Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEDUDUKAN SEMANTIK DALAM ILMU LINGUISTIK DAN SEMIOTIK SERTA


HUBUNGAN SEMANTIK DALAM DISIPLIN ILMU LAIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Semantik Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu :

Yoga Yolanda, S.Pd., M.Pd.

Kelompok 2 :

Friestaliza Ayunda Wahyudi 210210402048

M. Fuad Efendy 210210402050

Devinta Triyuniati 210210402054

Sevia Dwi Wijayanti 210210402057

Diana Nadhifah 210210402058

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok mata kuliah
Semantik Bahasa Indonesia yang berjudul “Kedudukan Semantik dalam Ilmu Linguistik dan
Semiotik serta Hubungan Semantik dalam Disiplin Ilmu Lain” dengan tepat waktu. Selain
sebagai tugas kelompok, makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada para pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Yoga Yolanda, S.Pd., M.Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah Semantik Bahasa Indonesia yang telah membimbing dan memberikan
tugas kelompok ini sehingga dapat menambah wawasan kami dan pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu dalam menyusun
makalah berupa rujukan sumber referensi. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami menerima kritikan dan saran untuk
membangun pembuatan makalah selanjutnya ke arah yang lebih baik. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jember, 13 Maret 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 4

2.1 Kedudukan Semantik dalam Linguistik ........................................................................ 5

2.2 Kedudukan Semantik dalam Semiotik .......................................................................... 7

2.3 Kedudukan Semantik dalam Disiplin Ilmu Lain ........................................................... 8

1. Hubungan semantik dengan pragmatik .................................................................... 9

2. Hubungan semantik dengan filsafat ....................................................................... 10

3. Hubungan semantik dengan sastra ......................................................................... 10

4. Hubungan Semantik dengan Antropologi .............................................................. 11

5. Hubungan Semantik dengan Religi ....................................................................... 11

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata semantik berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti tanda atau lambang (sign).
Semantik pertama kali digunakan pada tahun 1883 oleh ahli filologi Perancis bernama Michel
Breal. Semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk ilmu linguistik
yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang dimaknainya. Oleh
karena itu, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna. Semantik merupakan salah
satu dari tiga tataran analisis bahasa yaitu fonologi, gramatika, dan semantik.

Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari makna atau arti. Sebagai bagian dari
linguistik, semantik memiliki kedudukan yang sama dengan ilmu linguistik lainnya seperti
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Semantik juga memegang peran penting dalam
komunikasi karena bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi memiliki tujuan adalah
menyampaikan makna. Misalnya, seseorang menyampaikan ide dan pemikirannya kepada
orang lain sehingga seseorang tersebut dapat memahami apa yang dikatakan. Hal ini
dikarenakan orang tersebut dapat menyerapdengan baik makna yang disampaikan.

Semantik digunakan sebagai istilah yang digunakan untuk ilmu linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang maknainya, dengan
kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna dalam bahasa. Semantik juga
salah satu ilmu linguistik yang erat hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti
sosiologi atau antropologi, filsafat, sastra, pragmatik, dan religi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kedudukan semantik dalam ilmu linguistik?
2. Bagaimana kedudukan semantik dalam semiotik?
3. Bagaimana kedudukan semantik dalam ilmu lain?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kedudukan semantik dalam ilmu linguistik.
2. Untuk mengetahui kedudukan semantik dalam semiotik.
3. Untuk mengetahui kedudukan semantik dalam ilmu lain.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Semantik dalam Linguistik


Linguistik memiliki cabang-cabang kajian yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan
tataran wacana. Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang
makna. Dari batasan tersebut, terlihat jelas bahwa semantik merupakan cabang linguistik
yang memiliki kedudukan setara dengan fonologi, morfologi, sintaksis, serta pragmatik.
Posisi semantik dalam ilmu linguistik berada pada tataran ke empat dari bawah, yakni
sesudah fonologi, morfologi, dan sintaksis. Atau posisi kedua dari atas yakni sebelum
pragmatik.

