FISIOLOGI KERJA
TENTANG MENTAL SUATU PEKERJAAN
Oleh Kelompok 2 :
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-Nya makalah
dengan judul “Mental Suatu Pekerjaan” dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Fisiologi Kerja pada Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Universitas Fort
De Kock Bukittinggi tahun 2023 yang diajar oleh ibu Cici Apriliani, SKM, MKM.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidak sempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Kesimpulan................................................................................................................8
B. Saran..........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beban kerja yang dialami seorang pekerja dapat berupa beban fisik, beban
mental/psikologis ataupun beban sosial/moral yang timbul dari lingkungan kerja. Beban
kerja dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan baik fisik maupun mental
pekerja. Oleh karena itu informasi mengenai beban kerja yang didapat melalui
pengukuran menjadi penting. Beban kerja mental adalah penilaian operator dari sisi
beban attentional (antara kapasitas motivasinya dengan tuntutan tugas yang diberikan)
ketika operator melaksanakan pekerjaan dengan cukup baik dalam kondisi termotivasi.
Beban kerja mental berkaitan dengan kebutuhan mental dan ketersediaan sumber daya
otak manusia tersebut. Tuntutan/kebutuhan mental berkaitan dengan proses mental yang
dibutuhkan dalam suatu aktivitas. Sedangkan sumber daya berhubungan dengan kapasitas
proses otak yang tersedia untuk menyelesaikan aktivitas tertentu. Konsep dasar beban
kerja mental mengarah kepada perbedaan antara sumber-sumber pemrosesan yang
tersedia untuk operator dan kebutuhan-kebutuhan sumber yang dibutuhkan dalam tugas.
Pada dasarnya, beban kerja menjelaskan interaksi antara seorang operator yang
melaksanakan tugas dan tugas itu sendiri. Dengan kata lain, istilah beban kerja
menggambarkan perbedaan antara kapasitas-kapasitas dari sistem pemrosesan informasi
manusia yang diharapkan memuaskan performansi harapan dan kapasitas itu tersedia
untuk performansi aktual.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian beban kerja mental
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengantar ergonimu kognitif
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahamibeban kerja mental dalam interaksi
manusia-mesin
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara pengukuran beban kerja mental
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pembelajaran/ learning, dan ingatn / memory.Kognitif berkaitan dengan proses-
proses mental yang mengubah bentuk masukan- masukan sensoris melalui berbagai
cara, mengubahnya menjadi tanda-tanda yang digunakan di dalam otak,
menyimpannya ke dalam ingatan dan memproduksinya jika diperlukan di kemudian
hari. Berdasarkan pemahaman mengenai pengertian ergonomi dan kognitif, maka
ergonomi kognitif didefinisikan sebagai ilmu yang memanfaatkan informasi-
informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia dari sisi kognitif
untuk mendapatkan suatu sistem kerja yang terbaik.Pada dasarnya, penelitian kognitif
meliputi penelitian atau eksperimen mengenai sikap manusia jika manusia
dihadapkan pada satu jenis pekerjaan, yang meliputi penerimaan, pembelajaran,
penilaian dan pengambilan keputusan maupun mengingat sesuatu.
2. Tujuan Ergonomi Kognitif
Ergonomi kognitif bertujuan untuk meningkatkan kinerja kognitif dengan cara
intervensi, termasuk: Interaksi antara manusia-mesin dan interaksi manusia-
komputer. Desain sistem teknologi informasi yang mendukung tugas-tugas kognitif
(misalnya: kognitif artefak). Pengembangan program pelatihan. Bekerja mendesain
ulang untuk mengelola beban kerja kognitif dan meningkatkan keandalan manusia
C. Beban Kerja Mental Dalam Interaksi Manusia-Mesin
Keserasian interaksi manusia (liveware)-mesin (hardware). Dalam hal
perancangan alat kerja, penerapan ergonomic pada umumnya merupakan aktivitas
rancang bangun (desain) atau rancang ulang (redesign) yang disesuaikan dengan
kemajuan teknologi dengan tanpa melupakan unsur anatomi, psikologi, lingkungan, dan
kesehatan kerja. Untuk memudahkan proses perancangan atau perbaikan suatu produk /
alat bantu kerja, diperlukan pemahaman tentang antropometri, yaitu ilmu yang
mempelajari proporsi ukuran dari setiap bagian tubuh manusia.
Menurut Pheasant (1988), ada tiga informasi penting yang diperlukan untuk dapat
memilih ukuran terbaik yang menciptakan keserasian antara pekerja dengan mesin, yaitu
karakteristik ukuran tubuh dari populasi pengguna;bagaimana karakteristik ukuran tubuh
Tersebut memberikan rasa nyaman dalam bekerja; dan kriteria tentang keserasian yang
efektif antara hasil rancangan/produk dengan pengguna. Atas dasar teori tersebut, maka
untuk menciptakan keserasian antara alat kerja dengan pengguna, maka aspek ergonomi
4
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan ukuran tubuh populasi mahasiswa dalam
praktek kerja kayu adalah ruang gerak (clearance) dan jangkauan (reach. (Sudiajeng et
al., 2011)
Faktor-faktor yang mempengaruhu beban kerja mental dalam interaksi manusia-mesin
adalah :
a. Faktor Kebutuhan Fisik Pada faktor ini, dianalisis mengenai hal-hal fisik yang
membuat pekerja menjadi lelah.
b. Faktor Kebutuhan Mental Pada faktor ini, dianalisis mengenai besarnya usaha mental
dan persepsi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
c. Faktor Performansi Pada faktor ini, dianalisis mengenai besarnya tingkat keberhasilan
operator mesin(Silvia, 2020)
D. Pengukuran Beban Kerja Mental
Ada tiga pendekatan pengukuran yang berhubungan dengan beban kerja mental yaitu:
behavioral, subjektif dan fisiologikal. Pendekatan saat ini menekan- kan bahwa beban
kerja adalah sebuah fungsi dari tugas dan karakteristik indi- vidu seperti kesulitan tugas,
tingkat keah- lian, kapasitas effort dan tingkat motiva- sional. Pengukuran beban kerja
harus memenuhi kriteria sensitivity, diagnosticity intrusiveness, dan kemudahan
penggunaan. Sensitivity mengarah pada responsivitas pengukuran terhadap perubahan
dalam beban kerja mental. Diagnosticity mengarah pada kemampuan mengidentifikasi
Sumber daya mental khusus yang terkait. Intrusiveness mengarah pada apakah peng-
ukuran mengganggu pelaksanaan tugas yang sedang dilakukan. Kemudahan ber- kaitan
dengan bagaimana pengukuran dapat secara langsung diadministrasikan. Sebagai contoh,
pengukuran fisiologis tidak mudah digunakan karena membu- tuhkan peralatan khusus
dan menempat- kan elektroda pada tubuh pekerja, dan juga harus dilakukan oleh orang
yang terlatih.
1. Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran
secara objektif dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh antara lain :
a. denyut jantung
b. kedipan mata
c. ketegangan otot.
5
Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan teknik pengukuran
yang paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan
bersifat langsung dibandingkan dengan pengukuran lain.
2. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif memiliki tujuan yaitu untuk
menentukan skala pengukuran terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental,
menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan dan mengidentifikasi faktor beban
kerja yang berhubungan secara langsung dengan beban kerja mental.
a. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)
Metode Subjective Workload
Assesment Technique (SWAT) pertama kali dikembangkan oleh Gary Reid dari
Divisi Human Engineering pada Armstrong Laboratory, Ohio USA digunakan
analisis beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas
baik yang merupa- kan beban kerja fisik maupun mental yang bermacam-macam
dan muncul akibat meningkatnya kebutuhan akan pengukuran subjektif yang
dapat digu- nakan dalam lingkungan yang sebenar- nya (real world environment).
(Simanjuntak et al., 2020)
Metoda SWAT merupakan multidimensional scale. Dalam model SWAT,
performansi kerja manusia terdiri dari tiga dimensi ukuran beban kerja yang
dihubungkan dengan performansi, yaitu :
1) Time load atau beban waktu yang menunjukan jumlah waktu yang tersedia
dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas
2) Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti banyaknya usaha
mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3) Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan
tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.(Widyanti et al., 2010)
b. NASA
NASA TLX Dalam NASA TLX terdapat 6 dimensi ukuran beban kerja yaitu
Mental demand, Physical Demand,Temporal Demand, Performance, Effort dan
Frustation Level. Model ini dikembangkan oleh badan penerbangan dan ruang
angkasa Amerika Serikat. (NASA Ames Research Center). NASA – Task Load
6
Index adalah prosedur rating multi dimensional, yang membagi workload atas
dasar rata – rata pembebanan enam subskala.
7
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beban kerja mental timbul dari aktivitas yang dilakukan pekerja ditempat kerja, dengan
beberapa penyebab yang bersumber dari lingkungan kerja baik itu ekternal maupun
internal, dimana beban kerja dapat diukur dengan pendekatan subjektif dan objektif untuk
mengetahui beban kerja mental yang dimilik oleh pekerja
B. Saran
Beban kerja mental seringkali tidak diperhatikan oleh pekerja dan dianggap sepele, hal
ini memerlukan perhatian yang lebih ekstra agar tidak ada beban kerja mental yang
mengganggu produktivitas kerja nantinya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Fahamsyah, D. (2017). Analisis Hubungan Beban Kerja Mental Dengan Stres Kerja Di Instalasi
Cssd Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety
and Health, 6(1), 107. https://doi.org/10.20473/ijosh.v6i1.2017.107-115
Silvia, S. (2020). Analisa Beban Kerja Mental Operator Mesin Dryer Bagian Auto Clipper
dengan Metode NASA-TLX. Jurnal Teknik Industri: Jurnal Hasil Penelitian Dan Karya
Ilmiah Dalam Bidang Teknik Industri, 4(2), 83. https://doi.org/10.24014/jti.v4i2.7404
Simanjuntak, Adelina., R., & Situmorang, A. D. (2020). Analsis Pengaruh Shift Kerja Terhadap
Beban Kerja Mental. Jurnal Teknologi, 3, 53–60.
Sudiajeng, L., Oesman, T. I., & Sutapa, N. (2011). Analisis Ergonomi Terhadap Kondisi
Interaksi Manusia-Mesin Melalui Pendekatan Partisipatori Pada Bengkel Kayu Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali (Pnb). Teknologi Technoscientia, 3(2), 213–220.
