Anda di halaman 1dari 254

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA, UPTD FARMASI DAN


UPTD PUSKESMAS
(PERIODE AGUSTUS 2020)

Disusun oleh:

ANI SUSYANTI, S.Farm


GHASSANI FAUZAN ROESWANTO, S.Farm
MELA KARIMAH, S.Farm
ULFAH NURUL ISTIKOMAH,S.Farm

PROGRAM PENDIDIKAN APOTEKER


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA, UPTD FARMASI DAN
UPTD PUSKESMAS BUNGURSARI
(PERIODE AGUSTUS 2020)

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah PKPA


Pendidikan Profesi Apoteker

Tasikmalaya, Agustus 2020

Disetujui oleh:

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Fakultas Farmasi

apt. Yunia Hadiani, S.Farm apt. Asep Roni, M.Si

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


UPTD Puskesmas Bungursari UPTD Farmasi

apt. Gina Septiani A, M.Farm apt. Dora Dewi R, S.Si


HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA, UPTD FARMASI DAN
UPTD PUSKESMAS PURBARATU KOTA TASIKMALAYA
(PERIODE AGUSTUS 2020)

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah PKPA


Pendidikan Profesi Apoteker

Bandung, Agustus 2020

Disetujui oleh:

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Fakultas Farmasi

apt. Yunia Hadiani, S.Farm apt. Lia Marliani, M.Si

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


UPTD Puskesmas Purbaratu UPTD Farmasi

apt. Eka Priana, S.Si apt. Dora Dewi R, S.Si


HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DINAS KESEHATAN


KOTA TASIKMALAYA, UPTD FARMASI DAN UPTD PUSKESMAS
BANTAR
(PERIODE AGUSTUS 2020)

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah PKPA


Pendidikan Profesi Apoteker

Tasikmalaya, Agustus 2020

Disetujui oleh :

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Fakultas Farmasi

apt. Mariam Ell Farikha Yaumiya L, S.Si apt. Dra. Ni. Nyoman Sri Mas H , MBA

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


UPTD Puskesmas Bantar UPTD Farmasi

apt. Erna Widiyanti, S.Farm apt. Dora Dewi Rahmawati, S.Si


HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA, UPTD FARMASI
DAN UPTD PUSKESMAS KARANGANYAR

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah PKPA


Pendidikan Profesi Apoteker

Tasikmalaya, Agustus 2020

Disetujui Oleh :

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


Fakultas Farmasi Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya

Mariam Ell Farikha Yaumiya Latifa, S.Si., Apt


Dr. Agus Sulaeman, M. Si., Apt

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


UPTD Puskesmas Karanganyar UPTD Farmasi

Dede Indra Wijayadikusumah, S.Farm.,Apt Dora Dewi R, S.Si.,Apt


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Praktik Kerja Profesi
Apoteker dan penyusunan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya, UPTD Farmasi, UPTD Puskesmas Bungursari,
UPTD Puskesmas Purbaratu, UPTD Puskesmas Karanganyar, dan UPTD
Puskesmas Bantar. Praktik Kerja Profesi Apoteker ini merupakan salah satu
program pendidikan di tingkat Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung
dalam menyelesaikan studinya.
Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dapat selesai berkat bantuan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang tak
terhingga atas segala bimbingan dan arahan selama melakukan Praktik Kerja
Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, UPTD Farmasi dan
UPTD Puskesmas. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. apt. Entris Sutrisno, MH.Kes selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana Bandung.
2. Ibu Dr. apt. Patonah, M.Si selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana Bandung.
3. Bapak Asep apt. Roni, M.Si selaku pembimbing PKPA dari Program Studi
Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung atas arahan serta
bimbingannya dalam proses penulisan Laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
4. Ibu Lia Marliani, M.Si., Apt selaku pembimbing PKPA dari Program Studi
Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung atas arahan serta
bimbingannya dalam proses penulisan Laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
5. Ibu apt, Dra Ni Nyoman Sri Mas H, MBA selaku dosen pembimbing
Praktek Kerja Praktek Kerja Profesi Apoteker atas bimbingan, saran,
dukungan dan motivasinya dalam proses penulisan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.

i
6. Bapak Dr. Agus Sulaeman, M.Si., Apt selaku pembimbing PKPA dari
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung atas
arahan serta bimbingannya dalam proses penulisan Laporan Praktik Kerja
Profesi Apoteker.
7. Ibu apt. Yunia Hadiani, S.Farm selaku pembimbing dari Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya.
8. apt. Mariam Ell Farikha Yaumiya L, S.Si selaku pembimbing dari Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya.
9. Ibu apt. Dora Dewi Rahmawati, S.Si selaku pembimbing sekaligus
Penanggung Jawab dari UPTD Farmasi.
10. Ibu apt. Gina Septiani Agustien, M.Farm selaku pembimbing dari UPTD
Puskesmas Bungursari sekaligus Apoteker Penanggung Jawab dari UPTD
Puskesmas Bungursari.
11. Ibu apt. Erna Widiyanti, S.Farm selaku pembimbing dari UPTD Puskesmas
Bantar atas bimbingan dalam proses penulisan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker serta bimbingan selama melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
12. Bapak Eka Priana, S.Si., Apt. selaku pembimbing dari UPTD Puskesmas
Purbaratu atas bimbingan dalam proses penulisan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker serta bimbingan selama melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
13. Bapak Dede Indra Wijayadikusumah S.Farm.,Apt selaku pembimbing dari
UPTD Puskesmas Karanganyar atas bimbingan dalam proses penulisan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker serta bimbingan selama
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
14. Seluruh Staf dan karyawan Program Profesi Apoteker Universitas Bhakti
Kencana Bandung. Seluruh staf dan karyawan Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya, UPTD Farmasi dan UPTD Puskesmas Bungursari yang telah
berbagi ilmu, pengalaman dan bantuan selama Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
15. Orang tua, keluarga dan sahabat-sahabat tercinta atas doa dan dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

ii
16. Teman-teman Program Studi Profesi Apoteker angkatan 2020/2021
Universitas Bhakti Kencana Bandung yang telah bersama-sama berjuang
menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker.

Penulis menyadari atas segala kekurangan dan kelemahan dalam penulisan


dan penyusunan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker, baik dari segi materi dan
mungkin juga segi bahasa serta penyajiannya. Kiranya laporan ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Tasikmalaya, Agustus 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
SUMPAH APOTEKER ................................................................................. xi
KODE ETIK APOTEKER ........................................................................... xii
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ................................... xv
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA ........................... xxii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 6
1.2 Tujuan Praktik Kerja Apoteker di Dinas Kesehatan dan
Puskesmas........................................................................................ 2
1.3 Waktu dan Tempat Praktik Kerja Profesi Apoteker ........................ 3
BAB II TINJAUAN UMUM DINAS KESEHATAN KOTA
TASIKMALAYA DAN PUSKESMAS ............................................... 4
2.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya .................. 4
2.1.1 Profil Dinas Kesehatan ........................................................... 4
2.2.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan .............................................. 4
2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan ............................ 5
2.1.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan di Dinas
Kesehatan ............................................................................... 7
2.2 Gambaran Umum UPTD Farmasi ................................................... 19
2.2.1 Definisi UPTD Farmasi .......................................................... 19
2.2.2 Visi dan Misi UPTD Farmasi ................................................. 19
2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi UPTD Farmasi ............................... 20
2.2.4 Pengelolaan Obat di UPTD Farmasi ...................................... 21
2.3 Gambaran Umum UPTD Puskesmas ............................................. 27
2.3.1 Definisi UPTD Puskesmas ..................................................... 27

iv
2.3.2 Visi dan Misi Puskesmas ....................................................... 28
2.3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas ..................................... 29
2.3.4 Persyaratan Puskesmas........................................................... 29
2.3.5 Sarana dan Prasarana.............................................................. 31
2.3.6 Sumber Daya Kefarmasian .................................................... 33
2.3.7 Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ...................... 34
2.4 Regulasi Kefarmasian ...................................................................... 44
BAB III TINJAUAN KHUSUS DINAS KESEHATAN KOTA
TASIKMALAYA DAN PUSKESMAS ............................................... 45
3.1 Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya ............................................... 45
3.1.1 Lokasi Dinas Kesehatan ...................................................... 45
3.1.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan .................................. 45
3.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker ................................. 46
3.1.4 Manajemen Keuangan ......................................................... 47
3.1.5 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan di Dinas Kesehatan . 47
3.2 UPTD Farmasi ................................................................................. 54
3.2.1 Lokasi UPTD Farmasi ........................................................ 54
3.2.2 Struktur Organisasi UPTD Farmasi ..................................... 55
3.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker ................................. 56
3.2.4 Pengelolaan Obat di UPTD Farmasi................................... 57
3.3 UPTD Puskesmas Bungursari ......................................................... 63
3.3.1 Sejarah Singkat Puskesmas Bungursari ............................... 63
3.3.2 Gambaran Umum dan Lokasi Puskesmas ........................... 64
3.3.3 Kondisi Wilayah Puskesmas................................................ 64
3.3.4 Struktur Organisasi Puskesmas............................................ 65
3.3.5 Fasilitas Fisik Puskesmas .................................................... 67
3.3.6 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker ................................. 68
3.3.7 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai .................................................................................... 70
3.3.8 Pelayanan Farmasi Klinis .................................................... 79
3.4 UPTD Puskesmas Bantar ................................................................ 87
3.4.1 Letak Geografis Puskesmas Bantar ..................................... 87

v
3.4.2 Visi dan Misi Puskesmas Bantar ......................................... 88
3.4.3 Tata Nilai dan Motto Puskesmas Bantar ............................. 89
3.4.4 Data Sumber Daya Puskesmas ............................................ 90
3.4.5 Kategori Puskesmas Bantar ................................................. 91
3.4.6 Struktur Organisasi Puskesmas Bantar ................................ 91
3.4.7 Pengelolaan dan Bahan Medis Habis Pakai ........................ 92
3.4.8 Pelayanan Farmasi Klinik .................................................... 97
3.4.9 Tugas dan Tanggung Jawab Apoeteker ............................... 99
3.5 UPTD Puskesmas Karanganyar.......................................................
3.5.1 Lokasi .................................................................................
3.5.2 Visi dan Misi Puskesmas Karanganyar ...............................
3.5.3 Struktur Organisasi ..............................................................
3.5.4 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker .................................
3.5.5 Fasilitas Fisik dan Wilayah Kerja ........................................
3.5.6 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai di UPTD Puskesmas Karanganyar .............................
3.5.7 Pelayanan Farmasi Klinis di UPTD Puskesmas Karanganyar
3.6 UPTD Puskesmas Purbaratu
3.6.1 Lokasi ..................................................................................
3.6.2 Visi dan Misi UPTD Puskesmas Purbaratu .........................
3.6.3 Struktur Organisasi ..............................................................
3.6.4 Fasilitas Fisik dan Wilayah Kerja ........................................
3.6.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
di UPTD Puskesmas Purbaratu ............................................
3.6.6 Pelayanan Farmasi Klinis di UPTD Puskesmas Purbaratu ..
BAB 1V TUGAS KHUSUS ........................................................................... 88
4.1 Laporan peresepan Obat di Puskesmas Bungursari ......................... 99
4.2 Himbauan Pencegahan TBC di Puskesmas Bantar ......................... 99
4.3 Penyuluhan DBD (Demam Berdarah Dengue)
di Puskesmas Karanganyar ............................................................. 99
4.3.1 Latar Belakang ....................................................................... 99
4.3.2 Tinjauan Pustaka .................................................................... 100

vi
4.3.2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................ 100
4.3.2.2 Cara Penanganan dan Pencegahan DBD
(Demam Berdarah Dengue) ....................................... 100
4.3.2.3 Leaflet DBD (Demam Berdarah Dengue) .................. 101
4.4 Konseling Pasien Hipertensi di Puskesmas Karanganyar ............... 102
4.4.1 Latar Belakang ....................................................................... 102
4.4.2 Tinjauan Pustaka .................................................................... 102
4.4.2.1 Definisi ....................................................................... 102
4.4.2.2 Percakapan Konseling ................................................ 103
4.4.2.3 Dokumentasi Konseling ............................................. 107
4.5 Laporan Penggunaan Obat Rasional di UPTD Puskesmas Purbaratu
4.5.1 Pendahuluan ...........................................................................
4.5.2 Penggunaan Obat Rasional ....................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 107
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 107
5.2 Saran ................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 108
LAMPIRAN .................................................................................................... 109

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan ....................................................... 46
3.2 Struktur Organisasi UPTD Farmasi .......................................................... 56
3.3 Wilayah Kerja Puskesmas Bungursari ...................................................... 65
3.4 Struktur Organisasi Unit Farmasi Puskesmas Bungursari ........................ 66
3.5 Peta Wilayah kerja UPTD Puskesmas Bantar .......................................... 88
3.6 Struktur Organisasi UPTD Puskesmas Karanganyar ................................ 157
3.7 Struktur Organisasi Unit Kefarmasian UPTD Puskesmas
Karanganyar .............................................................................................. 158
3.8 Skiring Resep ............................................................................................ 166
3.9 Struktur Organisasi Unit Farmasi UPTD Puskesmas Purbaratu ...............
4.1 Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA Non Pneumonia ...................... 101
4.2 Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non Spesifik........................... 101
4.3 Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas ................................................... 102
4.4 Spanduk TBC ............................................................................................ 106
4.5 Leaflet DBD (Demam Berdarah Dengue) ................................................ 184
4.6 Dokumentasi Konseling ............................................................................ 186

viii
DAFTAR TABEL

Gambar Halaman
3.1 Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bungursari ......................................... 67
3.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bantar 2020 ............................. 91
3.3 Analisa Kelengkapan Obat Administrasi .................................................. 167
3.4 Analisa Persyaratan Farmasetik ................................................................ 167
4.1 Persentase Penggunaan Obat Rasional .....................................................

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 GUDANG DINAS KESEHATAN TASIKMALAYA ........................ 109
2 CONTOH LEMBAR KARTU STOK GUDANG
DINAS KESEHATAN TASIKMALAYA .......................................... 110
3 SURAT BUKTI BARANG KELUAR (SBBK) .................................. 111
4 CONTOH FAKTUR ............................................................................ 112
5 GRAFIK SUHU LEMARI ES DI RUANG CCP ................................ 113
6 SUHU PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN ................................. 114
7 LAMA PENYIMPANAN VAKSIN .................................................... 115
8 SISTEM PELAPORAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
(SIPNAP) ............................................................................................ 116
9 FORMULIR PEMERIKSAAN PIRT (PRODUKSI PANGAN
INDUSTRI RUMAH TANGGA) ....................................................... 117
10 KALIBRASI ALAT KESEHATAN .................................................... 120
11 STRUKTUR ORGANISASI UPTD PUSKESMAS
BUNGURSARI .................................................................................... 121
12 PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN ............................122
13 PERACIKAN OBAT .............................................................................. 123
14 TEMPAT PENYIMPANAN OBAT PUSKESMAS
BUNGURSARI ........................................................................................124
15 GUDANG PENYIMPANAN OBAT PUSKESMAS
BUNGURSARI ........................................................................................125
16 CONTOH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ................126
17 LAPORAN LPLPO ..................................................................................128
18 LAPORAN INDIKATOR KETERSEDIAAN OBAT ............................129
19 LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN ....................................... 130
20 CONTOH LAPORAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK ....... 131
21 LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR) .................. 132
22 DAFTAR OBAT PUSKESMAS BUNGURSARI .............................. 133
23 LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIK ........................................ 134

x
24 LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIK ................................... 135
25 SURAT BUKTI BARAMG KELUAR (SBBK) .................................. 136
26 LEMBAR SKRINING RESEP ............................................................ 137
27 CONTOH FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT ........... 138
28 CONTOH DOKUMENTASI KONSELING ....................................... 139
29 CONTOH LAPORAN VISITE PASIEN RAWAT INAP ................... 140
30 CONTOH LAPORAN VISITE PASIEN RAWAT INAP ................... 141
31 CONTOH DOKUMENTASI PEMANTAUAN TERAPI OBAT ....... 142
32 CONTOH DOKUMENTASI HOME PHARMACY CARE ............... 143
33 RUANG FARMASI UPTD PUSKESMAS BANTAR ....................... 144
34 GUDANG FARMASI UPTD PUSKESMAS BANTAR .................... 148
35 PENYIAPAN OBAT ........................................................................... 151
36 PELAYANAN INFORMASI OBAT .................................................. 153
37 PENCATATAN DAN PELAPORAN ................................................. 154
38 GUDANG PENYIMPANAN OBAT UPTD PUSKESMAS
KARANGANYAR............................................................................... 124
39 PENYULUHAN DALAM GEDUNG ................................................. 125
40 DAFTAR HADIR PENYULUHAN DALAM GEDUNG .................. 126
41 KONSELING PADA PASIEN ............................................................ 127
42 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ........................................ 128
43 LEMBAR PEMBERIAN INFORMASI OBAT .................................. 129
44 STRUKTUR ORGANISASI UPTD PUSKESMAS PURBARATU .. 106
45 TEMPAT PENYIMPANAN OBAT DI UPTD PUSKESMAS
PURBARATU ...................................................................................... 107
46 GUDANG PENYIMPANAN OBAT DI UPTD PUSKESMAS
PURBARATU ...................................................................................... 108
47 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ........................................ 109
48 LPLPO .................................................................................................. 110
49 LAPORAN INDIKATOR KETERSEDIAAN OBAT DAN
VAKSIN ............................................................................................... 111
50 LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR) .................. 112

xi
51 SURAT BUKTI BARANG KELUAR (SBBK) PUSKESMAS .......... 113
52 LEMBAR SKRINING RESEP ............................................................ 114
53 FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) ................... 115
54 FORMULIR KONSELING ................................................................. 116

xii
SUMPAH APOTEKER

SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA


GUNA KEPENTINGAN PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM
BIDANG KESEHATAN.

SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA


KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA
SEBAGAI APOTEKER.

SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN


PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.
SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK -
BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR
JABATAN KEFARMASIAN.

DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR


DENGAN SUNGGUH - SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH
OLEH PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN,
KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.

SAYA IKRAR SUMPAH / JANJI INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH


DENGAN PENUH KEINSYAFAN.

xiii
KODE ETIK PROFESI APOTEKER

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta


dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu:

BAB I
KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah / Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.

xiv
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN

Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.

BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

xv
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN

Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BAB V
PENUTUP

Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (IAI) dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA


BAB 1
PENDAHULUAN

Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang


dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang

xvi
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati


kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang - undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau


ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam
tiga hal, yaitu:
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggung jawab professional pada pasien tidak dilaksanakn dengan
baik
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.

Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
Apoteker.

BAB II
KETENTUAN UMUM

1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan


menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
apoteker.

xvii
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan menegakkan
disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten
Apoteker;
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan bertanggungjawab
yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk dinyatakan mampu
oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.

xviii
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.

xix
BAB III
LANDASAN FORMAL

1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.


2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER

1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan :


Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan
kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan

xx
pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan cara
yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin „mutu‟, ‟keamanan‟, dan
‟khasiat/ manfaat‟ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan
profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan
tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa
medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

xxi
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak
benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan atau pelayanan atau kelebihan
kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak
benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.

BAB V
SANKSI DISIPLIN

Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-
Undang-Undang-an yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;

xxii
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Pendidikan formal; atau
2. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1
(satu) tahun
BAB VI

PENUTUP

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi


pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam
menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi
dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh
para praktisi tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara
profesional.

Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan terlindungi


dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya mutu
pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi
kefarmasian.

xxiii
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA

TUJUAN
 Memastikan bahwa seorang apoteker memiliki seluruh kompetensi yang
relevan untuk menjalankan perannya dan mampu memberikan pelayanan
kefarmasian sesuai ketentuan tentang praktik kefarmasian.
 Memberikan arah dalam pengembangan pendidikan farmasi (a.l. identifikasi
dan penetapan capaian pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan evaluasi
hasil belajar) dan pelatihan di tempat kerja .
 Memberikan arah bagi apoteker dalam pengembangan kompetensi diri secara
berkelanjutan.
STRUKTUR
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia terdiri dari 10 (sepuluh) standar
kompetensi. Kompetensi dalam sepuluh standar tersebut merupakan persyaratan
untuk memasuki dunia kerja dan menjalani praktik profesi.

Standar Kompetensi:
01. Praktik kefarmasian secara professional dan etik
02. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
03. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
04. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
05. Formulasi dan produksi sediaan farmasi
06. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
07. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
08. Komunikasi efektif
09. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal
10. Peningkatan kompetensi diri
Masing-masing area kompetensi terdiri dari beberapa unit kompetensi disertai
deskripsi ringkas kemampuan praktik yang diharapkan. Setiap unit kompetensi
dilengkapi dengan elemen kompetensi yaitu kemampuan yang diharapkan dimiliki
oleh apoteker pada saat lulus dan masuk ketempat praktik/kerja.

xxiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam
upaya menaikan kesejahteraan masyarakat di Indonesia yang diwujudkan oleh
pemerintah dengan mendukung kegiatan preventif, promotif dan kuratif terhadap
penyakit dan perbaikan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Upaya pembangunan dalam bidang kesehatan dilakukan dalam bentuk
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, dengan tujuan
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat yang salah satu
perannya dilakukan melalui Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab dalam
menyelanggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Permenkes RI
No 74 tahun 2016). Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di puskesmas
memiliki peranan yang penting dalam terwujudnya peningkatan mutu upaya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan yang dilakukan dalam
puskesmas salah satunya adalah pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah serangkaian kegiatan terpadu yang bertujuan
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat atau
kesehatan. Pada Permenkes No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, disebutkan bahwa apoteker memiliki peran sebagai
penanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas. Apoteker harus memiliki pengetahuan, keterampilan, serta perilaku
yang kompeten agar mampu menjalankan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
dalam bidang manajerial pengelolaan obat dan alat kesehatan maupun pelayanan
farmasi klinik.

1
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana
prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan Kesehatan serta administrasi) dan
pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, pemeriksaan ketersediaan obat,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, perbekalan Kesehatan termasuk
peracikan obat, pemeriksaan obat, penyerahan resep disertai dengan pemberian
informasi obat) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode
tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi
calon Apoteker untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman praktisnya
dengan melihat peran serta tugas Apoteker di sarana Pelayanan Kesehatan yaitu
Puskesmas. Oleh karena itu, Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Bhakti Kencana Bandung bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya menyelenggarakan kegiatan PKPA di Dinas Kesehatan, UPTD
Farmasi dan UPTD Puskesmas sebagai upaya bagi calon Apoteker untuk
mempelajari aplikasi dari Permenkes No. 74 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang diharapkan dapat memberikan
pengenalan serta pemahaman peran, fungsi dan tanggung jawab profesi apoteker
di apotek kepada para calon apoteker serrta dapat meningkatkan bekal
keterampilan dan wawasan dalam menekuni bidang keprofesian farmasi, sebagai
seorang apoteker di masa yang akan datang.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan dan


Puskesmas
Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan, UPTD Farmasi,
dan UPTD Puskesmas antara lain :
1. Mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab Apoteker dalam praktek
kefarmasian di Bidang Pemerintahan.
2. Melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan praktek profesi
Apoteker di Bidang Pemerintahan.
3. Mempelajari pelayanan kefarmasian (manajemen pengelolaan obat dan
pelayanan farmasi klinik) dipusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sesuai

2
dengan etika dan peraturan yang berlaku di dalam sistem pelayanan
kesehatan.
4. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker mengenai peran, fungsi dan
tanggung jawab Apoteker dalam praktik pelayanan kefarmasian di Puskesmas
dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat.
5. Membekali calon Apoteker dengan pengetahuan, keterampilan, sikap,
wawasan, perilaku professional serta pengalaman nyata dalam melakukan
praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
6. Mengasah kemampuan calon Apoteker dalam menghadapi berbagai
permasalahan praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
7. Meningkatkan kemampuan calon Apoteker dalam berkomunikasi dengan
masyarakat dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di
Puskesmas.

1.3 Waktu dan Tempat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya Jl. Ir. H. Djuanda (Komplek Perkantoran) Indihiang - Kota
Tasikmalaya pada tanggal 03 – 07 Agustus 2020 dan UPTD Puskesmas pada
tanggal 10 – 15 Agustus 2020.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA, UPTD
FARMASI DAN UPTD PUSKESMAS

2.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya


2.1.1 Profil Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya terletak di Jl. Ir. H. Djuanda (Komplek
Perkantoran) Indihiang Kota Tasikmalaya. Merupakan instansi kesehatan tertinggi
dalam satu wilayah administrasi pemerintahan Kota Tasikmalaya yang
bertanggung jawab kepada Walikota Tasikmalaya. Dinas kesehatan Kota
Tasikmalaya dipimpin oleh seorang kepala dinas yang dibantu oleh bagian
kesekretariatan yang terbagi menjadi 3 sub bagian yaitu sub bagian umum dan
kepegawaian, sub bagian keuangan, dan sub bagian perencanaan, evaluasi dan
pelaporan. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya membawahi 4 bidang yaitu
Bidang Kesehatan Masyarakat, Bidang Pencegahaan dan Pengendalian Penyakit,
Bidang Pelayanan Kesehatan, dan Bidang Sumber Daya Kesehatan.
Bidang Kesehatan Masyarakat membawahi 3 seksi yaitu Seksi Kesehatan
Keluarga dan Gizi, Seksi Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Lansia.
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit membawahi 3 seksi yaitu Seksi
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Seksi Surveilans dan Imunisasi,
dan Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Bidang
Pelayanan Kesehatan membawahi 3 seksi yaitu Seksi Pelayanan Kesehatan
Primer, Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan, dan Seksi Mutu Pelayanan
Kesehatan. Bidang sumber daya kesehatan membawahi 3 seksi yaitu Seksi
Farmasi dan Alat Kesehatan, Seksi Jaminan dan Pembiayaan Kesehatan, Seksi
Sumber Daya Manusia Kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya terdiri dari
22 Puskesmas, UPTD Farmasi dan satu laboratorium kesehatan.

2.1.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan


Dengan memperhatikan perkembangan pembangunan kesehatan keinginan,
harapan serta tujuan pembangunan kesehatan di Kota Tasikmalaya telah

4
ditetapkan visi yaitu: “Masyarakat Kota Tasikmalaya Yang Mandiri Untuk Hidup
Sehat”,
Yang mempunyai makna, pertama suatu kota yang secara terus menerus
berupaya masyarakat dengan memaksimalkan seluruh potensi kehidupan baik
secara bersama-sama maupun mandiri, sehingga mewujudkan masyarakat yang
berperilaku sehat, hidup di lingkungan yang aman, nyaman dan sehat yang diawali
dari terwujudnya kelurahan sehat dan kecamatan sehat. Kedua, mandiri adalah
masyarakat berupaya berperan serta secara aktif dalam mencegah, melindungi dan
memelihara dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungannya agar terhindar dari
resiko gangguan kesehatan.
Untuk merealisasikan visi “Masyarakat Kota Tasikmalaya Yang Mandiri
Untuk Hidup Sehat”, maka Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya telah menetapkan,
“Misi Pembangunan Kesehatan” sebagai berikut :
 Memantapkan manajemen kesehatan yang dinamis dan akuntabel
 Mewujudkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
tingkat pertama
 Meningkatkan kemitraan dengan stakeholder dan provider kesehatan
 Mengembangkan kemandirian masyarakat dalam upaya hidup sehat
 Meningkatkan sinergitas system informasi kesehatan.

2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mempunyai tugas pokok
membantu Walikota dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah di bidang kesehatan. Sedangkan fungsi Kepala
Dinas adalah :
 Perumusan kebijakan lingkup kesehatan
 Pelaksanaan kebijakan lingkup kesehatan
 Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan lingkup kesehatan
 Pelaksanaan administrasi dinas lingkup kesehatan
 Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas
dan fungsinya

5
Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan yang dikepalai oleh seorang Kepala Seksi
yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang SDK
lingkup farmasi dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Kepala
Seksi Falmalkes mempunyai fungsi:
 Penyusunan rencana dan program kerja lingkup farmasi dan alat kesehatan;
 Penyiapan bahan kebijakan lingkup farmasi dan alat kesehatan;
 Pelaksanaan kebijakan operasional lingkup farmasi dan alat kesehatan.
 Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan lingkup farmasi dan alat kesehatan;

 Pelaksanaan administrasi lingkup farmasi dan alat kesehatan; dan
 Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait dengan tugas dan

fungsinya.
Uraian tugas Kepala Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan adalah sebagai
berikut:
 Mengkaji dan merumuskan data dan informasi lingkup farmasi dan alat

kesehatan;

 Menyusun rencana dan program kerja lingkup farmasi dan alat kesehatan;
 Menjelaskan dan membagi tugas kepada bawahan agar pekerjaan dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien;
 Mengarahkan tugas kepada bawahan berdasarkan arah kebijakan umum

Dinas agar tujuan dan sasaran tercapai;
 Membina bawahan dengan cara memotivasi untuk meningkatkan
produktivitas kerja dan pengembangan karier bawahan lingkup farmasi dan

alat kesehatan;
 Melaksanakan program pengadaan dan pengawasan obat, perbekalan
kesehatan, pangan dan bahan berbahaya meliputi pengadaan obat,
perbekalan kesehatan dan pengawasan obat, pangan dan bahan berbahaya
serta kegiatan peningkatan pengawasan obat, keamanan pangan dan bahan

berbahaya
 Mengidentifikasi data penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan

kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin;
 Menyiapkan dan menyusun bahan pengelolaan pengendalian manajemen
pengelolaan kefarmasian, kosmetik, obat, obat tradisional, makanan

6
minuman, produk komplemen/ suplemen, dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT) yang diselenggarakan oleh swasta, pemerintah dan

masyarakat;
 Memelihara dan mengawasi kualitas penyimpanan dan distribusi bahan

farmasi dan alat kesehatan sesuai aturan di lingkungan Dinas;
 Mengawasi proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,

dan penggunaan obat dan alat kesehatan di lingkungan Dinas;
 Menyusun dan menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian
kefarmasian dan alat kesehatan serta peredaran obat yang mengandung
bahan narkotika atau bahan berbahaya serta pangan;
 Memeriksa, memaraf dan/atau menandatangani konsep naskah dinas
lingkup farmasi dan alat kesehatan;
 Membuat telaahan staf sebagai bahan kajian kebijakan umum lingkup
farmasi dan alat kesehatan;
 Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Perangkat Daerah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Pusat dan instansi terkait sesuai dengan tugas dan
fungsinya;
 Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas; dan
 Melaksanakan tugas lain dari atasan terkait dengan tugas dan fungsinya.
Terkait pengawasan dan pembinaan yang menjadi tugas pokok dari seksi
farmasi dan alat kesehatan, sarana-sarana yang harus diawasi dan dibina antara
lain:
 Puskesmas
 Rumah Sakit (RS)
 Klinik
 Pedagang Besar Farmasi (PBF)
 Apotek
 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
 Pedagang Eceran Obat (PEO)
 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)

7
2.1.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan di Dinas Kesehatan
1) Perencanaan
Perencanaan obat dan alat kesehatan merupakan awal yang amat
menentukan dalam pengadaan obat. Tujuan perencanaan obat dan alat kesehatan
yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan alat kesehatan yang tepat,
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program
kesehatan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan
koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan kebutuhan obat dan alat
kesehatan sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan
suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi
yang terkait dengan perencanaan obat di setiap kabupaten/kota. Manfaat
perencanaan obat terpadu:
 Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran
 Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan
 Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran
 Estimasi kebutuhan obat lebih tepat
 Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat
 Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal
Proses perencanaan obat dan alat kesehatan melalui beberapa tahap sebagai
berikut:
a. Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat, yaitu pengadaan obat diawali
dengan perencanaan kebutuhan dimana kegiatan yang dilakukan adalah:
- Tahap Pemilihan Obat
Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang
tercantum dalam Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar
Obat Essensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat
untuk Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program
Kesehatan. Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat
benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit yang ada. Pada
perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi, perlu dilakukan

8
analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada (dengan menggunakan metode
perhitungan ABC) dan untuk seleksi obat perlu dilakukan analisa VEN.
Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, seleksi kebutuhan
obat harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:
1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek
samping yang akan ditimbulkan,
2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk
menghindari duplikasi dan kesamaan jenis,
3) Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal,
4) Memiliki rasio manfaat/biaya yang paling menguntungkan.
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian
setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/
Puskesmas selama setahun, serta untuk menentukan stok optimum (stok
kerja ditambah stok pengaman = stok optimum). Informasi yang didapat
dari kompilasi pemakaian obat adalah:
1) Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Unit
Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas.
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian
setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas.
3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
Kabupaten/ Kota.
4) Pola penyakit yang ada.
c. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Menentukan kebutuhan obat merupakan salah satu pekerjaan
kefarmasian yang harus dilakukan oleh Apoteker di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk
pengadaan obat secara terpadu (termasuk obat program), maka diharapkan
obat yang direncanakan dapat tepat jenis, jumlah dan waktu serta mutu yang

9
terjamin. Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan
perhitungan melalui metode konsumsi dan atau morbiditas.
1) Metode Konsumsi.
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metoda
konsumsi perlu diperhatikan hal-hal pengumpulan dan pengolahan data,
analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan
kebutuhan obat, dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi
dana. Untuk Metode ini dapat menggunakan rumus:
A=(B+C+D) – E
Keterangan:
A = rencana pengadaan
B = pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = buffer stock (10-20%)
D = lead time (3-6 bulan)
E = sisa stok
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode
konsumsi:
a) Daftar obat
b) Stok awal
c) Penerimaan
d) Pengeluaran
e) Sisa stok
f) Obat hilang/rusak, kadaluarsa
g) Kekosongan obat
h) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun
i) Waktu tunggu
j) Stok pengaman
k) Pola kunjungan
2) Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit. Adapun faktor yang perlu diperhatikan adalah

10
perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-langkah dalam
metode ini adalah:
a) Memanfaatkan pedoman pengobatan.
b) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
c) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi
penyakit.
d) Menghitung jumlah kebutuhan obat.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode
morbiditas:
a) Perkiraan jumlah populasi.
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan
berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:
 0 – 4 tahun,
 5 – 14 tahun,
 15 – 44 tahun,
 45 tahun (disesuaikan dengan LB-1),atau ditetapkan
berdasarkan kelompok dewasa (> 12 tahun) dan anak (1 – 12
tahun).
b) Menetapkan pola morbiditas penyakit.
c) Masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.
d) Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan
pedoman pengobatan dasar di puskesmas.
e) Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
f) Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus
dikali jumlah obat sesuai pedoman pengobatan dasar di puskesmas.
g) Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama
pemberian obat dapat menggunakan pedoman pengobatan yang
ada.

11
h) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan
mempertimbangkan faktor antara lain pola penyakit, Lead time,
Buffer stock.
i) Menghitung kebutuhan obat tahun anggaran yang akan datang.
Manfaat informasi yang didapat adalah sebagai sumber data dalam
menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dengan
menggunakan metoda morbiditas.

d. Tahap Proyeksi Kebutuhan


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang.
Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian
antara waktu tunggu (lead time) dengan estimasi pemakaian rata -
rata/bulan ditambah stok pengaman (buffer stock).
Keterangan :
d = Rancangan stok akhir
Lt = Waktu tunggu (Lead Time)
R = Estimasi pemakaian rata-rata perbulan sp = Stok pengaman
(Buffer stock)
2. Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan
datang. Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a = b + c + d - e – f Keterangan:
a = Rancangan kebutuhan obat tahun yang akan datang
b = Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun
anggaran yang bersangkutan)
c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang
d = Rancangan stok akhir (jumlah obat yang dibutuhkan pada
periode lead time dan buffer stok tahun yang akan datang)
e = Perkiraan sisa stok akhir periode berjalan/ Stok awal periode
yang akan datang di IFK

12
f = Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari–
Desember)
3. Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat,
dengan cara:
a) Melakukan analisis ABC – VEN
b) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan
dengan anggaran yang tersedia
c) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan
berdasarkan data 10 penyakit terbesar.
4. Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran, dengan
melakukan kegiatan:
a) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat
persumber anggaran
b) Menghitung persentase belanja untuk masing obat terhadap
sumber anggaran
c) Menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap
total anggaran dari semua sumber.
e. Tahap Penyesuaian Rencana Pengunaan Obat
Dengan melaksanakan penyesuaian perencanaan obat dengan jumlah
dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana
pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan
untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.Beberapa metoda
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran pengadaan obat:
1. Analisa ABC
Berdasarkan berbagai observasi dalam inventori manajemen, yang
paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya
diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari
pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar
dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan 10% dari jenis/item obat
yang paling banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90%
jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa

13
ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya,
yaitu:
a) Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan Kelompok A, B dan C:
a. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat
dengan cara mengalikan kuantum obat dengan harga obat
b. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang
terkecil
c. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
d. Hitung akumulasi persennya
e. Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70%
f. Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90%
(menyerap dana ± 20%)
g. Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi > 90% s/d 100%
(menyerap dana ± 10%)
2. Analisa VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat
yang terbatas dengan mengelompokkan obat berdasarkan manfaat tiap
jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam
daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
a. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial
(vital), yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
- Obat penyelamat (life saving drugs)
- Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (obat anti diabetes,
vaksin dan lain-lain)

14
- Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar
b. Kelompok E adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat
yang bekerja pada sumber penyebab penyakit
c. Kelompok N adalah obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan
atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk :
a) Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang
tersedia. Obat yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan
atas pengelompokan obat menurut VEN.
b) Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar
VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN yang
sebaiknya disusun oleh suatu Tim.Dalam menentukan kriteria perlu
dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain
klinis, konsumsi, target kondisi, dan biaya.
Langkah-langkah menentukan VEN:
a. Menyusun analisa VEN
b. Menyediakan data pola penyakit
c. Merujuk pada pedoman pengobatan.
Pengadaan obat dan alat kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar
(PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu
koordinasi dan keterpaduan perencanaan pengadaan obat dan alat
kesehatan mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim Perencanaan
Obat Terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan
perencanaan obat di setiap Kabupaten/Kota. Berbagai sumber anggaran
yang membiayai pengadaan obat dan alat kesehatan antara lain:
a. APBN atau Dana Alokasi Khusus (DAK)
b. APBD I/Dinas Kesehatan Provinsi sebagai buffer

15
c. APBD II /Obat Pendamping DAK, Obat Yandas, Alkes, Bahan
Medis Habis Pakai, Dana Alokasi Umum (DAU)
d. BPJS dalam bentuk dana kapitasi yang diberikan langsung kepada
puskesmas
2) Pengadaan
Pengadaan obat dan alat kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat
yang dibutuhkan di UPTD. Pengadaan obat dan alat kesehatan dilaksanakan oleh
Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengadaan obat DAK dan
pendamping DAK harus sesuai Formularium Nasional (FORNAS) dan E-
cataloge. Untuk pengadaan obat-obat yang tidak tercantum dalam FORNAS
atau obat-obat yang tercantum dalam FORNAS tapi tidak tercantum di e-
cataloge maka digunakan sistem pengadaan lelang dengan syarat untuk
pengadaan obat dengan anggaran lebih dari 200 juta. Untuk pengadaan obat
dengan anggaran kurang dari 200 juta digunakan sistem pengadaan penunjukkan
langsung.
Untuk barang yang tidak ada di e-catalog dilakukan sistem lelang atau
tender. PPK harus membuat HPS (Harga Perkiraan Sendiri), kemudian
diserahkan ke KPA (Kuasa Pengguna Anggaran). Jika telah disetujui KPA, PPK
menugaskan PBPBJ (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan Barang dan Jasa) untuk
melakukan sistem lelang sampai diperoleh pemenang tender. PBJB melakukan
konfirmasi ke pemenang tender untuk kesanggupan menyediakan obat dan alat
kesehatan. Jika pemenang tender menyanggupi kemudian PPK membuat kontrak
kerjasama/SP dengan pemenang tender. Selanjutnya pemenang tender akan
mengirimkan obat yang akan diterima secara fisik oleh PPK bekerjasama dengan
PPHP (Panitia Penerima Hasil Pekerjaan) yang mengurus dokumennya.
Pemeriksaan barang meliputi, kesesuaian faktur dengan surat pesanan (SP),
kesesuaian faktur dengan barang yang diterima, dan permeriksaan secara
organoleptis (seperti kemasan, label, nomor batch, tanggal kadaluarsa,
kesesuaian isi dalam dengan kemasan, dan lain-lain) dan jika ada keraguan bisa
dilakukan pengujian mutu di laboratorium. Tujuan pengadaan obat adalah:

