Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya menurut Arsyad et al. (2017) merupakan salah satu kegiatan


alternatif dalam meningkatkan produksi perikanan. Syarat terlaksananya kegiatan
budidaya adalah adanya organisme yang dibudidayakan, media hidup organisme
dan wadah/tempat budidaya. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang
yang sering dibudidayakan di Indonesia selain udang windu. Hal ini disebabkan
udang tersebut memiliki prospek cerah karena digemari oleh masyarakat sehingga
memberikan profit yang menjanjikan serta memiliki ketahanan penyakit yang lebih
tinggi daripada udang windu. Kegiatan budidaya udang vannamei meliputi kegiatan
pembenihan dan pembesaran. Komoditas udang vanname yang unggul dihasilkan
melalui proses pemeliharaan yang memperhatikan aspek-aspek internal meliputi
asal dan kualitas benih, serta faktor eksternal mencakup kualitas air budidaya,
pemberian pakan, teknologi yang digunakan, serta pengendalian hama dan
penyakit.
Udang vanamei (Litopenaeus vannamei) atau yang dikenal dengan nama
udang putih menurut Nababan et al. (2015) merupakan spesies introduksi dari
perairan Amerika Tengah dan negara-negara di daerah Amerika Tengah dan
Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil dan Meksiko yang belum lama
dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei dirilis secara resmi di Indonesia pada
tahun 2001 dan sejak itu peranan udang vannamei sangat nyata menggantikan
agroindustri udang windu (Penaeus monodon) yang merupakan udang asli
Indonesia. Udang windu kala itu mengalami penurunan dan gagal produksi akibat
penyakit yang disebabkan oleh virus. Beberapa tahun terakhir ini, komoditas udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang yang berkontribusi utama
dalam bidang ekspor produk perikanan dari sektor budidaya perikanan di Indonesia.
Sebagai komoditas ekspor, keberhasilan pemasaran udang diantaranya
sangat ditentukan oleh mutu. Biasanya negara pengimpor menetapkan standar mutu
yang ketat dan produk yang tidak memenuhi standar akan ditolak. Penolakan ini
secara langsung akan merugikan eksportir dan nelayan/petani udang sebagai
produsen dan negara sebagai penerima devisa. Oleh karena itu mutu udang sebagai
komoditas ekspor harus diperhatikan dan ditingkatkan. Mengingat udang sebagai
komoditas ekspor perikanana yang penting namun tergolong pada jenis bahan
pangan yang mudah rusak (perishable food) terutama pada kondisi iklim tropis
karena mengandung banyak air, maka diperlukan penanganan yang baik sejak
udang ditangkap hingga siap untuk diolah (Haliman dan Adijaya 2005).

Tujuan

Praktikum penanganan fauna akuatik udang bertujuan melakukan


penanganan pada udang dengan berbagai bentuk preparasi serta menentukan mutu
udang.
METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum penanganan fauna akuatik udang dilaksanakan pada hari Jumat,


tanggal 13 Oktober 2017. Waktu pelaksanaan praktikum berlangsung selama 3 jam
yaitu dari pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan
di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institur Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan uji praktikum penanganan fauna akuatik yaitu udang vannamei


(Litopenaeus vannamei). Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu timbangan
analitik, alat bedah, masker, sarung tangan dan trash bag. Alat lain yang digunakan
yaitu kamera untuk dokumentasi.

Prosedur Kerja

Praktikum penanganan fauna akuatik dimulai dengan menyiapkan sampel


yaitu udang vannamei (Litopenaeus vannamei) yang telah disimpan dalam suhu
rendah. Setiap kelompok mendapatkan tiga ekor udang vannamei (Litopenaeus
vannamei). Satu udang digunakan untuk latihan preparasi, sedangkan dua ekor
udang yang lain digunakan seutuhnya untuk praktikum. Tiga ekor udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) tersebut dibersihkan, ditimbang dan kemudian dikupas
dalam bentuk HSO, PDTO, PD dan Butterfly Tail On. Udang kemudian selalu
ditimbang agar diketahui massanya setiap selesai dikupas menjadi bentuk-bentuk
yang diinginkan. Prosedur kerja praktikum penanganan fauna akuatik udang dapat
dilihat pada Gambar 1.
Udang Vannamei