Bagan diatas merupakan bagan yang menunjukkan kedudukan serta objek kajian
semantik. Dari bagan tersebut, terlihat bahwa tidak semua tataran linguistik memiliki masalah
semantik. Pada tataran fonetik dan fonologi terlihat tidak ada permasalahan semantik,
kemudian pada tataran morfologi baru terlihat adanya kajian mengenai makna serta berkaitan
dengan semantik.

5
Tataran fonetik yang memiliki satuan fon (bunyi bahasa) mempelajari bunyi tanpa
memerhatikan fungsi sebagai pembeda arti. Fon tidak memiliki makna. Dengan demikian,
pada tataran fonetik ini tidak ada kajian mengenai semantik. Pada tataran fonologi atau
fonemik (satuannya fonem) pun tidak ada kajian mengenai semantik. Fonem didefinisikan
sebagai satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan makna kata, namun
meskipun demikian, fonem sendiri tidak memiliki makna.

Masalah semantik baru terlihat pada tataran morfologi sebab Morfem sebagai satuan
terkecil morfologi didefinisikan sebagai satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna.
Lingkup morfologi akan selalu berkenaan dengan proses pembentukan makna baik berupa
afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Proses pembentukan kata akan selalu melahirkan
makna baru yang disebut juga sebagai makna gramatikal.

Tataran sintaksis merupakan studi yang mengkaji tentang hubungan antara kata
dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar. Satuan dalam sintaksis yakni kata,
frasa, kalusa, dan kalimat tentu memiliki makna. Dalam proses pembentukan satuan yang
lebih besar tersebut juga lahir makna-makna baru dimana makna tersebut juga disebut makna
gramatikal. Morfologi dan sintaksis merupakan tataran bahasa yang berada dalam lingkup
gramatika.

Dalam studi sintaksis, terdapat sub tataran yang dikenal dengan fungsi sintaksis,
kategori sintaksis, dan peran sisntaksis. Fungsi sintaksis adalah struktur yang berkenaan
dengan Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan (SPOK). Sebenarnya, Fungsi-fungsi
sintaksis ini tidak memiliki makna karena Fungsi-fungsi tersebut hanyalah kotak-kotak
kosong yang Akan diisikan kategori-kategori tertentu, seperti ajektiva, verba, nomina,
maupun adverbia. Barulah pada kategori-kategori ini masing-masing memiliki makna, begitu
pula dengan kedudukannya sebagai satuan yang membentuk kalimat juga memiliki makna.
Dengan demikian, sintaksis juga merupakan objek kajian dari semantik.

Wacana merupakan tataran sekaligus satuan kebahasaan terbesar. Wacana


didefinisikan sebagai satuan bahasa terlengkap yang tersusun atas kalimat-kalimat. Wacana
tidak hanya ditentukan oleh satuan-satuan kebahasaannya namun juga ditentukan oleh
konteks baik konteks budaya maupun konteks sosial yang menyertainya. Misalnya ketika
seorang guru hendak mengajar di kelas kemudian ia melihat kelasnya begitu kotor maka ia
berujar “wah bersih sekali kelasnya ya anak-anak,” makna dari wacana tersebut ialah guru
ingin menyampaikan bahwa para siswa harus membersihkan kelas. Dalam konteks ini, para

6
siswa harus menjawab “mohon maaf Bu, kami akan membersihkan kelas terlebih dahulu.”
Bukan jawaban “Wah iya, Bu. Kelas kami sangat kotor.” Dari semua uraian tersebut dapat
kita ambil kesimpulan bahwa ruang lingkup kajian semantik meliputi semua tataran linguistik
kecuali tataran fonetik dan fonemik.

2.2 Kedudukan Semantik dalam Semiotik


Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti bahasa, kode, sinyal dan
lain lain. Asal kata semiotika adalah Semeion (Bahasa Yunani) yang berarti tanda. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari bahasa. Bahasa adalah alat komunikasi
yang digunakan masyarakat berupa lambang bunyi yang berasal dari alat ucap manusia. Yang
mana, bunyi tersebut tentu memiliki makna.