Widyanti, A., Johnson, A., & Waard, D. De. (2010). Pengukuran Beban Kerja Mental Dalam
Searching Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME). Jati Undip, 5(1), 1–6.
9
PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL
DALAM SEARCHING TASK
DENGAN METODE RATING SCALE MENTAL EFFORT (RSME)
Ari Widyanti, Addie Johnson, dan Dick de Waard
Staf Pengajar, Teknik Industri ITB, Bandung,
Staf Pengajar, University of Groningen, Netherland
Staf Pengajar, University of Groningen, Netherland.
Lab PSK&E ITB, Gedung Labtek III Lt.3, Ganesa 10
Bandung, 40132
Telp: 022-2508124, Fax: 022-2508124
widyanti05@yahoo.com
Abstrak
Metode pengukuran beban kerja mental meliputi metode obyektif dan subyektif. Metode
pengukuran beban kerja mental secara subyektif yang banyak diaplikasikan di Indonesia adalah
Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) dan NASA TLX (NASA Task Load Index).
SWAT dan NASA TLX adalah pengukuran subyektif yang bersifat multidimensional (multidimensional
scaling) yang relatif membutuhkan waktu dalam aplikasinya. Sebagai alternatif SWAT dan NASA TLX,
Rating Scale Mental Effort (RSME) adalah satu metode pengukuran beban mental subyektif yang bersifat
satu dimensi (uni dimensional scalling) yang telah banyak digunakan di berbagai negara. Penelitian ini
bertujuan untuk menerapkan RSME dalam eksperimen searching task.80 responden diminta untuk
mengingat huruf target, dan mendeteksi keberadaan huruf target dalam sekelompok trial yang muncul
setelahnya. Jumlah huruf target bervariasi antara 2 dan 4 huruf, demikian pula dengan jumlah huruf pada
trial. Dengan kombinasi ini, terdapat 4 level tingkat kesulitan dalam keseluruhan eksperimen. Pada akhir
blok yang tediri dari 80 trial, responden diminta untuk mengisikan kuesioner NASA TLX dan RSME.
Hasil akhir menunjukkan bahwa hasil RSME sejalan dengan NASA TLX.
Kata kunci : beban kerja mental, searching task, NASA TLX, RSME
Abstract
Subjective mental workload measure is commonly used in Indonesia. The measurement that
commonly used is NASA TLX and SWAT. Whereas NASA TLX and SWAT are multidimensional scaling,
Rating Scale Mental Effort (RSME) is unidimensional scalling. This research aim is to measure mental
workload in searching task using RSME and compare it with result of NASA TLX. 80 subjects asked to
memorizing target letter (consist of 2 or 4 letters) and detect whether there is a target letter or not in
block of trial. There are 4 levels of difficulties, based on number of letter in target and trial. In the end of
a block of 80 trials, respondents fill in questionnaire of NASA TLX and RSME as well. Result of both
kinds of measurements indicated same level of mental workload in searching task.
Keywords: mental workload, searching task, NASA TLX, RSME.
Dimensi Skala
Kebutuhan Mental
Seberapa besar tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan dalam pekerjaan
Rendah - tinggi
Anda (contoh: berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari). Apakah
pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat?
Kebutuhan Fisik
Seberapa besar aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan Anda (contoh: mendorong,
Rendah – tinggi
menarik, memutar, mengontrol, menjalankan, dan lainnya). Apakah pekerjaan tersebut
mudah atau sulit, pelan atau cepat, tenang atau buru-buru?
Kebutuhan Waktu
Seberapa besar tekanan waktu yang Anda rasakan selama pekerjaan atau elemen pekerjaan Rendah – tinggi
berlangsung? Apakah pekerjaan perlahan dan santai, atau cepat dan melelahkan?
Performansi
Seberapa besar keberhasilan Anda di dalam mencapai target pekerjaan Anda? Seberapa Baik – jelek
puas Anda dengan performansi Anda dalam mencapai target tersebut?
Tingkat Usaha
Seberapa besar usaha yang Anda keluarkan secara mental dan fisik yang dibutuhkan untuk Rendah – tinggi
mencapai level performansi Anda?
Tingkat frustrasi
Seberapa besar rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stres, dan terganggu dibanding
Rendah – tinggi
dengan perasaan aman, puas, cocok, nyaman, dan kepuasaan diri yang dirasakan selama
mengerjakan pekerjaan tersebut?
Gambar 1. Rating scale mental effort Tidak ada Usaha sama sekali
+ +
FixationCD
A + P+
trial F E
++
Fixation LK
G+H +
trial T H
- Kondisi 1
Kondisi termudah, responden harus
60 ,0
R
pada trial yang berisikan 2 huruf 20 ,0
- Kondisi 2 0,0
36,7
1,00
48,8
2,00
52,6
3,00
68,4
4,00
- Kondisi 3 6, 00 0
Responden harus mengingat 2 huruf
target, dan mendeteksi keberadaan 4, 00 0
H
R
huruf target pada trial yang berisikan 4 2, 00 0
- Kondisi 4
0, 00 0
1 2 3 4 5
kondisi
12 50,00
Waktu_
75 0,00
50 0,00
dan RSME.
25 0,00
kondisi
3,00 4,00
30 ,00
20 ,00
dengan slope pada grafik NASA TLX
10 ,00
(gambar 5), terutama antara kondisi 2 dan
44,69 47,84 49,89 55,81
3. RSME juga unggul dari sisi
implementability dan acceptability, karena
1 2 3 4
kondisi
DAFTAR PUSTAKA
1. Aasman, J., Mulder, G., & Mulder, L.
J. M. (1987), Operator effort and the
Measurement of Heart-Rate Variability.
Human Factors, 29, 161-170.
1
risma@akprind.ac.id, 2yusuf@akprind.ac.id, 3esteranijevasetty@gmail.com
Masuk : 9 februari 202, Revisi masuk:24 November 2021, Diterima: 27 November 2021
ABSTRACT
WL Alumunium is a company engaged in the manufacture of household appliances
in the Yogyakarta Special Region. WL Aluminum produces various types of products,
including pans, kettles, citel sticks, and pans. The company has two work shifts, in the
morning 07.00 - 11.30 and at noon at 12.30 - 16.00 WIB. The majority of workers are
male. The research was carried out specifically in the production section. In this study, 2
(two) methods were used, namely NASA-task load index (TLX) and descriptive-analytic.
The NASA-TLX method was used to calculate the workload and work stress felt by
employees through the calculation of six indicators, namely physical needs, mental
needs, performance, effort, stress levels, and time requirements. Descriptive analysis
was used to describe the subject, workload, and work stress. The purpose of this method
was to determine the workload and work stress of employees based on each work shift.
The results of the study using NASA-TLX showed that the workload for both shifts was in
the high category, namely between the score of 50-79, but for the work stress indicator, it
was the lowest level of the six NASA-TLX indicators, so even though the workload in the
current condition was high, workers could still survive with work activities because they
were accustomed to existing work activities. Through descriptive analysis, it can be seen
that the biggest workload felt by employees for each work shift is physical needs. It can
be seen that during work activities, the older employees over 50 years old felt tired faster
than the younger ones due to the decrease in physical energy.
INTISARI
WL Alumunium perusahaan yang bergerak dalam pembuatan peralatan rumah tangga di
Daerah Istimewa Yogyakarta. WL Alumunium menghasilkan berbagai jenis produk antara lain
wajan, ketel, soblok, citel dan panci. Perusahaan memiliki dua shift kerja yaitu pagi pukul 07.00 –
11.30 dan siang pukul 12.30 – 16.00 WIB. Mayoritas pekerja berjenis kelamin laki-laki dan
penelitian dilaksanakan khusus di bagian produksi. Pada penelitian ini digunakan 2 (dua) metode
yaitu NASA- task load indeks (TLX) dan descriptive analytic. Metode NASA-TLX digunakan
untuk menghitung beban kerja dan stres kerja yang dirasakan karyawan melalui perhitungan enam
indikator yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan mental, performansi, usaha, level stres dan kebutuhan
waktu, dan descriptive analytic digunakan untuk mendeskripsikan subjek dan menggambarkan
beban kerja dan stres kerja yang terjadi. Tujuan dari metode ini yaitu mengetahui beban kerja dan
stres kerja karyawan berdasarkan masing-masing shift kerja. Hasil penelitian menggunakan
NASA-TLX diperoleh beban kerja untuk kedua shift berada dalam kategori tinggi yaitu diantara
nilai skor 50-79 namun untuk indikator stres kerja menduduki tingkat
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
terendah dari keenam indikator NASA-TLX, sehingga walaupun beban kerja pada kondisi saat ini
tinggi pekerja masih bisa bertahan dengan aktivitas kerja karena telah terbiasa dengan aktivitas
kerja yang ada. Melalui descriptive analytic terlihat bahwa beban kerja yang dirasakan oleh
karyawan terbesar untuk setiap shift kerja adalah kebutuhan fisik. Terlihat bahwa karyawan
dengan usia 50 keatas lebih cepat lelah karena menurunnya energi fisik saat melakukan aktivitas
kerja lebih cepat dibandingkan karyawan usia muda.
Kata kunci: beban kerja, descriptive analytic, NASA-TLX, shift kerja, stres kerja.
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
tersebut sulit, sederhana atau stres kerja menduduki tingkat yang terkecil
kompleks. dari semua indikator beban kerja yang ada.