Penimbangan dalam bentuk HOSO

Preparasi

HSO PDTO PD BTO


Data

Keterangan : Awal/akhir
Proses
Lanjutan
Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja penanganan fauna akuatik udang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Praktikum penanganan fauna akuatik menggunakan sampel udang


vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai bahan uji. Sampel yang digunakan yaitu
dua ekor udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Sampel sebelum dipreparasi,
dianalisis organoleptiknya terlebih dahulu berdasarkan tabel scoresheet dan
ditimbang dalam bentuk HOSO. Sampel kemudian dipreparasi ke dalam bentuk
HSO, PDTO, PD dan BTO. Setiap selesai dipreparasi ke dalam suatu bentuk yang
diinginkan, sampel ditimbang untuk diketahui bobotnya. Hasil praktikum
penanganan fauna akuatik udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil bobot rata-rata udang
Rata-rata udang (gram)
Kelompok
HOSO HSO PDTO P&D Butterfly Tail on
1 8 5 5 4.5 4.5
2 8 6 5 4 4
3 8 6 5 4.5 4.5
4 8 6 5 4 5
5 8 6 5 4.5 4.5
6 10.5 7.5 6.5 6.5 6.5
7 9.5 7 7 6 6
8 10 7 6 6 6
Tabel 1 menunjukan hasil praktikum penanganan fauna akuatik sampel
udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Setiap perlakuan penanganan udang
memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap bobot udang vannamei
(Litopenaeus vannamei). Bobot udang vannamei (Litopenaeus vannamei) terbesar
dalam bentuk HOSO, HSO, PD dan BTO yaitu udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) sampel kelompok 6 dengan nilai bobot berturut-turut yaitu 10.5 gram,
7.5 gram, 6.5 gram dan 6.5 gram. Bobot udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
dalam bentuk PDTO terbesar yaitu udang sampel kelompok 7 dengan nilai bobot
sebesar 7 gram. Bobot udang vannamei terendah baik dalam bentuk HOSO, HSO,
PDTO, PD dan BTO yaitu sampel kelompok 2 dengan nilai bobot berturut-turut
yaitu 8 gram, 6 gram, 5 gram, 4 gram dan 4 gram.
Pembahasan

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) menurut Nababan et al. (2015)


