1 menit 4.
Kemudian setelah penilaian sepintas tersebut dilakukan
tindakan segera berupa resusitasi. Setelah resusitasi
berhasil dan bayi menangis spontan maka dilakukan
pemeriksaan antropometri, pemberian Vitamin K1 dan
salep mata. (BB: 2.400 gr, PB: 51 cm)

Setelah pengkajian data subjektif dan


pemeriksaan objektif serta tindakan segera kemudian
dilakukan analisis berdasarkan dengan temuan-temuan
yang telah didapatkan. Maka dari itu pada kasus By.
Ny. N ini dapat ditegakkan diagnosis yaitu By. Ny. N
Umur 0 Jam Berat Bayi Lahir Rendah, Cukup Bulan,
Sesuai Masa Kehamilan dengan Asfiksia Sedang.

Setelah dilakukan analisis dan ditegakkannya diagnosis


maka selanjutnya disusun rencana tindakan dan
penatalaksanaan sesuai dengan kebutuhan bayi sebagai
berikut. Mengobservasi TTV, keadaan umum bayi,
pemantauan tanda bahaya
NAMA MAHASISWA : SIWI TRIMULYANI

STASE : BD.7006

TEMPAT PRAKTIK : PMB IIN INDRAWATI, S.Tr.,Keb

IDENTIFIKASI KASUS :

Ny. A usia 20 tahun datang ke PMB Iin untuk memeriksakan


kehamilannya. Pada tanggal 28 Februari 2023 pukul 20.00 dilakukan anamnesa
mengenai identitas, keluhan, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan keluarga, pola nutrisi, dan pola
aktivitas. Dari hasil anamnesa didapat Ny.A usia 20 tahun sudah menikah
dengan Tn.K usia 24 tahun, Ny. A datang ingin memeriksakan kehamilannya
dan mengeluh khawatir karena mengeluarkan flek sekitar pukul 16.00 berwarna
merah pekat dengan jumlah darah agak banyak dan Ny.A merasakan nyeri pada
perut bagian bawah. Kehamilan ini adalah kehamilan yang pertama dan belum
pernah keguguran, usia menarche 12 tahun, HPHT 14 Oktober 2022 HPL 21 Juli
2023, menstruasi lamanya 7 hari, didahului dengan keputihan yang fisiologis.
Sekarang dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat penyakit kronis. Pola
nutrisi sehari makan 3 – 4 x, dan minum air putih sekitar 8 – 9 gelas. Aktivitas
sehari- hari adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tidak ada masalah
dalam pola istirahat, Ny.A mengatakan pola istirahatnya teratur dan cukup.
Ny.A dan suami tidak memiliki kebiasaan merokok.
Setelah dilakukan anamnesa, kemudian dilakukan pengukuran tinggi
badan, berat badan, pengukuran tanda-tanda vital. Tinggi badan Ny.A 158 cm
dan berat badan 58,2 kg, LiLa 28 cm. Kemudian untuk pemeriksaan tanda-tanda
vital Ny.A normal dengan tekanan darah 107/88 mmHg, frekuensi nadi 98
x/menit, frekuensi respirasi 20 x/menit, dan suhu 36,6 0C. Hasil pemeriksaan
abdomen yaitu perut membesar sesuai kehamilan tidak ada bekas operasi, TFU 2
jari dibawah pusat, DJJ 150 x/menit. Hasil pemeriksaan ginekologi yaitu darah
berwarna merah kecoklatan, tidak ada pembukaan, portio tegang dan tidak ada
penonjolan fornix posterior.
NAMA : KRISTIYAN MULYANI
MAHASISWA

STASE : BD.7006

TEMPAT PRAKTIK : PMB IIN INDRAWATI, S.Tr.,Keb

IDENTIFIKASI KASUS:
BAB II

HASIL PEMBELAJARAN TUTORIAL

Berdasarkan hasil diskusi terkait beberapa kasus-kasus yang ditemui


dilahan oleh anggota-anggota kelompok, maka diputuskan topik yang diambil
untuk tutorial klinik adalah “Neonatus Dengan Ikterus Fisiologis”. Keputusan
pengambilan topik tersebut disebabkan rata-rata anggota kelompok juga
menemukan kasus yang sama di tempat praktik masing-masing.
Ketua kelompok : Natya Ayu Pramudita
Presentator : Kristiyan Mulyani
Notulen : Windu Suciati
Topik kasus : Neonatus Dengan Ikterus Fisiologis
Uraian Kasus:

Dilakukan pengkajian atau anamnesis mendalam untuk


mengidentifikasi masalah juga riwayat yang dimiliki Ny. S usia 22 tahun.
Selain dilakukan anamnesis juga dilakukan pemeriksaan fisik dan KIE pada
bayi Ny S. Hasil anamnesis meliputi identitas orangtua: pendidikan terakhir
Ny. S dan Tn. A SMA, berdomisili di Ketaon, Gerbosari, Samigaluh, Kulon
Progo, agama islam, kebangsaan indonesia, suku jawa; Riwayat Menstruasi:
menarche 12 tahun, HPHT: 11 Januari 2022, HPL 18 Oktober 2022, lama 5
hari, siklus 28 hari, keluhan tidak ada.
Riwayat Kehamilan, Ny. S mengatakan ini merupakan anak pertama,
By. Ny. S lahir pada tanggal 04 Oktober 2022, pukul 14.42 WIB dengan usia
kehamilan 38 minggu normal. Sebelumnya tidak pernah mengalami keguguran
dan persalinan secara normal di Puskesmas Samigaluh 1 dan segera setalah
dilahirkan dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD).
Dilakukan pemeriksaan obyektif ditemukan hasil keadaan umum baik,
vital sign (respirasi 39x/menit, heartrate 120x/menit, sushu 36.8℃).
pemeriksaan antropometris berat badan 3000 gram, panjang 50 cm, lingkar
kepala 33 cm, lingkar dada 32 cm, lingkar lengan 11 cm. saat dilakukan
pemeriksaan fisik kepala normal, mata normal, leher normal, dada sedikit
kekuningan, tidak ada retraksi, perut normal, ekstremitas normal, punggung
normal, genetalia jenis kelamin perempuan normal. Sudah BAB dan BAK.
Hasil pemeriksaan Reflek pada bayi ditemukan hasil reflek moro baik, rooting
baik, sucking baik, grasping aktif, moro aktif, tonic neck normal, babinski baik.
Bayi telah diberi injeksi vitamin K segera setelah lahir dan imunisasi HB0
diberikan sebelum 24 jam.

