Di susun oleh:
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai sebagai tanggung jawab saya sebagai mahasiswa yang turut serta
mengikuti mata kuliah Hukum adat yang dibimbing oleh dosen kami tercinta Dr. Teuku
Mutaqin Mansur,M.H. Dan tak lupa pula saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik berupa atau
masukan.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat sedikit memberikan sumbangsih
pengetahuan dan pengalaman bagi orang-orang yang sempat membacanya, dan kiranya untuk
ke depan dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya tentu sadar bahwa
masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
KELOMPOK 5
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
B.Rumusan masalah.........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
1.suku gayo.......................................................................................................5
2.adat di gayo....................................................................................................5
6.sumang (sumbang)..........................................................................................8
1.Kesipulan.........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11
3
BAB I
PENDAHULUAN
2.Rumusan masalah
4
BAB II PEMBAHASAN
1. SUKU GAYO
Kabupaten Aceh Tengah berada di kawasan dataran tinggi gayo. Kabupaten lain yang
berada di kawasan ini adalah kabupaten serta kabupaten gayo lues. Tiga kota utamanya
yaitu takengon, blang kejeren, dan simpang tiga redelong. Jalan yang menghubungkan ketiga
kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang sangat indah. Pada masa lalu
daerah gayo merupakan
suku bangsa gayo mendiami daerah dataran tinggi gayo yang dalam bahasa aceh di
namakan “tanoh Gayo”. Orang gayo mendiami wilayah aceh tengah, sebagian wilayah aceh
tenggara dan sebagian kecil wilayah aceh timur.wilayah tanah gayo terletak didataran tinggi
pegunungan bukit barisan dengan ketinggian 400-2.600 meter di atas permukaan laut di
tutupi oleh hutan hujan tropis. Ditengah-tengah wilayah itu terdapat danau laut tawar dengan
kedalaman 200 meter dan luasnya 17,5 X 4,5 Km2.
Kabupaten aceh tengah di diami oleh mayoritas suku bangsa gayo. Suku bangsa gayo
terdiri dari 3 kelompok etnis yaitu gayo laut mendiami 9 kecamatan (kecamatan Kota
Takengon, Bebesen, Bukit, Timang Gajah, Bandar, Silih Nara, Pegasing, Bintang Dan
Kecamatan linge). Gayo lues mendiami 4 kecamatan di wilayah aceh tenggara, yaitu
kecamatan balng kejeren, kuta panjang, terangon dan kecamatan rikit. Kelompok ini biasa
disebut gayo belang. Ketiga adalah gayo serbajadi, mereka mendiami suatu daerah kabupaten
aceh timur yaitu kecamatan serbajadi. Kelompok ini biasa disebut dengan gayo seumamah.
Di kecamatan Serbajadi juga masih ada kelompok kecil lainnya,yaiut gayo kalul
Orang Gayo mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa gayo dan setiap kelompok
memakai bahsa gayo dengan dialek berbeda menurut kelompok masing-masing.
2. ADAT DI GAYO
Adat gayo memiliki 2 (dua), yakni (1) nilai sakral (2) nilai ritual. Nilai yang paling
pokok dan tidak bisa ditinggalkan adalah nila-nilai sakral yang ada didalam adat tersebut.
Sedangkan praktik nilai ritual tidak mengikat. Sebagai tolak ukur nila-nilaisakral dalam adat
Gayo,yakni sesuai dengan konsep agama (ISLAM),karna “edet orom hukum lagu zet orom
sipet” maksudnya adalah ‘adat dan agama bagaikan keterkaitan zat dengan sifat’. Jadi,
didalam zat pasti ada sifat, dan didalam sifat pasti ada zat.Kedua unsur ini tidak dapat saling
5
terpisahkan.artinya apa yang disarankanatau dianjurkan oleh adat untuk dilaksanakan,hal
tersebut sesuai dengan konsep agama (ISLAM), intinya tidak saling bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan, sosial dan adat dan konsep agama (ISLAM). Nilai-nilai adat gayo
merupakan abstraksi dari kefitrahan manusianya yang mengkristal menjadi suatu nilai dan
norma dan diwujudkan kedalam aturan,petunjuk,harapan,sanksi,dan solusi dari sesuatu
permasalahan yang di aktualisasikan kedalam kehidupan sehari-hari,.