Hal ini disebabkan karena para pekerja
Tinggi atau rendah yaitu sebesar 770. telah berpengalaman dan terbiasa dengan
Terakhir frustration level (FR). frustration kondisi kerja atau aktivitas kerja yang
level atau tingkat stres adalah seberapa diberikan oleh perusahaan. Para pekerja
tidak aman, putus asa, tersinggung, dengan kebutuhan fisik yang tinggi dan
terganggu, dibandingkan dengan perasaan tekanan waktu penyelesaian yang juga
aman, puas, nyaman dan kepuasan diri yang menduduki tingkat kedua membuat
dirasakan. Tinggi atau rendah yaitu sebesar karyawan harus benar-benar menguasai
60. aktivitas kerja di bagian produksi sehingga
Berikut grafik Gambar 1 merupkan kelancaran produksi dapat selalu dijaga.
beban kerja gabungan dari kedua shift
USULAN PERBAIKAN
Usulan perbaikan dijadikan salah satu
solusi dari permasalahan beban kerja mental
dan stres kerja karyawan Dari hasil
diharapkan dapat membantu memperbaiki
kinerja dari karyawan. Berikut usulan
perbaikan yang diberikan:
1. Tidak Diterapkan Protokol Covid 19 Pada
Keadaan Saat InI. Dunia sedang dilanda
covid 19, semua orang harus selalu
memperhatikan Kesehatan fisik dan
psikis, hal ini perlu diperhatikan oleh
bisnis yang masih tetap jalan dan
mewajibkan karyawan untuk bekerja
kerja: keluar rumah. Salah satu hal yang penting
Gambar 1 Gabungan Beban Kerja adalah memperhatikan protokol
Kedua Shift Kerja Kesehatan saat bekerja atau saat masuk ke
lingkungan kerja. Pekerja harus diberikan
Grafik gabungan beban kerja shift pagi himbauan untuk selalu menjaga
dan shift siang terlihat bahwa shift siang kebersihan diri dengan selalu mencuci
terlihat sedikit lebih tinggi dibanding shift tangan setelah beraktivitas, wajib bagi
pagi hal ini disebabkan pada shift siang karyawan untuk diukur suhu tubuh
kondisi fisik sudah mulai menurun yang sebelum masuk ke lingkungan kerja, hal
mengakibatkan konsentrasi dan fokus ini perlu dilakukan agar terhindar dari
menjadi berkurang. Beban kerja yang tinggi virus yang berbahaya pada saat ini.
dirasakan oleh karyawan adalah kebutuhan 2. Penggunaan Jam Kerja Yang Tidak Sama
fisik dan diikuti kebutuhan waktu, Antar Pekerja. Shift kerja yang diterapkan
performansi, usaha, kebutuhan mental dan di perusahaan khususnya di bagian
yang terakhir level stres. Beban kerja yang produksi terdapat dua pekerja yang
tinggi menyebabkan pekerja menjadi cepat memulai pekerjaan pada waktu yang
kelelahan sehingga dapat menurunkan lebih awal yaitu pukul
kualitas produk yang dihasilkan. 04.00 WIB pagi. Namun kedua pekerja
memiliki waktu istirahat yang sama
Namun, walaupun beban kerja kedua dengan pekerja yang mulai pukul 07.00
shift kerja termasuk dalam kategori tinggi WIB. Hal ini tentu tidak
terlihat pada hasil bahwa
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
baik bagi kedua pekerja. Dan mereka akan didapat bahwa karyawan yang lebih muda
merasakan beban kerja yang lebih dari lebih tinggi kebutuhan mental dibanding
yang lain. Sebagai saran untuk diberikan karyawan senior dan kebutuhan fisik yang
waktu istirahat yang lebih cepat bagi lebih sedikit dibanding karyawan senior.
pekerja dengan waktu kerja lebih awal Stres kerja yang dirasakan oleh karyawan
agar kondisi fisik dan psikis pekerja dapat berada pada tingkat terkecil sehingga
selalu terkendali melihat kondisi dapat dikatakan bahwa karyawan dapat
lingkungan yang sedang tidak aman pada mengatasi kondisi dari aktivitas kerjanya.
saat ini. Hasil perhitungan terlihat bahwa stres
3. Kurang ada Pelatihan Kerja Dan Pelatihan kerja untuk masing-masing shift kerja
K3. Pelatihan kerja penting karena berada di angka 60 dan 100. Rata-rata
dapat memberikan pengalaman karyawan telah berpengalaman karena
bagi pekerja dan juga sebagai salah satu bekerja telah lebih dari satu tahun
faktor untuk memberi pekerja sehingga bisa menyesuaikan dengan
pengetahuan sesuai dengan bidang yang aktivitas kerja hanya saja pada saat
dikerjakan. Pelatihan kerja juga pandemi pekerja menjadi lebih
digunakan sebagai tolak ukur dalam berhati-hati dalam
menilai performance dari setiap berkomunikasi dan ini menyebabkan
karyawan. Satu hal yang penting lagi interaksi yang tidak efektif membuat
yaitu pelatihan K3, pekerja dengan karyawan tidak dapat bekerjasama dengan
kemampuan dan pengetahuan tidaklah baik pada saat beraktivitas dalam
cukup tanpa pemahaman tentang K3. lingkungan kerja sehingga beban kerja
Bekerja dengan aman dan nyaman yang dirasakan karyawan menjadi tinggi.
membutuhkan K3. Pelatihan K3
2. Usulan perbaikan yang didapat melalui
diharapan dapat diterima oleh karyawan
analisis beban kerja karyawan bagian
agar pekerja dalam bekerja dapat selalu
produksi WL Aluminium Yogyakarta
aman sehingga risiko kecelakaan atau
yaitu dengan menggunakan
penyakit akibat kerja dapat diminimalkan
protokol kesehatan agar mendapat
atau dihindari oleh pekerja.
kenyaman dalam bekerja, menyediakan
tempat istirahat yang nyaman,
KESIMPULAN memberikan waktu istirahat yang sesuai
Berdasarkan tujuan dari penelitian untuk karyawan yang lebih awal memulai
pengukuran stres kerja dan beban kerja pekerjaan serta memberikan pelatihan
mental berdasarkan shift kerja dengan keamanan kerja yang rutin.
metode NASA-task load indeks dan
descriptive analytic dapat disimpulkan SARAN
sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat dikembangkan lagi
1. Beban kerja yang dirasakan oleh atau dapat dijadikan sebagai referensi
karyawan bagian produksi, berdasarkan dengan metode yang lain atau tempat
perhitungan dengan metode NASA-TLX kerja yang lain.
dan descriptive analytic didapat beban 2. Usulan perbaikan direkomendasi namun
kerja termasuk dalam kategori tinggi dapat dipertimbangkan oleh pihak
dengan nilai skor shift pagi 68,7 dan nilai perusahaan WL Aluminium khususnya
skor shift siang sebesar 72,5. Kedua nilai kepada karyawan bagian produksi.
masuk dalam kategori beban kerja mental
yang tinggi. Dalam hasil yang didapat DAFTAR PUSTAKA
melalui pengujian statistik 20 karyawan
dari kedua shift kerja
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL JURNAL TEKNOLOGI ISSN:1979-
TECHNOSCIENTIA 8415 E-ISSN:
BIODATA PENULIS
Ir. Risma Adelina Simanjuntak, MT,
lahir di Balinge pada tanggal 2 Januari
1961, menyelesaikan pendidikan S1
bidang Ilmu Teknik & manajemen
Industri dari Universitas Sumatera Utara
tahun 1986, S2 bidang ilmu Teknik
Mesin-Industri dari Institut Teknologi
Sepuluh Nopember tahun 1998. Saat ini
tercatat sebagai dosen tetap di Institut
Sains dan Teknolgi AKPRIND
Yogyakarta dengan jabatan akademik
Lektor Kepala pada bidang minat Teknik
Industri.
Ir. Muhammad Yusuf, MT, lahir di
Yogyakarta pada tanggal 14 Oktober
1964, menyelesaikan pendidikan S1
bidang Ilmu Teknik Industri dari
Universitas Islam Indonesia tahun 1994,
S2 bidang ilmu Teknik Industri dari
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
tahun 2006. Saat ini tercatat sebagai
dosen tetap di Institut
12
https://doi.org/10.34151/
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
2
Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Masuk: 17 Maret 2010, revisi masuk : 4 Juli 2010, diterima: 27 Juli 2010
ABSTRACT
Woodworking industries is one of the funding resources of Indonesia.
Mechanization was done but less awareness of occupational safety and health, so there
were still high risk of occupational accidents and diseases. One of the main problems was
man-machine interaction. Research was conducted at the woodworking workshop Bali
State Polytechnic with 13 students as participants. It was a participatory research with
one group pre and post test design. Result showed that the clearance among machines
was about 1.2 – 1.5 m, while the shoulder width and the distance of spreading arms’
participants were 0.52 m and 1.825 m (percentile-95). The terminal blade of radial saw
was 30.5 cm out of reach limit (percentile-5). In addition, the terminal ankle blade of
drilling machine was 36.5 cm out of reach limit (percentile-5). Participants got complains
for the right shoulder (76.92%), left shoulder (69.23%), the right and left hips (61.54%)
and low back (53.85%). In similarities, 54.62% of participants got weakened activities,
44.62% got weakened motivation and 68.46% got physically fatigue. In conclusion, the
man-machine interaction was not harmony and caused musculoskeletal complain and
fatigue. It is needed the improvement of work condition to protect the workers’ safety and
health.
INTISARI
Industri kayu di Indonesia merupakan andalan sumber keuangan Negara. Mekanisasi
dilakukan namun kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga risiko
kecelakaan dan sakit akibat kerja masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah kondisi interaksi
manusia-mesin yang kurang harmonis. Penelitian dilakukan pada bengkel kayu Politeknik Negeri
Bali dengan subjek 13 orang mahasiswa. Penelitian dilakukan melalui pendekatan partisipatori
dengan rancangan one group pre and post test design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jarak antar mesin 1,2 - 1,5 m, sedangkan lebar bahu dan bentang lengan mahasiswa (persentil-95)
adalah 0,52 m dan 1,825 m. Terminal pisau mesin gergaji potong 30,5 cm di luar batas jangkauan
lengan (persentil-5), sedangkan posisi awal engkel mesin bor 36,5 cm di atas batas jangkauan
lengan mahasiswa (persentil-5). Subjek menderita gangguan otot pada bahu kanan (76,92 %), bahu
kiri (69,23 %), paha kanan dan kiri (61,54 %) serta pinggang (53,85%). Sementara itu, 54,62 %
mahasiswa mengalami pelemahan kegiatan, 44,62 % mengalami pelemahan motivasi, dan 68,46 %
mengalami kelelahan fisik. Sebagai kesimpulan, interaksi manusia-mesin kurang harmonis dan
menyebabkan gangguan otot serta kelelahan. Oleh karenanya perlu dilakukan perbaikan kondisi
kerja agar keselamatan dan kesehatan mahasiswa lebih terjamin.