Hasil Seven Jumps :

1. Langkah 1: Klarifikasi istilah dan konsep


Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut
a. Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan
(Rudolph, 2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir
bulan pertama (Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama
kelahiran. Neonatus normal memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram,
panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009).
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan neonatus adalah bayi
yang lahir 28 hari pertama.
b. Ikterik Neonatus adalah kondisi kulit dan membran mukosa neonatus
menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi Ikterus adalah perubahan
warna kuning pada kulit dan sklera yang terjadi akibat peningkatan
kadar bilirubin di dalam darah (Fraser & Cooper, 2011).
c. Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau
ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan
menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai
dasar patologis potensi kern ikterus. Bayi tampak biasa, minum baik,
berat badan naik biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan
tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang
pada hari keempat belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5%
perhari.
d. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada neonatus/bayi baru lahir (BBL).
e. Hiperbilirubinemia pada neonatus atau disebut juga ikterus
neonatorum adalah keadaan klinis pada neonatus yang ditandai
pewarnaan kuning pada kulit, mukosa, sklera akibat dari akumulasi
bilirubin (indirek maupun direk) di dalam serum/darah yang secara
klinis akan mulai tampak di daerah muka, apabila kadarnya mencapai
5-7mg/dL
f. Kern ikterus mengacu pada ensefalopati bilirubin yang berasal dari
deposit bilirubin terutama pada batang otak (brainsten) dan nucleus
serebrobasal.