Adat yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat Gayo diikat oleh keterpaduan
adat dan syariat islam dalam mendukung ajaran agama islam. Kedua konsep ini tidak dapat
dipisahkan, seperti yang terungkap dalam PM “edet orom agama lagu zet orom sifet” dan
“edet ken peger ni agama” yang artinya adat dengan agama seperti zat dengan sifat dan adat
untuk pagarnya agama. Berdasarkan 45 pasal adat Nenggeri Linge. Kerajaan linge sebagai
berikut yang ditetapkan dalam musyawarah merah (Reje/raja),ulama,pemimpin adat,dan
cerdik pandai.
Adapun peraturan yang berdasarkan sumang masuk dalam pasal ke 5 dari 45 pasal neggeri
gayo,sebagai beriku:
PASAL 5
1. Sumang perceraken
2. Sumang kenunulen
3. Sumang peralanen/pelangkahen
4. Sumang penengonen
PASAL 5
1. Sumang berbicara
2. Sumang duduk
3. Sumang perjalanan
4. Sumang penglihatan
Realisasi nilai-nilai dan norma adat dalam pasal neggeri gayo tersebut
teraktualisasikan dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota masyarakatnya yang
menghasilkan nilai-nilai: (a) penghargaan, (b) pujian (c) permohonan ma’af dan mema’afkan,
(d) harapan, dan (e) do’a kepada mitra tutur atau teman berbicara mereka.
Masyarakat gayo, adalah sebuah etnis yang mewarisi nilai-nilai adat dan budaya yang
luhur dari nenek moyangnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya literatur-literatur tentang
hukum adat gayo yang masih berlaku di dalam struktur sosial masyarakat Gayo. Ada
berbagai banyak aturan-aturan adat yang baik dan masih dipatuhi seperti penyebutan-
penyebutan anggota di dalam keluarga. Contohnya; kalau laki-laki yang baru menikah
6
disebut aman mayak, yang wanitanya disebut inen mayak. Penyebutan kail, pon, pon ucak,
pon kul, dan lain-lain masih berlaku sampai hari ini.
Dawa opat (empat hal yang di tentang adat), terdiri dari angkara, masuk kara, kahar
dan kaharullah:
Angkara ialah perbuatan yang sudah jauh menyimpang dan melampau batas dari nilai
dan norma adat. Seperti seseorang atau sekelompok orang menganiaya orang atau pihak lain
tanpa sebab dan tanpa melalui proses hukum terlebih dahulu.
Masuk kara ialah memasuki wilayah hak pihak atau orang lain tanpa izin atau
pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berhak atau yang berwenang. Sehingga merusak
nahma (harga diri) dan hak asasi serta merugikan harta benda warganya.
Kahar ialah bertindak secara berencana untuk melakukan kekerasan tanpa bukti
kesalahan yang jelas (i amat gere mu tubuh, i pangan gere mu rasa = dipegang tanpa benda,
dimakan tanpa rasa).
1.bele opat
Bele opat yaitu empat bala (sanksi adat) yaitu: rujok,ma-as,diet dan bela:
Rujok berasal dari bahasa arab “ruju” artinya kembali kepada kebenaran. Rujok
menurut adat adalah ialah terjadi peristiwa pidana atau perdata di antara dua pihak. Satu
pihak diantaranya merasa bersalah sebelum dituntut dipengadilan adat. Karena itu dia
menyerahkan diri dan meminta penyelesaian masalah yang mereka hadapi kepada pihak
lawannya bagaimana sebaiknya.
Jadi penyelesaian masalah melalui sistem rujok ini, diserahkan oleh pihak yang
merasa bersalah kepada pihak lainnya, bagaimana sebaiknya menyelesaikan masalah itu.
Ma-as berasal dari kata ma’af adalah masalah yang terjadi di antara dua pihak atau
lebih dan masing-masing pihak merasa bersalah. Melalui wakil masing-masing, mereka
menyelenggarakan perdamaian. Biasanya diselenggarakan kenduri (makan bersama). Dimana
7
mereka menyatakan ikrar membuhul persaudaraan seperti seayah kandung. Pada umumnya
penyelesaian masalah melalui cara ini, menghasilkan kesetiaan yang kadang-kadang
melebihi kesetiaan di antara orang bersaudara kandung.
Diet berasal dari bahasa arab diyyatun artinya denda yang dibebankan kepada
seseorang atau beberapa orang yang terbukti bersalah menganiaya orang lain. Orang yang
menganiaya diwajibkan membayar diet kepada korban ataub keluarga korban sesuai dengan
ketentuan adat, yaitu bila luka atuapun sakit di bawah pingang didenda beberapa ekor ayam,
dari pinggang sampai ke leher dengan se ekor kambing dan leher ke kepala dengan se ekor
kerbau atau lembu.