1
diajenglilik@yahoo.com 2
ti_oesman@yahoo.com
21
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
21
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
21
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
21
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
masing sehingga dapat menentukan kapan karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya
suatu beban mampu diangkat sendiri atau terjadi penimbunan asam laktat (Grandjean,
harus berdua dengan rekan kerjanya. Beban 1993; Suma’mur, 1982). Untuk jenis
yang diangkat oleh mahasiswa yang dominan pekerjaan mengangkat dan mengangkut
adalah bahan kayu kruing dengan ukuran 6 dengan sikap kerja berdiri dan berjalan, maka
cm x 15 cm x 400 cm atau seberat kurang bagian tubuh yang rentan terhadap keluhan
lebih 30 kg dan benda jadi seberat kurang otot skeletal adalah bahu, lengan atas,
lebih 45 kg. Menurut Grandjean (1993), lengan bawah, tangan, punggung, pinggang,
untuk laki-laki muda dengan sikap kerja pada lutut, betis, dan kaki. Hasil pengukuran
saat mengangkat beban adalah berdiri, keluhan otot melalui kuesioner Nordic Body
mengangkat dengan dua tangan, jarak Map yang dilakukan segera setelah
jangkauan kurang lebih ½ lengan, frekuensi ≤ menghentikan pekerjaan menunjukkan
1 kali per menit, dan posisi beban angkat di bahwa gangguan otot skeletal yang paling
depan tubuh seperti yang dilakukan oleh banyak dirasakan oleh mahasiswa adalah
mahasiswa, beban angkat maksimum adalah pada bahu kanan (76,92 %), bahu kiri (69,23
25 kg. Oleh karena itu, untuk pengangkatan %), paha kanan dan kiri (61,54
beban yang diperkirakan > 25 kg, maka harus %) dan pinggang (53,85%). Gangguan otot
dilakukan oleh dua orang. lainnya adalah pada leher bagian bawah,
Pengaruh interaksi manusia-mesin punggung, lengan atas kanan, lengan bawah
terhadap gangguan sistem muskulos- keletal kiri, pergelangan tangan kanan dan kiri,
menurut Grandjean (1993), secara garis tangan kiri, lutut kiri dan pergelangan kaki
besar keluhan otot dikelompokkan menjadi kanan (46,15 %). Di samping dapat
dua, yaitu: Keluhan Sementara (reversible), memberikan beban tambahan,
keluhan otot yang terjadi pada saat otot keluhan otot skeletal ini juga dapat
menerima beban statis, keluhan tersebut akan mempercepat terjadinya kelelahan. Pengaruh
segera hilang apabila pemberian beban interaksi manusia-
dihentikan dan Keluhan Menetap mesin terhadap kelelahan. Kelelahan bagi
(persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat setiap orang bersifat subjektif karena terkait
menetap. Walaupun pemberian beban kerja dengan perasaan. Hasil penelitian para ahli
telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot menyatakan bahwa keadaan dan perasaan
masih terus berlanjut. lelah adalah reaksi fungsional dari pusat
Keluhan otot skeletal ini terjadi kesadaran yaitu kortex kerebri, yang
karena adanya sikap tubuh tidak alamiah dipengaruhi oleh dua sistem antagonis yaitu
yang disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian sistem penghambat (inhibisi) dan sistem
antara dimensi dan desain alat/ sarana kerja peng- gerak (aktivasi). Sistem penghambat
dengan ukuran tubuh pekerja (Manuaba terdapat dalam thalamus yang mampu
2000; Grandjean 1993; Pheasant 1988; menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
Woodson, 1986). Di samping itu keluhan otot Adapun sistem penggerak terdapat dalam
skeletal juga disebabkan oleh kontraksi otot formatio retikularis yang dapat merangsang
yang berlebihan akibat pemberian beban pusat-pusat vegetatif untuk konversi
kerja yang terlalu berat dengan durasi ergotropis dari peralatan dalam tubuh ke
pembebanan yang panjang. Keluhan otot arah bekerja. Maka keadaan seseorang pada
tidak akan terjadi apabila kontraksi otot suatu saat tergantung kepada hasil kerja dua
hanya berkisar 15 sistem tersebut. Apabila sistem penghambat
– 20% kekuatan otot maksimum. Namun lebih kuat, maka seseorang akan berada
apabila kontraksi otot melebihi 20% maka dalam kelelahan atau sebaliknya apabila
peredaran darah ke otot berkurang menurut dalam sistem aktivasi lebih kuat maka
tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja
besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai (Grandjean, 1993; Suma’mur, 1982). Secara
oksigen ke otot menurun, proses umum gejala kelelahan dapat dimulai dari
metabolisme yang sangat ringan
21
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
sampai perasaan yang sangat melelahkan. jasmani) yang rendah, namun tetap
Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada mencerminkan adanya hubungan antara
akhir jam kerja, yaitu apabila rerata beban kebutuhan energi dengan denyut nadi
kerja melebihi 30 – 40% dari tenaga aerobik (Pheasant, 1991).
maksimal (Pulat, 1992; Astrand & Rodahl,
1977). Hasil pengukuran tingkat kelelahan Di samping melalui penghitungan
melalui pengisian kuisioner 30 pertanyaan kebutuhan energi dan denyut nadi, berat
menunjukkan bahwa 54,62 % mahasiswa ringannya beban kerja juga dapat diketahui
mengalami pelemahan kegiatan, 44,62 % dengan menghitung kapasitas ventilasi paru
mahasiswa mengalami pelemahan motivasi, pada suhu inti tubuh. Pada batas tertentu,
dan 68,46 % mahasiswa mengalami ventilasi paru, denyut jantung, dan suhu
kelelahan fisik. Dari data hasil pengukuran tubuh mempunyai hubungan yang linier
tingkat kelelahan tersebut terlihat bahwa dengan konsumsi oksigen (Grandjean, 1993;
beban kerja yang dominan adalah beban kerja Christensen, 1991). Selanjutnya, berdasarkan
fisik. variabel faal (metabolisme, respirasi, suhu
Penilaian beban kerja fisik. Beban tubuh, dan denyut jantung) dapat ditentukan
kerja fisik adalah beban kerja yang kategori beban kerja saperti dalam Table 1.
disebabkan oleh faktor eksternal yang
Tabel 1. Kategori Beban Kerja Berdasarkan
bersifat fisik yang melibatkan kelompok otot
Variabel Faal
dalam jumlah besar, lebih membutuhkan
konsumsi energi dan
dapat memberikan beban yang kuat pada Denyut Kebutuhan
Kategori VO2
jantung dan paru (Grandjean, 1993). Untuk Beban Kerja (ltr/mnt)
Jantung Daya
(denyut/min) (kj/menit)
penilaian beban kerja fisik
dapat dilakukan secara objektif baik secara Ringan < 0,5 < 90 < 10,5
langsung maupun tidak langsung sebagai Sedang 0,5 – 1,0 90 – 110 10,5 – 21
berikut (Astrand & Rodahl, 1977; Berat 1,0 – 1,5 110 – 130 21 – 31,5
Louhevaara, 1995) Penilaian secara langsung Sangat berat 1,5 – 2,0 130 - 150 31,5 – 42
Sangat berat
yaitu penilaian secara langsung dapat > 2,0 150 - 170
dilakukan melalui penghitungan kebutuhan sekali > 42
Sumber : Bridger (2003), halaman 203.
energi yang diperlukan untuk melakukan
tugas, yaitu dengan mengukur konsumsi
oksigen selama bekerja (misalnya dengan Hasil penelitian menunjukkan
menggunakan oxycon 4). Cara ini lebih bahwa rata-rata denyut nadi kerja mahasiswa
akurat, tetapi hanya bisa digunakan untuk adalah 112 denyut/menit. Ini berarti bahwa
waktu kerja yang pendek sehingga kurang beban kerja mahasiswa selama mengikuti
menggambarkan tingkat beban kerja secara praktek kerja kayu dalam kategori berat.
umum atau sepanjang jam kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Penilaian secara tidak langsung keluhan otot dan kelelahan lebih disebabkan
Penilaian beban kerja secara tidak langsung oleh adanya interaksi manusia-mesin yang
dapat dilakukan dengan merekam denyut kurang harmonis yang menyebabkan adanya
nadi selama bekerja (Adiputra, 2002). Denyut sikap kerja paksa dan pengerahan tenaga otot
nadi kerja dapat menggambarkan tingkat yang berlebihan.
beban kerja karena untuk kerja dinamik yang
melibatkan kelompok otot dalam jumlah KESIMPULAN
besar, terdapat hubungan linier antara Dari hasil dan pembahasan seperti
kebutuhan energi dengan denyut nadi. Untuk tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
tuntutan tugas yang berbeda, hubungan telah terjadi interaksi yang kurang harmonis
tersebut dapat berubah menjadi tidak linier, antara manusia- mesin pada bengkel kerja
terutama bagi seseorang yang kurang terlatih kayu Jurusan Teknik Sipil PNB. Hal ini
atau memiliki tingkat kebugaran (kesegaran terbukti dengan adanya sikap kerja paksa dan
gerakan menjangkau berlebihan (badan mem-
bungkuk, sikap kerja jongkok, lengan
21
JURNAL TEKNOLOGI ISSN: 1979-
TECHNOSCIENTIA
21
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 3 No. 2 Februari 2011
2
ANALISIS HUBUNGAN BEBAN KERJA MENTAL
DENGAN STRES KERJA
Dikky Fahamsyah
Persatuan Alumni Kesehatan Masyarakat Indonesia
Provinsi Jawa Timur, Indonesia
Email: diky.fahamsyah27@gmail.com
ABSTRACT
Mental workload is a workload which is the difference between the demands of the workload of a task with a maximum
capacity load of a person’s mental condition motivated, excessive workload will lead to the incident of stress. Work
stress is distress experienced by employees when facing job. The purpose of this research was to study the picture of
mental workload and stress on employees who work in CSSD Installation General Hospital Haji Surabaya. This
research was a descriptive cross sectional approach. The subjects of this research were employees in the Installation
CSSD General Hospital Haji Surabaya. The variables of this research were the mental workload and job stress.