g. Jaundice  fisiologis umumnya terjadi pada umur 24-72 jam dan


memuncak saat hari ke 4-6 pada bayi cukup bulan dan hari ke 7 pada
bayi prematur. Jaundice fisiologis kemudian umumnya menghilang
pada 10-14 hari kehidupan. Namun pada beberapa
keadaan, jaundice  dapat disebabkan oleh suatu kondisi patologis. 
h. Fototerapi atau terapi sinar adalah salah satu metode perawatan yang
umum dilakukan untuk menangani kondisi bayi kuning. Berubahnya
warna kulit bayi menjadi kuning sering kali disebabkan oleh
peningkatan kadar bilirubin. Sakit kuning atau dalam istilah medis
disebut jaundice bisa terjadi pada siapa saja, termasuk bayi. Kondisi
bayi kuning dapat menyebabkan kulit dan bagian putih mata (sklera)
pada bayi tampak kekuningan
i. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan tunggal dan terbaik yang
memenuhi semua kebutuhan tumbuh kembang bayi sampai usia 6
bulan. ASI yang pertama keluar berwarna kuning, mengandung zatzat
penting yang tidak dapat diperoleh dari sumber lain yang disebut
sebagai kolostrum
2. Langkah 2: Menetapkan/ mengidentifikasi masalah
a. Bayi mengalami ikterik
b. Bayi banyak tidur
c. Riwayat riwayat asfiksia
d. Ibu melahirkan di usia 38 minggu
e. Pengetahua ibu tentang perawatan bayi ikterus
3. Langkah 3: Analisis masalah
Terdapat beberapa faktor sebagai hipotesis yang kami temukan, yaitu:
a. Penyakit kuning, atau jaundice, merupakan kondisi klinis akibat
hiperbilirubinemia yang sering ditemukan pada neonatus di fasilitas
kesehatan. Sekitar 8-11% neonatus mengalami hiperbilirubinemia. Lebih
dari 75% kasus jaundice bersifat fisiologis dan tidak memiliki
konsekuensi serius. Jaundice juga bisa disebabkan oleh inkompatibilitas
ABO, defisiensi enzim glucose-6-phosphate, dan penyakit
kongenital.Pola konsumsi, menurut Sumarni (2021) faktor yang
mempengaruhi pengeluaran ASI pada ibu post partum yaitu, perawatan
payudara, kecemasan, asupan nutrisi, dan faktor isapan bayi.
b. Bayi kuning umumnya selalu mengantuk dan gampang tidur. Itu karena
kadar bilirubin pada darahnya memengaruhi kerja organ tubuh, termasuk
saraf otaknya. Bilirubin yang bersifat toksik ini jika tidak ditanggulangi
segera bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak.
c. Tingkat keparahan hipoksemia pada neonatus asfiksia berdampak negatif
bagi hepar dan organ tubuh lainnya. Syok hepar (gangguan berat
hepar) akibat dari asfiksia dapat mengganggu fungsi fisiologis hepar,
dimana hal ini mengakibatkan adanya perubahan dalam tes fungsi hati
yaitu serum bilirubin, sehingga ditemukan korelasi antara disfungsi hati
dan tingkat keparahan hipoksia (Tariqul 2010).
Kurangnya asupan oksigen pada organ-organ tubuh sehingga fungsi
organ tidak maksimal, glikogen yang dihasilkan tubuh dalam hati
berkurang yang menyebabkan hiperbilirubinemia. Hal ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara neonatus yang
kekurangan oksigen dengan kejadian hiperbilirubinemia. Kurangnya
asupan oksigen pada organ-organ tubuh sehingga fungsi organ tidak
maksimal, glikogen yang dihasilkan tubuh dalam hati berkurang yang
menyebabkan hiperbilirubinemia (Kosim 2007).
Asfiksia dapat menyebabkan hipoperfusi hati, yang kemudian akan
mengganggu uptake dan metabolisme bilirubin hepatosit (Martiza 2009).
d. Berbagai faktor risiko yang merupakan penyebab ikterus yaitu faktor
maternal dan perinatal salah satunya yaitu usia kehamilan. Pada bayi
lahir dengan usia kehamilan prematur ikterus neonatorum disebabkan
karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit
secara optimal saat bayi lahir, sehingga sisa pemecahan eritrosit yaitu
bilirubin dapat menyebabkan kuning pada bayi (Prawiroharjo 2013)
e. Salah satu faktor penyebab ikterik pada bayi kurangnya pengetahuan ibu
dalam perawatan bayi, perlunya antisipasi dan deteksi dini pada bayi baru
lahir yang bermasalah untuk mencegah terjadinya ikterus neonatorum
(Rahayuningrum 2021)
4.Langkah 4: Menginventarisasi/ membuat pengkajian yang sistematik dari
berbagai penjelasan yang didapatkan pada langkah 3
5. Langkah 5: Merumuskan tujuan pembelajaran
Daftar tujuan pembelajaran (Learning issue/ learning objectives) yang kami
dapat, yaitu:
a. Perdalam lagi faktor faktor yang mempengaruhi ikterik neonatorum
b. Tindakan preventif lebih sering membangunkan bayi untuk diberi ASI
c. Perdalam lagi tentang asfiksia pada bayi dan dampaknya.
d. Perdalam lagi upaya pencegahan kelahiran preterm
e. Meningkatkan upaya deteksi dini pada bayi baru lahir yang bermasalah
untuk mencegah terjadinya ikterus neonatorum
6. Langkah 6: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi
kelompok. (Catatan Mandiri)
a. Dampak dari Bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus
sawar darah otak akan terikat oleh sel otak yang terdiri terutama dari
lemak. Sel otak dapat menjadi rusak, bayi kejang, menderita kernikterus,
bahkan menyebabkan kematian. Bila kernikterus dapat dilalui, bayi dapat
tumbuh tapi tidak berkembang. Selain bahaya tersebut, bilirubin direk
yang bertumpuk di hati akan merusak sel hati menyebabkan sirosis
hepatik (pengerutan hati). Hiperbilirubinemia (kadar bilirubin tinggi)
pada bayi kurang bulan lebih sering terjadi, lebih cepat terlihat, dan
berlangsung lebih lama. Kadar bilirubin di dalam darah bayi kurang
bulan juga lebih tinggi dibanding bayi cukup bulan (Gambar 5). Hal ini
disebabkan oleh sel hati yang masih imatur (belum matang), uptake dan
konyugasi bilirubin lambat dan sirkulasi enterohepatik yang meningkat
(IDAI 2013).
b. Faktor penyebab bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui
dapat bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus
untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Di dalam hati
bilirubin dikonjugasi oleh enzim glukoronid transferase menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui
saluran empedu di dalam dan di luar hati ke usus. Apabila tidak ada
makanan di dalam usus, bilirubin direk ini akan diubah oleh enzim di
dalam usus yang juga terdapat di dalam air susu ibu (ASI), yaitu beta-
glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali dari
dalam usus ke dalam aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh
albumin dan kembali ke dalam hati (Suradi, 2013). Bayi yang lahir
asfiksia bisa menyebabkan redistribusi aliran darah (refleks diving) ke
otak, jantung dan kelenjar adrenal, sehingga aliran darah ke organ lain
akan berkurang selain itu terjadi metabolisme anaerob yang
menyebabkan keadaan asidosis. Mekanisme refleks diving dan asidosis
akan menyebabkan kerusakan sel hati yang dapat menyebabkan disfungsi
hati. Manifestasi klinis dan laboratorium yang dapat 30 terjadi pada
disfungsi hati adalah ikterus, perubahan warna tinja, peningkatan enzim
hepatoseluler dan bilier.(Ali AlKhadar, 2010).
Bayi yang lahir dengan kehamilan kurang dari 37 minggu terjadi
imaturitas enzimatik, karena belum sempurnanya pematangan hepar
sehingga menyebabkan hipotiroidismus, dan menurut Behman (2006)
bahwa bayi prematur lebih sering mengalami hiperbillirubin
dibandingkan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor
kematangan hepar sehingga konjugasi billirubin indirek menjadi
billirubin direk belum sempurna (Wiknjosastro 2011). Banyak bayi baru
lahir, t terutama 33 bayi kecil (bayi dengan berat lahir erutama 33 bayi
kecil (bayi dengan berat lahir (bayi dengan berat lahir <2500 gram atau
usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu-minggu
pertama kehidupannya. Hiperbillirubin pada bayi baru lahir terdapat pada
25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang
bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau
dapat merupakan hal patologis (Saifuddin, 2010).
Ikterus dapat ada pada saat lahir atau muncul pada setiap saat
selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya.
Ikterus biasanya mulai dari muka dan ketika kadar serum bertambah,
maka turun ke abdomen kemudian kaki. Bayi baru lahir akan tampak
kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 5 mg/dl. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada BBL
menurut Kramer adalah dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut.
c. Pengkajian apa saja yang diperlukan untuk menggali data selengkapnya
dan bagaimana mendapatkannya?
Melakukan anamnesis kepada pasien dengan keluhan asi keluar
sedikit, ibu merasa khawatir bayinya kekurangan ASI, pemeriksaan
payudara tentang ada tidaknya bendungan asi, observasi tanda vital ada
tidaknya hiperpireksia, pemeriksaan bayi sudah BAK atau belum, bayi
nampak letargis atau tidak, hiperporeksia atau tidak. Diagnosa kebidanan
apa saja yang mungkin timbul dari kasus By.Ny. K? Diagnosa
Kebidanan: By.Ny.K umur 7 hari dengan ikterus fisiologis. Masalah:
Bayi mengalami Ikterus. Kebutuhan: KIE dan dukungan keluarga.
a. Diagnosis potensial yang timbul pada kasus By.Ny. K?
Diagnosa Potensial: Terjadi Kern Ikterus
b. Bagaimana asuhan dari rencana tindakan kebidanan yang telah disusun?
d. Memberitahu pada Ny. S semua hasil pemeriksaan yang dilakukan
bidan dan kondisi yang dialami. Pasien dan suami telah mengetahui
hasil pemeriksaan
e. Memberikan konseling mengenai tanda bahaya dan masalah pada bayi
baru lahir Ny. S telah mengetahui informasi mengenai tanda bahaya
pada bayi baru lahir.
f. Memberikan konseling mengenai kebutuhan nutrisi untuk kebutuhan
bayi dan ibu. Ny.S telah mengetahui informasi kebutuhan nutrisi.
g. Memberikan konseling mengenai pemberian asi eksklusif untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, Ny. S telah mengetahui informasi
kebutuhan nutrisi pada bayi
h. Menganjurkan Ny. S untuk menyusui bayinya minimal 2 jam sekali
dan secara on demand dengan lama minimal 1 jam. Ny. S bersedia
menyusui bayinya sesering mungkin
i. Menganjurkan Ny. S untuk menjemur bayinya setiap pagi selama 10-
15 menit sekali. Ny. S bersedia untuk menjemur bayinya setiap pagi
j. Memberikan KIE mengenai cara perawatan bayi baru lahir, perawatan
tali pusat, dan memandikan bayi. Ny. S telah mengetahui bagaimana
cara melakukan perawatan pada bayi.
k. Memberitahu Ny. S kunjungan ulang berikutnya satu minggu
kemudian. Ny. S bersedia untuk melakukan kunjungan ulang.
l. Dokumentasi
a. Bagaimana evaluasi dari tingkat ketercapaian dari kasus yang
diharapkan?
Pasien bersedia mendapatkan penjelasan yang baik, pemahaman yang
benar terkait manajemen laktasi
b. Langkah 7: Melakukan sintesa dan pengujian informasi-informasi yang telah
terkumpul
Temuan jurnal dan materi telah didiskusikan dengan kelompok. Sebagai
penatalaksaan dalam upaya penanganan ikterus neonatorum. Cara terbaik
untuk menghindari ikterus fiisologis adalah dengan memberi bayi cukup
minum, lebih baik lagi jika diberi ASI. Menurut Surasmi, dkk (2013)
BAB III

