Anda di halaman 1dari 2

Bioterorisme, antara Teori Konspirasi dan Fakta Akademis

Menurut hipotesis, bioterorisme didefinisikan sebagai pelepasan virus, bakteri, atau agen
biologis lainnya untuk secara sengaja menyebabkan korban menjadi sakit atau bahkan
meninggal. Dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan ilmiah di bidang biologi, bioterorisme
telah menjadi salah satu ancaman yang paling mematikan. Bioterorisme sering melibatkan
penggunaan agen penyakit, seperti virus, bakteri, atau racun biologis, untuk melumpuhkan atau
membahayakan populasi. Seperti apakah praktek bioterisme di dunia ini?

Serangan Anthrax pernah mengguncang Amerika Serikat pada tahun 2001, menewaskan lima
orang dan menginfeksi 17 orang. Serangan ini dilakukan melalui surat berisi spora anthrax yang
didistribusikan melalui layanan pos AS. Surat-surat ini dikirim ke sejumlah anggota parlemen
serta media. Meski pada akhirnya terungkap bahwa pelakunya adalah ilmuwan pemerintah AS,
kejadian ini menggambarkan bagaimana bioterorisme bisa terjadi dan memiliki dampak yang
begitu luar biasa.

Sebelumnya, sekte Rajneeshee di Oregon, AS, menyebabkan wabah salmonella pada tahun 1984.
Mereka berusaha mempengaruhi pemilihan lokal dengan mencemari salad bar di restoran
terdekat, menginfeksi 751 orang. Terlepas dari kenyataan bahwa tidak ada yang terbunuh,
kejadian ini menunjukkan bagaimana bioterorisme dapat dieksploitasi untuk mencapai tujuan
politik. Dengan demikian dapat disimpulkan juga bahwa bioterorisme juga bisa dipergunakan
untuk tujuan komersial.

Di masa lalu, pemerintah Indonesia telah berhasil menangani serangan serupa. Pada tahun 2005-
2009, Indonesia mengalami wabah Flu Burung dengan tingkat kematian yang lebih tinggi
dibandingkan pandemi COVID-19 yang baru lalu. WHO bahkan menetapkan Indonesia sebagai
episentrum wabah, menyatakannya sebagai Pandemi Flu Burung Global, seperti yang dilakukan
China dalam Pandemi Corona Global. Contoh delapan individu di Kaban Jahe Karo yang
dinyatakan oleh WHO telah berpindah dari manusia ke manusia adalah klimaksnya.

Namun, berkat perjuangan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari, penetapan Pandemi Global
Avian Influenza saat itu kemudian dipatahkan. Akibatnya, WHO yang telah mengumumkan
Pandemi Flu Burung kemudian menarik pernyataannya sendiri, dan setelah itu wabah mereda
dan hilang dengan sendirinya. Dengan membayangkan apa yang terjadi pada pandemi COVID-
19 yang baru berlalu, tidak terbayangkan betapa menderitanya masyarakat Indonesia dan seluruh
dunia jika WHO berhasil menetapkan Pandemi Flu Burung Global pada saat itu di Indonesia.

Apakah COVID-19 Termasuk Bioterorisme?

Pada Ringkasan Sidang yang diprakarsai oleh United States House Committee on Oversight and
Accountability atau Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Amerika Serikat, Fakta, Sains, Bukti
Asal COVID menunjuk Ke Bocoran Laboratorium di Wuhan. Komite tersebut menyatakan
bahwa mengetahui dari mana COVID-19 berasal sangat penting untuk memprediksi dan
mencegah pandemi di masa depan. Yurisdiksi dan kewenangan legislatif Komite tersebut sangat
luas, karena tim Pengawasan dan Akuntabilitas Amerika Serikat adalah salah satu kelompok
semacam DPR di Indonesia, yang paling signifikan dan kuat.
Dalam sidang tersebut, mantan Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS
Robert Redfield menyatakan bahwa penelitian membuktikan virus COVID-19 kemungkinan
besar dipicu oleh kebocoran laboratorium yang tidak disengaja di Wuhan. Temuannya didasarkan
pada biologi virus serta kejadian tak terduga di dalam dan sekitar Wuhan pada 2019, seperti studi
peningkatan fungsi di Institut Virologi Wuhan (WIV).

Masih dalam sidang tersebut, Nicholas Wade, mantan editor sains dan kesehatan di New York
Times dan mantan editor Science and Nature menyebutkan mengenai rilis yang resmi tentang
COVID-19, bahwa Drs. Fauci dan Collins menggunakan bukti yang belum dikonfirmasi untuk
mengabaikan penjelasan kebocoran lab demi suatu rilis resmi yang menyebut penularan alami
pada COVID-19.

Sementara muncul pula kesaksian Jamie Metzl dalam sidang tersebut tentang bagaimana
pemerintah China menghancurkan sampel, menahan catatan, memenjarakan jurnalis China,
melarang ilmuwan China mengatakan atau menulis apa pun tentang asal mula pandemi tanpa
persetujuan pemerintah sebelumnya, secara aktif menyebarkan informasi yang salah, dan
menggagalkan investigasi berbasis bukti.

Namun hampir seluruh media arus utama, pada pemberitaannya meremehkan—bahkan


menyangkal—keberadaan teori ilmiah bahwa COVID-19 berasal dari laboratorium, meskipun
semua saksi, termasuk dari Komite Pengawasan dan Akuntabilitas AS, setuju bahwa
kemungkinan itu COVID-19 yang berasal dari laboratorium bukanlah teori konspirasi.
Sedangkan ilmu pengetahuan menyebutkan bahwa wabah yang disebabkan virus yang berasal
dari laboratorium adalah bioterorisme, bukan pandemi.

Adie Marzuki

Anda mungkin juga menyukai