PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial memiliki fungsi masing-
masing dalam menjalankan peranannya dalam kehidupan. Sebagai makhluk individu
manusia merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau masyarakat
dan sebaliknya sebagai makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat,
manusia merupakan kumpulan dari berbagai individu. Dalam menjalankan
peranannya masing-masing dari kedua hal tersebut secara seimbang, maka setiap
individu harus mengetahui dari peranannya masing-masing tersebut.
Untuk itu, perlu kiranya penulis menulis sebuah makalah yang mengemukakan
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat menginspirasi pembaca.
B. Rumusan masalah.
Mengetahui hubungan Stereotip, Prasangka, Diskriminasi dan Konflik dalam
interaksi sosial
C. Tujuan
Mengkaji stereotip, prasangka dan konslik yang terjadi akibat interaksi sosial
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan penulisan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2
A. Interaksi Sosial Memunculkan Berbagai Corak stereotip, prasangka yang
Berakibat Adanya Diskriminasi dan Konflik...................................... 2-5
B. Hubungan Antara Stereotip, Prasangka dan Diskriminasi.......................... 5-6
C. Beberapa Kasus Stereotip, Prasangka, Diskriminasi Serta Konflik.............. 6-8
D. Solusi Tentang Stereotip, Prasangka, Diskirmimasi dan Konflik.................. 8-10
E. Dilema Antara Kepentingan Individu dan Sosial.......................................... 10-13
ii
BAB II
PEMBAHASAN
Setiadi, Hakam, dan Effendi (2007:90) menjelaskan pengertian dari interaksi sosial
yang ada dilingkungan masyarakat, diantaranya...
Menurut Setiadi, Hakam, dan Effendi (dalam Gillin and Gillin, 1954)
berpendapat bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-
orang secara individual, antar kelompok dan perorang, dan orang perorangan
dengan kelompok.
Jadi, interaksi sosial merupakan suatu aktivitas yang melibatkan hubungan timbal
balik maupun stimulus dan respon orang baik itu secara individu dengan individu,
kelompok dengan kelompok ataupun individu dengan kelompok.
Interaksi sosial dapat juga dinamakan proses sosial, karena interaksi sosial
meruapakan syarat utama untuk aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah
hubungan sosial yang dinamis. Apabila dua orang bertemu interaksi sosial
dimulai, pada saat itu mereka saling menegur sapa, berjabat tangan, atau bahkan
mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk interaksi
sosial
Berikut ini akan dibahas bagaimana dari interaksi sosial ini memuculkan berbagai
corak stereotip, prasangka yang berakibat adanya disriminasi dan konflik. Interaksi
sosial secara langsung memberikan keharusan manusia hidup berkelompok. Cara yang
sangat mudah untuk memahami mengapa manusia harus hidup berkelompok adalah
membandingkan antara anak manusia dengan anak hewan pada waktu lahir dan
beberapa waktu sesudahnya.
1
Hewan yang terlahir, kemudian hidup tanpa bantuan dan perlindungan induknya
tetap dapat hidup dan setelah dewasa mereka akan hidup dengan cara yang sama dengan
2
3
jenisnya masing-masing. Misal: anak ayam yang baru menetas ditinggal induknya,
sampai besar ia akan tetap hidup sebagaimana seekor ayam.
Berbeda dengan manusia, ia tak akan dapat hidup terus tanpa ada manusia lainnya.
Ia tak akan hidup sebagai manusia, jika tidak dirawat oleh manusia. Misal: Manusia
yang dirawat Kera, maka ia akan hidup seperti kera, bukan seperti manusia.
Pembeda lainnya antara manusia dengan hewan adalah kemampuan biologis manusia
yang dianggap “kurang” dibanding hewan. Manusia tidak dapat berenang selincah ikan,
berlari secepat ceetah atau kuda, memburu mangsa secepat harimau, dan berayun
melompat sepandai kera.
Dan spesialnya manusia dianugerahi kelebihan berupa kemampuan mental dan fisik
yang lebih fleksibel. Kemampuan mental yang bersumber dari akal dan nurani,
merupakan modal berharga yang digunakan untuk mengendalikan gerakan-gerakan
anggota badan, sehingga kemampuan fisiknya menjadi beragam dan fleksibel. Di dalam
berinteraksi dengan orang lain, terkadang tidak dapat lepas dari apa yang disebut
sebagai prasangka dan stereotipe.
a. Prasangka
b. Stereotipe
Wikipedia menjelaskan...
Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang
benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai disiplin
ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula
stereotipe: psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok,
pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik
antarkelompok. Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan
posisi kelompok-kelompok dalam tatanan sosial. Para humanis berorientasi
5
Dalam membahas baik prasangka maupun stereotipe, kita tidak dapat lepas
dari mental set dan konsep interaksi sosial. Permasalahan yang akan muncul dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu: image dan sikap. Image menyangkut persepsi sosial
sehingga tiap hubungan antar manusia, Antar kelompok, dan antar bangsa telah ada
suatu mental set tersendiri tentang opini, sistem nilai, norma, konsep tertentu. Hubungan
ini akan mengarah kepada komponen emosional yang relevan dengan hubungan interaksi
ini. Sikap terhadap pengertian sinonim ini sebenarnya menjadikan prasangka dapat
diidentifikasikan dengan sikap yang merupakan predisposisi sosial. Di samping
prasangka tersebut dapat pula disamakan dengan opini atau kepercayaan (belief).
c. Diskriminasi
Menurut wikipedia Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil
terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan
karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan
suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam kehidupan Masyarakat, ini
disebabkan karena kecenderungan sikap manusia yang lebih suka membeda-
bedakan yang lain.
d. Konflik
Menurut Wikipedia Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan
hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Sedangkan prasangka lebih mengarah kepada evaluasi yang negatif. Sebagai akibat dari
stereotip cenderung menimbulkan sikap berprasangka sebagai bentuk afektifnya.
Sedangkan dari aspek konatifnya, stereotip cenderung dapat menimbulkan tindakan
diskriminasi yang diakibatkan dari sikap berprasangka. Atau dalam hal lain stereotip
dapat dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif, stereotip yang
berlebihan dapat menimbulkan prasangka.
Stereotip, prasangka, dan diskriminatif itu tidak dibawa seseorang sejak lahir,
melainkan hal tersebut dipelajaridan terbentuk pada manusia selama perjalanan
hidupnya melalui proses sosialisasi dalam masyarakat. Seorang akan mempunyai
stereotip, prasangka, dan diskriminasi ketika mereka bergaul dengan orang yang telah
mempunyai hal tersebut. Dan hal ini berlangsung dengan sendirinya serta berlangsung
pada taraf tidak sadar melalui proses imitasi, seggesti, identifikasi, dan simpati, yang
memegang peranan utama dalam interaksi sosial. Dalam hal itu secara tidak sadar
secara lambat mereka mungkin memperoleh sikap-sikap tertentu terhadap kelompok
atau golongan tertentu, hingga lambat laun dapat melahirkan stereotip, prasangka dan
diskriminasi.
Kalimantan
Kita akan membicarakan konflik antar etnik yang paling besar yang pernah terjadi di
Indonesia, yakni konflik antara etnik Dayak dan etnik Madura di Kalimantan beberapa
tahun lalu (tragedi Sambas dan Sampit), dimana ribuan orang terbunuh dan puluhan
8
Banyak analisis telah dilakukan untuk mencari tahu akar dari adanya konflik. Selain
analisis yang menunjukkan adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja mengorganisir
terjadinya kekerasan, ada banyak analisis lain yang mendasarkan pada berbagai
perspektif. Sebuah analisis menyimpulkan bahwa terjadinya perebutan sumber daya
ekonomi yang semakin terbatas yang telah menyebabkan terjadinya konflik. Dulu saat
sumber daya ekonomi cukup melimpah dan mudah didapatkan maka konflik
terhindarkan. Akan tetapi begitu sumberdaya ekonomi semakin terbatas dan semakin
banyak orang memperebutkannya maka terjadilah kompetisi perebutan sumberdaya.
Sebagai konsekuensi logis dari adanya kompetisi perebutan sumber daya adalah
terciptanya prasangka antar etnik. Dan lalu adanya prasangka terhadap etnik lain
menjadi justifikasi kekerasan terhadap etnik tersebut.
Sebagai lanjutan dari analisis diatas, analisis lain menunjukkan bahwa adanya
kesenjangan ekonomi antara etnis Dayak dan etnis Madura sebagai penyebab konflik.
Kesenjangan ekonomi itu tercipta sebagai konsekuensi dari adanya kompetisi perebutan
sumberdaya ekonomi dimana relatif etnis Madura memenangkannya. Namun menurut
Purbangkoro kondisi sosial ekonomi etnik Madura dan etnik lain relatif sama sehingga
tak ada alasan yang menyatakan telah terjadi kecemburuan sosial antara etnik Dayak
dan etnik Madura di Kalimantan.