HASIL PEMBELAJARAN MANDIRI

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan genap 37

minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai

Apgar lebih dari 7 dan tanpa cacat bawaan (Yulianti dan Rukiyah, 2013). Bayi

baru lahir adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu dengan usia

kehamilan 38-42 minggu (Marmi dan Rahardjo, 2012). Berdasarkan dari

beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bayi baru lahir normal

adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan aterm dengan berat badan 2500-4000

gram, nilai apgar lebih dari 7 dan tanpa cacat bawaan.

a. Ciri-ciri Bayi BaruLahir Normal

Menurut Daru (2018), ciri bayi normal adalah:

1) Lahir aterm antara 37-42 minggu

2) Berat badan 2.500-4.000 gram.

3) Panjang badan 48-52 cm

4) Lingkar dada 30-38 cm

5) Lingkar kepala 33-35 cm.


6

6)Gerakan aktif

7)Bayi lahir langsung menangis kuat

8)Bunyi jantung pada menit pertama kurang lebih 180x/menit menurun sampai

120-160x/menit.

9)Pernapasan bayi pada menit pertama 80x/menit menurun sampai 40x/menit.

10) Kulit merah muda, lanugo tidak nampak

11) Untuk laki-laki testis sudah turun dan untuk perempuan genitalia labia

mayora telah menutupi labia minora.

12) Eliminasi, urine dan mekoniu makan keluar 24 jam, pertama meconium

berwarna kecoklatan atau kehitaman.

b. Komplikasi pada bayi baru lahir

Menurut Fauziah dan Sudarti (2012), komplikasi bayi baru lahir yaitu :

1)Asfiksia

2)BBLR

3)Ikterus Neonatorum

4)Tetanus Neonatorum

2. Ikterus Neonatorum

a. Pengertian

Ikterus neonatorum adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat

dari pada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat

memecahnya dan mengeluarkan dari dalam tubuh (Rohani, dkk, 2017).


7

Ikterus neonatorum atau penyakit kuning adalah kondisi umum pada

neonatus yang mengacu pada warna kuning didaerah kulit dan sklera yang

disebabkan karena terlalu banyaknya bilirubin dalam darah (Marmi, 2012).

Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang nampak pada sklera, selaput

lender, kulit atau organ lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah

lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan (Purnamaningrum, 2012).

Berdasarkan dari beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa

Ikterus neonatorum adalah suatu kondisi dimana kadar bilirubin dalam darah

lebih dari 10 mg/dl yang ditandai dengan warna kuning pada sclera, kulit atau

organ tubuh lain.

b. Etiologi

Menurut Kusuma dan Anik, dkk (2013), ikterus pada bayi baru lahir yang

paling sering muncul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk

mengeluarkan bilirubin dari aliran darah. Ikterus juga bias terjadi karena

beberapa kondisi klinik, diantaranya :

1) Ikterus fisiologis disebabkan karena terdapat kesenjangan antara proses

pemecahan sel darah merah dan kemampuan bayi untuk mantranspor,

mengkonjugasi,serta mengekskresi bilirubin tak terkonjugasi sehingga

mengakibatkan :

a) Peningkatan pemecahan sel darah merah

b) Penurunan kemampuan mengikat albumin


8

c) Breast milk jaundice (Terdapat hormone didalam kandungan ASI)

d) Breastfeeding jaundice (ASI yang keluar masih belum lancar)

2) Ikterus patologis dapat disebabkan dari beberapa factor

diatas dan ada beberapa faktor tambahan yang meliputi :

a) Ketidak cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO

dan rhesus) ibu dan janin.

b) Lebam pada kulit bayi (sefalhematom) karena trauma pada

proses persalinan.

c) Ibu yang menderita penyakit diabetes dapat mengakibatkan

bayi menjadi kuning karena memiliki sumber bilirubin 30%

lebih besar sehingga membuat proses konjugasi menjadi tidak

efektif dan menyebabkan meningkatnya kadar bilirubin tak

terkonjugasi.

c. Proses Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah zat yang terbentuk secara normal dari proses

penguraian dalam sel darah merah (SDM). SDM yang sudah tua, dan imatur

dibuang dari sirkulasi dan dipecah di dalam system retikuloendotelial (hati,

limpa, dan makrofag). Hemoglobin dipecah menjadi produk sisa heme, dan

globin.Globin dipecah menjadi asam amino, yang digunakan kembali oleh

tubuh untuk membuat protein. Heme akan beikatan dengan oksigen (hem

oksigenase) sehingga menghasilkan biliverdin dan kemudian biliverdin akan

melakukan reduksi (biliverdin reduktase) menjadi bilirubin tak terkonjugasi.