Dua orang berkelahi, di luar ketentuan adat kecuali dalam perang dan salah seorang
terluka, maka berlaku ketentuan adat: ‘rusak bersalin peniri’ artinya pelaku yang telah
melukai lawannya, harus membayar berupa uang atau barang dalam jumlah tertentu kepada
yang terluka sebagai ganti dari satu stel pakaian lengakp di tambah seekor ayam atau
kambing atau kerbau menurut tempat di bagian tubuh mana yang terluka. Ayam kambing
atau kerbau itu di potong bersama untuk dimakan bersama dalam ranka perdamainan. Darah
orang yang terluka itu diganti dengan darah binatang tersebut, dengan cara mengolesi dan
membasahi sekujur tubuh yang terluka dengan menggunakan akar dan daun kayu celala,
batang teguh dan bebesi. Upacara ini disebut upacara “pedamen” (perdamaian) atau upacara
menyalin (mengganti pakaina dan darah) penderita.
6. SUMANG (SUMBANG)
Sumang (sumbang) adalah perbuatan atau tingkah laku yang melangggar nilai dan
norma agama islam dan adat gayo, sumang terdiri atas: sumang kenunulen (sumang ketika
duduk), sumang perceraken (sumang berbicara), sumang pelangkahen (sumang dalam
perjalanan),dan sumang penegonen (sumang cara melihat).ke-empat bagian sumang
dimaksud menyangkut tingkah laku orang yang tutur nya lebih rendah terhadap orang yang
tuturnya lebih tinggi seperti perlakuan anak terhadap orang tua dan tingkah laku ketika
berhubungan antara laki-laki dan perempuan.
Sumang kekunulen (sumbang ketika duduk) yaitu orang yang bertingkah laku tidak
senonoh ketika duduk,seperti orang dewasa berlainan jenis kelamin dan bukan mukhrimnya
duduk berdua atau bertamu tanpa dudampingi mukhrimnya, orang berlainan jenis kelamin
dan bukan mukhrimnya duduk di tempat yang sepi dan perbuatan yang condong
mengakibatkan terjadinya maksiat.
Sumang perceraken (sumang cara dan isi pembicaraan) yaitu cara atau tempat atau isi
pembucaraan yang nakal dan porno, seperti orang dewasa mengatakan sesuatu yang tidak
wajar kepada orang tua / mertuanya atau kepada orang yang lebih tinggi tututrnya.
8
Sumang penengonen (sumbang penglihatan) yaitu cara atau sasaran melihat yang
tidak baik atau tidak pada tempatnya, seperti orang dewasa yang melihat dengan cara marah
(mujoreng) kepada orang tuanya atau orang yang lebih tinggi tuturnya, melihat aurat laki-laki
atau perempuan,
Sangksi yang di berikan kepada pelaku sumang yang di berikan oleh reje atau petue yaitu
1.menegur secara lisan atau tukisan pelaku sumang atau pemilik tempat melakukan sumang.
3.apabila tidak di respon oleh pelaku atau pemilik tempat sumang. Maka akan di berikan
teguran tertulis kepadanya dengan menentukan jangka waktu terakhir menentukan perbuatan.
4.bila teguran tertulis diabaikan, maka yang bersangkutan di panggil pada susapat adat yang
di hadiri oleh sarak opat dan di proses dengan cara sebagai berikut:
a. reje atau petue akan menyatakan bahwa yang bersangkutan telah melakukan
perbuatan sumang,dengan menunjukan jenis perbuatan, tempat dan waktunya.
c. bila pengakuan dan perjanjian itu tidak di tepati maka akan di berikan hukuman
“gere igenapi” atau “benci resam” atau di kucilkan dari masyarakan dalam jagka waktu yang
ditentukan oleh sarak opat.
d. yang terakhir dapat dijatuhi hukuman “parak” atau tidak diakui lagi sebagai
warga/penduduk kampung itu.
“NIK” (Kawin Lari) jika anak gadis kawin lari, maka untuk rujuk kepada orang
tua,disyaratkan memotong kambing atau sekurang-kurangnya memotong ayam jantan merah.
Ayam ini di panggang,isi perutnya dikosongkan,diletakkan dia atas piring besar dan
diserahkan langsung kepada orang tua di iringi dengan “SEMAH SUNGKEM”(minta maaf)
dan bersamaan dengannya bergemalah “SEBUKU” (Meratap) dengan gubahan lirik-lirik
spontanitas yang mampu menguras air mata kedua belah pihak. Bahkan berakhir dengan
pingsan.
9
BAB III PENUTUPAN
1.Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
11