16
1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan.
2. Mutu obat terjamin.
3. Obat dapat diperoleh pada saat diperlukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat adalah:
a. Kriteria Obat dan Alat Kesehatan
a) Kriteria umum
1) Obat yang tercantum dalam daftar obat Generik, Daftar Obat,
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), daftar Obat Program Kesehatan,
berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih
berlaku.
2) Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Registrasi dari
Kementerian Kesehatan R.I. Badan POM.
3) Batas kadaluarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun. Khusus
untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur
tersendiri.
4) Obat memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan
nomor batch masing-masing produk.
5) Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat
CPOB.
b) Kriteria mutu obat
Mutu dari obat dan alat kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan.
Kriteria mutu obat dan alat kesehatan adalah sebagai berikut:
1) Persyaratan mutu obat harus sesuai dengan persyaratan mutu yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir.
2) Industri Farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab
terhadap mutu obat melalui pemeriksaan mutu (Quality Control)
yang dilakukan oleh Industri Farmasi.
3) Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh Apoteker
penanggung jawab Instalasi Farmasi Propinsi, Kabupaten/ Kota. Bila
terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan

17
mutu di Laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan
merupakan tanggung jawab distributor yang menyediakan.
b. Persyaratan Pemasok
Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas obat. Persyaratan pemasok sebagai berikut :
a) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi / Industri Farmasi yang masih
berlaku.
b) Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus ada dukungan dari Industri
Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) bagi tiap bentuk sediaan obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.
c) Industri Farmasi harus memiliki Sertifikat CPOB bagi tiap bentuk
sediaan obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.
d) Pedagang Besar Farmasi atau Industri Farmasi harus memiliki reputas
yang baik dalam bidang pengadaan obat.
e) Pemilik dan atau Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi,
Apoteker penanggung jawab produksi dan quality controllIndustri
Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang
berkaitan dengan profesi kefarmasian.
f) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan
masa kontrak.
g) Penentuan Waktu Pengadaan dan Kedatangan Obat
Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber
anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisis data:
a) Sisa stok dengan memperhatikan waktu
b) Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran:
a. Rata-rata pemakaian
b. Waktu tunggu/lead time.
c. Profil pemakaian obat.
d. Penetapan waktu pesan.
e. Waktu kedatangan obat.
f. Penerimaan dan Pemeriksaan Obat

18
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar
obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah serta sesuai dengan dokumen
yang menyertainya.
c) Pemantauan Status Pesanan
Pemantauan status pesanan bertujuan untuk:
a) Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan
b) Pemantauan dapat didasarkan kepada sistem VEN.
c) Petugas Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota memantau status pesanan
secara berkala.
d) Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan
memperhatikan:
 Nama obat
 Satuan kemasan
 Jumlah obat diadakan
 Obat yang sudah diterima dan yang belum diterima

2.2 Gambaran Umum UPTD Farmasi
2.2.1 Definisi UPTD Farmasi
UPTD Farmasi merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
adalah suatu unit yang bertugas melakukan penerimaan, penyimpanan,
pemeliharaan dan pendistribusian obat dan alat kesehatan ke seluruh Puskesmas
yang berada di wilayah Kota Tasikmalaya. Dalam melaksanakan tugasnya harus
berdasarkan pada wewenang dan tanggung jawab yang diberikan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya melalui Kepala Bidang Sumber Daya
Kesehatan dan Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Untuk melaksanakan tugas, UPTD Farmasi mempunyai fungsi sebagai
berikut:
1. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya.
2. Pelaksanaan pelayanan umum.
UPTD Farmasi dalam pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan non klinik
yaitu, pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan

19
dari Puskesmas dan UPTD dibawah Dinas Kesehatan Kota. Sedangkan pelayanan
kliniknya adalah informasi obat, konseling dan evaluasi penggunaan obat
dilaksanakan di Puskesmas.

2.2.2 Visi dan Misi UPTD Farmasi


Visi dari UPTD Farmasi adalah menjadi pusat penyimpanan dan distribusi
obat dan perbekalan kesehatan yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan
untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu di Kota Tasikmalaya.
Adapun misi dari UPTD Farmasi yaitu :
1. Menjaga mutu obat terjamin, memenuhi kriteria khasiat dan keamanan obat.
2. Meningkatkan profesionalisme dalam penyimpanan dan distribusi obat dan
perbekalan kesehatan.
3. Meningkatkan pencatatan dan pelaporan obat serta perbekalan kesehatan
dengan pemanfaatan teknologi farmasi.

2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi UPTD Farmasi


Menurut Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2018, UPTD Farmasi Kota
Tasikmalaya mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis
operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang dinas dibidang perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian. Tugas
pokok dan Fungsi UPTD Farmasi sebagai berikut :
Tugas Pokok:
1. Perencanaan kegiatan UPTD;
2. Penyusunan rencana kebutuhan obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
lainnya;
3. Pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian
persediaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya;
4. Pengamatan dan pemeliharaan mutu obat yang ada dalam persediaan;
5. Pelaporan persediaan dan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan;
6. Penyelenggaraan ketatausahaan/administrasi UPTD;
7. Penyelenggaraan koordinasi dengan unit kerja terkait;
8. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas;

20
9. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai tugas dan
fungsinya.
Fungsi:
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, UPTD Farmasi mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1. Melakukan perencanaan pengadaan obat, alat kesehatan dan perbekalan
farmasi lainnya bersama tim perencana terpadu
2. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian
obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya
3. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum yang
ada dalam persediaan
4. Melakukan urusan tata usaha, keuangan dan kepegawaian di lingkungan
UPTD Farmasi
5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya

2.2.4 Pengelolaan Obat di UPTD Farmasi


1) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen
terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. Tujuan dilakukan
pemeriksaan agar obat yang diterima sesuai dengan jumlah dan jenis serta sesuai
dengan dokumen yang menyertainya. Beberapa hal yang harus diperhatikan
pada proses penerimaan barang adalah sumber barang, dokumen, nama barang,
jumlah barang, tanggal kadaluarsa, nomor batch, dan kondisi fisik barang.
Kemudian setelah obat diterima, obat untuk disimpan di UPT Gudang Farmasi.
2) Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan alat kesehatan yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat
dan alat kesehatan.

21
Tujuan penyimpanan obat dan alat kesehatan adalah untuk :
1. Memelihara mutu obat
2. Menghindari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah
3. Menjaga kelangsungan persediaan
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
1. Penyiapan Sarana Penyimpanan
Ketersediaan sarana yang ada di unit pengelola obat dan alat kesehatan
bertujuan untuk mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang minimal
sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut:
a. Sarana penyimpanan:
 Rak
 Pallet
 Lemari
 Lemari Khusus
 Cold chain (medical refrigerator)
 Cold Box
 Cold Pack
 Generator
b. Sarana Administrasi Umum:
 Brankas
 Komputer
 Lemari arsip
c. Sarana Administrasi Obat dan Alat Kesehatan:
 Kartu Stok
 Kartu Persediaan Obat
 Kartu Induk Persediaan Obat
 Buku Harian Pengeluaran Barang
 SBBK (Surat Bukti Barang Keluar)
 LPLPO (Laporan Pemakaian dan Laporan Permintaan Obat)
 Kartu Rencana Distribusi
2. Pengaturan Tata Ruang

22
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang
dengan baik. Pengaturan tata ruang selain harus memperhatikan kebersihan dan
menjaga gudang dari kebocoran dan hewan pengerat juga harus diperhatikan
ergonominya.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah
sebagai berikut:
1) Kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut:
a. Gudang jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi
pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding
dan pintu untuk mempermudah gerakan.
b. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem :
a) Arus garis lurus
b) Arus U
c) Arus L
c. Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya
sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik
akan memaksimalkan stabilitas obat sekaligus bermanfaat dalam
memperbaiki kondisi kerja petugas. Idealnya dalam gudang terdapat AC,
namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas.
Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin/ventilator/rotator. Perlu
adanya pengukur suhu di ruangan penyimpanan obat dan dilakukan
pencatatan suhu.
2) Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan pemindahan obat. Penggunaan pallet
memberikan keuntungan:
a. Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, serangan
serangga (rayap)
b. Melindungi sediaan dari kelembaban

23
c. Memudahkan penanganan stok
d. Dapat menampung obat lebih banyak
e. Pallet lebih murah dari pada rak
3) Kondisi penyimpanan khusus
a. Vaksin dan serum memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan putusnya aliran listrik (harus tersedianya generator).
b. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol, eter dan pestisida harus
disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus
terpisah dari gudang induk.
d. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti dus, karton dan lain-lain.Alat pemadam kebakaran harus
diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang
cukup.Contohnya tersedia bak pasir, tabung pemadam kebakaran, karung
goni, galah berpengait besi.
4) Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk
memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Gunakan prinsip First Expired date First Out (FEFO) dan First In First
Out (FIFO) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa
kadaluwarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus
digunakan lebih awal sebab umumnya obat yang datang lebih awal
biasanya juga diproduksi lebih awal dan umurnya relatif lebih tua dan
masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal.
b. Susun obat dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur.
Untuk obat kemasan kecil dan jumlahnya sedikit disimpan dalam rak dan
pisahkan antara obat dalam dan obat untuk pemakaian luar dengan
memperhatikan keseragaman nomor batch.

24
c. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika.
Simpan obat yang stabilitasnya dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
d. Perhatikan untuk obat yang perlu penyimpanan khusus.
e. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam
box masing-masing.
5) Pengamatan mutu obat
Mutu obat yang disimpan di ruang penyimpanan dapat mengalami
perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi yang dapat diamati secara
visual. Jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat
ditetapkan dengan cara organoleptik, harus dilakukan sampling untuk pengujian
laboratorium.

3) Pendistribusian
Pendistribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran
dan pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata
dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan.Distribusi
obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus
menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan
tingkat persediaan obat.
Tujuan distribusi adalah:
1. Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya mutu obat dan alat kesehatan pada saat pendistribusian
3. Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit
pelayanan kesehatan.
4. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan
program kesehatan.

25
Kegiatan distribusi obat di UPTD Farmasi Dinkes Kota Tasikmalaya terdiri
dari:
1. Kegiatan Distribusi Rutin
Kegiatan distribusi rutin mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan
umum di unit pelayanan kesehatan. Kegiatan pendistribusian rutin dilakukan
ke 22 puskesmas yang terdapat di wilayah kota tasikmalaya setiap satu
bulan sekali.
2. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat untuk:
a. Program kesehatan
b. Kejadian Luar Biasa (KLB)
c. Bencana (alam dan sosial)
Kegiatan distribusi khusus di Instalasi Farmasi Kota dilakukan
sebagai berikut:
a. Instalasi Farmasi dan pengelola program, bekerjasama untuk
mendistribusikan masing-masing obat program yang diterima dari
provinsi, maupun kota.
b. Distribusi obat program ke Puskesmas dilakukan oleh Instalasi Farmasi
atas permintaan penanggung jawab program, misalnya pelaksanaan
program penanggulangan penyakit tertentu seperti Malaria, dan penyakit
kelamin, bilamana obatnya diminta langsung oleh petugas program
kepada Instalasi Farmasi Kota tanpa melalui Puskesmas, maka petugas
yang bersangkutan harus membuat permintaan dan laporan pemakaian
obat yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota.
c. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada
penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta dari Puskesmas yang
membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat,
bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang
bersangkutan. Khusus untuk Program Diare diusahakan ada sejumlah
persediaan obat di Posyandu yang penyediaannya diatur oleh Puskesmas.
d. Untuk KLB dan bencana alam, distribusi dapat dilakukan melalui
permintaan maupun tanpa permintaan oleh Puskesmas. Apabila

26
diperlukan, Puskesmas yang wilayah kerjanya terkena KLB/Bencana
dapat meminta bantuan obat kepada Puskesmas terdekat
Tata Cara Pendistribusian Obat:
Instalasi Farmasi Kota melaksanakan distribusi obat ke UPTD
Puskesmas dan di wilayah kerjanya sesuai kebutuhan masing-masing
Unit Pelayanan Kesehatan.
4) Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya meliputi:
1. Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan
obat melalui kegiatan perhitungan tingkat kecukupan obat per unit
pelayanan kesehatan.
2. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi
akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat di UPTD Farmasi.
3. Perhitungan dilakukan langsung pada Kartu Rencana Distribusi Obat.
4. Tingkat kecukupan dihitung dari sisa stok obat di UPTD Farmasi di bagi
dengan pemakain rata-rata obat di Unit Pelayanan Kesehatan.

2.3 Gambaran Umum UPTD Puskesmas


2.3.1 Definisi UPTD Puskesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Pusat Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disebut Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 43 tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang :
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat

27
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
Dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas melalui Permenkes RI. No. 74
Tahun 2016, maka Puskesmas berwenang untuk :
1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan Kesehatan
3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait.
5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
6. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan.
8. Memberikan dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.

2.3.2 Visi dan Misi Puskesmas


Puskesmas Bungursari mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut :
Visi : “Mewujudkan Puskesmas Bungursari yang Religius, Maju dan Madani”.
Misi : Dalam rangka pencapaian visi tersebut diatas, maka ditetapkan Misi
Puskesmas Bungursari yaitu sebagai berikut:
1. Mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius dan
berkearifan lokal
2. Mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan daya beli
masyarakat
3. Memantafkan infrastruktur dasar perkotaan guna mendorong
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan yang berwawasan
lingkungan

28
4. Memenuhi kebutuhan pelayanan dasar masyarakat untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
5. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih

2.3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas


Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas
 Tugas Pokok Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
 Fungsi Puskesmas diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat
pertama di wilayah kerjanya
b. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat
pertama di wilayah kerjanya
c. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya
d. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat
e. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

2.3.4 Persyaratan Puskesmas


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 tahun
2014 persyaratan Puskesmas adalah sebagai berikut:
a. Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.
b. Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih
dari 1 (satu) Puskesmas.
c. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan
aksesibilitas.
d. Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.

29
1. Lokasi
Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan:
a. Geografis;
b. Aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c. Kontur tanah;
d. Fasilitas parkir;
e. Fasilitas keamanan;
f. Ketersediaan utilitas publik;
g. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h. Kondisi lainnya.
Pendirian puskesmas harus memperhatikan ketentuan teknis pembangunan
bangunan gedung negara.
2. Bangunan
Bangunan Puskesmas harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a Persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja,
serta persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b Bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan
c Menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan
d Keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi pelayanan
bagi semua orang termasuk yang berkebutuhan khusus, anak-anak dan
lanjut usia.
3. Prasarana
Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri
atas: sistem penghawaan (ventilasi); sistem pencahayaan; sistem sanitasi; sistem
kelistrikan; sistem komunikasi; sistem gas medik; sistem proteksi petir; sistem
proteksi kebakaran; sistem pengendalian kebisingan; sistem transportasi vertikal
untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai; kendaraan Puskesmas keliling; dan
kendaraan ambulans.
4. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga
non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan

30
tersebut dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan
jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,
karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.
Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. Dokter atau dokter layanan primer;
b. Dokter gigi;
c. Perawat;
d. Bidan;
e. Tenaga kesehatan masyarakat;
f. Tenaga kesehatan lingkungan;
g. Ahli teknologi laboratorium medik;
h. Tenaga gizi; dan
i. Tenaga kefarmasian.
Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin
praktek sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan tenaga non
kesehatan di Puskesmas harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di
Puskesmas.

2.3.5 Sarana dan Prasarana


Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set
meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh
pasien.

31
2. Ruang Pelayanan Resep dan Peracikan
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan
disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, thermometer
ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat, buku catatan pelayanan
resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya.
Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup.
3. Ruang Penyerahan Obat
Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan
penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan obat dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang Konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku,
buku buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku
catatan konseling, formulir jadwal konsumsi obat, formulir catatan pengobatan
pasien, dan lemari arsip serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan.
5. Ruang Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat,
pallet, pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu,
dan kartu suhu.
6. Ruang Arsip
Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang
baik.

32
2.3.6 Sumber Daya Kefarmasian
Sumber Daya Kefarmasian di Puskesmas meliputi :
1. Sumber Daya Manusia
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab,
yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah
kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien,
baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan
Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas adalah 1
(satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat
izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga kefarmasian
yang disampaikan kepada yang bersangkutan dan didokumentasikan secara
rahasia. Hasil penilaian kinerja ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk
memberikan penghargaan dan sanksi (reward and punishment).
1) Kompetensi Apoteker
1) Sebagai Penanggung Jawab
 Mempunyai kemampuan untuk memimpin;
 Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan
mengembangkan pelayanan kefarmasian;
 Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
 Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan
 Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah,
menganalisis dan memecahkan masalah.
2) Sebagai Tenaga Fungsional
 Mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
 Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
 Mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
 Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
 Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan

33
 Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
2) Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang kefarmasian atau
bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara berkesinambungan untuk
mengembangkan potensi dan produktivitas tenaga kefarmasian secara
optimal. Tujuan Umum dari Pendidikan dan Pelatihan yaitu:
 Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu
melaksanakan rencana strategi Puskesmas.
 Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga
kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
 Terfasilitasinya program penelitian dan pengembangan bagi calon
tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
 Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan
pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
 Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan Pelayanan
Kefarmasian.
 Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling
tentang obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
 Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.
 Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang optimal.
 Tersedianya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
 Terkembangnya kualitas dan jenis pelayanan ruang farmasi
Puskesmas

2.3.7 Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas


A. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pemusnahan dan penarikan, administrasi serta pemantauan dan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan

34
keterjangkauan Sediaan Farmasi yang efisien, efektif dan rasional,
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan
sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
1) Perencanaan Obat
Perencanaan obat adalah proses penilaian penyediaan dan penggunaan
obat yang dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi
obat periode sebelumnya, data mutasi obat dan rencana pengembangan.
Tujuan perencanaan adalah:
- Membuat perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai yang mendekati kebutuhan
- Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
- Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
Proses seleksi obat juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional (Fornas). Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas seperti dokter, dokter gigi,
bidan dan perawat serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO),
selanjutnya Instalasi Farmasi Kota akan melakukan kompilasi dan analisa
terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
2) Permintaan Obat
Tujuan permintaan sediaan farmasi adalah memenuhi kebutuhan Sediaan
Farmasi di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah
dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kota, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
setempat.
Permintaan obat terdiri dari:
 Pemesanan
- Permintaan dari puskesmas ke UPTD Farmasi dengan membuat
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

35
- Permintaan dari unit pelayanan ke puskesmas
 Peresepan
- Permintaan dari dokter ke petugas farmasi
3) Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari
Instalasi Farmasi Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai
dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan
Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu. Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab
atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat
dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi
sesuai dengan isi dokumen LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian,
dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka
Tenaga Kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa kadaluwarsa minimal
dari Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di
Puskesmas ditambah satu bulan.
4) Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar
mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Bentuk dan jenis sediaan;
b. Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan
Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban;

36
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d. Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e. Tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
5) Pendistribusian
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit
farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub unit di
Puskesmas dan jaringannya antara lain:
- Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
- Puskesmas Pembantu;
- Puskesmas Keliling;
- Posyandu; dan
- Polindes.
- Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
Distribusi tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai
resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing
dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock).
6) Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap

37
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
- Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
- Telah kadaluwarsa;
- Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
- Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
terdiri dari:
- Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan
dimusnahkan;
- Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
- Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
- Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
- Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
7) Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai
dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari
pengendalian persediaan, pengendalian penggunaan, penanganan sediaan
farmasi yang hilang/rusak dan kadaluwarsa.

8) Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh
rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang

38
diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit
pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
telah dilakukan;
a. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
b. Sumber data untuk pembuatan laporan.
9) Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai
Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai; dan
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar
Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh kepala puskesmas. SPO tersebut
diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

B. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat
dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik bertujuan
untuk:
a) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
b) Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

39
c) Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
d) Melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.

Pelayanan Farmasi Klinik meliputi :


1) Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
1. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien)
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah obat.
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan Efek Samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif.

2) Pelayanan Informasi Obat


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien yang bertujuan:

40
- Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
- Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
- Menunjang penggunaan obat yang rasional.
- Kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah memberikan dan
menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster,
majalah dinding dan lain-lain. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat. Melakukan pendidikan
dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya
terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai. Mengoordinasikan
penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan diantaranya :
- Sumber informasi Obat.
- Tempat.
- Tenaga.
- Perlengkapan.
3) Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah
pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang
benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping,
tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat. Kegiatan yang
dilakukan diantaranya:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

41
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain.
- Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
- Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan konseling obat
diantaranya adalah kriteria pasien diantaranya pasien rujukan dokter, pasien
dengan penyakit kronis. pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit
dan poli farmasi, pasien geriatrik, pasien pediatrik, dan pasien pulang sesuai
dengan kriteria di atas.
4) Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi, dan lain-lain yang bertujuan:
- Memeriksa obat pasien.
- Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
- Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan
obat.
- Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan
dokumentasi dan rekomendasi dengan melakukan visite mandiri untuk pasien:
a. Untuk pasien baru dimana apoteker memperkenalkan diri dan
menerangkan tujuan dari kunjungan., dan memberikan informasi mengenai
sistem pelayanan farmasi dan jadwal pemberian obat, menanyakan obat
yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat jenisnya dan
melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien, serta mengkaji

42
terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait obat yang
mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru dengan cara menjelaskan indikasi
dan cara penggunaan obat baru, dan mengajukan pertanyaan apakah ada
keluhan setelah pemberian obat.
c. Untuk semua pasien dengan cara memberikan keterangan pada catatan
pengobatan pasien, dan membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap
kunjungan.
5) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis dengan tujuan:
- Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
- Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya dengan menganalisis laporan efek
samping obat, mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat, mengisi formulir monitoring efek samping obat
(MESO), dan melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan monitoring efek samping
obat diantaranya :
- Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
- Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping yang bertujuan:
- Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
- Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.

43
Kriteria pasien yang dapat dilakukan PTO diantaranya adalah anak-anak
dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, atau pasien yang menerima obat lebih
dari 5 (lima) jenis, pasien dengan multidiagnosis, pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau hati, menerima obat dengan indeks terapi sempit, menerima
obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan. Kegiatan
yang dilakukan dalam PTO diantaranya adalah memilih pasien yang memenuhi
kriteria, membuat catatan awal, memperkenalkan diri pada pasien, memberikan
penjelasan pada pasien, mengambil data yang dibutuhkan, melakukan evaluasi,
dan memberikan rekomendasi.
7) Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional) yang bertujuan:
- Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
- Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai
standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan
oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

2.4 Regulasi Kefarmasian


1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Puskesmas.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.

44
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

45
BAB III
TINJAUAN KHUSUS DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA,
UPTD FARMASI DAN UPTD PUSKESMAS

3.1 Dinas Kesehatan Kota Kota Tasikmalaya


3.1.4 Lokasi Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan Kota Tasikmalaya terletak di Kantor Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya yaitu di Jl. Ir. H. Djuanda (Komplek Perkantoran) Indihiang Kota
Tasikmalaya.

3.1.4 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan


Sesuai dengan peraturan Walikota Tasikmalaya, Kepala Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya mempunyai susunan organisasi yang di tetapkan sebagai
berikut:
a. Kepala Dinas;
b. Sekertariat, yang membawahkan
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
2. Sub Bagian Keuangan.
3. Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan
c. Bidang Kesehatan Masyarakat, yang membawahkan:
1. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi.
2. Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat.
3. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan kerja dan Kesehatan Olahraga.
d. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, yang membawahi:
1. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.
2. Seksi Suerveilans dan Imunitas.
3. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
e. Bidang Pelayanan Kesehatan, yang membawahkan:
1. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer
2. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan.
3. Seksi Mutu Pelayanan Kesehatan.

46
f. Bidang Sumber Daya Kesehatan, yang membawahkan:
1. Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan.
2. Seksi Jaminan dan Pembiayaan Kesehatan.
3. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan.
g. Jabatan Pelaksanaan dan Kelompok Jabatan Fungsional.

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan

47
3.1.4 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker di Dinas Kesehatan diantaranya
sebagai berikut:
1. Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan
kefarmasian.
2. Mengklasifikasi perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan
farmasi
3. Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi

3.1.4 Manajemen Keuangan


Bagian yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan di Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya adalah Bagian Keuangan.Kebutuhan obat dan alat
kesehatan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Kapitasi. DAK diperoleh
dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sedangkan dana kapitasi
yang berasal dari JKN diperoleh dari BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial), dimana persentase pembagiannya adalah 60% untuk jasa dan 40% sisanya
dibagi lagi menjadi 60% untuk obat atau alkes atau bahan medis habis pakai dan
40% untuk biaya operasional.

3.1.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan di Dinas Kesehatan


Pengelolaan Obat Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya meliputi :
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
dasar (PKD). Proses perencanaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
diawali dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh
Dinas Kesehatan dan perbekalan kesehatan kota diolah menjadi rencana
kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan menggunakan berbagai
teknik perhitungan. Adapun Tahap Pembuatan Rencana Kebutuhan Obat (RKO),
sebagai berikut :

48
1) Tahap pemilihan obat, menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai
pola penyakit. Pemilihan obat di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
berdasarkan seleksi ilmiah dan medik, minimalisasi jenis obat, menghindari
penggunaan obat kombinasi serta obat baru. Prioritas pemilihan obat yang
dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya meliputi obat-obat generik
yang terutama tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional (FORNAS), obat e-cataloge dan obat untuk 144
penyakit sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014.
2) Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Tahap kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian
obat setiap bulan dari masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan
selama setahun, serta menentukan stok optimum (jumlah antara stok kerja
dan stok pengaman).
3) Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Untuk menentukan kebutuhan obat, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
melakukan pendekatan perhitungan obat dengan metode konsumsi dan
morbiditas. Dimana metode konsumsi merupakan metode yang di dasarkan
pada penggunaan obat pada tahun sebelumnya dan metode morbiditas
berdasarkan pola penyakit yang banyak terjadi dan sedang terjadi pada saat
itu.
4) Tahap Proyeksi Kebutuhan
Tahapan ini dilakukan dengan langkah menetapkan rancangan stok akhir
periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan
hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata per
bulan ditambah stok penyangga.
5) Tahap Penyesuaian Rencana Penggunaan Obat
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan
obat sesuai jumlah dana yang tersedia. Oleh karena itu, informasi yang
didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing
jenis obat, dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat di tahun yang
akan datang.

49
6) Tahap Penyusunan Perencanaan Obat Terpadu
Dalam perencanaan ini, pada awalnya puskesmas mengusulkan rencana
kebutuhan obat (RKO) pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Setelah
itu, RKO ini dipertimbangkan melalui rapat oleh Tim Perencanaan Obat
Terpadu (TPOT) yang terdiri atas kepala bidang dan berbagai kepala sub-
bagian di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya yang memiliki kepentingan,
termasuk kepala UPTD Farmasi dan UPTD Laboratorium Kesehatan
Daerah.
Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan dasar
dibiayai oleh berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan
keterpaduan perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan
mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim perencanaan Obat Terpadu
(TPOT) merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penggunaan anggaran atau dana obat melalui koordinasi, integrasi,
dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah-masalah mengenai
obat dan perbekalan kesehatan di setiap kota.
2) Pengadaan
Pengadaan merupakan proses kegiatan untuk pemenuhan atau penyediaan
obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan.
Adapun tujuan pengadaan obat ini antara lain :
a. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan
b. Mutu obat terjamin
c. Obat dapat diperoleh pada saat diperlukan
Dalam pengadaan, hal-hal yang diperlu diperhatikan yaitu :
- Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan
- Persyaratan pemasok
- Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
- Pemantauan status pesanan.
Proses pengadaan dilakukan via e-catalog oleh Pejabat Pengadaan. Pada e-
cataloge dipilih obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan beserta jumlah
yang akan dipesan. Kemudian dilakukan kontrak secara manual dengan

50
distributor. Selanjutnya, barang datang ke UPTD Farmasi kemudian diterima
serta diperiksa oleh panitia penerima.
3) Pengawasan dan Pembinaan
Bagian pengawasan dan pembinaan seksi farmalkes bidang sumber daya
kesehatan bertugas melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap sarana
kesehatan, sarana makanan minuman, kosmetik, dan sediaan farmasi serta
NAPZA. Bagian pengawasan dan pembinaan akan melakukan pengawasan
untuk memeriksa sarana-sarana kesehatan. Dimana pemeriksaan dilakukan oleh
tim, prioritas sarana yang akan diperiksa:
1. Sarana kesehatan yang sudah ada temuan dari BPOM
2. Adanya pengaduan dari puskesmas dan masyarakat terhadap suatu sarana
3. Sarana yang belum di bina (dilihat dari rekapan sarana yang telah dibina
tahun sebelumnya).
Sarana yang perizinan/rekomendasinya dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya sebagai berikut :
1. Toko Obat
Toko obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat bebas
dan obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran. Untuk mendirikan toko obat
harus ada izin Kepala Dinas Kesehatan Kota.
2. Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker. Adapun tata cara memperoleh izin apotek adalah
sebagai berikut:
a) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP)
b) Dengan Permohonan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) harus ditanda
tangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif
meliputi:
1) Foto copy Ijazah Apoteker
2) Foto copy Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
3) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Apoteker pengelola Apotek

51
4) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Pokok Wajib
Pajak Pemilik sarana
5) Salinan atau Foto copy Denah Bangunan & Peta Lokasi
6) Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja
tetap pada perusahaan farmasi lain & tidak menjadi apoteker pengelola
apotek di apotek lain.
7) Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran Peraturan
Perundang-undangan dibidang obat
8) Akte perjanjian kerjasama Apoteker Pengelola Apotek dengan pemilik
sarana
9) Salinan atau Foto copy status bangunan sarana apotek
10) Daftar Asisten Apoteker, Foto copy SIPTTK
11) Rekomendasi Puskesmas setempat
12) Asli dan foto copy daftar terperinci alat perlengkapan apotek
3. Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar
dan/atau spesialistik. Berdasarkan jenis pelayanan, klinik dibagi menjadi dua
yaitu Klinik Pratama dan Klinik Utama.
a) Klinik pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar baik umum maupun khusus.
b) Klinik utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
Setiap penyelenggaraan klinik wajib memiliki izin mendirikan yang
diberikan oleh pemerintah daerah kota dan izin operasional yang diberikan oleh
pemerintah daerah kota atau Kepala Dinas kesehatan Kota Tasikmalaya.
Instalasi Farmasi Klinik adalah bagian dari klinik yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
klinik. Instalasi yang dimaksud adalah melayani resep dari dokter klinik yang
bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun

52
klinik lain. Jenis klinik yang harus memiliki instalasi farmasi yaitu klinik rawat
inap dan klinik rehabilitasi medik yang diselenggarakan apoteker.
4. Rumah sakit kelas B, C, dan D.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan dan
bangunan serta prasarana rumah sakit dibedakan menjadi beberapa kelas
diantaranya yaitu:
a) Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit yang terdiri dari 4 spesialis dasar, 4
spesialis penunjang medis, 13 spesialis lain dan 4 sub spesialis dasar.
b) Rumah sakit kelas B yaitu rumah sakit yang terdiri dari 4 spesialis dasar, 4
spesialis penunjang medis, 8 spesialis lain dan 2 sub spesialis dasar.
c) Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit yang terdiri dari 4 spesialis dasar dan
4 spesialis penunjang medis.
d) Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit yang terdiri dari 2 spesialis dasar.
Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang
berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin
mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
5. IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan)
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yang selanjutnya
disingkat SPP-IRT, adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota
terhadap pangan produksi IRTP di wilayah kerjanya yang telah memenuhi
persyaratan pemberian SPP-IRT dalam rangka peredaran Pangan Produksi IRTP.
Mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2018 SPP-IRT tentang Pedoman Pemberian
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, SPP-IRT diberikan IRTP

53
yang telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan, hasil pemeriksaan
sarana produksi Pangan Produksi IRTP memenuhi syarat, dan label pangan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Alur atau tata cara
memperoleh S-PIRT:
a) Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan
 Pemohon mengambil formulir persyaratan ke Seksi JPRK.
 Seksi JPRK menjelaskan persyaratan ke pemohon.
 Pemohon melengkapi dan mengembalikan berkas persyaratan ke Seksi
JPRK.
 Seksi JPRK memeriksa kelengkapan persyaratan, mencatat ke dalam
buku register, mengirim daftar nama pemohon ke Seksi Farmalkes untuk
mengikuti penyuluhan.
 Seksi Farmalkes mengirim surat undangan kegiatan penyuluhan ke
pemohon. Pemohon mengikuti kegiatan penyuluhan dari bulan januari-
oktober minimal 50 peserta.
 Seksi Farmalkes memberi no sertifikat SPKP untuk penerbitan sertifikat.
 Seksi JPRK mengetik sertifikat PKP, memeriksa dan memaraf sertifikat
PKP.
 Bidang SDK dan sub bagian umum memeriksa dan memaraf sertifikat.
 Kepala Dinas menandatangani sertifikat.
 Sub bagian umum dan kepegawaian mengarsip sertifikat dan
menyerahkan sertifikat ke IRTP.
b) Sertifikat PIRT
 Pemohon telah mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan dinyatakan
lulus.
 Seksi Farmalkes mengumumkan nama peserta dan jadwal pemeriksaan
ke sarana PIRT, melaksanakan kunjungan ke pemohon, dan menyusun
berita acara.
 Pemohon melengkapi syarat sesuai berita acara.
 Seksi Farmalkes memberi no PIRT dan mengirim ke Seksi JPRK, Seksi
JPRK mengetik, dan memeriksa data, memparaf PIRT.

54
 Bidang SDK dan sub bagian umum dan kepegawaian memeriksa dan
memaraf sertifikat.
 Kepala Dinas menandatangani sertifikat. Jenis jenis pangan yang
diizinkan mendapat sertifikat P-IRT adalah: hasil olahan daging kering
(abon, dendeng, kerupuk kulit, paru goreng kering), hasil olahan ikan
kering (abon ikan, cumi kering, kerupuk, petis, pempek pempek, presto
ikan), hasil olahan unggas kering (usus goreng, ceker goreng, telur asin),
sayur asin dan sayur kering (acar, asinan/manisan sayur, keripik), hasil
olahan kelapa (kelapa parut kering, nata de coco), tepung dan hasil
olahannya, minyak dan lemak, selai, jeli dan sejenisnya, gula, kembang
gula, madu, kopi, teh, coklat kering atau campurannya, bumbu, rempah-
rempah, minuman ringan dan minuman serbuk, hasil olahan buah, hasil
olahan biji-bijian dan umbi. Jenis produk pangan yang tidak boleh izin
sertifikat PIRT atau harus berizin ke POM MD adalah produk olahan
susu (es krim), produk daging (kornet), ikan (sarden), bahan tambahan
pangan/BTP (pengawet, pewarna, pemanis, flavour, pengempal, dan lain
lain) dan produk pangan yang memerlukan penyimpanan khusus pada
suhu rendah seperti nugget, baso, sosis.
6. UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional)
UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional) adalah usaha yang dapat membuat
semua bentuk obat tradisional kecuali tablet dan effervesent. UKOT harus
mendapat rekomendasi dari kepala balai setempat dan rekomendasi dari Kepala
Dinas Kesehatan Kota. Permohonan izin UKOT diajukan oleh pemohon kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Setiap UKOT wajib memiliki sekurang-
kurangnya 1 (satu) orang Tenaga Teknis Kefarmasian Warga Negara Indonesia
sebagai Penanggung Jawab yang memiliki sertifikat pelatihan CPOTB. Dalam
hal UKOT memproduksi bentuk sediaan kapsul dan/atau cairan obat dalam,
harus memenuhi ketentuan:
a. Memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab yang bekerja penuh; dan
b. Memenuhi persyaratan CPOTB
7. UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional)

55
UMOT adalah usaha yng hanya membuat sediaan obat tradisional dalam
bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Permohonan izin
UMOT diajukan pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota.
3.2 UPTD Farmasi
3.2.4 Lokasi UPTD Farmasi
UPTD Farmasi Dinas kesehatan Kota Tasikmalaya terletak di Kantor Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya yaitu di Jl. Ir. H. Djuanda (Komplek Perkantoran)
Indihiang Kota Tasikmalaya.

3.2.4 Struktur Organisasi UPTD Farmasi


UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya dipimpin oleh Kepala UPTD Farmasi
yang diawasi oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. UPTD Farmasi
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya memiliki 8 orang tercatat sebagai pegawai,
yang terdiri dari :
Apoteker : 3 orang
Ahli Madya Farmasi : 2 orang
Tenaga Non Farmasi : 2 orang
Tenaga Sukwan : 1 orang

56
Adapun struktur organisasi secara lengkap UPTD Farmasi adalah sebagai berikut:

KEPALA UPTD FARMASI


H. MUMUS S, S.Kep.,MM

KELOMPOK JABATAN YUSI ASRIYANTI S.Sos, M.Si


FUNGSIONAL TERTENTU NIP. 19730821 199603 2 002

apt. DORA DEWI RAHMAWATI S.Si


NIP. 19840718 201101 2 002

apt. PEPPI ZULFIAN YUZAQI, S.Farm


NIP. 19840623 201001 1 014

apt. SYLVIA OCTORA DEWI, S.Si


NIP. 19821012 201001 2 015

NASRULLAH ZAFFAR AHMAD, A.Md.,Farm


NIP. 19781208 200604 1 008

SITI AIDA ZURAIDA, A.Md.,Farm


NIP. 19800824 200902 2 006

KELOMPOK JABATAN
PELAKSANA

Gambar 3.2 Struktur Organisasi UPTD Farmasi

57
3.2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker di UPTD Farmasi diantaranya sebagai
berikut:
1. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan
farmasi
2. Menelaah atau mengkaji data-data dalam kegiatan kefarmasian
3. Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan
farmasi.
4. Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok perbekalan farmasi.
5. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan
dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur pembelian.
6. Menilai barang dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi
7. Menganalisis daftar usulan perbekalan dalam rangka pengadaan
penghapusan perbekalan farmasi.
8. Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

3.2.4 Pengelolaan Obat di UPTD Farmasi


1) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan menerima obat yang bermutu dan sesuai
dengans spesifikasi yang telah ditetapkan dan persyaratan lainnya harus sama
dengan yang tercantum dalam dokumen kontrak, seperti jenis, kualitas, dan
jumlah.
Alur Penerimaan Barang :
1. Suplier menghubungi UPTD Farmasi jika akan mengirim barang
2. Bagian UPTD Farmasi menyiapkan tempat
3. Barang datang, dan dicek oleh panitia penerima dan pemeriksa
a. Dokumen harus sesuai kontrak
b. Cek organoleptik (bentuk, kemasan, jumlah, Expired Date, no bacth, dll)
4. Dokumen ditandatangani oleh pihak suplier dan panitia pemeriksa
5. Simpan barang sesuai dengan sistem penyimpanan
6. Catat barang masuk di kartu barang/komputer dan Bukti Barang Masuk
7. Dokumen diarsipkan

58
2) Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Pengaturan tata ruang di UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya berdasarkan :
a) Kemudahan Bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka UPTD Farmasi perlu di tata sebagai
berikut :
- UPTD Farmasi menggunakan sistem satu lantai dan tidak menggunakan
sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan
- Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang UPTD
Farmasi dapat di tata berdasarkan sistem arus garis lurus, Arus U, dan
Arus L
b) Sirkulasi Udara yang Baik
Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus
bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya
terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang UPTD
Farmasi yang luas. Selain itu untuk menjaga sirkulasi udara yang baik maka
perlu diberikan ventilasi agar udara dapat keluar masuk dengan baik.
c) Kondisi Penyimpanan Khusus
1) Vaksin memerlukan “cold chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik
2) Narkotika dan psikotropika harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci serta menggunakan kunci ganda
3) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan
dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus
terpisah.
d) Pencegahan Kebakaran
Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah
dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran
sebaiknya diperiksa secara berkala untuk memastikan fungsi dan kondisi
dari alat pemadam tersebut.