Primary data was collected using questionnaires and observation. Secondary data obtained from the General Hospital
Haji Surabaya. Furthermore the data was processed by descriptive and described in narrative form. The results showed
that the CSSD employees experiencing mental workload which was divided into seven employees experiencing medium
metal workload and four employees experiencing low mental workload . In addition there was a relationship between
mental workload with the incidence of workplace stress. overall it can be described that mental workload and
workplace stress were in the medium level. It was recommended that employees can used the time off well and getting
used to exercise to increase endurance.
ABSTRAK
Beban kerja mental adalah beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan
kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi, beban kerja yang berlebihan akan
mengakibatkan adanya kejadian stres. Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari gambaran beban kerja mental dan stres kerja pada
karyawan di Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Subjek dari penelitian ini adalah karyawan di Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya. Variabel dari penelitian ini adalah beban kerja mental dan stres kerja. Data primer diperoleh dengan
menggunakan kuesioner dan observasi. Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Selanjutnya
data tersebut diolah secara deskriptif dan dijelaskan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
karyawan di CSSD mengalami beban kerja mental yang dibagi menjadi beban kerja sedang sebanyak 7 orang dan 4
orang yang mengalami beban kerja mental rendah. Selain itu terdapat hubungan antara beban kerja mental dengan
kejadian stres kerja. Tercatat karyawan yang mengalami stres kerja sedang sebanyak 6 orang dan 5 orang mengalami
stres kerja rendah. Secara keseluruhan gambaran kejadian beban kerja mental dan stres kerja berada pada kondisi
sedang. Disarankan agar Karyawan memanfaatkan waktu istirahat dengan baik dan membiasakan berolahraga untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
©2017 IJOSH. Open access under CC BY NC-SA license doi: 10.20473/ijosh.v6i1.2017.107-115 Received
20 January 2017, received in revised form 25 February 2017, Accepted 5 Maret 2017, Published online: 30 April 2017
108 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan-April 2017: 107–115
disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Proses mental dan kejadian stres kerja yang dialami oleh
sterilisasi adalah hal yang paling utama dalam karyawan di Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum
menentukan steril atau tidaknya dari sediaan akhir Haji Surabaya.
bahan dan peralatan. Perlu dilaksanakan proses Tujuan dari penelitian ini secara umum untuk
sterilisasi yang sesuai dan tepat dengan kategori mempelajari gambaran hubungan beban kerja
sifat masing-masing bahan, alat serta wadah yang mental dengan stres kerja pada karyawan di
akan digunakan. Kegiatan ini dilaksanakan pada Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
Instalasi Central Steril Supply Department (CSSD). Surabaya. Secara khusus yaitu untuk mempelajari
(Undang- Undang Republik Indonesia No. 44 tentang gambaran beban kerja mental yang dialami
tahun 2009). oleh tenaga kerja juga serta gambaran terhadap
Sterilisasi sentral di Rumah Sakit meliputi kejadian stres dari karyawan di Instalasi CSSD
kegiatan sterilisasi, desinfeksi, dan pembersihan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
sebelum semua instrument, bahan dan peralatan
dipakai untuk perawatan pasien. Barang–barang
medis kotor dari berbagai ruangan di Rumah Sakit METODE
seperti ruang rawat inap, ruang rawat jalan, ruang Jenis penelitian ini adalah penelitian
operasi, dan ruang-ruang lainnya dikumpulkan di observasional dengan metode wawancara
CSSD untuk diproses, kemudian diangkut kembali menggunakan kuesioner yang dilakukan pada
dalam keadaan steril. Semua kegiatan proses bagian Instalasi CSSD di Rumah Sakit Umum
pembersihan, disinfeksi, pengemasan, sterilisasi, Haji Surabaya. Penelitian ini dilakukan pada bulan
penyimpanan dan pendistribusiannya dilakukan November sampai dengan Desember 2016. Penelitian
oleh petugas khusus yang terlatih. Kegiatan ini ini merupakan penelitian secara observasional
untuk memastikan kontrol yang lebih baik dan sehingga data yang telah terkumpulkan dan akan
hasil yang dapat diandalkan serta berkurangnya dianalisis secara deskriptif yang penyampaian data
risiko akibat infeksi. (Kemenkes RI, 2012). dilakukan dalam bentuk narasi.
Salah satu institusi penyedia pelayanan Metode penelitian yang digunakan selama
kesehatan adalah Rumah Sakit dan penilaian penelitian berlangsung adalah observasi lapangan,
terhadap suatu keberhasilan di Rumah Sakit dapat yang dilakukan untuk mengamati kondisi pada
dilihat dari rendahnya angka infeksi nosokomial Instalasi CSSD dan pengumpulan data dilakukan
yang merupakan suatu indikator penilaian. Maka menggunakan kuesioner yang di berikan pada
dari itu Rumah Sakit melakukan upaya karyawan di Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum
pengendalian infeksi untuk mencapai keberhasilan Haji Surabaya. Penelitian ini menggunakan
tersebut. Hambatan yang ada dapat menyebabkan Rancangan cross sectional study yang dilaksanakan
terganggunya proses dan hasil sterilisasi. pada bulan November sampai Desember. Data primer
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di didapatkan dengan cara observasi dan pengisian
Rumah Sakit Haji pada bagian Instalasi CSSD kuesioner. Sedangkan, data sekunder didapatkan dari
didapatkan bahwa jumlah karyawan yang ada pada Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
bagian Instalasi kurang dari jumlah yang telah Sasaran dari penelitian ini adalah semua
ditetapkan berdasarkan penghitungan beban kerja karyawan yang berada di Instalasi CSSD Rumah
seharusnya yang berjumlah 18 karyawan serta Sakit Umum Haji Surabaya. Proses pengumpulan
beberapa alat sterilisasi sedang proses data dilakukan menggunakan kuesioner NASA-
maintenance. Data kunjungan pasien Rumah Sakit TLX yang akan diisi oleh semua karyawan dan
Umum Haji Surabaya mengalami peningkatan pada semua karyawan akan diberikan penjelasan tentang
tiga tahun terakhir yang memiliki arti bahwa tata cara pengisian kuesioner serta melakukan
semakin banyak kunjungan pasien maka proses penanda tanganan informed consent. Metode yang
pelayanan yang diberikan juga akan meningkat. digunakan pada penelitian ini adalah Penilaian
Dari hasil wawancara dengan karyawan dikatakan Beban Kerja dengan menggunakan Metode
bahwa adanya komplain dari beberapa ruangan National Aeronautics & Space Administration-
terkait dengan proses kedatangan alat yang telah NASA (Task Load Index- TLX). Langkah-
di sterilisasi dari Instalasi CSSD. Dari data hasil langkah pengukuran dengan menggunakan
wawancara dan survei awal yang didapatkan maka NASA TLX adalah sebagai berikut Meshkati
peneliti ingin membahas tentang beban kerja (1988) dalam Tarwaka (2010):
Dikky Fahamsyah, Analisis Hubungan Beban Kerja Mental…
109
Tabel 1. Distribusi Kelompok Umur pada Tenaga Tabel 3. Distribusi Masa Kerja pada Tenaga Kerja
Kerja Instalasi CSSD Rumah Sakit Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
Umum Haji Surabaya Surabaya
Kelompok Umur Frekuensi (n) Persentase (%) Masa kerja Frekuensi (n) Persentase(%)
25–29 tahun 1 9,091 < 10 tahun 2 18,182
30–34 tahun 1 9,091 > 10 tahun 9 81,818
35–39 tahun 1 9,091 Total 11 100
40–44 tahun 4 36,364
Tabel 4. Distribusi Beban Kerja Mental pada
45–49 tahun 3 27,273 Tenaga Kerja Instalasi CSSD Rumah
50–54 tahun 1 9,091 Sakit Umum Haji Surabaya
Total 11 100
Beban Kerja Frekuensi Persentase
Mental (n) (%)
Tabel 2. Tingkat Pendidikan pada
Kerja Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Ringan 4 36,364
Haji Surabaya Sedang 7 63,636
Tingkat Total 11 100
Frekuensi (n) Persentase (%)
Pendidikan Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
SLTP 1 9,091
Hasil penelitian karakteristik tenaga kerja
SMA/SMK 6 54,545 tentang distribusi frekuensi tingkat pendidikan di
D3 2 18,182 bagian Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
S1 2 18,182 Surabaya ditampilkan pada tabel 2.
Total 11 100 Tenaga kerja di Instalasi CSSD memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda mulai dari
Instalasi pusat sterilisasi dan pencucian tingkat SLTP sampai dengan pendidikan sarjana.
merupakan unit pelaksana fungsional di Rumah Sedangkan dari hasil kuesioner tenaga kerja
Sakit, yang memiliki tugas pokok dalam Instalasi CSSD paling banyak pada tingkatan SMA
pelaksanaan upaya pelayanan sterilisasi dan dan Sederajat sebanyak 6 orang (54,5%).
pencucian yang bermutu dengan mengutamakan
kebutuhan unit-unit yang dilayani sebagai upaya Distribusi Frekuensi Masa Kerja
untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien. Hasil penelitian karakteristik tenaga kerja
Instalasi CSSD ini merupakan salah satu mata tentang distribusi frekuensi masa kerja di bagian
rantai yang sangat penting dalam upaya Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
pengendalian infeksi dan berperan dalam menekan ditampilkan pada Tabel 3.
kejadian infeksi di Rumah Sakit Umum Haji Hasil penelitian dari Tabel 3 menunjukkan
Surabaya. bahwa tenaga kerja di instalasi CSSD Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya memiliki masa kerja kurang
Distribusi Frekuensi Kelompok Umur dari 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Dari 11
Hasil penelitian karakteristik tenaga kerja tenaga kerja sebagian besar telah memiliki masa
tentang distribusi frekuensi kelompok umur di kerja lebih dari 10 tahun yang berjumlah 9 tenaga
bagian Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji kerja (81,8%).
Surabaya ditampilkan pada Tabel 1.
Hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa ada 6 Distribusi Frekuensi Beban Kerja Mental
kelompok umur dari tenaga kerja di Instalasi CSSD Hasil penelitian karakteristik tenaga kerja
dimulai dari kelompok umur 25-29 tahun sampai tentang distribusi frekuensi beban kerja mental di
dengan kelompok umur 50-54 tahun. Sedangkan, bagian Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
hasil penelitian didapatkan bahwa umur tenaga Surabaya ditampilkan pada Tabel 4.
kerja berkisar antara 28 tahun hingga 52 tahun. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa dari
Tenaga kerja di Instalasi CSSD terbanyak berada 11 orang tenaga kerja di instalasi CSSD Rumah
pada kelompok berumur 40-44 tahun sebanyak 4 Sakit
orang (36,3%).