9

Bilirubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan albumin untuk ditranspor

dalam plasma ke hati. Kemudian, di hati akan dilakukannya proses

ambilan yaitu bilirubin dilepaskan dari albumin dan dengan bantuan enzim

glukoronil transferase akan dirubah menjadi bilirubin konjugasi (bilirubin

yang mudah larut dalam air dan siap untuk ekskresi). Bilirubin terkonjugasi

diekskresi melalui empedu dibawa ke dalam saluran intestinal, dengan

bantuan bakteri usus untuk mengubah menjadi urobilinogen, kemudian

urobilinogen diereksi dalam feses dinamakan strekobilin dan sebagian kecil

diserap kembali oleh usus menuju vena porta, kemudian ada yang

diereksikan kembali dalam empedu dan juga ada yang mencapai ginjal

sehingga diereksikan lewat urin (Asrining, dkk 2013).

d. Patofisiologi terjadinya Ikterus

Pada dasarnya proses terjadinya icterus sama dengan proses metabolisme

bilirubin. Hanya saja proses terjadinya icterus ketika hati masih belum

berfungsi dengan baik, dan jumlah bakteri dalam saluran intestinal tidak

mencukupi untuk mengubah bilirubin tak terkunjugasi menjadi konjugasi,

maka akan membuat bilirubin yang ada didalam tubuh menjadi menumpuk

dan masuk kedalam sirkulasi darah yang menyebabkan bilirubin akan

disimpan dibawah lapisan kulit sehingga kulit bayi menjadi kuning (Hartina,

2017).
10

Gambar 2.1 Proses metabolisme bilirubin (Sumber :Asrining, dkk (2013).


11

e. Klasifikasi Ikterus

Menurut Yuliawati (2018), Ikterus dibagi menjadi 2 yatu :

1) Ikterus Fisiologis

a) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan

terlihat jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke-

10.

b) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.

c) Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari

12mg/dL, dan pada BBLR 10mg/dL dan akan akan hilang

pada hari ke-14.

2) Ikterus Patologis

a) Ikterus timbul pada 24 jam pertama kehidupan, serum

bilirubin total lebihdari 12mg/dLdan menetap lebih dari 10

hari.

b) Peningkatan bilirubin 5mg/dL atau lebih dari 24 jam.

c) Warna kuning pada kulit dan sclera akan menetap lebih dari

10 hari

d) Konsentrasi serum bilirubin melebihi 10mg/dL pada bayi

kurang bulan dan 12,5mg/dL pada bayi cukup bulan.

f. Jenis-jenisi kterus

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), jenis ikterus meliputi :

1) Ikterus Hemolitik
12

Ikterus hemolitik merupakan golongan penyakit yang

disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, ABO, kelainan

eritrosit kongenital

2) Ikterus Obstruktif

Ikterus yang terjadi karena penyumbatan saluran empedu.

Akibat sumbatan ini akan terjadi penumpukan bilirubin secara

tidak langsung.

3) Ikterus yang disebabkan oleh hal lain

Pengaruh hormone atau obat yang mengurangi kesanggupan

hati untuk mengadakan konjugasi bilirubin.Misalnya, icterus

karena ASI ibu disebabkan hormon yang dihasilkan dalam ASI

ibu menghalangi penyingkiran bilirubin melalui usus.

g. Manifestasi Klinis

Menurut Maulida, dkk (2014), Tanda dan gejala icterus yaitu :

1) Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,

kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin.

2) Ikterik terjadi pada 24 jam pertama

3) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.

4) Tidak mau menghisap.

h. Faktor Resiko

Menurut Mustarim, dkk (2013),

actor resiko

yang
13

bisa

menyebabkan ikterus yaitu :

1) BBLR, Usia Kehamilan

2) Penyakit hemolisis karena

inkompatibilitas

gologan darah

ABO.RHESUS

3) Asfiksia atau asidosis,

4) Hipoksia, trauma serebral


5) Sefalhematom

6) Infeksi sistemik (sepsis neonatorum).

i. Komplikasi Ikterus

Komplikasi dari icterus yaitu Kern Ikterus yang terjadi karena bilirubin

yang menumpuk didalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu fungsi

otak sehingga dapat menyebabkan kejang dan kematian bayi (Anik, dkk.

2013).

j. Penilaian Ikterus

Menurut Mahtindas (2014), icterus dapat ada pada saat lahir atau muncul

pada setiap saat selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang

menyebabkannya. Ikterus biasanya mulai dari muka dan ketika kadar serum

bertambah, maka turun ke abdomen kemudian kaki. Bayi baru lahir akan

tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 5 mg/dl. Salah satu

cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada BBL

menurut Kramer adalah dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat


14

yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut.

Gambar 2.2 Pembagian Ikterus Menurut Metode Kremer


Sumber :Surasmi, dkk (2013).

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Ikterus.

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar


Ikterus bilirubin
I Kepala dan Leher 5,0 mg%
II Badan bagian atas 9,0 mg%
III Badan bagian 11,4 mg%
bawahhinggatungkai
IV Lengan, kaki bagian 12,4 mg%
bawah, lutut
V Telapak tangan dan16,0 mg%
kaki
Sumber :Surasmi, dkk (2013).

k. Pemeriksaan laboratorium :

MenurutNoviyanti (2018),
15

Pada

icterus

pemeriksaan

mengetahui :

1) Kadar bilirubin indirect (tak terkonjugasi) dengan cara total

bilirubin dikurang jumlah bilirubin direct (terkonjugasi). Pada

pemeriksaan ini juga

pemeriksaan tambahan

2) Pemeriksaan golongan darah dan rhesus ibu dan bayi.

3) Pemeriksaan tes Coombs yaitu pemeriksaan untuk menemukan

antibodi yang merusak sel darah merah.

l. Penanganan Ikterus

Menurut Anil, dkk (2014), penanganan icterus yaitu :

1) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat

jalan dengan nasehat untuk kembali jika icterus berlangsung lebih dari 2

minggu.

2) Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan

ASI ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam.

3) Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui pipa naso gastrik atau

dengan gelas dan sendok.

4) Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari

pagi selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi selalu tetap
16

hangat.

5) Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran maka

membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut: minimal kadar bilirubin

serum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis oleh karena itu

selanjutnya harus dirujuk.

6) Fototerapi :

Berdasarkan jurnal penelitian (Wanda, 2018) menurut (Roharjdo, 2014).

Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk

yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika

bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.

Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama

lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.

Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat fototerapi

pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah

oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Fotoisomer

bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung

bias dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk fotoksi dan saja yang

bias diekskresikan lewat urin.

a) Jenis lampu

Beberapa studi menunjukan bahwa lampu flouresen biru lebih efektif

dalam menurunkan bilirubin. Karena cahaya biru dapat mengubah warna

bayi, maka yang lebih disukai adalah lampu flouresen cahaya normal

karena dengan spektrum 420–460 nm sehingga asuhan kulit bayi dapat


17

diobservasi dengan baik mengenai warnanya (jaundis, palor, sianosis)

atau kondisilainnya. Agar fototerapi efektif, kulit bayi harus terpajang

penuh terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar

bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis,

dianjurkan untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik

ini melibatkan dengan menggunakan lampu over head konvensional

sementara itu bayi berbaring dalam selimut fiberoptik. Hasil terbaik

terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi. Fototerapi intensif

adalah fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen spectrum

(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30

uW/cm2 (diperiksa dengan radio meter, atau diperkirakan dengan

menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang

terpajang lebih luas). Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau

cenderung naik pada bayi–bayi yang mendapat fototerapi intensif,

kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

b) Jarak

Dosis dan kemanjuran dari fototerapi biasanya dipengaruhi oleh jarak antara

lampu (semakin dekat sumber cahaya, semakin besar radiasinya) dan

permukaan kulit yang terkena cahaya, karena itu dibutuhkan sumber cahaya

di bawah bayi pada fototerapi. Jarak antara kulit bayi dan sumber cahaya

dengan lampu neon, jarak harus tidak lebih besar dari 50 cm(20 in). Jarak

ini dapat dikurangi sampai 10-20 cm jika homeostasis suhu dipantau

untuk mengurangi resiko overheating.


18

c) Berat badan

Tabel 2.2 Petunjuk Penatalaksanaan Ikterus Berdasarkan Berat Badan Dan


Bayi Baru Lahir.

Ka dar Bilirubin Total Serum (mg/dL)


Berat Badan Sehat Sakit
Kurang Fototer Transfusi Fototer TransfusiTu
Bulan api Tukar api kar
<1000g 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi
1001-1500g 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi
1501-2000g 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500g 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi
Cukupbulan
>2500 15-18 20-25 12-15 18-20
Sumber :Kosim, dkk, 2012

Untuk usia bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram, memulai fototerafi

sebesar 5-6 mg/dLpadausia 24 jam, kemudian meningkat secara

bertahapsampai usia 4 hari. Efisiensi fototerapi tergantung pada jumlah

bilirubin yang diradiasi.Penyinaran area kulitpermukaan besar lebih efisien

daripadapenyinaran daerah kecil, dan efisiensi meningkat fototerapi dengan

konsentrasi biliubin serum.

Ikterus yang timbul pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan

bila kadar bilirubin serum total >12mg/dl (170mmol/L). Fototerapi harus

dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 15mg/dl (260mmol/L). Bila

fototerapi

2x24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20mg/dl (340

mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bilakadar bilirubin serum

total 20 mg/dl (>340mmol/L) dilakukan fototerapi dan harus dilakukan

tindakan tranfus tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (>260
19

mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya

pemeriksaan laboratorium ke arah hemolisis. Usia 49- 72 jam pasca kelahiran,

fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl(260mmol/L).

Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl

(310mmol/L). Bila fototerapi 2x24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin

serum total < 25mg/dl (430mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi

tukar. Bila kadar bilirubin serum total >18 mg.dl (>310mmol/L) maka

fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bilakadar

bilirubin serum total > 25 mg/dl(>430 mmol/L) pada 49-72 jam pasca

kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium kearah

penyakit hemolisis. Selanjutnya pada usia >72 jam pasca kelahiran, fototerapi

harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total >17 mg/dl

(290mmol/L).Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin

serum total < 20 untuk dilakukan tranfusi tukar. Jika kadar bilirubin serum total

sudah mencapai > 20 mg/dl (340mmol/L) maka dilakukan fototerapi sambil

mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25

mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia>72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan

untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.


20

d) Efek samping fototerapi

Efek samping ringan yang harus diwaspadai perawat meliputi feses encer

kehijauan, ruam kulit transien, hipertermia, peningkatan kecepatan

metabolisme, seperti hipokalsemia. Untuk mencegah atau meminimalkan efek

tersebut, suhu dipantau untuk mendeteksi tanda hipotermia meupun

hipertermia, dan kulit tetap diobservasi mengenai dehidrasi dan kekeringan,

yang dapat menyebabkan ekskoriasi dan luka (Kosim, 2012).

7) TransfusiTukar

Berdasarkan jurnal penelitian (Hartina, 2017) menurut (Usman, 2014),

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah pasien yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama

dan dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah pasien tertukar.

Pada pasien dengan ikterus, tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah

ensefalopati bilirubin dengan mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi.

Pada bayi icterus karena isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat

lebih karena akan membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi

darah neonatus. Hal tersebut akan mencegah terjadinya hemolisis lebih lanjut

dan memperbaiki kondisi anemianya (Usman, 2014).

m. Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari ikterus fiisologis adalah dengan memberi

bayi cukup minum, lebih baik lagi jika diberi ASI. Menurut Surasmi, dkk

(2013), pencegahan dibagi menjadi dua yaitu:

1) Pencegahan primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya 8-12 kali/hari untuk beberapa

hari pertama dan tidak memberikan cairan tambahan air pada bayi yang

mendapat ASI.