59
e) Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dapat mejaga kualitas dan mutu dari obat yang
disimpan dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara
dan gerakan stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
a. Menjaga sirkulasi udara dari bawah dan melindungi terhadap
kelembaban
b. Meningkatkan efisiensi penanganan stok
c. Menampung obat lebih banyak
Penyusunan obat di UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya menggunakan prinsip
FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First ln First Out) dengan sistem
alfabetis. Obat disusun dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan
teratur. Untuk memudahkan pencarian dalam penyimpanan juga mencantumkan
nama masing-masing pada rak dengan rapi dan apabila persediaan obat cukup
banyak maka biarkan obat tetap disimpan dalam box masing-masing, selain itu
penyimpanan obat dalam dan obat untuk pemakaian luar dipisah.
Penyimpanan obat khusus seperti narkotika dan psikotropika disimpan pada
lemari khusus dengan sistem kunci ganda (double lock). Serta penyimpanan obat
khusus seperti vaksin yang dapat berpengaruh oleh temperatur, udara, cahaya
dan kontaminasi bakteri disimpan pada tempat yang sesuai. Di UPTD Farmasi
Kota Tasikmalaya untuk menjaga obat-obatan yang mempunyai batas waktu
pemakaian tertentu perlu dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu
berada dibelakang sehingga obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluarsa
habis.
Adapun Proses Alur Penyimpanan di UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya
sebagai berikut :
- Obat diterima
- Obat disimpan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO
- Obat narkotik dan psikotropik disimpan terpisah dan terkunci
- Obat disimpan berdasarkan petunjuk dalam kemasan seperti pada
vaksin,serum dan suppositoria

60
- Obat disimpan diatas pallet maksimal 8 tumpuk dan tidak menempel pada
dinding
- Jarak antara tumpukan atas dengan langit-langit berjarak 1 meter
- Diberi jarak antar barang untuk memudahkan pergerakan.
3) Pendistribusian
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan
jumlah dari UPTD Farmasi secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan.
Tata Cara Pendistribusian Obat sebagai berikut :
1. UPTD Farmasi melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas di wilayah
kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas
2. Tata cara pengiriman obat ke Puskesmas dilakukan dengan cara di kirim
langsung oleh UPTD Farmasi
3. Obat-obatan yang akan diserahkan ke Puskesmas harus disertai dengan
dokumen penyerahan atau pengiriman obat
4. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan diserahkan,
maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap jenis dan jumlah obat, kualitas
atau kondisi obat, isi kemasan dan kekuatan sediaan, kelengkapan dan
kebenaran dokumen pengiriman obat, dan nomor batch.
5. Tiap pengeluaran obat dari UPTD Farmasi harus segera dicatat pada kartu
stok obat dan kartu stok induk obat
Kegiatan distribusi di UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya terdiri atas kegiatan
distribusi rutin dan kegiatan distribusi khusus.
a) Kegiatan Distribusi Rutin
Kegiatan distribusi rutin mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan
umum di unit pelayanan kesehatan. UPTD Farmasi merencanakan dan
melaksanakan pendistribusian obat-obatan ke unit-unit pelayanan kesehatan
di wilayah kerjanya.
Alur Distribusi Rutin UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya ke Puskesmas:
a) Puskesmas mengirimkan LPLPO tiap awal bulan ke UPTD Farmasi

61
b) LPLPO diverifikasi oleh petugas pengelola obat seperti jumlah
pemakaian, stok optimum (pemakaian + buffer stock + lead time), sisa
akhir dan permintaan (stok optimum – sisa stok) untuk menentukan
jumlah pendistribusian ke Puskesmas
c) LPLPO diterima oleh petugas UPTD Farmasi di Dinas Kesehatan
sesuai jadwal yang sudah dibuat
d) Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan Berita Acara (BA) dibuat
rangkap 3 (Rangkap pertama untuk UPTD Farmasi, Rangkap kedua
untuk Dinkes dan Rangkap ketiga untuk Puskesmas)
e) Melakukan pencatatan barang pada kartu stok
f) Petugas UPTD Farmasi menyiapkan obat dan alat kesehatan sesuai
SBBK dan mempacking obat dan alat kesehatan tersebut
g) Pemeriksaan obat oleh petugas UPTD Farmasi dan Puskesmas
h) Penyerahan obat dari UPTD Farmasi ke Puskesmas
i) Penandatanganan SBBK dan Berita Acara penerimaan barang oleh
Puskesmas dan UPTD Farmasi
j) SBBK dan Berita Acara diarsipkan.
b) Kegiatan Distribusi Khusus
Kegiatan distribusi khusus mencakup distribusi kebutuhan obat program
yang diajukan oleh tim program kesehatan. Pendistribusian program
tersebut meliputi obat-obat program saja.
Kegiatan distribusi khusus di UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya dilakukan
sebagai berikut:
a. UPTD Farmasi menyusun rencana distribusi obat untuk masing-masing
program sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan program yang
diterima dari Provinsi atau Dinas Kesehatan Kota.
b. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas permintaan
penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya.
c. Untuk Kejadian Luar Biasa dan bencana alam, distribusi dapat
dilakukan melalui permintaan maupun tanpa permintaan oleh
Puskesmas. Apabila diperlukan, Puskesmas yang wilayah kerjanya

62
terkena KLB/Bencana dapat meminta bantuan obat kepada Puskesmas
terdekat.
Tujuan dari distribusi obat adalah sebagai berikut :
 Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saat
pendistribusian
 Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit
pelayanan kesehatan
 Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit
pelayanan kesehatan
 Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan
dan program kesehatan
4) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan obat merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
penata usaha obat-obatan secara tertib baik obat-obatan yang diterima, disimpan,
diditribusikan maupun yang digunakan di unit-unit pelayanan di Puskesmas.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis
dan jumlah penerimaan, persediaan pengeluaran atau penggunaan dan data
mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan obat yang dilakukan oleh UPTD Farmasi
meliputi pencatatan dan pelaporan data untuk mendukung perencanaan dan
pengadaan obat.
Jenis pencatatan yang terdapat di UPTD Farmasi Kota Tasikmalaya sebagai
berikut :
a) Kartu Stok
Kartu stok merupakan kartu yang digunakan untuk mencatat pemasukan dan
pengeluaran obat secara manual pada saat proses distribusi. Fungsi kartu
stok yaitu sebagai alat untuk mencatat mutasi obat seperti penerimaan,
pengeluaran, obat hilang, obat rusak dan obat kadaluarsa.
Manfaat kartu stok :
1) Sebagai informasi persediaan obat
2) Pengendalian persediaan

63
3) Untuk pertanggung jawaban kepala UPTD Farmasi, alat kendali bagi
kepala UPTD Farmasi terhadap fisik obat dalam tempat penyimpanan
4) Sebagai alat bantu penyusunan laporan, perencanaan, pengadaan dan
distribusi serta pengendalian persediaan
b) Buku Barang Masuk
Buku Barang Masuk digunakan untuk mencatat barang yang diterima oleh
UPTD Farmasi setelah proses pemesanan dari distributor.
c) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat berfungsi sebagai bukti
penerimaan dan pemakaian obat di Puskesmas, sebagai bukti pengeluaran
obat di UPTD Farmasi, dan sebagai surat permintaan obat dari Puskesmas
ke Dinas Kesehatan
d) Surat Bukti Barang Keluar
Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) digunakan sebagai surat berita acara
serah terima barang dari UPTD Farmasi ke Puskesmas.
Laporan yang disusun UPTD Farmasi terdiri dari :
a. Laporan dinamika logistik dibuat tiga bulan sekali dan dikirimkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi
b. Laporan rutin terdiri dari laporan bulanan, laporan tiga bulanan dan
laporan tahunan dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
c. Laporan tiga bulanan TB dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya
d. Laporan tahunan atau profil pengelolaan obat dikirim kepada Dinas
Kesehatan Provinsi
e. Laporan obat kadaluwarsa untuk mengetahui obat yang keluar
f. Laporan dinamika logistik untuk intern untuk mengetahui tingkat
kecukupan obat

64
3.3 UPTD Puskesmas Bungursari
3.3.4 Sejarah Singkat Puskesmas Bungursari
Puskesmas Bungursari Kabupaten Tasikmalaya awalnya berdiri tahun 1993
yang berlokasi di Jl. Bungursari Desa Bungursari Kecamatan Indihiang dengan
luas bangunan 112,5 M2.
Pada tahun 2002 Kabupaten Tasikmalaya dimekarkan menjadi 2 yaitu
Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya sehingga dengan otomatis pada
tahun 2002 masuk wilayah Kota Tasikmalaya.
Dalam menjalankan kegiatan pelayanan, UPTD Puskesmas Bungursari
dibantu kendaraan transportasi yang terdiri dari motor roda dua (6 unit). Seiring
waktu berjalan periode kepemimpinan Kepala UPTD Puskesmas Bungursari
mengalami beberapa kali pergantian sejak berdiri sampai sekarang, yaitu:
1. Puskesmas Bungursari berdiri pada tahun 1993 dengan nama Puskesmas
Bungursari dengan pemimpinnya bernama dr. inggrid, periode 1993-1997.
2. dr. Hendri Neo, periode 1997-2002
3. dr. Dadang, periode 2002-2004
4. Bpk. Yayan, periode 2004-2006
5. PLH dr. H Risna Nugraha 2006 – Maret 2007
6. dr. H Risna Nugraha, periode April 2007 – Oktober 2010
7. dr. Feri, periode Nov 2010 – Januari 2011
8. dr. Asep Hendra, S.IP M.Kes, periode Februari 2011 – April 2011
9. Bpk. Didin Fitriyadi, S.IP M.Kes, periode 01 April 2011 – Juli 2013
10. Bpk. Ihsan Puadi, S.IP M.Kes, periode 01 Agustus 2013 – Juli 2018
11. drg. Elida Darma, periode Agustus 2018 sampai dengan sekarang.

3.3.4 Gambaran Umum dan Lokasi Puskesmas


Nama Puskesmas : UPTD Puskesmas Bungursari
Alamat : Jl. Bungursari Kelurahan Bungursari
Kecamatan : Bungursari Kota Tasikmalaya
Produk : Segala macam jenis pekayanan jasa dibidang Kesehatan
dengan kegiatan pokok meliputi promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative
melalui UKM dan UKP. Pelayanan UKP rawat jalan meliputi pemeriksaan umum,

65
kesehatan gigi dan mulut, KIA, KB dan imunisasi, kefarmasian, laboratorium dan
konseling; gawat darurat, rawat inap dan persalinan. Pelayanan UKM meliputi
UKM esensial yaitu promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, KIA dna KB, Gizi,
pencegahan dan pengendalian penyakit, serta UKM pengembangan yaitu
kesehatan jiwa, kesehatan gigi masyarakat, UKS, lansia, indera dan kesorga
(Kegiatan Program Kesehatan Olah Raga).

3.3.4 Kondisi Wilayah Puskesmas


Kondisi geografis UPTD Puskesmas Bungursari terdiri dari wilayah dataran
pegunungan dan persawahan. UPTD Puskesmas Bungursari merupakan
puskesmas yang berada di Kecamatan Bungursari dengan jarak ke Kantor
Walikota Tasikmalaya ± 3,5 km, dengan wilayah kerja terdiri dari dua kelurahan
yaitu Kelurahan Bungursari dan Kelurahan Cibunigeulis.

Gambar 3.3 Wilayah Kerja Puskesmas Bungursari

3.3.4 Struktur Organisasi Puskesmas

66
UPTD Puskesmas Bungursari memiliki struktur organisasi unit kefarmasian
yang diawasi langsung oleh kepala UPTD Puskesmas Bungursari dan di kelola
oleh seorang Apoteker. Adapun struktur organisasi unit kefarmasian UPTD
Puskesmas Bungursari sebagai berikut :

Kepala Puskesmas Bungursari


drg. Elida Darma

Penanggung Jawab UKP


Dr Risna Nugraha

Pelaksana Pelayanan
Penanggung Jawab Kefarmasian Farmasi
apt. Gina Septiani Agustien, M.Farm Ira Indriani, Amd.Farm

Gambar 3.4 Struktur Organisasi Unit Farmasi Puskesmas Bungursari

67
Tabel 3.1 Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bungursari

JENIS KETENAGAAN

NO JENIS TENAGA ADA


PNS PTT TKK SUKWAN CPNS

1 Kepala Puskesmas 1 1 - - - -
2 Ka Subbag TU 1 1 - - - -

3 Dokter Umum 2 2 - - - -

4 Dokter Gigi 1 1 - - - -

5 Perawat Umum dan


Perawat Gigi 11 6 - - 4 1

6 Paramedis non
Perawatan:
a. Sanitarian 1 1 - - - -
b. Pengelola Gizi 1 1 - - - -
c. Farmasi 3 1 - - 1 1
d. Analis 2 1 - - 1 -
7 Pelaksana TU 1 - - - 1 -

8 Bidan PONED 15 8 5 - 2 -

9 Penjaga/Pesuruh 1 - - - 1 -

Jumlah 40 23 5 10 2
Sumber : Data Kepegawaian Puskesmas Bungursari Tahun 2019

3.3.4 Fasilitas Fisik Puskesmas


UPTD Puskesmas Bungursari memiliki luas 112,5 M² dengan beberapa
ruangan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan di puskesmas adalah sebagai
berikut:

68
1. UPTD Puskesmas Bungursari memiliki fasilitas fisik berupa bangunan
permanen
2. Ruang Pendaftaran / Kasir
3. Ruang IGD
4. Ruang BP Umum
5. Ruang Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA dan KB)
6. Ruang Pelayanan Gigi dan Mulut
7. Ruang Laboratorium
8. Apotek
9. Ruang Klinter (Klinik Terpadu)
10. Ruang Kepala Puskesmas
11. Ruang Aula
12. Ruang Administrasi
13. Gudang Alat
14. Gudang Obat
15. Ruang Pelayanan TB Paru
16. Ruang Pemeriksaan Bayi (MTBS)
17. Ruang Rawat Inap
18. Ruang Poned
Selain itu, UPTD Puskesmas Bungursari memiliki Puskesmas Pembantu
yaitu Cibunigeulis.

3.3.4 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker


Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker di Puskesmas adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data maupun literatur kefarmasian
2. Membuat perencanaan kebutuhan obat (RKO)
3. Membuat rencana acuan, membuat rencana kegiatan, menyajikan rencana
kegiatan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan kefarmasian.
4. Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi
5. Menilai mutu dalam rangka pemilihan perbekalan farmasi
6. Mengolah data, menyusun rencana kebutuhan dalam rangka perencanaan
perbekalan farmasi

69
7. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan
atau spesifikasi dalam rangka pengadaan obat
8. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka penerimaan perbekalan
farmasi
9. Menyusun dan mengelompokkan perbekalan farmasi, memeriksa catatan
atau bukti perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan
farmasi
10. Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka pendistribusian
perbekalan farmasi
11. Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi
12. Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi
13. Membuat laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO), laporan
mutasi persediaan obat, laporan indikasi peresepan, laporan yanfar, laporan
penulisan obat generik, laporan ketersediaan obat, laporan penulisan resep
14. Memeriksa dan menilai resep (Skrining Resep)
15. Meracik obat
16. Menyerahkan obat kepada pasien disertai penjelasan penggunaan obat (PIO)
17. Konseling
18. Visite pasien rawat inap
19. Menyusun draft berita acara pemusnahan obat
20. Penyuluhan kefarmasian
21. Mengatur penyimpanan obat
22. Mengatur distribusi obat untuk subunit (puskesmas pembantu, poned, UGD,
apotek rawat inap, poli gigi, laboratorium)
23. Mencatat pemakaian obat psikotropika
24. Konsultasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya
25. Mendokumentasi dalam rangka pemantauan penggunaan obat
26. Mengumpulkan dan menganalisa data, mendokumentasikan hasil dalam
rangka evaluasi penggunaan obat
27. Menelusuri catatan medik dalam rangka pemantauan penggunaan obat
28. Mengklarifikasi laporan efek samping samping obat dalam rangka
monitoring efek samping obat (MESO)

70
29. Menyusun laporan kegiatan farmasi klinik.
30. Menerima obat datang dari gudang farmasi atau pedagang besar farmasi.
3.3.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di Puskesmas
Bungursari merupakan pelaksanaan upaya kesehatan dari pemerintah yang
berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok
Puskesmas, yaitu :
- Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat,
- Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan dan
- Pusat pemberdayaan masyarakat.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi
Pengelolaan Obat Bahan Medis Habis Pakai dan Kegiatan Pelayanan Farmasi
Klinik di dukung dengan adanya sarana prasarana dan sumber daya manusia
(Permenkes, 2014). Manajemen pengelolaan sediaan farmasi di gudang meliputi
perencanaan obat, pengadaan obat,penyimpanan obat dan pendistribusian obat
(Afriadi, 2005).
Menurut Palupiningtyas (2014) gudang penyimpanan obat di puskesmas dan
rumah sakit di Indonesia diketahui masih kurang untuk memenuhi persyaratan
penyimpanan seperti tidak menggunakan system FIFO dan FEFO, kartu stok yang
belum memadai dan tidak menggunakan system penataan alfabetis. Pengelolaan
obat pada tahap penyimpanan merupakan bagian penting dalam menghindari
penggunaan penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga mutu obat-
obatan, memudahkan pencarian dan pengawasan, menjaga kelangsungan
persediaan, mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan, mengoptimalkan
persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang
(Aditama, 2007).