Dikky Fahamsyah, Analisis Hubungan Beban Kerja Mental…
111
Tabel 5. Distribusi Stres Kerja pada Tenaga CSSD Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
Kerja Instalasi CSSD Rumah Sakit diperoleh bahwa tenaga kerja yang memiliki beban
Umum Haji Surabaya kerja sedang dan tingkat stres kerja sedang
sebanyak 6 orang (85,7%) dari 7 orang. Sedangkan
Stress Kerja Frekuensi (n) Persentase (%)
tenaga kerja yang memiliki beban kerja rendah
Ringan 5 45,455 dengan tingkat stres kerja rendah sebanyak 4 orang
Sedang 6 54,545 ( 100%) tetapi terdapat 1 orang tenaga kerja
Total 11 100 dengan beban kerja mental sedang dengan kejadian
stres kerja rendah.
Umum Haji Surabaya mengalami beban kerja Berdasarkan hasil analisis data terhadap beban
mental sedang sebanyak 7 orang (63,6%) sedangkan kerja mental dengan stres kerja didapatkan nilai
sisanya mengalami beban kerja mental ringan p value (0,002) yang berarti bahwa nilai p < 0,05
sebanyak 4 orang (36,4%). maka ho ditolak artinya ada hubungan antara beban
kerja mental dengan stres kerja pada tenaga kerja
Distribusi Frekuensi Stres Kerja Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya. Sedangkan untuk melihat kuat hubungan
Hasil penelitian karakteristik tenaga kerja didapatkan nilai R = 0,828 artinya hubungan antara
tentang distribusi kejadian stres kerja di bagian beban kerja mental dengan stres kerja mempunyai
Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji Surabaya hubungan yang kuat searah yang memiliki arti
ditampilkan pada Tabel 5.
semakin tinggi beban kerja mental yang dialami
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa
oleh tenaga kerja maka akan semakin tinggi juga
tenaga kerja instalasi CSSD Rumah Sakit Umum
tingkatan yang dialami tenaga kerja di Instalasi
Haji Surabaya mengalami stress kerja sedang
CSSD.
sebanyak 6 orang (54,5%) dan yang mengalami
stres kerja ringan sebanyak 5 orang (45,5%).
PEMBAHASAN
Hubungan Beban Kerja Mental dengan Stres
Umur
Kerja
Hasil gambaran karakteristik tenaga kerja yang Hasil kelompok umur didapatkan pada saat
dilihat dari hubungan beban kerja mental dengan dilakukan penelitian terhadap tenaga kerja di
stres kerja yang dialami oleh tenaga kerja pada Instalasi CSSD sebagian besar berumur 40 tahun
bagian Instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji sampai dengan 44 tahun dengan umur minimal 28
Surabaya ditampilkan pada tabel 6. tahun dan maksimal berumur 52 tahun. Dijelaskan
dalam undang-undang RI No. 20 tahun 1999
Berdasarkan Tabel 6 didapatkan bahwa 11
tentang pengesahan ILO mengenai umur minimum
tenaga kerja di bagian Instalasi CSSD memiliki
untuk diperbolehkan untuk bekerja, bahwasanya
beban kerja mental sedang dan beban kerja mental
usia minimum yang telah ditetapkan untuk dapat
rendah. Kemudian dari hasil penelitian juga
bekerja itu tidak boleh kurang dari 15 tahun yang
didapatkan bahwa tenaga kerja di instalasi CSSD
berguna untuk menghapus pekerja anak pada dunia
juga mengalami stres kerja sedang dan stres kerja
kerja. Menurut Undang-Undang tenaga kerja No.13
ringan. Kemudian hasil uji hubungan antara beban
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa
kerja mental dengan stres kerja pada tenaga kerja
penduduk yang dapat dikelompokkan ke dalam
tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara
15 tahun hingga 64 tahun. Kelompok umur
dalam rentang
Tabel 6. Hubungan Beban Kerja Mental dengan Stres Kerja pada Tenaga Kerja Instalasi CSSD Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya
Stres kerja
Total Koefisien
Beban kerja mental Rendah Sedang P value korelasi
n % n % N %
Rendah 4 36,364 0 0 4 100
Sedang 1 9,091 6 54,545 7 100 0,002 0,828
Total 5 45,455 6 54,545 11 100
112 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan-April 2017: 107–115
tersebut termasuk dalam kategori kelompok umur dengan subjek dengan pendidikan SMU/SMK
produktif. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga mengalami stress kerja sedang.
kerja di instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya termasuk dalam kategori kelompok usia Masa Kerja
yang produktif.
Umur yang dimiliki seseorang sangat berguna Masa kerja yang baru maupun masa kerja yang
dalam menentukan kontrol seseorang terhadap lama dapat menjadi pemicu terjadinya stres kerja
jenis stressor yang mengganggu sehingga menjadi serta dengan adanya tambahan dari beban kerja
penyebab kejadian stress yang akan dialami yang berat.
seseorang. Sehingga orang yang berusia dewasa Rutinitas kerja yang selalu monoton dapat
tentu berbeda dengan usia anak-anak dalam hal menimbulkan kebosanan yang disertai dengan
mengontrol stres. Artinya orang dewasa memiliki lingkungan kerja yang terbatas membuat tenaga
toleransi yang baik terhadap kejadian stres. kerja menjadi jenuh (Munandar, 2014).
Menurut penelitian Mochtar dkk (2013) Menurut Mayate (2009) dalam Mochtar (2013)
didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara umur menyebutkan masa kerja memiliki hubungan yang
dengan kejadian stres yang dialami pedagang erat dengan kemampuan fisik individu, semakin
tradisional pasar daya Kota Makassar. Pendapat lama seseorang bekerja maka akan semakin
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh menurun kemampuan fisiknya. Kemampuan
Prabowo (2009) bahwa tidak ada hubungan antara fisik akan berangsur-angsur menurun akibat dari
umur dengan stres kerja pada tenaga kerja di kelelahan yang dialami saat bekerja dan dapat
bagian produksi mebel di Jepara. diperberat apabila saat melaksanakan pekerjaan
yang bervariasi.
Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian terhadap tenaga
kerja CSSD didapatkan bahwa sebagian besar
Pendidikan adalah perubahan sikap dan tenaga kerja sudah memiliki masa kerja yang
perilaku seseorang atau kelompok dan usaha lebih dari 10 tahun. Tenaga kerja telah melakukan
mendewasakan seseorang melalui upaya rutinitas pekerjaan monoton dengan waktu yang
pengajaran dan pelatihan. Makin tinggi pendidikan lama sehingga munculnya rasa bosan serta
diharapkan makin luas pula pengetahuannya kejenuhan.
(Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh Beban Kerja Mental
individu sangat bervariasi sehingga semakin tinggi
pendidikan yang ditempuh seseorang tentunya juga Pekerjaan mempunyai arti penting bagi
memiliki pengetahuan yang semakin luas serta kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga
memiliki cara berpikir yang luas dan mudah dalam dapat mencapai kehidupan yang produktif sebagai
menemukan cara yang efisiensi untuk salah satu tujuan hidup. Setiap pekerjaan tentunya
menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Pendidikan akan memberikan beban kepada tenaga kerja
merupakan suatu sistem terbuka, sehingga atau manusia baik itu secara fisik maupun beban
memungkinkan adanya pengaruh luar yang secara mental, dari sudut pandang ergonomi, setiap
menentukan kebenaran atau kesalahan seperti beban kerja yang diterima oleh seseorang harus
faktor kreativitas. Pendidikan memiliki materi yang sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan
luas dan tidak terkait langsung dengan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan
pekerjaannya (Yuwono, 2005). manusia yang menerima beban tersebut. Beban
Berdasarkan hasil penelitian terhadap tenaga kerja fisik adalah beban kerja yang diterima dari
kerja di instalasi CSSD didapatkan tingkat pekerjaan yang memerlukan energi fisik seperti
pendidikan responden terbanyak pada tingkatan kegiatan mengangkat, mendorong, mengangkut,
SMA dan sederajat sebanyak 54,5% responden sedangkan untuk beban kerja mental merupakan
sedangkan SLTP merupakan tingkatan pendidikan selisih antara tuntutan antara beban kerja dari suatu
paling sedikit. Penelitian Ratih (2013) menemukan tugas dengan kapasitas maksimum seseorang
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dalam kondisi termotivasi (Rauf dalam Mutia,
dengan stres kerja yang memiliki nilai sedang 2014).
ditunjukkan dengan nilai correlation coefficient Pengukuran beban kerja mental mengunakan
sebesar 0,389. Serta penelitian dari Wijono (2006) metode NASA-TLX diwakili 6 indikator dengan
yang mengatakan bahwa subjek dengan pendidikan mental demand yang meliputi kegiatan berpikir,
sarjana mengalami stres kerja rendah dibandingkan memutuskan, mengingat, dan melihat pekerjaan
Dikky Fahamsyah, Analisis Hubungan Beban Kerja Mental…
113
uji korelasi spearman yang telah dilakukan, psikologis dalam diri pekerja sehingga sulit untuk
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,002, nilai berkonsentrasi dengan baik.
ini lebih kecil dari nilai α 0,05 yang berarti bahwa Santoso (2004) menyatakan bahwa setiap
beban kerja mental dengan stres kerja tenaga CSSD beban kerja mental harus disesuaikan dengan
memiliki hubungan yang bermakna. Dari hasil kemampuan tubuh seseorang. Apabila beban kerja
yang didapatkan bahwa tenaga kerja CSSD mental lebih besar daripada kemampuan tubuh
memiliki beban kerja mental sedang sebanyak maka akan terjadi rasa tidak nyaman, kelelahan,
63,6% dan tenaga kerja yang mengalami stres kerja kecelakaan, cidera, rasa sakit, penyakit, stres dan
sedang sebanyak 54,5%. produktivitas menurun. Faktor-faktor lain yang
Adanya hubungan antara beban kerja mental mempengaruhi beban kerja mental seseorang
dengan stres kerja yang dialami oleh tenaga kerja dalam suatu pekerjaan antara lain adalah jenis
instalasi CSSD Rumah Sakit Umum Haji karena pekerjaan, situasi pekerjaan, waktu respons, waktu
tenaga kerja telah ditargetkan dalam penyelesaian yang tersedia dan faktor individu
menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang seperti: tingkat motivasi, keahlian, kelelahan,
ditentukan. Selain itu pekerjaan dari tenaga kerja kejenuhan, serta toleransi performansi yang
juga melakukan pekerjaan yang berulang setiap diijinkan (Risma, 2010).
harinya. Selain itu apabila terjadi peningkatan Dampak buruk yang disebabkan oleh beban
pasien yang datang serta penggunaan alat steril kerja mental, salah satunya adalah stres kerja.
untuk melaksanakan operasi tentunya Sehingga tenaga dapat melakukan pencegahan
membutuhkan alat steril yang cepat dipersiapkan. seperti melaksanakan olah raga ringan sebelum
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian melaksanakan pekerjaan atau disela-sela pekerjaan
yang dilakukan oleh Novayanti (2012) yang seperti menggerakkan tangan dan kaki saat duduk.