Sementara itu Asykien menunjukkan bahwa konflik antar etnik itu terjadi karena sifat
negatif keduanya. Sifat-sifat kurang terpuji etnik Dayak : 1) Fanatis dan mendewakan
kesukuan, 2) tidak punya tenggang rasa dan pendengki etnis yang dimusuhi, 3)
menggeneralisasikan kesalahan orang-perorang kepada keseluruhan etnis, 4)
melestarikan budaya mengayau, 5) suka menyebarluaskan kebencian dan prasangka
buruk. Sedangkan sifat-sifat etnik Madura yang menimbulkan dendam etnik lain : 1)
mencuri, menjambret, dan menipu, 2) menempati tanah orang lain tanpa izin, 3)
membuat kekacauan dalam perjudian, 4) melanggar lalu lintas, 5) merampas milik etnik
9
lain di penambangan emas. Dari sifat-sifat negatif yang diklasifikasikan Asykien diatas
menjadi jelas bahwasanya pertentangan antar etnis merupakan kulminasi dari adanya
prasangka etnik. Berbagai keburukan anggota etnik lain dicatat, disimpan, dan
digunakan sebagai dasar dalam bergaul dengan etnik tersebut, meskipun toh sebetulnya
pelakunya hanyalah segelintir orang saja. Rupa-rupanya generalisasi sifat-sifat buruk
seseorang menjadi sifat-sifat buruk kelompok yang telah menjadi penyebab
berkembangnya prasangka etnik di Kalimantan. Akibatnya kesalahan satu orang atau
kelompok kecil orang juga digeneralisasikan ke keseluruhan etnik. Seterusnya konflik
antar etnik tinggal menunggu saat yang tepat.
Maluku (Ambon)
Kita akan mencoba melihat kasus Ambon yang juga berskala besar pada tahun-tahun
awal reformasi. Pertikaian yang membawa ribuan korban itu bermula dari isu etnis
yang kemudian berkembang menjadi isu keagamaan sehingga tidak kunjung selesai
hingga hari ini. Sebelum terjadi konflik, praktis kehidupan ekonomi di Ambon dikuasai
oleh tiga etnis yaitu Buton, Bugis, dan Makassar, yang notabene merupakan etnis
pendatang dari Sulawesi, sementara itu orang Ambon sendiri kurang memiliki peranan
dalam bidang ekonomi. Keadaan demikian mudah saja kita mengerti bila menimbulkan
konflik antar etnik. Sebab pertama mungkin adalah timbulnya deprivasi orang Ambon
dimana mereka merasa kalah di tanah sendiri oleh pendatang. Sebab kedua, munculnya
prasangka mayoritas-minoritas. Prasangka muncul karena etnis Buton, Bugis, dan
Makassar sebagai minoritas menguasai perekonomian di Ambon.
2. Prasangka:
a. Memutuskan siklus prasangka: belajar tidak membenci karena dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain. Dengan cara mencegah orang tua dan orang dewasa
lainnya untuk melatih anak menjadi fanatik.
b. Berinteraksi langsung dengan kelompok berbeda: i) contact hypothesis—pandangan
bahwa peningkatan kontak antara anggota dari berbagai kelompok sosial dapat efektif
mengurangi prasangka diantara mereka. Usaha-usaha tersebut tampaknya berhasil
hanya ketika kontak tersebut terjadi di bawah kondisi-kondisi tertentu. ii) extended
contact hypothesis—sebuah pandangan yang menyatakan bahwa hanya dengan
mengetahui bahwa anggota kelompoknya sendiri telah membentuk persahabatan
dengan anggota kelompok out-group dapat mengurangi prasangka terhadap kelompok
tersebut.
c. Kategorisasi ulang batas antara “kita” dan “mereka” hasil dari kategorisasi ulang ini,
orang yang sebelumnya dipandang sebagai anggota out-group sekarang dapat
dipandang sebagai bagian dari in-group.
d. Intervensi kognitif: memotivasi orang lain untuk tidak berprasangka, pelatihan
(belajar untuk mengatakan “tidak” pada stereotype).
e. Pengaruh sosial untuk mengurangi prasangka.
3. Diskriminasi
Untuk menghindari sikap diskriminasi seseorang harus mempunyai sikap
kebersamaan. sikap ini memiliki tujuan tentang adanya kesetaraan , kesamaan ,
keseimbangan , keselarasan , serta penghargaan terhadap manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan . menempatkan kesejajaran antar sesama menghantarkan setiap orang
memberikan yang terbaik pada ketaqwaan yang tinggi. sehingga sikap kebersamaan
menjadi jalan baru untuk melakukan kebajikan dalam membangun kebersamaan untuk
kemaslahatan morlitas yang berkualitas.