71
Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas Bungursari adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan
Perencanaan menurut Permenkes Nomor 30 tahun 2014 Perencanaan yakni
kegiatan seleksi obat dalam menentukan jumlah dan jenis obat dalam memenuhi
kebutuhan sediaan farmasi di puskesmas dengan pemilihan yang tepat agar
tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, serta efisien.
Perencanaan obat dan BMHP di Puskesmas Bungursari dilakukan setiap awal
tahun dengan membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Perencanaan obat
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan peningkatan efisiensi penggunaan
obat, peningkatan penggunaan obat secara rasional dan perkiraan jenis dan jumlah
obat yang dibutuhkan agar dapat meminimalisir terjadinya kekosongan obat.
Sumber dana perencanaan di Puskesmas Bungursari terdiri dari:
1. Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus tersebut didapatkan dari dana APBD. Perencanaan dari
sumber dana DAK dibuat setiap satu tahun sekali sedangkan pengiriman
barangnya satu bulan sekali.
2. Jaminan Kesehatan Nasional
Sumber dana Jaminan Kesehatan Nasional berasal dari dana murni dan dana
luncuran. Dana murni adalah dana yang telah dialokasikan khusus untuk
pengadaan obat dalam satu tahun di Puskesmas, sedangkan dana luncuran
adalah dana yang didapatkan dari sisa dana murni tahun sebelumnya.
Perencanaan dari sumber dana JKN dibuat setiap satu tahun sekali dan hanya
obat-obatan yang terdapat pada e-cataloge yang disediakan.
2) Permintaan
Permintaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan obat yang sudah
direncanakan dengan mengajukan permintaan kepada Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya sesuai peraturan dan kebijakan pemerintah setempat melalui Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kemudian Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya mengkompilasi dan menganalisa LPLPO dari Puskesmas,
antara lain :
a. Penyesuaian kebutuhan Puskesmas

72
b. Penyesuaian anggaran
c. Perhitungan waktu kekosongan obat
d. Buffer stock
e. Menghindari overstock
LPLPO terdiri dari kolom yang berisi jumlah barang pada stok awal, jumlah
barang yang diterima, sehingga muncul jumlah barang yang tersedia pada kolom
persediaan. Terdapat pula kolom pemakaian yang merupakan jumlah sediaan yang
digunakan dalam satu bulan serta kolom stok akhir. Kolom terakhir merupakan
kolom permintaan yang merupakan jumlah barang yang diminta dari Puskesmas
untuk diajukan kepada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Permintaan untuk obat yang berasal dari sumber dana DAK dilakukan dengan
menggunakan formulir LPLPO yang dikirim ke Dinas Kesehatan dan barang akan
disiapkan oleh UPTD farmasi. Akan tetapi, untuk dana JKN dilakukan oleh
Puskesmas langsung dengan cara memesan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai kepada pedagang besar farmasi yang telah di tunjuk oleh dinas
kesehatan.
3) Penerimaan
Kegiatan penerimaan obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai
dengan permintaan atau LPLPO yang sudah diajukan oleh Puskesmas Bungursari
ke UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Tasikmalaya.
Tujuan penerimaan adalah agar sediaan farmasi yang diterima di Puskesmas
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas
dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu tanggung jawab dari tim
penerimaan di puskesmas yaitu menjamin ketertiban penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan obat dan bahan medis habis pakai berikut
kelengkapan catatan yangmenyertainya.
Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai yang diterima yang disesuaikan dengan dokumen
yang terlampir, yang mencakup:
a) Jumlah sediaan
b) Melihat fisik sediaan farmasi
c) Tanggal kadaluwarsa

73
d) Nomor batch
Untuk barang dari UPTD Farmasi apabila telah sesuai dengan hal-hal diatas,
maka dokumen penerimaan ditandatangani oleh Apoteker dan diketahui oleh
Kepala Puskesmas dan dibubuhi cap. Dokumen penerimaan yang berasal dari
UPTD Farmasi diantaranya adalah Surat Bukti Barang Keluar dan Berita Acara.
Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) adalah surat bukti barang keluar yang
dikeluarkan oleh UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kota sebagai bukti telah
dilakukan serah terima kepada Puskesmas terhadap sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai yang diminta. Surat bukti barang keluar berisi nama obat,
satuan, jumlah, no batch, expired date, harga satuan dan total harga. SBBK dan
berita acara ditanda tangani Apoteker Penanggung Jawab Puskesmas, pihak dari
UPTD Farmasi yang mengeluarkan atau menyerahkan, serta Kepala UPTD
Farmasi dan diminta lembar bagian untuk puskesmasnya untuk diarsipkan.
sedangkan untuk barang dari PBF jika telah sesuai dengan faktur pemesanan maka
faktur tersebut di bubuhi cap dan tanda tangan Apoteker Penanggung Jawab
Puskesmas dan diminta copy fakturnya untuk diarsipkan. Semua barang yang
datang dan di terima baik dari gudang farmasi atau dari pedagang besar farmasi
ditulis di buku barang masuk sesuai dengan faktur dan bukti dari UPTD Farmasi.
Setiap awal bulan obat didatangkan dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya ke puskesmas sesuai dengan data LPLPO, begitu juga setiap bulan
obat datang dari PBF sesuai dengan surat pesanan.
4) Penyimpanan
Tujuan dilakukan penyimpanan adalah agar mutu sediaan farmasi yang
tersedia di Puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan.
Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang dilakukan
di Puskesmas Bungursari dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Bentuk dan jenis sediaan.
b) Berdasarkan sistem kombinasi FEFO dan FIFO.
c) Penyusunan secara alfabetis untuk memudahkan pencarian obat, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai.

74
d) Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan sediaan farmasi
seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban.
e) Narkotika, psikotropika dan obat-obat tertentu disimpan pada lemari
khusus.
f) Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
g) Tempat penyimpanan dipisah berdasarkan bentuk sediaan tablet, salep, dan
injeksi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
h) Penyimpanan obat-obat high alert dan LASA (Look A Like Sound A Like)
disimpan pada rak obat ditandai dengan stiker high alert dan stiker LASA.
Dalam menganalisis efisiensi penyimpanan obat yang dilakukan di gudang
obat Puskesmas Bungursari dengan cara menempatkan obat berdasarkan urutan
alfabetis, bentuk sediaan farmasi (sirup, tablet, kapsul, infus, alat kesehatan) dan
stabilitas obat (suhu) kemudian ditata dengan sistem FEFO (First Expired First
Out). Stock obat di Puskesmas Bungursari disimpan di dalam gudang obat yang
terpisah dari ruang pelayanan. Penyimpanan obat di unit pelayanan dengan cara
menempatkan obat berdasarkan jenis sediaan farmasi (sirup, tablet, kapsul, infus)
kemudian ditata berdasarkan kelas terapinya misalnya golongan antibiotika,
golongan obat diabetes, dll. Dan adanya kartu stok di setiap tempat obatnya agar
memudahkan saat proses pengecekan keluar masuk barang.
Penyimpanan Narkotik dan Psikotropik di Puskesmas Bungursari selalu
dalam pengawasan, disimpan di lemari 2 pintu serta selalu terkunci, kunci di
pegang oleh Apoteker penanggung jawab dan Kepala Puskesmas atau pihak yang
di percaya namun harus disertai dengan surat kuasa.
5) Pendistribusian
Kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat di Puskesmas Bungursari secara
teratur dan merata untuk memenuhi kebutuhan sub unit farmasi puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sistem distribusi obat yang diterapkan di Puskesmas Bungursari berupa
sistem Floor stock, dan Resep Individual. Puskesmas Bungursari juga
mendistribusikan obat ke sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan

75
puskesmas seperti ke puskesmas pembantu, posyandu dan kegiatan program
kesehatan.
Permintaan dari sub unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas pembantu
dengan membuat laporan pemakaian dan lembar permintaan obat yang dilakukan
setiap bulan dan diberikan kepada puskesmas induk, Puskesmas induk melakukan
analisis terhadap permintaan yang dibuat dari puskesmas pembantu dan jika telah
sesuai akan disiapkan oleh petugas gudang. Pendistribusian dilingkungan
puskesmas seperti UGD, Poned, Poli gigi, KIA, dan Laboratorium menggunakan
lembar permintaan setiap minggu dengan sistem Floor Stock, serta terkadang ada
tambahan obat yang kosong langsung membuat permintaan ke gudang farmasi di
puskesmas. Pendistribusian kepada pasien di ruang perawatan dan pasien rawat
jalan di Puskesmas Bungursari menggunakan sistem resep individual yang
dilakukan setiap hari.
6) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan,dan bahan medis habis pakai. Pencatatan meliputi pada kegiatan
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui
jumlah dan nilai obat, alkes dan bahan medis habis pakai. Selain itu dilakukan
stok opname setiap akhir bulan. Contoh dokumen pelaporan yang ada di
Puskesmas Bungursari diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
LPLPO berupa laporan mutasi keluar masuk barang dari Puskesmas.
LPLPO terdiri dari stock awal, penerimaan, persediaan, pemakaian, stock
akhir, permintaan dan kolom pemberian. LPLPO terbagi menjadi dua yaitu
LPLPO obat DAK dan LPLPO obat JKN. LPLPO dilaporkan setiap bulan ke
Dinas Kesehatan Kota sebagai laporan penggunaan obat selama satu bulan,
sebagai laporan stock obat yang tersisa dan perencanaan obat untuk bulan
berikutnya.
2. Laporan Indikator Ketersediaan Obat
Laporan ini untuk memantau obat-obatan tertentu oleh Kemenkes
sebanyak 45 obat yang dilaporkan setiap bulan. Obat dan vaksin yang tertera

76
pada laporan tersebut merupakan standar minimal obat dan vaksin yang
tersedia di setiap Puskesmas.
Adapun daftar 45 obat yang dilaporkan pada laporan ini adalah, sebagai
berikut :
1. Albendazol / Pirantel Pamoat
2. Allopurinol
3. Amlodipin / Captopril
4. Amoxicillin 500 mg
5. Amoxicillin Sirup
6. Antasida Tablet Kunyah / Antasida Suspensi
7. Asam Askorbat (Vitamin C)
8. Acyclovir
9. Betamethasone Salep
10. Dexametasone Tablet / Dexametasone Injeksi
11. Diazepam Injeksi 5mg/ml
12. Diazepam
13. Dihidroartemisin+piperakuin (DHP) dan Primakuin
14. Difenhidramin Inj 10 mg/ml
15. Efinefrin (Adrenalin) Injeksi 0,1% (sebagai HCl)
16. Fitomenadion (vitamin K) Injeksi
17. Furosemid 40 mg / Hidroklorotiazid (HCT)
18. Garam Oralit Serbuk
19. Glibenklamid / Metformin
20. Hidrokortison Krim / Salep
21. Kotrimoksazol (dewasa) kombinasi tablet/kotrimoksazol suspense
22. Lidokain Injeksi
23. Magnesium Sulfat Injeksi
24. Metilergometrin Maleat Injeksi 0,200 mg-1 ml
25. Natrium Diklofenak
26. OAT FDC Kat. 1
27. Oksitosin Injeksi
28. Paracetamol Sirup 120 mg/5ml

77
29. Paracetamol 500 mg
30. Prednisone 5 mg
31. Ranitidine 150 mg
32. Retinol 100.000/200.000 IU
33. Salbutamol
34. Salep Mata/Tetes Mata Antibiotik
35. Simvastatin
36. Ciprofloxacin
37. Tablet Tambah Darah
38. Triheksifenidil
39. Vitamin B6 (Piridoksin)
40. Zinc 20 mg
41. Vaksin Hepatitis B
42. Vaksin BCG
43. Vaksin DPT-HB-HiB
44. Vaksin Polio
45. Vaksin Campak/Vaksin Rubella
Dari data Laporan Indikator Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas
Bungursari pada bulan Juli 2020 tertera bahwa ketersediaan 45 obat tersebut
hampir semua diisi dengan angka 1 yang menyatakan bahwa obat tersebut
tersedia untuk pelayanan. Namun terdapat juga beberapa obat yang diisi
dengan angka 0 yang menyatakan bahwa obat tersebut tidak tersedia untuk
pelayanan.
3. Laporan Pelayanan Kefarmasian
Laporan pelayanan kefarmasian meliputi laporan ceklis informasi obat,
dan laporan konseling pada setiap harinya.
a) Laporan ceklis informasi obat dilakukan pencatatan setiap hari pada 5
pasien pertama yang akan dilaporkan setiap bulan yang terdiri dari
pencatatan nama pasien, umur, jenis poli, diagnosa, nama obat, sediaan,
dosis, cara pakai, penyimpanan, indikasi, kontraindikasi, stabilitas, efek
samping, interaksi, dll.

78
b) Laporan konseling dilakukan setiap hari pada 5 pasien dengan kriteria
tertentu. Di Puskesmas Bungursari pasien yang diberikan konseling
seperti pasien geriatric, pasien pediatrik, dan pasien dengan penyakit
kronis.
4. Laporan Penggunaan Resep Obat Generik
Laporan ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan obat generik yang
di tulis oleh penulis resep di dalam resep. Laporan penulisan resep obat
generik ini dilakukan setiap satu bulan sekali.
Pada laporan penulisan resep obat generik bulan Juli 2020 di Puskesmas
Bungursari di rekap penggunaan obat generik dari total resep yang ditulis
oleh penulis resep dan tertera total item obat dengan status pasien umum
dalam resep sebanyak 1306 resep, kemudian jumlah item yang menggunakan
obat generik dengan status pasien umum sebanyak 1125 resep, sedangkan
total item obat dengan status pasien JKN dalam resep sebanyak 1428 resep,
kemudian jumlah item yang menggunakan obat generik dengan status pasien
JKN sebanyak 1252 resep dengan persentase resep generik terhadap total
resep dengan status pasien umum sebanyak 86,14% sedangkan untuk status
pasien JKN sebanyak 87,67%.
5. Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR)
Laporan ini dipantau oleh kemenkes. Laporan ini dilakukan setiap bulan
dengan memantau dua indikasi peresepan dari rawat jalan yaitu resep indikasi
ISPA non pneumonia dan Diare non spesifik. Resep rawat jalan setiap hari
diambil satu resep pada pasien pertama yang dilayani untuk tiap indikasi
tersebut. Untuk melihat indikasinya maka dapat dilihat dari kode penyakit
seperti J06 untuk ISPA non pneumonia dan A09 untuk Diare non spesifik,
selain itu dapat dilihat dari jenis obatnya. Setelah dilakukan pencatatan
meliputi nama pasien, umur, obat yang digunakan lalu dilakukan perhitungan
penggunaan obat rasional. Ada indikator peresepan pada kedua indikasi
tersebut yaitu antibiotik yang digunakan untuk Diare non spesifik 8,00%, dan
11% antibiotik yang digunakan untuk ISPA non pneumonia. Hasil
perhitungan POR tidak boleh dilebih dari 20%, jika dilebih dari 20% maka
dinyatakan tidak rasional.

79
Dari data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Bungursari
pada bulan Juli 2020 tertera bahwa penggunaan antibiotik pada ISPA non
pneumonia sebesar 11%, dan penggunaan antibiotik pada Diare non spesifik
sebesar 8,00%. Dan setelah dihitung pencapaian penggunaan obat tersebut
pada setiap kriteria memberikan hasil memenuhi syarat dan hasil pencapaian
total penggunaan obat di Puskesmas Bungursari telah sesuai persyaratan dan
rasional, hal ini dikarenakan total pencapaian telah memenuhi syarat yaitu ≤
20%.

3.3.4 Pelayanan Farmasi Klinis


1) Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep di Puskesmas Bungursari dilakukan pada resep
rawat jalan maupun rawat inap. Kegiatan pengkajian resep terdiri dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis.
Kegiatan pengkajian resep dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa resep
yang diperoleh absah atau asli dan menghindari kesalahan yang dapat terjadi.
Ada beberapa hal yang perlu diperiksa di dalam resep, diantaranya yaitu:
Persyaratan administrasi meliputi:
1. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien)
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah Obat.
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
2. Duplikasi pengobatan.

80
3. Alergi, interaksi dan Efek Samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif.
Kegiatan penyerahan (dispensing) dan pemberian informasi obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan obat atau
meracik obat, memberikan label atau etiket. Menyerahkan sediaan farmasi
dengan informasi yang memadai disertai proses dokumentasi.
Dalam melakukan pelayanan resep di Puskesmas Bungursari dilakukan
cross-check oleh beberapa petugas yang melakukan skrining, penyiapan,
penulisan etiket dan yang menyerahkan. Cross-check tersebut dilakukan
berulang kali untuk memastikan bahwa obat yang disiapkan sesuai intruksi
pada resep sehingga menghindari medication error ketika dalam pemberian
obat ke pasien. Selain itu petugas farmasi juga harus memastikan bahwa waktu
tunggu pasien terhadap obat yang disiapkan tidak terlalu lama, hal ini bertujuan
untuk menjaga kepuasan pasien. Waktu tunggu yang diharapkan tidak lebih
dari 15 menit.
2) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, pasien beserta
keluarganya.
Tujuan pelayanan informasi obat adalah :
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan puskesmas, pasien dan masyarakat
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat (contoh : kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai)
3) Menunjung penggunaan obat yang rasional
Kegiatan yang dilakukan dalam PIO adalah :
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada pasien secara proaktif
dan pasif

81
b) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka
c) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding, dan lain-lain
d) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta masyarakat
e) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai
f) Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian
Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Bungursari dilakukan
kepada seluruh pasien pada saat penyerahan obat, penyuluhan kepada pasien
rawat jalan di ruang tunggu, kepada tenaga kesehatan lainnya, serta informasi
obat diruang tunggu menggunakan seperti leaflet atau brosur tentang cara
penggunaan obat. Kegiatan pelayanan informasi obat di Puskesmas Bungursari
dilakukan minimal pada 5 (lima) pasien setiap hari. Setiap kegiatan pelayanan
informasi obat dilakukan dokumentasi dalam form PIO oleh apoteker yang
melakukan PIO.
Hal-hal yang harus diberikan ketika melakukan PIO, antara lain :
a) Nama obat dan bentuk sediaan, dalam menyampaikan informasi ini nama
obat harus diucapkan degan jelas agar pasien bisa mengingat nama dan
bentuknya
b) Aturan pakai, dalam menyampaikan informasi ini harus jelas berapa kali
dalam sehari, bagaimana cara meminum obatnya, apakah obat diminum
sebelum, saat makan, ataupun sesudah makan
c) Efek samping, efek samping yang sangat umum terjadi perlu disampaikan
agar pasien tahu dan dapat menanganinya
d) Penyimpanan, cara penyimpanan perlu disampaikan agar mutu obat saat
penyimpanan di rumah tetap terjaga.
Setelah informasi tersebut disampaikan, perlu ditanyakan kembali terkait
obat ataupun hal lain yang ingin ditanyakan atau hal yang belum di pahami.
Pemberian informasi harus disertai dengan teknik komunikasi yang baik agar
hal yang disampaikan mudah dipahami dan diterapkan oleh pasien.

82
3) Konseling
Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
menyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien
rawat jalan dan rawat inap, selain kepada pasien konseling juga dilakukan
kepada keluarga pasien. Kriteria pasien di Puskesmas Bungursari yang
diprioritaskan untuk mendapat konseling, antara lain:
a) Pasien pediatrik dan geriatrik
b) Pasien dengan kondisi tertentu
c) Pasien penyakit kronis
Tujuan dilakukan konseling adalah memberikan informasi yang benar
mengenai obat yang diterima meliputi cara penggunaan obat, cara
penyimpanan obat, efek samping obat, dan lama penggunaan obat. Selain itu,
konseling juga bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan, memberi solusi dan edukasi terkait kondisi dan pengobatan pasien
serta memberikan motivasi kepada pasien.
Kegiatan konseling di Puskesmas Bungursari dilakukan minimal pada 5
(lima) pasien setiap hari. Setiap kegiatan konseling dilakukan dokumentasi
dalam form konseling oleh apoteker yang melakukan konseling. Di Puskesmas
Bungursari proses konseling dilakukan di ruangan khusus untuk konseling
yang terpisah dan bisa menjamin privasi pasien.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling adalah:
a) Memperkenalkan diri kepada pasien
b) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
c) Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, atau biasa disebut
3 prime question
d) Menggali informasi tentang riwayat pengobatan, riwayat sosial, dan gaya
hidup pasien dan melakukan assesmen terkait pengobatan.
e) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat

83
f) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, megidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
4) Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya yang terdiri dari
dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi dan lain-lain.
Tujuan dilakukan visite adalah sebagai berikut :
1 Memeriksa obat
2 Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien
3 Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan
obat
4 Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien
Puskesmas Bungursari merupakan salah satu Puskesmas yang berada di
Kota Tasikmalaya dengan tempat perawatan. Setiap hari dilakukan visite oleh
tenaga kesehatan ke ruang rawat inap pasien. Visite rutin yang dilakukan di
Puskesmas Bungursari adalah visite tim yang terdiri dari dokter dan perawat.
Untuk visite mandiri belum dilakukan secara optimal dikarenakan keterbatasan
tenaga farmasi di Puskesmas Bungursari.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan
dokumentasi dan rekomendasi. Kegiatan yang dilakukan dalam visite secara
umum antara lain:
a) Pada Pasien Baru
- Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan
- Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian obat
- Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari
rumah,mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan
pengobatan pasien

84
- Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah
terkait obat yang mungkin terjadi
b) Pada Pasien Lama dengan Indikasi Baru
- Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru
- Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat
c) Pada Semua Pasien
- Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien
- Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah
dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan yang dilakukan dalam visite bersama tim meliputi :
1) Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan
pengobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang
2) Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan atau
keluarga pasien terutama tentang obat
3) Menjawab pertanyaan dokter tentang obat
4) Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti
obat yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain-lain
Kegiatan yang dilakukan dalam visite mandiri meliputi :
1) Melakukan persiapan seperti memeriksa catatan pengobatan
2) Menanyakan keadaan pasien saat di visite
3) Menanyakan ada tidaknya keluhan terkait efek samping obat yang
diberikan
4) Memberikan informasi mengenai cara penggunaan obat dan jadwal
pemberian obat
5) Mencatat semua atas perubahan pengobatan
Visite tidak dilakukan kepada semua pasien rawat inap. Beberapa
kriteria pasien yang diprioritaskan untuk dilakukan visite adalah :
a) Pasien baru
b) Pasien yang mendapatkan perawatan intensif
c) Pasien yang mendapatkan polifarmasi
d) Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ
e) Pasien yang mendapatkan pengobatan indeks terapi sempit.