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Karena, dengan olah raga dapat membuat aliran
tuntutan tugas beban kerja dengan stress kerja. darah dalam tubuh menjadi lancar sehingga
Penelitian Emilda (2014) menyatakan bahwa pikiran menjadi lebih segar dan ketegangan otot
terdapat hubungan yang bermakna antara beban menjadi rileks dan mengurangi beban kerja yang
kerja mental dengan stres kerja yang dilakukan di alami serta mengurangi tekanan dan stres akibat
pada perawat instalasi IGD. Selain itu, penelitian pekerjaan. Tenaga kerja sebaiknya memanfaatkan
yang dilakukan oleh Situngkir (2004) juga waktu istirahat dengan sangat baik untuk
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan beristirahat sehingga untuk melanjutkan pekerjaan
antara tuntutan fisik/lingkungan kerja dengan selanjutnya tidak merasakan beban dari pekerjaan
kejadian stres kerja. sebelumnya.
Hasil penelitian Shah, dkk (2011) menjelaskan
bahwa beban kerja memiliki hubungan yang
signifikan terhadap performa pekerja. Beban kerja SIMPULAN
yang tinggi dipengaruhi kemampuan pekerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Prabawati (2012) juga menyatakan bahwa beban di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya didapatkan
kerja mental memiliki hubungan dengan kejadian hasil dari karakteristik tenaga kerja pada bagian
stres dibuktikan dengan penelitiannya pada perawat instalasi CSSD pertama adalah tentang kelompok
di Rumah Sakit dengan hasil p= 0,027 yang berarti umur yang bekerja paling banyak adalah terdiri
terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya dari kelompok umur 40-44 tahun dan termasuk di
dengan kekuatan korelasi 0,556 yang menunjukkan dalam kelompok umur yang produktif. Kedua
korelasi yang kuat antar variabel. adalah tentang tingkat pendidikan yang ditempuh
Menurut Munandar (2014), pada saat tertentu, tenaga kerja dan yang paling banyak berada pada
kondisi kerja dapat menghasilkan prestasi kerja tingkatan SMA dan sederajat. Ketiga adalah
yang optimal. Selain dampaknya terhadap prestasi tentang masa kerja dari tenaga kerja instalasi
kerja, kondisi seperti tuntutan kerja CSSD yang dapat dikatakan sebagai tenaga kerja
fisik/lingkungan fisik juga memiliki dampak yang berpengalaman karena memiliki masa kerja
terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja yang lebih dari 10 tahun dan hanya 2 orang yang
seseorang. Tuntutan kerja fisik ini mempunyai memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun.
pengaruh terhadap kondisi psikologis pekerja, Sebanyak 7 (63,6%) tenaga kerja dari 11
sehingga dapat memicu terjadinya stres. Hal ini tenaga kerja di Instalasi CSSD Rumah Sakit
diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan Umum Haji Surabaya mengalami beban kerja
mental sedang
Dikky Fahamsyah, Analisis Hubungan Beban Kerja Mental…
115
Analisa Beban Kerja Mental Operator Mesin Dryer Bagian Auto Clipper
dengan Metode NASA-TLX
(Studi Kasus: Pt. Asia Forestama Raya)
ABSTRAK
PT. Asia Forestama Raya merupakan sebuah industri yang memproduksi plywood untuk ekspor
maupun lokal yang beralamat di Kelurahan Limbungan, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru.
Penelitian ini dilakukan terhadap operator mesin continiuos dryer dibagian auto clipper, dimana pada mesin
ini terdapat 3 tingkat auto clipper yang masing-masing memiliki satu operator setiap tingkatnya. Dari hasil
observasi yang dilakukan di PT. Asia Forestama Raya tersebut dapat diketahui bahwa pekerjaan yang
dilakukan operator auto clipper membutuhkan fokus dan ketelitian yang tinggi, selain itu juga dituntut
menghasilkan produk sesuai permintaan perusahaan, pekerja harus bekerja selama 11 jam tanpa istirahat.
Tugas utama dari operator auto clipper adalah mengukur hasil potong veener dari mesin sesuai permintaaan
dan menstabilkan operasional mesin. Selain itu, operator dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan target dan produk yang dihasilkan harus sesuai dengan standar. Dengan target tersebut
operator menjadi tertekan ketika bekerja, karena jika produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan
perusahaan, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat beban kerja mental dari operator mesin continiuos dryer bagian auto clipper PT. Asia Forestama
Raya dengan menggunakan metode NASA-TLX, yang diukur melalui 6 indikator yaitu kebutuhan fisik,
kebutuhan mental, usaha, tingkat frustasi, kebutuhan waktu, dan performansi. Dari hasil pengukuran terhadap
6 orang operator auto clipper mendapatkan nilai WWL masing-masing 82,67; 83,34; 87,34; 86 yang
tergolong dalam kategori sangat tinggi dan 77,34; 79,34 yang tergolong dalam kategori tinggi dengan faktor
dominan yaitu faktor kebutuhan fisik, kebutuhan mental dan performansi. Berdasarkan faktor dominan
tersebut maka dilakukan analisa menggunakan fishbone diagram untuk mengetahui akar penyebab tingginya
beban kerja mental pada operator auto clipper. Pada faktor kebutuhan fisik penyebabnya karena kondisi
pekerja yang berdiri selama 11 jam tanpa istirahat, faktor kebutuhan mental penyebabnya karena tuntutan dan
target dari perusahaan yang tinggi, dan faktor performansi disebabkan karena faktor umur operator yang
diatas 40 tahun sehingga tingkat ketelitian dan fokus dalam bekerja menjadi berkurang.
Kata Kunci: Beban Kerja Mental, Metode NASA – TLX, Operator auto clipper, Fishbone Diagram
83
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
suhu pada steam, apabila tidak sering dilakukannya kerja eksternal sering disebut sebagai stresor. Yang
pengontrolan maka produk yang keluar dari termasuk beban kerja eksternal adalah:
ruangan dryer akan mencadi cacat. Jadi pekerjaan a. Tugas-tugas (tasks). Tugas ada yang bersifat fisik
yang dilakukan oleh operator ini harus fokus karena seperti, tata ruang kerja, stasiun kerja, alat dan
sedikit saja lengah maka produk yang dihasilkan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja dan alat
akan bisa rusak atau cacat. Tugas operator auto bantu kerja. Tugas juga ada yang bersifat mental
clipper berikutnya adalah mengukur hasil potongan seperti, kompleksitas pekerjaan dan tanggung jawab
dari auto clipper, guna untuk memastikan apakah terhadap pekerjaan.
terpotong sesuai permintaan perusahaan atau tidak, b.Organisasi kerja. Organisasi kerja yang
jadi pekerjaannya harus teliti dan cepat, jika tidak mempengaruhi beban kerja misalnya, lamanya
cepat maka veener yang telah dipotong akan terus waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, sistem
bergerak ke tempat peletakan selanjutnya sehingga pengupahan, kerja malam, musik kerja, tugas dan
nantinya dapat menyebabkan tercampurnya wewenang.
lembaran yang ukurannya sesuai permintaan dengan
c. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang dapat
yang tidak. Selain operator harus melihat apakah
mempengaruhi beban kerja adalah yang termasuk
veener yang dipotong tersebut cacat atau tidak,
dalam beban tambahan akibat lingkungan kerja.
apabila cacat maka operator harus memisahkannya
Misalnya saja lingkungan kerja fisik (penerangan,
ke tempat produk cacat yang telah disediakan.
kebisingan, getaran mekanis), lingkungan kerja
kimiawi (debu, gas pencemar udara), lingkungan
Tinjauan Pustaka kerja biologis (bakteri, virus dan parasit) dan
lingkungan kerja psikologis (penempatan tenaga
A. Beban Kerja kerja).
Permendagri No. 12/2008 menyatakan bahwa 2. Faktor Internal
beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus Faktor internal beban kerja adalah faktor yang
dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat
merupakan hasil kali antara volume kerja dan adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi
norma waktu. Jika kemampuan pekerja lebih tinggi tersebut dikenal dengan strain. Secara ringkas
daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan faktor internal meliputi.
bosan. Namun sebaliknya, jika kemampuan pekerja a. Faktor somatis, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran
lebih rendah daripada tuntutan pekerjaan, maka tubuh, kondisi kesehatan, status gizi.
akan muncul kelelahan yang lebih. Beban kerja b.Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi,
yang dibebankan kepada karyawan dapat kepercayaan, keinginan, kepuasaan, dan lain-lain.
dikategorikan kedalam tiga kondisi, yaitu beban
kerja yang sesuai standar, beban kerja yang terlalu C. Beban Kerja Mental
tinggi (over capacity) dan beban kerja yang terlalu Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan
rendah (under capacity) (Sitepu, 2013). dengan dua cara yaitu pengukuran secara objektif
Beban kerja merupakan tugas – tugas yang dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh
diberikan karyawan untuk diselesaikan pada waktu antara lain denyut jantung, kedipan mata dan
tertentu dengan menggunakan keterampilan dan ketegangan otot. Pengukuran beban kerja mental
potensi dari tenaga kerja yang dapat dibedakan secara subjektif merupakan teknik pengukuran yang
lebih lanjut kedalam 2 kategori sebagai beban kerja paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat
kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja validitas yang tinggi dan bersifat langsung
muncul karena adanya interaksi antara operator dan dibandingkan dengan pengukuran lain. Pengukuran
tugas yang diberikan oleh operator. Berdasarkan beban kerja mental secara subjektif memiliki tujuan
kenyataan bahwa faktor fisik dan faktor psikologis yaitu untuk menentukan skala pengukuran terbaik
manusia saling berpengaruh, maka pengukuran berdasarkan perhitungan eksperimental,
beban kerja sangat diperlukan oleh suatu menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan
perusahaan untuk mengakomodasi faktor fisik dan mengidentifikasi faktor beban kerja yang
dengan faktor psikologis manusia dalam bekerja, berhubungan secara langsung dengan beban kerja
agar tidak terjadi hal-hal yang parah dan penurunan mental. Faktor lain yang mempengaruhi beban kerja
motivasi kerja. Terutama di perusahaan jasa, mental seseorang dalam mengenai suatu pekerjaan
pengukuran kerja sangat diperlukan guna antara lain jenis pekerjaan, situasi kerjaan waktu
meningkatkan mutu pelayanan (Pratiwi, dkk, 2011). respon, waktu penyelesaian yang tersedia dan faktor
individu (tingkat motivasi, keahlian, kelelahan,
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban kejenuhan dan toleransi performansi yang diijinkan
Kerja (Simanjuntak, 2010).
