Anda di halaman 1dari 5

Efektifitas Manajemen Aset Tetap

2.1.2.1 Efektivitas
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar,
sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Adapun pengertian efektivitas
menurut Hadayaningrat dalam buku Azas-azas Organisasi Manajemen adalah sebagai
berikut; “ Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya” (Handayaningrat, 1995:16). Menurut
Handayaningrat efektifitas merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah
tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Mahmudi (2010:143) menyatakan bahwa efektivitas merupakan hubungan
antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan. Semakin besar
output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang ditentukan, maka
semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi.
2.1.2.2 Manajemen
Pengertian Manajemen (Hasibuan, 2000:1) adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maanajemen merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, manajemen yang baik akan memudahkan
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) manajemen adalah
"penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran" atau pimpinan yang
bertanggungjawab atas jalannya perusahaan dan organisasi. Griffin (2004:8)
menyatakan manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan
pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan,dan pengendalian) yang
diarahkan pada sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) untuk
mencapai tujuan organisasi dengan cara efektif dan efisien.
Sabardi (2001:4 dalam juliadi, 2017) menyebutkan beberapa pengertian
manajemen menurut para ahli. Yaitu menurut Luther Gulick, seorang pendidik dan
pengarang buku manajemen, mendefinisikan manajemen sebagai bidang pengetahuan,
yang mencari secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana orang-
orang bekerja sama unntuk mencapai tujuan dan menjadikan kerjasama itu berguna
untuk kemanusiaan. Menurut Nelson dan Lie, Manajemen dinyatakan sebagai ilmu dan
seni, dikatakan sebagai ilmu karena manajemen merupakan kumpulan pengetahuan
yang sistematis dan telah diterima sebagai kebenaran-kebenaran yang universal. Dan
dikatakan sebagai seni karena keberhasilan pimpinan dalam usahanya mencapai
tujuan dengan bantuan bawahan, yang dapat menarik perhatian dan mempengaruhi
orang lain sehingga mereka dengan senang hati mau mengikuti perintah pimpinan.
Menurut Stoner, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengawasan upaya anggota organisasi dan menggunakan semua
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara singkat,
menurut Williams (2001:6), manajemen adalah menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain.
2.1.2.3 Aset
Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004:178) adalah barang
(thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic
value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki
oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan).
Asset (Aset) adalah barang, yang dalam pengertian hukum disebut benda,
yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak, baik yang berwujud
(tangible) maupun yang tidak berwujud (Intangible), yang tercakup dalam
aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha atau
individu perorangan (Hadinata, 2017: 4).
Berdasarkan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang
dimaksud dengan Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian mengenai
BMN berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D,
adalah sebagai berikut :
1. Barang Milik Negara meliputi:
a. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN;
b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
2. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis.
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian /kontrak.
c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau
d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah, bahwa aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai
dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk
sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat
umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar . Suatu aset diklasifikasikan
sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki
untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan sebagai aset
nonlancar. Aset tetap merupakan bagian dari aset nonlancar yang meliputi tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap
lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan.
2.1.2.4 Manajemen Aset Tetap
Menurut Lukman dan Akbar (2010 dalam Juliadi : 2017) konsep manajemen
aset pertama kali dicetuskan oleh industri privat. Penerapan konsep manajemen aset
telah terbukti memberikan hasil positif dan menghasilkan keuntungan yang signifikan
bagi perusahaan sektor privat. Kesuksesan sektor privat ini mulai dilirik oleh aparatur
pemerintah dan perusahaan-perusahaan publik. Oleh karena itu, konsep manajemen
aset mulai dikenali sebagai suatu cara yang dapat diterapkan oleh pemerintah dalam
mengelola aset-aset yang dimiliki.
Manajemen aset sangat penting karena akan mendukung pelaksanaan tugas
dan fungsi instansi pemerintah. Alasan pentingnya manajemen aset meliputi kebutuhan
untuk menegaskan posisi hukum setiap aset terutama tanah dan bangunan yang
seringkali menjadi objek sengketa antar lebih dari satu instansi, kebutuhan perawatan
aset, penegasan pihak yang bertanggung jawab mengelola aset ini (Azhar, 2017).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa Manajemen Barang Milik
Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan,
penatausahaan dan pembinaan, serta pengawasan dan pengendalian.
Menurut Surminah (2008 dalam Juliadi; 2017) menyatakan bahwa efektivitas
manajemen aset adalah suatu sistem penatalaksanaan atau suatu unit fungsional yang
berfungsi/bertugas untuk mengoperasikan seperangkat sumber daya (sumber daya
manusia, uang, mesin, barang, waktu) dan seperangkat instrument (metoda,
standar/kriteria) agar dapat mencapai sasaran/tujuan dengan tepat. Kebutuhan akan
manajemen aset menjadi penting yang berhubungan dengan ketersediaan, efisiensi,
mutu, kesinambungan perusahaan dan pemenuhan keselamatan lingkungan) aset fisik
yang dimiliki perusahaan.
Efektivitas manajemen asset tetap adalah suatu Ilmu dan seni untuk memandu
pengelolaan kekayaan yang mencakup proses merencanakan kebutuhan aset tetap,
mendapatkan, meninventarisasi, melakukan legal audit, menilai, mengoperasikan,
memelihara, membaharukan atau menghapuskan hingga mengalihkan aset tetap
secara efektif dan efisien (Sugiama, 2013: 15).
Secara umum, manajemen aset baik di perusahaan maupun negara meliputi
aktivitas inti sebagai berikut : (i) perencanaan (planning), (ii) perolehan (acquisition), (iii)
pemanfaatan (utilization), dan (iv) penghapusan (disposal)( Hadinata, 2017: 5). Menurut
Siregar (2018: 518-519) tahapan manajemen aset daerah meliputi: Inventarisasi Aset,
Legal Audit, Penilaian Aset, Optimalisasi Aset, serta Pengawasan dan Pengendalian
aset. Penjelasan tahapan manajemen aset tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Inventarisasi aset, yang terdiri atas dua aspek; berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 bahwa inventarisasi adalah
kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil
pendataan barang milik daerah. Inventarisasi aset berupa inventarisasi fisik
dan yuridis/legal. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan,
kodifikasi/labeling, pengelompokan dan pembukuan/administrasi sesuai
dengan tujuan manajemen aset.
2. Legal audit, merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan
atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan
legal, dan strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal yang
terkait dengan penguasaan atau pengalihan aset.
3. Penilaian aset, merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas
aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh konsultan penilaian yang
independen.
4. Optimalisasi aset, merupakan satu proses kerja dalam manajemen aset
yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam
tahapan ini, aset-aset yang dimiliki pemerintah daerah diidentifikasi dan
dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi.
5. Pengawasan dan pengendalian aset. Pengawasan dan pengendalian, dalam
pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi
pada pemda saat ini. Suatu sarana yang efektif dalam meningkatkan kinerja aspek ini
adalah melalui sistem informasi manajemen aset. Melalui sistem ini maka transparansi
kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin dan dapat diawasi dengan jelas, karena
keempat aspek di atas diakomodir dalam suatu sistem yang termonitor dengan jelas
seperti sistem arus keuangan yang terjadi di perbankan. sehingga penanganan dan
pertanggungjawaban dari tingkat pelaksana hingga pimpinan mempunyai otorisasi
yang jelas. Hal ini diharapkan akan meminimalisasi adanya praktik KKN

Anda mungkin juga menyukai