2) Pencegahan sekunder

a) Semua wanita hamil harus di periksa golongan darah ABO dan rhesus serta

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

b) Semua bayi harus dimonitor secara rutin terhadap timbulnya ikterus dan

menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda-tanda vital bayi yang dilakukan setiap 8-12 jam


22

B. CLINICAL PATHWAY

Faktor penyebab : c) Faktor resiko :


Pembentukan bilirubin berlebih d)
Gangguaneksresi bilirubin dalam hati
e) Ikterus Faktor maternal
Breast milk jaundice Faktor prenatal
Breastfeeding jaundice Faktor neonatus
Hiperbilirubi
Tanda Gejala :
Warna kuning pada kulit
Kadar bilirubin meningkat
Nafsu makan menurun
Urin kuning tua

Pencernaa Otak
n
Pengeluaran cairan Perlekatan bulirubin
empedu ke organ
Kern ikterus
Peristaltik usus
MK : Resiko cidera
Kejang
MK: Defisit volume saraf
Diare
cairan
Anoreksia

Pemberian ASI terganggu

Fototerapi Indikasi : Ikterus Patologis


Pemberian ASI Lebih
sering
Transfusi Tukar

Indikasi : Ikterus
Fisiologis Jika :kadar bilirubin tidak
turun dalam 2x24 jam
fototerapi
Gambar 2.3 Pathway Ikterus
23

Sumber :Maryunani, 2014. Asrining,


2013. Anik, 2013
24

DAFTAR PUSTAKA

1. D Z. Asuhan Keperawatan Nifas. Vol 03. Cv Budi Utama; 2022.


2. Kusumaningrum At. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pengeluaran
Asi Pada Ibu Post Partum Hari Ke-3. 2018;08(01).
3. D M. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Published Online 2017.
4. Indrasari N. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Pelaksanaan Perawatan
Payudara. 2016;Xii(1):1-7.
5. Yayuk Norazizah Lh. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Perawatan Payudara Dengan Kejadian Puting Susu Tenggelam Di Bpm Ny.
Sri Handayani Desa Welahan Jepara. 2017;4(2):11-16.
6. Dkk V. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Salemba Medika; 2017.
7. Damai. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Refika Adi.; 2018.
8. Dkk R. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Menyusui. Tim; 2017.
9. Nugroho, Nurrezki, Warnaliza, D., & Wilis. 2014. Asuhan Kebidanan 3
Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.
10. Rukiyah A Y, Lia Y. 2015. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan.
Jakarta:Trans Info Media.
11. Walyani, Purwoastuti. Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Sosial Untuk
Kebidanan. Pustaka Baru Press.; 2015.
12. Saleha, Siti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
13. Bahiyatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta:
Egc
14. Nurjanah, S.N., Maemunah, A. S., & Badriah, D.L. 2013. Asuhan
Kebidanan Post Partum Dilengkapi Dengan Asuhan Kebidanan Post
Sectio Caesarea. Bandung: Pt Refrika Aditama.
15. Rianti N. Hubungan Karakteristik Ibu Nifas Dengan Kejadian Post Partum
Bluesdi Klinik Bersalin Bromo Medan Tahun 2018. Published Online
2018.
16. Yetty. Gambaran Kejadian Post Partum Blues Pada Ibu Nifas Berdasarkan
Karakteristik. Published Online 2016.
25

17. Haltitah R. Manajemen Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny “R”


Usia Kehamilan Trimesrter Iii Sampai Post Partum Minggu Ke-Iv Dengan
Kelainan Bentuk Puting Di Puskesmas Barabaraya Makassar Tanggal 17
September-04 November Tahun 2018. Published Online 2018.
18. Manao Yi. Asuhan Kebidanan Nifas Pada Ny. M Umur 28 Tahun P1a0 6
Hari Dengan Putting Susu Tenggelam Di Klinik Bunda Tessa Tahun 2018.
Published Online 2018.
19. Hastuti P. Pengaruh Kecemasan Pandemi Covid-19 Terhadap
Pengeluaran Asi Ibu Menyusui Di Rumah Sehat Bundaathahira Bantul.
Vol 9. Poltekkes Denpasar; 2020.
20. Aisya Mw, Rauf El, Ahaya J, Et Al. Hubungan Teknik Mengedan Dengan
Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Puskesmas Tibawa
Kabupaten Gorontalo. Published Online 2018:1-14.
21. Mitayani. 2016. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika.
22. Chotimah I. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan
Payudara Dengan Kejadian Bendungan Asi Di Rb Sukoharjo Journal On
Medical Sciencehubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Perawatan Payudara Dengan Kejadian Bendungan Asi Di Rb Sukoharjo.
2017;4(2):183-188.
23. Andina V. Asuhan Kebidanan Nifas & Menyusui. 2018;1(3).
24. Amalia Ln. Laporan Tugas Akhir Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada
Ny.”N” G2p1001 Hamil 32 Minggu 1 Hari Dengan Masalah Puting Susu
Tenggelam Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Jati Kota Balikpapan
Tahun 2017.; 2017.
25. Zainiyah H, Wahyuningtyas D, Raehana Astriani. Keberhasilan Puting
Susu Menonjol Dengan Menggunakan Metode Modifikasi Spuit Injeksi
Pada Ibu Post Partum. 2019;05:135-145.
26. Yerlinda M, Mage C, Prapunoto S. Dinamika Dukungan Suami Pada
Kecemasan Ibu Nifas Dalam Rumah Bulat. 2020;7:69-86.
Doi:10.24854/Jpu02020-279
26

27. Sari Td. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Produksi Air Susu Ibu
(Asi) Eksklusif Pada Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus
Mandiangin Kota Bukittinggi Tahun 2018. Published Online 2018.
28. Mashanafi Ta, Suparman E, Tendean Hm. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Manfaat Pemberian Asi Eksklusif. 2015;3:2-6.
29. Sari W, Tampubolon P. Hubungan Teknik Menyusui Dengan Kejadian
Regurgitasi Pada Bayi 0 - 3 Bulan Di Klinik Dina Medan Denai Tahun
2018. Published Online 2018.
30. Syifa S. Peningkatan Pengetahuan Tentang Nutrisi Ibu Nifas Menggunakan
Media Aplikasi “ Sinnia .” 2019;2(1).
31. Arlinda. Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Personal Hygiene Di
Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2017. Published Online 2017.
32. Maryani D. Vitamin A Supplementation For Post Partum Mother And
Baby. 2019;Vi(1):9-15.
33. Kementerian Kesehatan Ri. Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat Di
Tempat Dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan Dan Pengendalian
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). In: Kementerian Kesehatan Ri;
2020:1-66.
27

LAPORAN
TUTORIAL
KLINIK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN POLTEKKES KEMENKES
YOGYAKARTA

NAMA MAHASISWA : NATYA AYU


STASE :
TEMPAT PRAKTIK :
DATA
TUJUAN BELAJAR
PROBLEM HIPOTESIS MEKANISME TAMBAHAN
PROBLEM
(DON’T KNOW) LEARNING ISSUE
(MORE INFO) SOLVING
28