merupakan udang introduksi yang berasal dari daerah subtropis pantai barat
Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara sampai pantai barat
Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di Amerika Tengah hingga Peru di
Amerika Selatan. Udang vannamei masuk ke Indonesia sekitar tahun 1996 dan
mulai banyak dibudidayakan sebagai pengganti dari udang windu karena udang
windu rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus. Udang vannamei
memiliki keunggulan diantaranya dapat mencapai ukuran besar, dapat tumbuh
secepat udang windu (3g/minggu), dapat dibudidayakan pada salinitas berkisar
0.50-45 ppt dan dapat ditebar dengan kepadatan tinggi hingga lebih dari 150
ekor/m2. Udang vannamei memiliki morfologi tubuh yang berbuku-buku dengan
abdomen yang terdiri dari enam ruas, kaki-kakinya terdapat dalam lima ruas
abdomen dan satu ekornya terdapat pada abdomen ke enam, rostrumnya
memanjang, langsing dan pangkalnya hampir berbentuk segitiga, uropodanya
berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning kemerah-merahan atau sedikit
kebiruan, kulitnya tipis transparan dan warna tubuhnya putih kekuningan dengan
bintik-bintik coklat dan hijau pada ekor (Haliman dan Adijaya 2005). Klasifikasi
udang vannamei menurut Haliman dan Adijaya (2005) yaitu
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Infraordo : Penaeidea
Superfamili : Penaeioidea
Famili : Panaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei Boone
SNI udang segar diatur dalam SNI 01-2728.2-2006 tentang persyaratan
bahan baku udang segar. Udang segar apabila diuji organoleptik nilai minimal yang
menyatakan bahwa udang tersebut masih segar adalah 7. Cemaran mikroba dalam
udang segar yaitu tidak mengandung (negatif) dari Salmonella dan Vibrio cholera,
apabila mengandung Escherichia coli maksimal sebanyak 2 APM/g dan jumlah
koloni total maksimal sebesar 5.0 x 105 koloni/g. Cemaran kkimia dalam udang
segar yaitu tidak mengandung (negatif) kloramfenikol dan nitrofuran serta
maksimal megandung 100 µg/kg tetrasiklin.
Udang merupakan komoditas budidaya terbesar di Indonesia. Udang dalam
proses pembudidayaannya dapat mengalami berbagai kendala salah satunya yaitu
penyakit. Timbulnya penyakit dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur,
kondisi perairan yang kurang memadai, kualitas pakan yang kurang maupun
kualitas induk yang rentan akan penyakit. Penyakit yang menyerang udang dapat
diatasi secara kimia, fisik maupun biologis. Penanggulangan penyakit pada udang
secara kimia menurut Lakshmi et al. (2013) dapat menggunakan antibiotik.
Penggunaan antibiotik dapat dilakukan terhadap stadium larva maupun dewasa.
Mekanisme antibiotik menanggulangi penyakit yang menyerang udang yaitu
dengan merusak membran sel sehingga sel menjadi lisis. Jenis-jenis antibiotik yang
dapat digunakan yaitu oksitetracyclin, prefuran, furazolidon dan lain-lain.
Pengunaan antibiotik terkadang memberikan efek samping sehingga banyak
peneliti yang sedang mengembangkan probiotik untuk menangani udang-udang
yang sakit.
Penanganan udang segar yang diatur dalam SNI 01-2728.3-2006 yaitu
mengalami tahapan berupa penerimaan, pencucian I, pemotongan atau tanpa
pemotongan kepala, sortasi, pencucian II, penimbangan, pengepakan, pengemasan
dan pelabelan. Sortasi dilakukan dengan cara membentuk HOSO atau HSO menjadi
PDTO, PD dan Butterffly Tail On. Suhu udang segar mulai dari penerimaan,
pencucian I hingga penimbangan harus dijaga maksimum 5°C. Dalam pengepakan,
udang dan es disusun secara berlapis-lapis di dalam wadah dengan perbandingan
1:1. Proses pengepakan dilakukan secara cepat, cermat dengan sanitasi yang
terjada. Setiap produk udang segar yang akan diperdagangkan harus diberi
tanda/keterangan minimal mencantumkan jenis produk, berat bersih, nama dan
alamat unit pengolahan serta tanggal, bulan, tahun produksi dan kadaluarsa.
Kemunduran mutu udang menurut Damayanti et al. (2014) akan sangat
memengaruhi keadaan fisik, organoleptik, ukuran and keseragaman udang. Proses
kemunduran mutu udang terjadi setelah udang diangkat dari air dan mati.
Penurunan tersebut terjadi karena adanya proses pembusukan yang disebabkan oleh
bakteri, aktivitas enzim autolitik serta adanya prekursor untuk membentuk melanin
dalam udang itu sendiri. Melanin yang telah aktif akan mempercepat terjadinya
pembusukan dan pembentukan noda hitam atau dapat juga disebut black spot.
Sampel udang yang digunakan dalam praktikum masih berwarna putih tanpa
adanya black spot namun agak berlendir bening. Lendir bening tersebut
menunjukan udang masih dalam keadaan cukup segar (Haliman dan Adijaya 2005).
Hasil praktikum penanganan fauna akuatik menunjukan setiap preparasi
bentuk udang vannamei (Litopenaeus vannamei) memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap bobot udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Bobot udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) dari bentuk HOSO, HSO, PDTO, PD hingga
Butterfly Tail On mengalami penurunan akibat penyisihan atau pengurangan
bagian-bagian tertentu dari udang. Hasil praktikum ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Carita (2004) bahwa penanganan berbagai bentuk
udang yang diberikan terhadap udang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
bobot udang namun pengaruh tersebut tidak berbeda nyata. Pengaruh tersebut tidak
berbeda nyata berdasarkan hasil uji chi square dan dapat ditentukan secara fisik
menggunakan panca indera manusia.
PENUTUP

Kesimpulan

Pengaruh penanganan preparasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei)


terhadap bobot udang vannamei (Litopenaeus vannamei) yaitu berbeda tetapi tidak
nyata. Penanganan yang dilakukan disebut sortasi udang. Bobot udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) dari yang mengalami sortasi dari bentuk HOSO, HSO,
PDTO, PD hingga Butterfly Tail On mengalami penurunan akibat penyisihan atau
pengurangan bagian-bagian tertentu dari udang. Sampel udang yang digunakan
dalam praktikum masih berwarna putih tanpa adanya black spot namun agak
berlendir bening. Lendir bening tersebut menunjukan udang masih dalam keadaan
segar.