Tokoh semiotika:

1. Ferdinand de Saussure
Ia dikenal sebagai bapak semiotika. Saussure menyatakan bahwa semiotika merupakan
kajian yang membahas tentang tanda dalam kehidupan sosial dan hukum yang
mengaturnya. Menurut Saussure bahasa merupakan sistem tanda. Tanda adalah integritas
dari suatu bentuk petanda dan penanda. Significant (petanda) dan signifie (penanda)
Petanda adalah hal-hal yang dapat diterima oleh pikiran manusia, sedangkan penanda
adalah makna yang dipikirkan oleh manusia setelah menerima sebuah tanda. Contohnya
“kursi”. Dalam petanda, kursi adalah komponen dari kata kursi, yakni k-u-r-s-i.
sedangkan penanda dari kursi adalah apa yg dipikirkan manusia tentang definisinya,
yakni tempat duduk.
2. Charles Sanders Peirce
Peirce menyatakan bahwa dalam semiotika akan selalu berkaitan dengan logika,
terutama logika manusia untul menalar adanya tanda-tanda yang muncul di sekitarnya.
Peirce membagi tanda menjadi 3: ikon, indeks dan simbol.
a. Ikon: tanda yang mengandung kemiripan rupa dengan objeknya. Contohnya kata
door (suara tembakan di indonesia), kata beng (suara tembakan di inggris).
b. Indeks: di dalam indeks, hubungan tanda dan objeknya bersifat konkrit, dan
biasanya bersifat sebab-akibat. Contoh: jejak tapak kaki merupakan indeks dari
seseorang yang lewat disana.
c. Simbol: tanda yang bersifat konvensional (kesepakatan sosial). Contoh: di pulau
Nias, syarat menjadi laki-laki dewasa harus berhasil lompat batu. Artinya, jika

7
seorang laki-laki belum berhasil lompaat batu, maka belum dianggap lakai-laki
dewasa. Hal itu adalah kesepakatan sosial.
3. Roland Barthes
Barthes menyatakan bahwa semiotika adalah ilmu yang digunakan untuk memaknai
suatu tanda, yang mana bahasa juga merupakan susunan atas tanda-tanda yang memiliki
pesan tertentu dari masyarakat. Barthes membagi model analisis tanda signifikansi
menjadi 2, kemudian membaginya lagi menjadi denotasi dan konotasi.
a. Denotasi: makna asli yang dipahami oleh kebanyakan orang.
b. Konotasi: makna lain atau suatu makna yang berkaitan dengan kata.
Contohnya “menabrak kucing”. Makna denotasinya adalah menabrak kucing itu
adalah sebuah kecelakaan biasa. Sedangkan makna konotasinya adalah ketika ada
seseorang yang menabrak kucing maka itu menandakan kesialan. Orang yang
menabrak kucing akan mengalami musibah yang berturut-turut.

Perbedaan ketiga pendapat para ahli dalam pendekatan semiotika adalah Saussure lebih
mengarah ke linguistik, Peirce lebih ke semiotika, logika dan filsafat, dan Barthes lebih ke
mitos dan budaya.

Semiotik memiliki tujuan yakni agar mengetahui makna yang terdapat dalam sebuah
tanda atau menafsirkan dari tanda tersebut. Dengan mengetahui makna tang terkandung
dalam tanda, kita akan mngetahui pesan atau informasi yang terkandung, terutama dalam
kegiatan komunikasi. Interpretasi pada tanda akan beragam sesuai konsep kultural, ideologis
dan latar belakang orang yang memakainya. Perbedaan “makna” dalam semantik dan
semiotik adalah “makna” dalam semantik berdasarkan dari lambang bahasa berupa bunyi
bahasa, sedangkan “makna” dalam semiotik berdasarkan tanda yang telah ada dalam
kehidupan sosial masyarakat.

