1
Peristiwa kekerasan di lembaga pendidikan tersebut seharusnya
tidak terjadi karena sekolah berkewajiban melindungi dan mengayomi
siswa serta menjamin adanya iklim sekolah yang ramah anak dan jauh
dari budaya kekerasan. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana
yang terdapat dalam Pasal 54 bahwa anak di dalam dan di lingkungan
sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang
bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”.
2
Pertama, akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan
hukuman, terutama fisik, misalnya, siswa bolos sekolah dan pergi jalan-
jalan ke tempat hiburan. Pertama, sistem dan kebijakan sekolah yang
kurang baik, seperti kurikulum pendidikan yang cukup padat dan sarat
beban. Ketiga, situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif.
Keempat, dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media
massa yang dewasa ini terlihat vulgar dalam menampilkan aksi-aksi
kekerasan. Kelima, kekerasan dipengaruhi oleh latar belakang sosial-
religius dan sosial ekonomi pelaku.
Kekerasan yang terjadi pada diri siswa memberi efek negatif
terhadap perkembangan mental dan sikap mereka, seperti: hilangnya
kepercayaan peserta didik kepada pendidik (guru), karena guru yang
melakukan tindakan kekekerasan kepada siswa tentu akan menimbulkan
rasa dendam dari mereka. Dampak negatif lainnya adalah menumbuhkan
sifat anarkis dari siswa, kecendrungan untuk memberontak dan tidak
ikhlas patuh kepada orang yang telah menyakitinya, dikarenakan
guru sendiri tidak bisa memberikan contoh yang baik kepada mereka.
Selanjutnya adalah menumbuhkan sikap trauma kepada siswa sehingga
menghambat perkembangan mental mereka.
3
َّ َ َ َ َ َ َْ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُْ َ ُ ْ َ َ ْ َ
استغ ِف ْر ل ُه ْم َوش ِاو ْر ُه ْم ِفي ال ْم ِر ۖ ف ِإذا َع َز ْمت فت َوك ْل حو ِلك ۖ فاعف عنهم و
َ ّ َُْ َ َّ َّ َ
َعلى الل ِه ۚ ِإ َّن الله ُي ِح ُّب الت َو ِك ِلين
Terjemahnya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah, engkau
(Nabi Muhammad SAW) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Jika
seandainya engkau berlaku keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan
mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang yang bertawakkkal kepadanya” (QS. Ali Imran: 159).
4
Sementara ungkapan yang hampir sama juga dijelaskan dalam
hadits Nabi, di antaranya:
5
guru adalah orang dewasa yang secara sadar dan bertanggung
jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.
Sosok guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki
tugas dan tanggung jawab dalam membentuk karakter atau perilaku
generasi penerus bangsa. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru
bisa melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan serta berusaha
untuk tidak melakukan tindakan kekerasan, diskriminasi, dan bullying,
supaya anak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki tanpa adanya
tekanan.
Sekolah dituntut untuk mampu menghadirkan dirinya sebagai
sebuah lembaga, tidak sekedar tempat yang menyenangkan bagi anak
untuk belajar, sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif agar
anak merasa nyaman dan dapat mengembangkan potensinya. Untuk
itu, sekarang di sekolah-sekolah diterapkan sekolah ramah anak agar
siswa dalam belajar bisa berasa nyaman, aman, menyenangkan dan
jauh dari tekanan maupun diskriminasi baik yang dilakukan oleh guru,
teman sebaya, maupun oleh orang yang berada di sekitarnya.
Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sekolah yang terbuka
melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan
sosial, serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak.
Lingkungan sekolahnya yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan
nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak
perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan
pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus. Pendidikan
ramah anak adalah suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang
mengutamakan nilai humanistik yang disebut juga mendidik anak
dengan pendekatan kasih sayang. Anak tidak lagi dijadikan obyek
pembelajaran namun sebagai subyek pembelajaran, di mana orangtua
dan guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing bagi mereka.
6
dan pengabdian yang tinggi. Prototipe guru tersebut sejalan dengan
pemikiran Imam al-Ghazali yang mengatakan bahwa guru (pendidik)
harus memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas tertentu, yaitu:
a. Pendidik memiliki rasa sayang, karena sifat ini akan timbul
rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri peserta didik.
b. Pendidik tidak menggunakan kekerasan, mencemooh dalam
membina mental dan perilaku peserta didiknya, tapi dengan
cara yang penuh simpatik dan kasih sayang.
c. Pendidik sebagai teladan, maka, kebaikan hati dan toleran
haruslah dimilikinya.
d. Pendidik mempelajari dan mengetahui sisi kejiwaan
peserta didik, sehingga ia tahu bagaimana seharusnya ia
memperlakukannya sehingga ia terjauh rasa raguragu dan
gelisah (Maragustam, dalam Muhammad Insan Jauhari, 2016).
Untuk mewujudkan pendidikan yang ramah anak, orangtua dan
guru harus mengubah paradigma berpikirnya, bahwa pendidikan itu
harus berpusat pada (kepentingan) anak. Artinya, proses pendidikan
dan pembelajaran harus membuat anak nyaman dan bahagia. Karena
sesungguhnya pendidikan anak bukan untuk mengakomodasi ambisi
orangtua, bukan juga untuk menaikkan prestise sekolah atau lembaga
pendidikan tempat anak “dititipkan”. Orangtua mereka kemudian
menyerahkan “tongkat estafet” kepada para guru agar menemani anak-
anak itu bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.
7
c. Guru memiliki minat untuk memberikan layanan pendidikan
yang terbaik dengan tidak membeda-bedakan status sosial
anak didiknya.
d. Membiasakan anak bertoleransi dengan teman-temannya
dengan menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang
lebih muda.
e. Menghindari hukuman yang tidak rasional dan menggantinya
dengan hukuman yang edukatif.
f. Menerapkan strategi pembelajaran berbasis PAIKEM
(pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Berdasarkan langkah-langkah perbaikan di sekolah dengan
kepemimpinan yang baik dan metode belajar yang benar diyakini dapat
memangkas ruang-ruang kekerasan yang terjadi di sekolah. Pentingnya
juga orangtua dan masyarakat terlibat aktif untuk melakukan komunikasi
dengan sekolah agar adanya kepedulian semua pihak untuk mengawasi
kondisi pembelajaran di lingkungan sekolah. Tanpa keterlibatan
orangtua dan masyarakat ini akan sulit untuk diwujudkan. Yang kita
hadapi sekarang lebih sering baru terkejut ketika ada kasus kekerasan
yang mencuat kepermukaan. Kita belum sepenuhnya peduli terhadap
kondisi pendidikan di sekolah. Semoga ke depan semua komponen
yang saling terkait dapat berperan untuk menghapus kekerasan dalam
lingkungan sekolah.
Demikianlah ceramah singkat yang dapat disampaikan, semoga
kita berharap agar sekolah menjadi tempat pendidikan yang ramah
ramah kepada anak. Bukan menjadi tempat yang menakutkan anak
sehingga berakibat pada kualitas pendidikan. Ciptakanlah suasana
belajar yang nyaman dan damai bagi anak, karena mereka pada usianya
itu memerlukan kasih sayang dan pendidikan yang berkarakter dalam
rangka menyongsong tantangan yang mereka hadapi pada zaman ini.