Saran

Bahan uji yang digunakan dalam praktikum penanganan fauna akuatik


udang dapat menggunakan dua jenis udang. Ke dua jenis udang tersebut kemudian
dibandingkan mutunya melalui perbedaan bobotnya. Sampel udang yang digunakan
dapat diperbanyak supaya setiap mahasiswa dapat melakukan preparasi udang dari
bentuk HOSO hingga menjadi bentuk BTO. Sampel udang yang digunakan dalam
praktikum masih berwarna putih tanpa adanya black spot namun agak berlendir
dengan warna benimg. Lendir bening yang terdapat dalam udang tersebut
menunjukan udang tersebut masih cukup segar.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S, Afandy A, Purwadhi AP, Maya BV, Saputra DK, Retno NB. 2017. Studi
kegiatan budidaya pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei)
dengan penerapan sistem pemeliharaan berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan. 9(1): 1-14.
[BSN]. Badan Stardardisasi Nasional Indonesia. 2006. Persyaratan Bahan Baku
Udang Segar. Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia. 01-2728.2-2006.
[BSN]. Badan Stardardisasi Nasional Indonesia. 2006. Penanganan dan
Pengolahan Udang Segar. Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia. 01-
2728.3-2006.
Carita. 2004. Studi rendemen berbagai hasil olahan udang windu (Penaeus
monodon) pada tiap size [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Damayanti E, Ma’ruf WF, Wijayanti I. 2014. Efektivitas kunyit (Curcuma longa)
sebagai pereduksi formalin pada udang putih (Penaeus mergiuensis)
penyimpangan suhu dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 3(1): 98-107.
Haliman RW, Adijaya D. 2005. Udang Vannamei. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Lakshmi B, Viswanath B, Gopal DV. 2013. Probiotic as antiviral agents in shrimp
aquaculture. Journal of Pathogens. 13(1): 1-13.
Nababan E, Putra I, Rusliadi. 2015. Pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dengan persentasi pemberian pakan yang berbeda. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan 3(2): 1-9.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi

Udang HOSO Bobot HOSO Bobot HOSO

Bobot HSO Bobot HSO Bobot PDTO

Bobot PDTO Bobot PD Bobot PD

Bobot BTO Bobot BTO

Lampiran 2 Scoresheet udang


Tabel A.1 Lembar penelitian organoleptik udang segar
Nama panelis: Kelompok 1 Tanggal: 13 Oktober 2017
 Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan
pengujian.
 Berikan tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Kode contoh
Spesifikasi Nilai
1 2
1 Kenampakan
 Utuh, bening bercahaya sli menurut 9 √
jenis, antar ruas kokoh
 Utuh, kurang bening, cahaya mulai 8 √
pudar, berwarna asli, antar ruas kokoh
 Utuh, kebeningan agak hilang, sedikit 7
kusam, antar ruas kurang kokoh
 Utuh, kebeningan hilang, kusam, warna 5
agak merah muda, sedikit noda hitam,
antar ruas kurang kokoh
 Warna meraj sangat kusam, banyak 3
sekali noda hitam
 Warna merah sangat kusam, banyak 1
sekali noda hitam
2 Bau
 Bau sangat segar spesifik jenis 9
 Bau segar spesifik jenis 8
 Bau spesifik jenis netral 7 √
 Mulai timbul bau amoniak 5 √
 Bau asam sulfit (H2S) 3
 Bau amoniak kuat dan bau busuk 1
3 Tekstur
 Sangat elastis, kompak dan padat 9
 Elastis, kompak dan padat 8 √
 Kurang elastis, kompak dan padat 7 √
 Tidak elastis, tidak kompak dan tidak 5
padat
 Agak lunak 3
 Lunak 1

Anda mungkin juga menyukai