2.3 Kedudukan Semantik dalam Disiplin Ilmu Lain


Lehrer (1974:1) mengatakan bahwa semantik merupakan kajian ilmu yang luas karena
melibatkan atau menyinggung aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan
dengan kajian ilmu lainnya. Menurut beliau, semantik dapat dihubungkan dengan bidang
ilmu lain seperti filsafat, pragmatik, sastra, religi, dan antroplogi

Berikut penjelasan mengenai hubungan semantik dengan disiplin ilmu lain menurut Lehrer
(1974:1) :

8
1. Hubungan semantik dengan pragmatik
Menurut (Levinso, 1983) mengatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu linguistik
yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Dalam hal ini berarti pragmatik memiliki
makna yaitu menganalisis bahasa berdasarkan konteks. Hubungan semantik dan
pragmatik dijelaskan dalam pernyataan dari Leech. Hubungan diantara kedua ilmu
tersebut menurut Leech adalah situasi ujarnya. Keterkaitan pragmatik dan semantik
disebut juga dengan semantisisme (pragmatik sebagai bagian dari semantik), lalu
pragmatisisme (semantik sebagai bagian dari pragmatik). Pragmatik dan semantik saling
melengkapi karena pada dasarnya kedua ilmu tersebut sama-sama mengkaji makna
bahasa dalam linguistik. Jadi dapat disimpulkan bahwa semantik membahas mengenai
makna bahasa, sedangkan pragmatik membahas makna di luar bahasa yang terikat
dengan unsur kebahasaan.
Contoh :
Jika di dalam semantik :
“Tolong jelaskan hubungan semantik dan pragmatik dong” jika dianalisis berdasarkan
semantik berarti /tolong bermakna minta bantuan, /jelaskan bermakna meminta
menerangkan, /hubungan bermakna keterkaitan, /semantik bermakna ilmu yang
mempelajari tentang makna bahasa, /pragmatik bermakna ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana bahasa itu digunakan, /dong bermakna kata yang ada di akhir kalimat dengan
tujuan untuk memperlembut atau mempermanis maksud.

Jika di dalam pragmatik :


“Tolong jelaskan hubungan semantik dan pragmatik dong”

Jika dianalisis berdasarkan pragmatik dapat dikaji berdasarkan lokusi, ilokusi, dan
perlokusi.
 Lokusi merupakan makna yang menginformasikan suatu hal secara jelas tanpa ada
maksud atau makna tertentu. Analisisnya berarti terdapat seseorang yang meminta
bantuan untuk menjelaskan hubungan antara semantik dan pragmatik.
 Ilokusi merupakan makna yang tersembunyi dalam kata, kalimat atau pernyataan
tutur. Analisisnya berarti orang tersebut meminta untuk dijelaskan hubungan antara
semantik dan pragmatik dengan lembut (karena terdapat kosa kata “dong”)

9
 Perlokusi merupakan pemaknaan atau sikap dari seseorang setelah mendengar ujaran
tersebut. Analisisnya tergantung dari seseorang yang telah mendengar ucapan
tersebut, apakah akan dilakukan atau tidak.

2. Hubungan semantik dengan filsafat


Filsafat adalah ilmu yang berkaitan dengan hakikat pengetahuan, realitas, kearifan dan
kebenaran. Hubungan antara semantik dan filsafat sudah tergambar sangat jelas bahwa
kegiatan berfilsafat membutuhkan bahasa sebagai media proses berpikir dan
menyampaikan hasil pikir. Bolinger dan Sears (Aminuddin, 2003 :19) menyatakan
bahwa kita tidak dapat memikirkan seseuatu di luar yang terbahasakan. Dalam hal ini,
pemahaman tentang filsafat tentu bisa dipahami dengan adanya sebuah bahasa. Pada
dasarnya berfilsafat merupakan aktivitas berpikir yang dimana antara pikiran dan bahasa
mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran mempengaruhi bahasa dan bahasa
mempengaruhi pikiran. Tanpa bahasa, manusia tidak akan bisa memahami apa yang
dibaca, apa yang diamati dan apa yang dilihat. Manusia tidak dapat memikirkan suatu hal
dan membentuk sebuah gagasan tanpa ada bahasa. Oleh karena itu, realitas dan segala
hal yang terdapat dalam filsafat hanya bisa terungkap apabila diekspresikan melalui
bahasa.