1. 1. 1. 1.
29

LAPORAN
TUTORIAL
KLINIK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN POLTEKKES KEMENKES
YOGYAKARTA

NAMA MAHASISWA WINDU SUCIATI RAHMA


STASE Bd7008 (Kegawatdaruratan Maternal Neonatal)
TEMPAT PRAKTIK PMB Maryani, Sedayu, Bantul

PROBLEM HIPOTESIS MEKANISME LEARNING ISSUE PROBLEM SOLVING


DATA TAMBAHAN TUJUAN BELAJAR

1. Masing-masing 1. Mengetahui konsep 1. Mahasiswa


1. Mendiskripsikan masalah

adanya hubungan Penanganan kasus 2. Klarifikasi masalah


anggota diskusi kegawatdaruratan dapat mengetahui
Asuhan jenis persalinan dan menyampaikan hasilkegawatdaruratan harus maternal neonatal penatalaksanaan asuhan 3. Menentukan tujuan
kebidanan pada bayi
kajian temuan atau
kebidanan pada berat badan lahir
asfiksia 4. Mengidentifikasi akar
literatur. segera dideteksi dan permasalahan
2. mengetahui jenis 2. Memastikan kondisi bayi
kasus asfiksia dengan kejadian 2. Pengkajian dapat dilakukan 5. Merencanankan tata laksana pada
apa yang
asfiksia dan factor 3. Sumber Informasi (Berbagai masalah
neonatorum asfiksia pada bayi diperlukan untuk menggali pertolongan pertama , buku Kebidanan terkait asuhan
resikonya 6. Melaksanakan rencana tata laksana
baru lahir data selengkapnya dan dan persiapan rujukan pada bayi baru lahir komplikasi
7. Evaluasi hasil
atau masalah, Kemenkes
bagaimana mendapatkannya? 3. penanganan asfiksia
RI,Journal) 8. Meningkatkan tata laksana secara terus.
dan resusitasi
30

LAPORAN
TUTORIAL
KLINIK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

NAMA MAHASISWA : SIWI TRIMULYANI


STASE : BD.7008
TEMPAT PRAKTIK : PMB IIN INDRAWATI, S.TR.KEB

DATA TAMBAHAN TUJUAN BELAJAR


PROBLEM HIPOTESIS MEKANISME LEARNING ISSUE PROBLEM SOLVING
(DON’T KNOW)
(MORE INFO)
Asuhan Adanya pengaruh 1. Masing-masing Penanganan kasus 1. Mengetahui 1. Mahasiswa 1. Mendiskripsikan
Kebidanan pada
Ny. A Usia 20 kelelahan dengan
anggota diskusi menyampaikan abortus harus dilakukan Pengertian abortus dapat mengetahui masalah
Tahun G1P0A0 aktivitasnya sebagai ibu hasil kajian temuan atau literatur. penatalaksanaan asuhan
dengan baik agar tidak
Umur Kehamilan rumah tangga yang 2. Mengetahui bagaimana kebidanan pada abortus 2. Klarifikasi masalah
19 Minggu 4 Hari 2. Pengkajian apa yang terjadi komplikasi pada bayi mendiagnosa abortus imminens
mengurus pekerjaan diperlukan untukmenggali data 3. Menentukan tujuan
dengan Abortus maupun ibu.
Imminens rumah dengan kejadian selengkapnya dan bagaimana 3. Mengetahui asuhan yang 2. Memastikan kondisi ibu
mendapatkannya? diberikan 4. Mengidentifikasi akar
abortus permasalahan
/penatalaksanaan kasus 3. Sumber Informasi
abortus (Berbagai buku Kebidanan
terkait asuhan pada ibu 5. Merencanankan tata laksana pada
4. Melatih mahasiswa untuk nifas komplikasi atau masalah
melakukan penalaran klinik masalah, Kemenkes
RI,Journal) 6. Melaksanakan rencana tata
5. Memperluas kesempatan
laksana
mahasiswa untuk mengikuti
perjalanan kasus 7. Evaluasi hasil

8. Meningkatkan tata laksana


secara terus.
31

secara runtut

6. Mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah secara
rasional

7. Mendorong mahasiswa agar


memiliki kemampuan
menangani kasus secara
komprehensif berdasarkan
bukti ilmiah.
32

LAPORAN TUTORIAL KLINIK


PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

NAMA MAHASISWA : KRISTIYAN MULYANI


STASE : BD.7005
TEMPAT PRAKTIK : PMB IIN INDRAWATI , S,Tr.,Keb, Bdn

DATA TAMBAHAN TUJUAN BELAJAR


PROBLEM HIPOTESIS MEKANISME LEARNING ISSUE PROBLEM SOLVIN
(MORE INFO) (DON’T KNOW)
33

Bayi dengan Adanya 1. Masing-masing Penanganan kasus 1. Mengetahui 1. Mahasiswa Mendiskripsikan


Ikterus anggota diskusi
Negaruh menyampaikan Ikterus neonatorum fisiologis masa dapat mengetahui masalah
emberian ASI hasil kajian dan bayi harus neonatus penatalaksanaa
2. Klarifikasi masal
yang edekuat temuan atau n asuhan
untuk mencegah literatur. diberkan ASI yang 2. Mengetahui
kebidanan 3. Menentukan tuju
Pengkajian apa sdekuat agar tidak penatalaksanaan
ikterus pada neonatus
yang diperlukan atau evidence 4. Mengidentifik
noenatorum umur 7 hari
untuk menggali terjadi komplikasi based penanganan akar permasalaha
data selengkapnya pada bayi atau terjadi bayi dengan ikterus 2. Memastikan
neonatorum kondisi neonatus 5. Merencanankan
dan bagaimana laksana pada ma
kern ikterus
mendapatkannya? 3. Mengetahui 3. Sumber
6. Melaksan
asuhan yang Informasi (Berbagai
rencana tata laksa
diberikan pada buku Kebidanan
neonatus umur 7 terkait asuhan pada 7. Evaluasi hasil
hari neonatus 8. Meningkatka
komplikasi atau
34

secara runtut
6. Mengembangkan
kemampuan
memecahkan
masalah secara
rasional
7. Mendorong
mahasiswa agar
memiliki
kemampuan
menangani kasus
secara
komprehensif
berdasarkan bukti
ilmiah.
35

Anda mungkin juga menyukai