11
Dari ketiga solusi tersebut, satu jalan keluar dari masalah yang paling utama adalah
perlunya pemahaman masyarakat mengenai kesadaran multikulturalisme yang
merupakan tanggung jawab semua pihak. Pemahaman tersebut dapat muncul jika
ditunjang dengan sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat. Pengembangan
demokrasi di Indonesia perlu ditopang oleh kesadaran multikultural, yaitu kesediaan
untuk menerima dan menghargai perbedaan. Tanpa kesadaran tersebut, bangsa ini sulit
membangun kemajuan di tengah masyarakat yang majemuk dalam hal agama, etnis,
dan Perbedaan merupakan keniscayaan yang mesti dan harus diterima. Fakta
menunjukkan bahwa manusia memang makhluk unik dan khas. Keunikan dan kekhasan
ini, dalam konteks bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, dapat me nimbulkan
keragaman tatanan sosial dan kebudayaan. Keragaman ini seperti ditunjukkan oleh
Indonesia sebagai negarabangsa yang terdiri atas beragam etnis, agama, dan bahasa.
Keragaman ini perlu dikelola secara serius dan sungguh-sungguh dalam suatu bentuk
tatanan nilai yang dapat dibagi bersama.
Bhineka tunggal ika adalah bentuk kesatuan yang menjadi panduan bagi segenap
bangsa yang ada di Indonesia. Keberagaman yang dimiliki Indonesia dari sabang
sampai merauke inilah yang menjadikan pesona di Indonesia. Bhineka tunggal ika
menyatukan setiap bangsa, tidak peduli mereka berasal dari mana, bagaimana
kebudayaan setempat mereka, apa warna kulit mereka, seperti apa bahasa mereka,
mereka adalah satu kesatuan bangsa Indonesia yang berbahasa Indonesia, yang diikat
dalam Pancasila, dan di atur dalam undang-undang.
Setiap yang disebut manusia selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu kepentingan
individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan
kepentingan masyarakat yang termasuk kepentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua
kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan
tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa
membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi
lupa pada keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia
banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan
kebingungan atau dilema manusia jika mereka tidak bisa membagi kepentingan
individu dan kepentingan masyarakat.
1. Pandangan Individualisme
2. Pandangan Sosialisme
Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris, Lousi Blanc, dan
Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang
diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan
sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena
keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.
paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan
untuk kepentingan negara.
3. Kehidupan di Indonesia
Bung Karno menerangkan tentang seimbangnya dua sifat tersebut dengan ungkapan
“Internasianalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam buminya
nasionalisme. Nasionalisme tidak hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya
internasionalisme” (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1998). Paduan harmoni antara
individu dan sosial dalam diri bangsa Indonesia diungkap dalam sila kedua dan ketiga
Pancasila. Bangsa Indonesia memiliki prinsip menempatkan kepentingan bersama di
atas kepentingan pribadi dan golongan. Namun demi kepentingan bersama tidak dengan
mengorbankan hak-hak dasar setiap warga negara.
Akan tetapi pada masyarakat Indonesia sekarang lebih condong ke arah liberalisme
bagaimana tidak ? seorang pejabat pemerintah bisa mengkorupsi uang pajak untuk
rakyat sampai bermiliyar – miliyar rupiah itu yang torbongkar, belum lagi yang tidak
terbongkar. Dari yang terkecil seperti premanisme juga mengakar pada budaya kita.
Semua itu tidak dipungkiri masalah ekonomi Indonesia yang kurang baik, banyak suap
dimana – mana , dari jalan raya sampai gedung bertingkat, ada juga nipotisme yang
masih banyak terjadi banyak orang yang tidak berkompeten menjadi ketua organisasi
15
karena saudaranya seorang pejabat publik, akan tetapi jika sesorang itu ahli
dibidangnya dan mendaptkan pekerjaaan di bidangnya karena saudaranya malah
dianjurkan.
Banyak juga orang yang mementingkan masyarakat dari pada diri sendiri seperti
pekerja sosial yang lupa pada keluarganya sehingga terlantar. Hal inilah yang harus
dibenahi kita harus kembali menengok kepada pancasila yang benar – benar
memandang sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbag.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial memiliki fungsi masing-
masing dalam menjalankan peranannya dalam kehidupan. Sebagai makhluk individu
manusia merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau masyarakat
dan sebaliknya sebagai makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat,
manusia merupakan kumpulan dari berbagai individu. Kita sebagai manusia tidak
dapat hidup sendiri karena kita membutuhkan satu sama lain. satu sama lain.
b. Saran
Kita sebagai manusia memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan
dilakukan dengan baik. Dalam Interaksi sosial pasti akan selalu muncul yang
namanya streotip, prasangka dan diskriminasi. Oleh karena itu kita sebagai manusia
harus bisa meminimalisirkan hal tersebut agar tidak terjadi konflik diantara manusi
16
DAFTAR RUJUKAN
Setiadi, Hakam, dan Effendi. (2007). Ilmu sosial dan budaya dasar. Jakarta: Kencana
https://laksmanacip.wordpress.com/2011/10/06/dilema-antara-kepentingan-individu-
dan-mayarakat/ Diakses pada hari Sabtu 08 Februari 2020 pukul 15.50 wib
17