3. Hubungan semantik dengan sastra


Sastra merupakan ungkapan atau pemikiran manusia terkait dengan pengalaman
manusia itu sendiri yang dituangkan dalam bahasa. Hubungan semantik dengan sastra
sudah tergambar sangat jelas, bahwa dalam membuat sebuah karya tentu pengarang ingin
menyampaikan makna yang terdapat dalam karya tersebut. Makna bahasa tentu berkaitan
dengan semantik. Bahasa dalam sebuah karya sastra sering disebut dengan idiosyncratic
yang berarti kata-kata yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karya sastra
merupakan hasil kreasi ekpresi dari pengarang itu sendiri. Bahasa dalam sastra seperti
bahasa metaforis dan alegoris menjadi bagian yang membuat karya sastra menarik untuk
dibaca dan dimaknai. Untuk itu, seorang pembaca yang ingin memahami sebuah karya
sastra dengan sungguh-sungguh tentu harus memahami ilmu tentang makna bahasa yaitu
semantik.

10
4. Hubungan Semantik dengan Antropologi
Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia, terutama asal-usul,
perbedaan bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan di masa lalu. Semantik dianggap
menarik dari sudut pandang antropologis karena analisis makna bahasa melalui pilihan
kata penutur yang memungkinkan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penutur.
Contohnya pada penggunaan kata ngelih, atau lesu, yang keduanya memiliki arti lapar
dan mencerminkan budaya penuturnya. Masyarakat Yogyakarta menggunakan kata
Ngelih, sedangkan bagi masyarakat Jawa Timur menggunakan kata lesu sebagai sebutan
lapar.

5. Hubungan Semantik dengan Religi


Terdapat banyak kata dalam bahasa yang mempunyai sinonim, terutama dalam bahasa
Arab. Meskipun kata-kata ini memiliki arti yang hampir sama, kata tersebut dapat
berbeda dalam penggunaannya. Dalam kajian semantik mencakup jaringan konseptual
yang dibentuk oleh kata-kata yang berkaitan erat, sebab setiap kata pasti berkaitan
dengan kata lain. Misalnya dalam kitab suci umat Islam Al-Qur'an sering menggunakan
kata-kata yang hampir sama tetapi memiliki pengucapannya sendiri. Oleh karena itu,
bidang semantik adalah jaringan kata kunci khusus yang secara linguistik dimodelkan
menurut sistem konsep kunci, di mana setiap tahap pengembangan mengumpulkan
sejumlah kata kunci di sekitarnya dan membentuk satu atau lebih bidang semantik.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kedudukan semantik dalam ilmu linguistik, semantik merupakan salah satu cabang
linguistik yang mengkaji tentang makna. Dari batasan tersebut, terlihat jelas bahwa semantik
merupakan cabang linguistik yang memiliki kedudukan setara dengan fonologi, morfologi,
sintaksis, serta pragmatik. Ruang lingkup kajian semantik meliputi semua tataran linguistik
kecuali tataran fonetik dan fonemik.

Kedudukan semantik dalam semiotik, semiotik memiliki tujuan yakni agar


mengetahui makna yang terdapat dalam sebuah tanda atau menafsirkan dari tanda tersebut.
Perbedaan “makna” dalam semantik dan semiotik adalah “makna” dalam semantik
berdasarkan dari lambang bahasa berupa bunyi bahasa, sedangkan “makna” dalam semiotik
berdasarkan tanda yang telah ada dalam kehidupan sosial masyarakat.

Kedudukan semantik dalam ilmu lain, menurut Lehrer semantik dapat dihubungkan
dengan bidang ilmu lain seperti filsafat, pragmatik, sastra, religi, dan antroplogi. Dalam
pragmatik, kedua ilmu tersebut memiliki persamaan yaitu semantik membahas mengenai
makna bahasa, sedangkan pragmatik membahas makna di luar bahasa yang terikat dengan
unsur kebahasaan. Dalam ilmu filsafat, pada dasarnya berfilsafat merupakan aktivitas berpikir
yang dimana antara pikiran dan bahasa mempunyai hubungan timbal balik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer, Liliana Muliastuti. Semantik Bahasa Indonesia. Penerbit Universitas Terbuka,
2020.

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2013.

Fitri Amalia, Astri Widyaruli Anggraeni. Semantik konsep dan contoh analisis. Malang:
Madani, 2017.

13

Anda mungkin juga menyukai