Faktor yang mempengaruhi beban kerja adalah Dalam psikologi kerja dibahas masalah-masalah
sebagai berikut (Mutia, 2014): yang berkaitan dengan kejiwaan yang dijumpai
1. Faktor Eksternal pada tempat kerja yaitu yang menyangkut dengan
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja faktor-faktor diri, sedangkan yang termasuk dalam
yang berasal dari luar tubuh pekerja. Aspek beban faktor diri antara lain attitude, jenis kelamin, usia,
84
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
sifat atau kepribadian, sistem nilai, karakteristik Staveland dari San Jose State University pada tahun
fisik, motivasi, minat, pendidikan dan 1981. Metode ini dikembangkan berdasarkan
pengalaman.Masalah faktor diri dikaji didalam munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang
ergonomi karena pada setiap orang adanya faktor terdiri dari skala sembilan faktor (kesulitan tugas,
diri yang khas oleh karenanya mempunyai tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha
“bawaan” yang khas pula untuk dipergunakan mental, performansi, frustasi, stres dan kelelahan).
dalam bekerja. Ketidak cocokan dalam suatu Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi
pekerjaan akan dapat menyebabkan timbulnya menjadi enam yaitu Mental demand, Physical
stress atau frustasi, yang pada akhirnya akan demand, Temporal (time) demand, Performance,
menyebabkan rendahnya produktifitas, dan Effort dan Frustration (Mutia, 2014).
rendahnya mutu hasil kerja, serta tinggi tingkat Penyederhanaan ini berdasarkan pertimbangan
kecelakan kerja. Kerja manusia bersifat fisik dan praktis (NASA-Task Load Index) pembuatan skala
mental, yang masing-masing mempunyai intensitas rating beban kerja. Penjelasan dari setiap aspek
yang berbedabeda. Tingkat intensitas beban kerja pekerja adalah sebagai berikut (Rusidiyanto, dkk,
fisik yang terlampau tinggi memungkinkan 2015):
pemakaian energi yang berlebihan (Simanjuntak, 1. Kebutuhan Fisik: Seberapa banyak pekerjaan ini
2010). membutuhkan aktivitas fisik (misalnya: mendorong,
Sebaliknya tingkat intensitas beban psikis yang mengangkat, memutar, dan lain-lain).
terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan 2. Kebutuhan Mental: Seberapa besar pekerjaan ini
kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis membutuhkan aktivitas mental dan perseptualnya
(boredom), yaitu suatu keadaan yang kompleks (misalnya: menghitung, mengingat, dan lain-lain)
yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat 3. Kebutuhan Waktu: Seberapa besar tekanan waktu
syaraf, disertai dengan munculnya perasaan- pada pekerjaan ini. Apakah pekerjaan ini perlu di
perasaan kelelahan, keletihan, kelesuan dan selesaikan dengan cepat dan tergesa-gesa, atau
berkurangnya kewaspadaan. Jika diamati tingkah sebaliknya dapat dikerjakan dengan santai dan
laku emosional, maka jelas ada perbedaan dalam cukup waktu.
intensitas emosi, tidak sulit untuk memahami 4. Performansi: Tingkat keberhasilan dalam
kenyataan bahwa pada saat beristirahat atau tidur pekerjaan. Seberapa puas atas tingkat kinerja yang
maka emosi yang dirasakan relatif sedikit atau tidak telah dicapai.
ada, lain halnya bila baru mengetahui tentang 5. Usaha: Seberapa besar tingkat usaha (mental
promosi jabatan tertentu, tentu akan ada perasaan maupun fisik) yang dibuthkan untuk memperoleh
yang lebih intensif. Apapun sumber dari Arousal, performansi yang diinginkan.
baik yang berasal dari ketakutan, kecemasan, lapar Adapun tahapan dalam metode NASA-TLX
maka mempunyai pengaruh yang umum tardiri dari dua tahap, yaitu (Mutia, 2014):
(Simanjuntak, 2010). 1. Pemberian rating
Pada tahap ini operator akan mengisi peringkat
D. Metode NASA-TLX dari 6 subskala yang telah diberikan, di antaranya
The National Aeronautical and Space adalah kebutuhan mental (mental demand),
Administration Task Load Index (NASA TLX) kebutuhan fisik (physical demand), kebutuhan
adalah sebuah subjective multidimensi beban kerja waktu (temporal demand), performansi (own
dengan teknik peringkat yang berdasarkan dari skor performance), usaha (effort) dan tingkat stres
beban kerja secara keseluruhan berdasarkan rata- (frustration). Nilai yang diberikan dari peringkat
rata yang dihitung dari skala enam faktor, yaitu tersebut berkisar antara 0 hingga 100 sesuai dengan
Mental demand, Physical demand, Temporal (time) beban kerja yang dialami operator dalam
demand, Performance, Effort dan Frustration melakukan pekerjaannya (Ramadhania dan Parwati,
(Bush, 2012). 2015). Berikut ini merupakan lembar kuesioner
NASA TLX dikembangkan oleh Sandra G. perattingan:
Dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E.
85
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
E. Stres Kerja
Gambar 1 Rating NASA-TLX Stres adalah reaksi ganjil dari tubuh terhadap
(Sumber: Astuty, dkk, 2013) tekana yang diberikan padanya. Stress
memengaruhi setiap individu dengan cara yang
Berikut merupakan klasifikasi rating beban kerja berbeda-beda sehingga kondisinya sangat
mental (Simanjuntak, Rusidiyanto, dkk, 2015): bergantung pada individu. Peristiwa-peristiwa
Tabel 1 Klasifikasi Rating Nilai Beban Kerja tertentu bisa membuat seseorang mengalami stress
No Rating Nilai Kategori Beban Kerja yang sangat tinggi, tetapi tidak bagi orang yang lain
1 0-9 Rendah (Mondy,2008). Stres yang tidak dapat diatasi
2 10-29 Sedang dengan baik biasanya berakibat pada
3 30-49 Agak Tinggi ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara
4 50-79 Tinggi positif dengan lingkungannya, baik dalam arti
5 80-100 Tinggi Sekali lingkungan pekerjaannya maupun lingkungan
(Sumber:Simanjuntak dalam Rusidiyanto, dkk, diluarnya.
2015) Beban kerja yang terlalu banyak dapat
menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang
2. Pembobotan sehingga menimbulkan stres. Hal ini disebabkan
Pada tahap ini dipilih satu indikator untuk oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi,
masing-masing indikator (15 pasang indikator) yang kecepatan kerja yang terlalu tinggi, volume kerja
menurut subjek lebih dominan dalam pekerjaannya. yang terlalu banyak, dan sebagainya. Beban kerja
Indikator-indikator tersebut adalah : juga mempengaruhi kinerja, dimana beban kerja
tinggi maka akan menimbulkan kesalahan yang
Tabel 2 Indikator Perbandingan Berpasangan Metode dapat muncul akibat adanya ketidakmampuan
NASA-TLX
karyawan mengatasi tuntutan dalam bekerja.
Sehingga beban kerja dapat berpengaruh negatif,
pada saat beban kerja meningkat maka kinerja akan
turun (Kusuma, 2014).
E. Fishbone Diagram
Diagram ini berguna untuk menganalisa dan
menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara
signifikan didalam menentukan karakteristik
kualitas output kerja. Disamping juga untuk
mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya
dari suatu masalah. Dalam hal ini metode sumbang
saran (brainstorming method) akan cukup efektif
(Sumber: Simanjuntak, Rusindiyanto, dkk, 2015) digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab
86
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
terjadinya penyimpangan kerja secara detail Tabel 4. Pembobotan Hasil Kuesioner Operator Mesin
(Caesaron, 2012)
Metode Penelitian
87
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
Metode
Pengukuran veener yang berulang-ulang
Operator kelelahan
Mesin Lingkungan
Gambar 3. Fishbone Diagram yang Menunjukkan Penyebab Faktor Kebutuhan Fisik Tinggi
Metode
Beban dan tanggung jawab kerja bertambah Harus fokus dan teliti dalam bekerja
Pegawai harian
Mesin Lingkungan
Gambar 4. Fishbone Diagram yang Menunjukkan Penyebab Faktor Kebutuhan Mental Tinggi
c. Faktor Performansi
Pada faktor ini, dianalisis mengenai besarnya tingkat keberhasilan operator auto clipper dalam
menyelesaikan pekekerjaan. Kenapa penyelesaian pekerjaan auto clipper dapat terhambat dan apa yang
88
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
menyebabkan hal itu terjadi. Penyebab tingginya beban kerja mental dikarenakan faktor performansi dapat
dilihat pada Gambar 5.
Manusia Metode
Kurang teliti
Faktor Performansi
89
Jurnal Teknik Vol. 4, No. 2, 2018
Jurnal Hasil Penelitian dan Karya
Ilmiah dalam Bidang
90