85
5) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan atautidak diharapkan yang terjadi
pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis, dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan dilakukan monitoring efek samping obat, adalah sebagai berikut:
1 Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
2 Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan
Kegiatan yang dilakukan dalam monitoring efek samping obat adalah:
- Menganalisa laporan efek samping obat
- Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat
- Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
- Melaporkan ke pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Kegiatan monitoring efek samping obat di Puskesmas Bungursari bersifat
pasif yaitu dengan menunggu adanya kejadian terkait efek samping yang
dilaporkan. Selain secara pasif, monitoring efek samping obat juga dapat
dilakukan dengan menanyakan terkait obat yang dikonsumsi pada saat
melakukan konseling. Kegiatan pemantauan obat dilakukan terutama pada
pasien polifarmasi, pasien dengan obat indeks terapi sempit, pasien anak dan
pasien prolanis yang mengkonsumsi obat dalam jangka waktu lama.
6) Pemantaun Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat merupakan proses yang memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Tujuan dilakukan
Pemantauan Terapi Obat adalah untuk mendeteksi masalah yang terkait dengan
obat dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan
obat. Terdapat kriteria khusus pasien dalam melaksanakan PTO, yaitu pada
pasien anak-anak, usia lanjut (lansia), ibu hamil, menyusui, pasien yang
menerima obat lebih dari lima jenis, adanya multidiagnosis, pasien dengan

86
gangguan fungsi ginjal dan hati, menerima obat dengan indeks terapi sempit,
serta pasien yang menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi
obat yang merugikan.
Kegiatan yang dilakukan datapelaksanaan Pemantauan Terapi Obat
adalah:
- Memilih pasien yang memenuhi kriteria
- Membuat catatan awal
- Memperkenalkan diri pada pasien
- Memberikan penjelasan pada pasien
- Mengambil data yang dibutuhkan
- Melakukan evaluasi
- Memberikan rekomendasi
Pemantauan terapi obat dilakukan dengan menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Asessment, Plan). Selain itu selama melakukan PTO,
apoteker wajib melakukan asessment masalah terkait obat, yang meliputi:
- Obat berada pada subdosis
- Obat berapa pada dosis yang berlebih
- Obat tanpa indikasi
- Indikasi tanpa pengobatan
- Interaksi obat
- Reaksi Obat Merugikan (ROM)
- Pemilihan obat tidak tepat
- Kegagalan menerima terapi
Apoteker harus bisa menilai masalah terkait obat sehingga bisa
mengetahui cara penanganannya dan pasien bisa mendapatkan terapi yang
optimal dan efek terapi pun bisa dirasakan oleh pasien.
Kegiatan pemantauan terapi obat di Puskesmas Bungursari bersifat pasif
yaitu dengan menunggu adanya masalah terkait obat yang dilaporkan. Selain
secara pasif, pemantauan terapi obat juga dapat dilakukan dengan menanyakan
terkait obat yang dikonsumsi pada saat melakukan konseling. Kegiatan
pemantauan obat dilakukan terutama pada pasien polifarmasi, pasien dengan

87
obat indeks terapi sempit, pasien anak dan pasien prolanis yang mengkonsumsi
obat dalam jangka waktu lama.
7) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi penggunaan obat merupakan kegiatan untuk mengevaluasi
penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin
obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuannya adalah mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus
tertentu dan melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu.
Adapun evaluasi penggunaan obat di Puskesmas Bungursari dilaksanakan
melalui rapat lokakarya setiap satu bulan sekali. Ketika melakukan evaluasi
penggunaan obat apoteker harus mengetahui permasalahan yang terjadi selama
pelayanan kesehatan dan dapat memberikan saran terkait dengan obat-obatan
atau memberikan rekomendasi yang tepat untuk kedepannya jika terdapat
permasalahan terkait penyakit tersebut.

3.4 UPTD Puskesmas Bantar

3.4.1 Letak Geografis

Secara geografis Wilayah kerja Puskesmas Bantar Puskesmas Bantar


terletak di Latitude 7.3240110 , dan Longitude 108.183920 0 . merupakan dataran
tinggi yang luasnya 612.30 ha, terdiri dari tanah darat, pesawahan, perbukitan
yang banyak dijadikan penambangan batu dan pasir. Dilalui oleh sungai Cimulu
di Kelurahan Sukajaya dan Kelurahan Sukamulya sungai Ciromban.
Puskesmas Bantar beralamat di Jl. Bantarsari KM.2 Kelurahan Bantarsari,
Kecamatan Bungursari .Jarak dari Kecamatan kurang lebih 5 km dengan kondisi
jalan dari pusat kota dan Balai Kota Tasikmalaya dalam kondisi baik dan dilalui
angkutan kota 013 sehingga mudah dijangkau oleh berbagai jenis kendaraan.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Bantar
 Sebelah Utara : Kelurahan Sukarindik
 Sebelah Timur : Kelurahan Argasari
 Sebelah Selatan : Kelurahan Linggajaya
 Sebelah Barat : Kelurahan Cibunigeulis

88
Puskesmas Bantar meliputi 3 kelurahan dengan luas wilayah tiap kelurahan
sebagai berikut :
 Kelurahan Bantarsari : 2,083 km2
 Kelurahan Sukajaya : 2.055 km2
 Kelurahan Sukamulya : 1.985 km2

Untuk lebih jelasnya mengenai letak orientasi dan batas administrasi dapat dilihat

pada gambar 3.1.

Luas Wilayah : 6,123km2 (612,28 ha)


Jumlah Penduduk : 21.214 orang
Jumlah Kelurahan : 3 Kelurahan
Jumlah Pustu : 1 (Pustu Sukamulya)
Jumlah RT/RW : 116/36

Gambar 3.2. Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bantar

Puskesmas Bantar merupakan Puskesmas dengan karakteristik Puskesmas


Kawasan Perkotaan, karena sebagian penduduk aktifitasnya sektor non agraris,
memiliki fasilitas perkotaan antara lain adanya Klinik , Lembaga pendidikan
dengan didukung akses jalan raya dan sarana transportasi. Dan lebih dari 95%
rumah penduduk sudah memiliki listrik. UPTD Puskesmas Tamansari mempunyai
kemampuan pelayanan Rawat Inap sesuai Perwalkot Nomor. 50 tahun 2019 yang
merupakan perubahan dari Perwalkot nomor 94 tahun 2019 tentang penetapan
kategori dan jaringan kerja unit pelaksana teknis dinas pusat kesehatan
masyarakat pada dinas kesehatan Kota Tasikmalaya.

89
3.4.2 Visi dan Misi UPTD Puskesmas Bantar

1. Visi
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang diberi
kewenangan dan tanggung jawab bidang kesehatan di tingkat
kecamatan/wilayah kerjanya, dalam operasionalnya telah diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 128 tahun 2008 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas dan Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 19 tahun 2008
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja UPTD Puskesmas pada Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Tujuan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan diarahkan untuk
mewujudkan visi Pemerintah Kota Tasikmalaya, diharapkan segenap
penduduk telah memiliki keterjangkauan / aksebilitas terhadap pelayanan
kesehatan untuk hidup sehat melalui masyarakat yang mandiri.

Sebagai implementasi untuk mencapai tujuan di atas, ditetapkan visi


UPTD Puskesmas Bantar yaitu “UPTD Puskesmas Bantar Kota Tasikmalaya
Yang Religius, Maju Dan Madani”.
2. Misi
Dalam rangka pencapaian visi tersebut diatas, maka ditetapkan misi UPTD
Puskesmas Bantar yaitu :
a. Mewujudkan tata nilai kehidupan yang religius dan berkearifan local
b. Memantapkan infrastruktur dasar perkotaan guna mendorong
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan yang berwawasan
lingkungan
c. Mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan daya beli
masyarakat
d. Memenuhi kebutuhan pelayanan dasar masyarakat untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
e. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

90
3.4.3 Tata Nilai dan Motto Puskesmas Bantar

Tata Nilai UPTD Puskesmas Bantar sebagai berikut :


5S = Senyum, Sapa, Salam,Sopan, Santun
5R = Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, Rajin
a. Moto Puskesmas Bantar
Puskesmas Bantar melayani dengan “ CANTIK”
C = Cakap
A = Aman
N = Nyaman
T = Tanggap
I = Integritas
K = Kompak

3.4.4 Data Sumber Daya Puskesmas

A. Keadaan Sarana dan Fasilitas Puskesmas


Puskesmas Bantar terletak di kelurahan Karanganyar dengan jarak ± 4
Km dari kantor kecamatan sebagai pusat pemerintahan. Dalam rangka
melaksanakan pelayanan kegiatan UPTD Puskesmas Bantar ditunjang dengan
sarana dan fasilitas yang tersedia yaitu diantaranya :
 unit bangunan puskesmas rawat jalan
 1 unit bangunan PONED
 1 unit bangunan puskesmas pembantu
 1 unit mobil puskesmas keliling
 6 unit kendaraan motor
B. Sumber Daya Manusia
Guna mendukung program peningkatan kesehatan masyarakat di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Bantar, maka ketersediaan tenaga medis
merupakan salah satu orientasi program pemerintah.
Sebagai Sumber Daya Manusia yang tersedia di Puskesmas Bantar pada
tahun 2020 berdasarkan tempat kerjanya, tenaga kesehatan di Puskesmas

91
Bantar terdiri dari 26 petugas berada di puskesmas induk, dan 6 orang sebagai
bidan kelurahan.
Untuk lebih jelasnya tentang ketentaraan puskesmas dapat dilihat pada

tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bantar tahun 2020

Jenis Ketenagaan
No Jenis Tenaga Ada
PNS PTT TKK Sukwan Honor
1 Dokter Umum 2 2 - - - -
2 Dokter Gigi 1 1 - - - -
Perawat umum PKM
3 induk 11 7 - - 4 -
4 Perawat putu 2 1 - - 1 -
Perawat gigi PKM
5 induk 3 2 - - 1 -
6 Bidan PKM induk 3 3 - - - -
7 Bidan Kelurahan 6 - 6 - - -
Paramedis non
8 Perawatan - -
a. Sanitarian 1 1 - - - -
b. Pengelola gizi 1 1 - - - -
c. Farmasi 2 1 - - 1 -
d. Analis 2 1 - - 1 -
9 Pelaksana TU 1 1 - - - -
10 Petugas RR 5 - - - 5 -
11 Bidan PONED 13 - 4 - 9 -
12 Promotor Kesehatan 1 - - 1 - -
Jumlah 54 21 10 1 22 0

3.4.5 Kategori Puskesmas

Sesuai dengan Perwalkot nomor 94 tahun 2016 bahwa Puskesmas Bantar


termasuk karakteristik wilayah kerja perkotaan dengan kategori kemampuan
penyelenggaraan sebagai rawat inap.

92
3.4.6 Struktur Organisasi

Struktur organisasi UPTD Puskesmas Bantar Kota Tasikmalaya


bedasarkan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Nomor :
440/Kep-/Yankes- MPK/2017 Tentang Penerapan Struktur Organisasi
Puskesmas Tingkat Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dapat dilihat pada
Lampiran 3.

3.4.7 Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di


Puskesmas Bantar

Pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta
pemantauan dan evaluasi.

A. Perencanaan Kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan :
 Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan media habis pakai yang
mendekati kebutuhan
 Meningkatkan penggunaan secara rasional
 Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data
mutasi sediaan farmasi, dan rencana pengembangan.
Perencanaan obat di puskesmas dilakukan setahun sekali dengan
menyusun Rencan Kebutuhan Obat (RKO) yang telah dilakukan bersama Tim
Perencana Obat Terpadu (POT) yang terdiri dari perwakilan tiap ruangan,
perwakilan tiap pemegang program, perwakilan dari puskesmas pembantu
(PUSTU), dan perwakilan dari PONED, serta ditandatangani oleh kepala UPTD

93
puskesmas Bantar. Rencana kebutuhan obat (RKO) ini, merupakan perencanaan
nama, jenis Obat, dan jumlah kebutuhan obat yang diperlukan selama satu tahun.
Langkah- langkah pembuatan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) :
 Jumlah kebutuhan 2021 adalah pemakaian rata-rata perbulan tahun 2020
dikali 18 bulan dan dikurangi sisa stok 31 Desember 2020
 Rencana kebutuhan tahun 2021 disusun dalam satuan terkecil seperti :
tablet, kapsul, kaplet, moto, ampul, vial, sachet.
Rencana Kebutuhan Obat (RKO) terdiri dari dua perencanaan :
1. Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya
2. Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang diajukan kepada Tim Pengadaan JKN
tingkat puskesmas yang terdiri dari pengadaan obat E-catalogue dan
pengadaan obat Non E-catalogue
Adapun golongan obat yang direncanakan pengadaan nya adalah sebagai
berikut :
1. Obat generik
2. Obat non generik
3. Bahan medis habis pakai
4. Obat gigi
5. Reagensia
6. Obat program
B. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah memenuhi
kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada kepala
dinas kesehatan kota, yang dilaksanakan setiap bulan melalui format LPLPO
(Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) yang ditandatangani oleh
pembuat laporan (pengelola obat) dan oleh kepala puskesmas sebagai
penanggung jawab.
Proses permintaan obat yang diajukan kepada tim pengadaan JKN tingkat
puskesmas, dilakukan dengan mempertimbangkan stok persediaan di gudang
farmasi Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya artinya obat yang diajukan kepada

94
tim pengadaan JKN adalah obat yang tidak tersedia di gudang farmasi dan obat
yang jumlah persediaan nya terbatas. Obat yang diajukan terdiri dari dua bagian
yaitu obat E-catalogue atau pengadaan dilakukan secara e-Purchasing dan obat
Non e-catalogue. Pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik (E-catalogue)
diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 63 tahun
2014
C. Penerimaan Obat dan Bahan Obat Habis Pakai

Penerimaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah satu kegiatan
dalam menerima Obat dan bahan medis habis pakai dari gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya atau hasil pengadaan puskesmas secara mandiri
sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh puskesmas, dan memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat dan mutu.
Setiap obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima dilakukan
pengecekan terhadap jenis, jumlah serta bentuk disesuaikan dengan isi dokumen
LPLPO. Selain LPLPO, pada proses penerimaan ini juga disertai dengan SBBK
(Surat Bukti Barang Keluar) dari gudang Farmasi ke puskesmas, yang
ditandatangani oleh tenaga kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas.
Bila tidak memenuhi syarat, maka tenaga kefarmasian dapat mengajukan
keberatan dan mengembalikannya ke gudang farmasi dinas kesehatan Kota
Tasikmalaya. Begitupula pada proses penerimaan obat yang bersumber dari
JKN, Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, harus sesuai dengan
Surat Pesanan (SP) dan dokumen pengadaan yang diterima.

D. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis pakai merupakan satu


kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman, (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Di puskesmas Bantar obat disimpan secara alfabetis sesuai dengan bentuk
sediaan di gudang obat puskesmas, dengan metode FIFO (First In First Out)

95
barang yang pertama masuk masuk ke gudang harus pertama dikeluarkan, dan
FEFO (First Expire First Out) barang yang akan kadaluwarsa dikeluarkan
pertama.

E. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan


pengeluaran dan penyerahan obat Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan
teratur buntu memenuhi kebutuhan sub unit/ satelit farmasi puskesmas dan
jaringannya.

Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Obat sup unit pelayanan


kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan
waktu yang tepat.

Distribusi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai akan dilaksanakan jika
obat dari gudang farmasi telah sampai di gudang obat puskesmas. Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai akan didistribusikan ke ruang tindakan, balai
pengobatan gigi dan mulut, PONED, PUSTU, dan PUSLING sesuai dengan
permintaan asing- asing unit pelayanan kesehatan dan disertai dengan SBBK
(Surat Bukti Barang Keluar)

F. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai alah satu kegiatan
untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi
dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/ kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Salah satu
bentuk kegiatan pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah berupa
pengawasan terhadap obat dilakukan dengan memeriksa setiap laporan
penggunaan obat dari asing- asing unit pelayanan kesehatan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan kegitana pengadministrasian
terhadap seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan obat dan bahan medis

96
habis pakai, baik yang diterima, disimpan, didistribusikan, maupun digunakan di
puskesmas atau unit pelayanan lainnya.

Adapun jenis pencatatan dan pelaporan tersebut antara lain :


1. Kartu Stock Obat
2. Buku Defecta pengeluaran obat harian
3. Buku penerimaan obat
4. LPLPO
5. Laporan Pelayanan Kefarmasian
6. Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR)
7. Buku catatan obat rusak/ kadaluwarsa

H. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk mengendalikan dan
menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai.
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai dilaksanakan oleh seksi kefarmasian Dinas Kesehatan Kota melalui
kegiatan pemantauan dan evaluasi penilaian kinerja puskesmas (MONEV PKP).
Adapun kegiatan pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai yang dilaksanakan puskesmas berupa sosialisasi stan dar Pelayanan
kerfarmasian di puskesmas dan sosialisasi Standar Prosedur Operasional (SPO)
kefarmasian ke PUSTU.

3.4.8 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian


yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk :
 Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di

97
Puskesmas
 Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
 Meningkatkan kerja sama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian.
 Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional.

Jenis pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan di Puskesmas Bantar antara


lain :
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian resep dan pelayanan resep di pelayanan farmasi Puskesmas


Bantar dilakukan dengan uraian berikut ini:

a. Penerimaan resep
Resep dapat berasal dari poli Umum, KIA-KB, poli gigi dan poli MTBS
kemudian akan dibawa oleh pasien ke bagian farmasi dan diterima oleh
petugas serta menuliskan nomor antrian pada lembar resep.

b. pengkajian Resep

Kemudian resep di kaji oleh apoteker, dimana apoteker mengisi form cap
telaah resep yang sudah disediakan. Meliputi kejelasan tulisan resep, tepat
obat, tepat dosis, tepat rute, tepat waktu, duplikasi, alergi, interkasi obat, dan
kontra indikasi lainya.
c. Pemberian Etiket
Resep yang sudah dikaji kemudian diberi etiket, disini dilakukan pembuatan
etiket obat sesuai dengan resep.
d. Penyediaan Obat
Resep yang sudah diberi etiket kemudian disiapkan obat sesuai nama obat
dan jumlah obat yang tertulis di resep. Obat dimasukan dalam kemasan
sesuai etiket.
e. Telaah Obat

98
Untuk obat yang sudah disiapkan kemudian akan dilakukan telaah obat.
Pada proses ini obat dilakukan pemeriksaan obat dengan seksama. Telaah
obat meliputi obat dengan resep/pesanan, jumlah/dosis dengan
resep/pesanan, rute dengan resep/pesanan, waktu dan frekuensi pemberian
dengan resep/pesanan.
f. Penyerahan obat
Jika obat sudah benar kemudian resep bersama obat diserahkan ke pasien
dan disertai Informasi Obat (PIO) oleh Apoteker atau TTK.

B. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independent, akurat, komprehensif,
terkini oleh apoteker kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak
yang memerlukan. Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah
dimengerti, akurat, etis, dan sangat diperlukan dalam penggunaan obat yang
rasional oleh pasien. Tujuan dari pelayanan informasi obat adalah menyediakan
dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain
untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
Sasaran informasi obat:
a. Pasien dan atau keluarga pasien.

b. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten


apoteker dan lain-lain.
c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.
Sarana dan prasarana pelayanan informasi disesuaikan dengan kondisi
sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi,
tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan pelayanan
informasi obat.

C. Evaluasi Penggunaan Obat

Program evaluasi penggunaan obat di UPTD Puskesmas Bantar


dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap penggunaan obat yang rasional

99
(POR). Kegiatan pemantauan penggunaan obat yang rasional dilakukan pada
resep dengan diagnosis tunggal ISPA non-pneumonia, diare akut non spesifik
dan penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Adapun dasar pemilihan ketiga
diagnosis adalah :
a. Termasuk 10 penyakit terbanyak.
b. Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan
penunjang.
c. Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas.
d. Tidak memerlukan antibiotik/injeksi.

Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak


rasional. Seluruh kegiatan dimasukkan kedalam formulir pelaporan indikator
peresepan, laporan indikator POR di puskesmas, rekapitulasi dinas kesehatan
kab/kota dan rekapitulasi dinas kesehatan provinsi. Pengumpulan data peresepan
dilakukan oleh petugas puskesmas dengan mengambil satu kasus setiap hari
sehingga didapatkan 25 data untuk setiap kasus per bulan. Laporan dikirimkan
ke dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulannya. Dinas kesehatan
kabupaten/kota mengirimkan data dari setiap puskesmas di wilayahnya di
rekapitulasi per twiwulan untukdikirimkan ke dinas kesehatan provinsi.

3.3.9 Tugas dan Tanggungjawab Apoteker

1. Sebagai Penanggung Jawab


 Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
 Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola
dan mengembangkan pelayanan kefarmasian.
 Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
 Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain.
 Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis
dan memecahkan masalah.

100
2. Sebagai Tenaga Fungsional
 Mampu memberikan pelayanan kefarmasian.
 Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian.
 Mampu mengelola manajemen praktis farmasi.
 Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
 Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan

101
3.5 UPTD Puskesmas Karanganyar
3.5.1 Lokasi

UPTD Puskesmas Karanganyar terlertak di Jalan Tambir, Kelurahan


Karanganyar, Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya pada periode 10 Agustus –
15 Agustus 2020.

3.5.2 Struktur Organisasi

KEPALA PUSKESMAS

KA. SUB.BAG TATA USAHA

SISTEM INFORMASI
PUSKESMAS
KEPEGAWAIAN
RUMAH TANGGA
KEUANGAN

PENANGGUNG JAWAB UKM PENANGGUNG JAWAB UKP PENANGGUNG JAWAB


JEJARING DAN JARINGAN

ESENSIAL NON PEMERIKSAAN UMUM JEJARING JARINGAN


ESENSIAL PEMERIKSAAN GIGI
KESEHATAN IBU & ANAK
GIZI UKP
PUSTU
UNIT GAWAT DARURAT
KLINIK BIDAN
PROMKES LANSIA UNIT RAWANG INAP
SWASTA KELURAHAN
KIA-KB UKK LABORATORIUM
JIWA APOTEK KARANG
GIZI KESLING FARMASI ANYAR
INDERA LAB
P2P BIDAN
KESTRAD SWASTA
PERKESMAS KELURAHAN
KESORGA BIDAN
PRAKTEK CIBEUTI
SWASTA BIDAN
KELURAHAN
CILAMAJANG

Gambar 3.3 Struktur Organisasi UPTD Puskesmas Karanganyar

102
Struktur organisasi kefarmasian yang diawasi langsung oleh kepala UPTD
Puskesmas Karanganyar dan di kelola oleh seorang Apoteker. Adapun struktur
organisasi unit kefarmasian UPTD Puskesmas Karanganyar sebagai berikut :

Apoteker
Dede Indra Wijayadikusumah
SIPA : 32.78/2019/2/477

Tenaga Teknis Kefarmasian


Ikhsan Purnomo, A.md., Farm
SIKTTK_16098.126/2017/3.017

Gambar 3.4 Struktur Organisasi Ruang Kefarmasian

3.5.3 Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Puskesmas Karanganyar


a. Mengumpulkan data maupun literature kefarmasian
b. Membuat perencanaan kebutuhan obat (RKO)
c. Membuat laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO),
laporan mutasi persediaan obat, laporan indikasi peresepan, laporan
yanfar, laporan penulisan obat generik, laporan ketersediaan obat,
laporan penulisan resep
d. Memeriksa dan menilai resep (Skrining Resep)
e. Meracik obat
f. Menyerahkan obat kepada pasien disertai penjelasan penggunaan obat
(PIO)
g. Konseling
h. Visite pasien rawat inap
i. Menyusun draft berita acara pemusnahan obat
j. Penyuluhan kefarmasian
k. Mengatur penyimpanan obat
l. Mengatur distribusi obat untuk subunit (puskesmas pembantu, poned,

103
UGD, apotek rawat inap, poli gigi, laboratorium)
m. Mencatat pemakaian obat psikotropika

3.5.4 Fasilitas Fisik dan Wilayah Kerja

Lantai pertama digunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan di puskesmas


sedangkan lantai kedua digunakan khusus sebagai kantor. Pada lantai pertama,
terdapat beberapa ruangan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan di
puskesmas diantara adalah sebagai berikut:
A. Ruang Pelayanan
a. Ruang pendaftaran dan rekam medis
Keterangan : terdapat pemisahan antrian pendaftaran untuk ibu hamil dan
lansia >50 tahun
b. Ruang pemeriksaan umum
c. Ruang tindakan gawat darurat
d. Ruang KIA, KB, Imunisasi
e. Ruang pemeriksaan khusus
Keterangan : TBC, HIV AIDS, ISPA
f. Ruang kesehatan gigi dan mulut
g. Ruang KIE (Konseling)
h. Ruang farmasi
i. Ruang persalinan (normal)
j. Ruang laboratorium
k. Ruang rawat inap
B. Ruang Penunjang
a. Ruang tunggu
b. Ruang ASI
c. Ruang sterilisasi
d. Gudang umum
e. Kamar mandi (laki-laki dan perempuan dipisah diutamakan lansia dan
disabilitas)
f. Tempat parkir

104
Pada lantai 2 merupakan gedung perkantoran dengan beberapa ruangan yaitu
ruangan kepala puskesmas, ruang tata usaha, ruang sekretariat dan aula. Selain itu,
UPTD Puskesmas Karanganyar memiliki Puskesmas Pembantu di Cilamajang.

3.5.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Habis Pakai di UPTD


Puskesmas Karanganyar
A. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan


medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam
rangka pemenuhankebutuhan Puskesmas. Proses seleksi perencanaan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai pada UPTD Puskesmas Karanganyar
mempertimbangkan metode morbiditas yaitu metode yang berdasarkan pola
penyait yang sering terjadi dan sedang terjadi di masyarakat dan berdasarkan
metode konsumsisediaan farmasi periode sebelumnya, data mutasi sediaan
farmasi, dan rencanapengembangan.
Sistem perencanaan dibuat setiap tahun dengan membuat RKO (Rencana
Kebutuhan Obat). RKO setiap Puskesmas dikumpulkan ke DinasKesehatan
Kabupaten.Seluruh RKO dikumpulkan dan dianalisayang kemudian
menjadirancangan RKO Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Sumber dana perencanaan pada UPTD Puskesmas Karanganyar terdiri dari :
1. Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus tersebut didapatkan dari dana APBD. Perencanaan dari
sumber dana DAK dibuat setiap satu tahun sekali sedangkan pengiriman
barangnya satu bulan sekali.
2. Jaminan Kesehatan Nasional
Sumber dana Jaminan Kesehatan Nasional berasal dari dana murni dan dana
luncuran. Dana murni adalah dana yang telah dialokasikan khusus untuk
pengadaan obat dalam satu tahun di Puskesmas, sedangkan dana luncuran
adalah dana yang didapatkan dari sisa dana murni tahun sebelumnya.
Perencanaan dari sumber dana JKN dibuat setiap satu tahun sekali dan hanya
obat-obatan yang terdapat pada e-cataloge yang disediakan.

105
B. Permintaan

Permintaan dari Puskesmas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sediaan


farmasi dan bahan medis habis pakai sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang
telah dibuat. Permintaan di puskesmas dimulai dengan membuat laporan
permintaan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) yang kemudian diberikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota mengkompilasi dan menganalisa LPLPO dari
Puskesmas, antara lain :
a. Penyesuaian kebutuhan Puskesmas
b. Penyesuaian anggaran
c. Perhitungan waktu kekosongan obat
d. Buffer stock
e. Menghindari overstock
LPLPO terdiri dari kolom jumlah barang pada stok awal, jumlahbarang yang
diterima, sehingga muncul jumlah barang yang tersedia pada kolom persediaan.
Terdapat pula kolom pemakaian yang merupakan jumlah sediaan yang digunakan
dalam satu bulan serta kolom stok awal serta stok akhir. Kolom terakhir
merupakan kolom permintaan merupakan jumlah barang yang diminta dari
Puskesmas untuk diajukan kepada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Permintaan untuk obat yang berasal dari sumber dana DAK dilakukan
dengan menggunakan formulir LPLPO yang dikirim ke Dinas Kesehatan dan
barang akan disiapkan oleh UPTD farmasi. Akan tetapi, untuk dana JKN
dilakukan oleh Puskesmas langsung dengan cara memesan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai kepada pedagang besar farmasi yang telah di tunjuk oleh
dinas kesehatan.

C. Penerimaan

Tujuan penerimaan adalah agar sediaan farmasi yang diterima di Puskesmas


sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas
danmemenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.Tanggung jawab dari tim
penerimaan di puskesmas yaitu menjamin ketertiban penyimpanan, pemindahan,

106
pemeliharaan danpenggunaan obat dan bahan medis habis pakai berikut
kelengkapan catatan yangmenyertainya.
Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai yang diterima yang disesuaikan dengan dokumen
yang terlampir, yang mencakup:
a) Jumlah sediaan
b) Melihat fisik sediaan farmasi
c) Tanggal kadaluwarsa
d) Nomor batch
Untuk barang dari UPTD Farmasi apabila telah sesuai dengan hal-hal diatas,
maka dokumen penerimaan ditandatangani oleh Apoteker dan diketahui oleh
Kepala Puskesmas dan dibubuhi cap. Dokumen penerimaan yang berasal dari
UPTD Farmasi diantaranya adalah Surat Bukti Barang Keluar dan Berita Acara.
Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) adalah surat bukti barang keluar yang
dikeluarkan oleh UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai bukti telah
dilakukan serah terima kepada Puskesmas terhadap sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai yang diminta. Surat bukti barang keluar berisi nama obat,
satuan, jumlah, no batch, expired date, harga satuan dan totalharga. SBBK dan
berita acara ditanda tangani Apoteker PenanggungjawabPuskesma, pihak dari
UPTD Farmasi yang mengeluarkan atau menyerahkan, serta Kepala UPTD
Farmasi dan diminta lembar bagian untuk puskesmasnya untuk diarsipkan.
sedangkan untuk barang dari PBF jika telah sesuai dengan faktur pemesanan maka
faktur tersebut di bubuhi cap dan tandatangan Apoteker Penanggung Jawab
Puskesmas dan diminta copy fakturnya untuk diarsipkan. Semua barang yang
datang dan di terima baik dari gudang farmasi atau dari pedagang besar farmasi
ditulis di buku barang masuk sesuai dengan faktur dan bukti dari UPTD Farmasi.

D. Penyimpanan

Tujuan dilakukan penyimpanan adalah agar mutu sediaan farmasi yang


tersedia di Puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang

107
dilakukan di UPTD Puskesmas Karanganyar dengan mempertimbangakan hal-hal
sebagai berikut:
a) Bentuk dan jenis sediaan
b) Berdasarkan sistem kombinasi FEFO dan FIFO
c) Penyusunan secara alfabetis untuk memudahkan pencarian obat,alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai
d) Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan sediaanfarmasi
seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban.
e) Narkotika, psikotropika dan obat-obat tertentu disimpan pada lemari khusus
f) Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
g) Tempat penyimpanan dipisah berdasarkan bentuk sediaan tablet, salep, dan
injeksi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
h) Penyimpanan obat-obat high alertdan LASA (Look A Like Sound A Like)
disimpan pada rak obat ditandai dengan stiker high alert dan stiker LASA.
Stock obat di UPTD Puskesmas Karanganyar disimpan di dalam gudang obat
yang terpisah dari ruang pelayanan.Tempat penyimpanan obat baik di ruangan
maupun kulkas di Puskesmas Karanganyar terdapat termometer untuk
memonitoring suhu. Suhu kulkas harus senantiasa dijaga pada suhu 2-8°C dan
Suhu ruangan harus dijaga 25°C-30°C. Suhu dan kelembaban dicatat setiap hari
pada pagi atau siang hari, jika terjadi kenaikan suhu tersebut maka perludilakukan
pengaturan suhu kembali. Tetapi monitoring suhu dan kelembaban di UPTD
Puskesmas Karanganyar belum dilaksanakan dengan baik.

E. Distribusi

Sistem distribusi obat yang diterapkan oleh UPTD Puskesmas Karanganyar


berupa sistem Floor stock, One Daily Dose, dan Resep Individual. UPTD
Puskesmas Karanganyar juga mendistribusikan obatke subunit pelayanan
kesehatan di dalam lingkungan puskesmas seperti ke puskesmas pembantu,
posyandu dan kegiatan program kesehatan.
Permintaan dari sub unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas pembantu
dengan membuat laporan pemakaian dan lembar permintaan obat yang dilakukan

108
setiap bulan dan diberikan kepada puskesmas Induk, Puskesmas Induk melakukan
analisis terhadap permintaan yang dibuat dari Puskesmas Pembantu dan jika telah
sesuai akan disiapkan oleh petugas gudang. Pendistribusian dilingkungan
puskesmas seperti UGD, Poned, Poli gigi, KIA, dan Laboratorium menggunakan
lembar permintaan setiap minggu dengan system Floor stock, serta terkadang ada
tambahan obat yang kosong langsung membuat permintaan ke gudang farmasi di
Puskesmas. Pendistribusian kepada pasien di ruang perawatan UPTD Puskesmas
Karanganyar telah menggunakan sistem UDD (UnitDose Dispensing) yang
dilakukan oleh perawat. Sedangkan pendistribusian kepada pasien rawat jalan
dengan menggunakan sistem resep individual yang dilakukan setiap hari.

F. Pencatatam dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat


kesehatan,dan bahan medis habis pakai. Pencatatan meliputi pada kegiatan
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui
jumlah dan nilai obat, alkes dan bahan medis habis pakai. Selain itu dilakukan stok
opname setiap akhir bulan. Sedangkan rekap resep dilakukan setiap hari dengan
dilakukan pencatatan namaobat dan jumlah pemakaian obatnya. Rekap resep
pasien harian ini selanjutnya dibuatmenjadi rekap resep pasien bulanan dan
tahunan.Contoh dokumen pelaporan yang ada di UPTD Puskesmas Karanganyar
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
LPLPO berupa laporan mutasi keluar masuk barang dari Puskesmas.
LPLPO terdiri dari stock awal, penerimaan, persediaan, pemekaian, stok
akhir, permintaan dan kolom pemberian. LPLPO terbagi menjadi dua yaitu
LPLPO DAK dan LPLPO JKN. LPLPO dilaporkan setiap bulan ke Dinas
Kesehatan Kota sebagai laporan stok obat yang tersisa dan perencanaan untuk
obat bulab berikutnya.
2. Laporan Pelayanan Kefarmasian
Laporan pelayanan kefarmasian meliputi laporan ceklist informasi obat,
laporan konseling dan data jumlah resep rawat jalan dan rawat inap pada

109
setiap harinya.
a. Laporan ceklist informasi obat dilakukan pencatatan setiap hari pada 15
pasien pertama yang akan dilaporkan setiap bulan yang terdiri dari
pencatatan nama pasien, umur, jenis poli, diagnosa, nama obat, sediaan,
dosis, cara pakai, dan indikasi.
b. Laporan konseling dilakukan pada waktu tertentu dengan kriteria tertentu.
Di UPTD Puskesmas Karanganyar pasien yang diberikan konseling seperti
pasien geriatric, pasien pediatrik, pasien dengan penyakit kronis.

3.5.6 Pelayanan Farmasi Klinis di UPTD Puskesmas Karanganyar


A. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep di UPTD Puskesmas Karanganyar dilakukan


pada resep rawat jalan maupun rawat inap. Kegiatan pengkajian resep terdiri dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis.
Kegiatan pengkajian resep dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa
resep yang diperoleh absah atau asli dan menghindari kesalahan yang dapat
terjadi. Ada beberapa hal yang perlu diperiksa di dalam resep.
a. Persyaratan administrasi meliputi :
 Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
 Nama dokter dan paraf dokter
 Tanggal resep
 Ruangan/unit asal resep
b. Persyaratan farmasetik meliputi :
 Bentuk dan kekuatan sediaan
 Dosis dan jumlah obat
 Stabilitas dan ketersediaan
 Aturan dan cara penggunaan
c. Persyaratan klinis meliputi:
 Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
 Duplikasi pengobatan
 Alergi, interaksi, dan efek samping obat
 Kontraindikasi

110
Kegiatan penyerahan (dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan
kegiatan pelayanan dimulai dari menyiapkan / meracik obat, memberikan label
atau etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai. Dalam
melakukan pelayanan resep di UPTD Puskesmas Karanganyar dilakukan cross-
check oleh beberapa petugas yang melakukan skrining, penyiapan, penulisan etiket
dan yang menyerahkan. Cross- check tersebut dilakukan berulang kali untuk
memastikan bahwa obat yang disiapkan sesuaiintruksi pada resep sehingga
menghindari medication error ketika dalam pemberian obat ke pasien.Selain itu
petugas farmasi juga harus memastikan bahwa waktu tunggu pasien terhadap obat
yang disiapkan tidak terlalu lama, hal ini bertujuan untuk menjaga kepuasan
pasien. Waktu tunggu yang diharapkan tidak lebih dari 15 menit.

Gambar 3.5 Skrining Resep

111
Telaah / pengkajian resep menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
(PMK No. 74 tahun 2016) dibagi menjadi tiga aspek, yaitu :
a. Analisa Kelengkapan Obat Administrasi

Tabel 3.1 Analisa Kelengkapan Obat Administrasi

Pengkajian Ceklis Keterangan


Ya Tidak
Nama Pasien √
Umur √ Dapat diketahui dari tanggal lahir
Pasien
Jenis kelamin √
Berat badan √
Nama dokter dan paraf √
SIP √ Tidak terdapat SIP pada resep
Alamat √ Alamat pasien dan alamat
puskesmas tertulis pada resep
Tanggal penulisan resep √

b. Analisa Persyaratan Farmasetik

Tabel 3.2 Analisa Persyaratan Farmasetik

Pengkajian Ceklis Keterangan


Ya Tidak
Bentuk sediaan √ Tidak tertulis pada resep
Kekuatan sediaan √
Jumlah obat √
Signa √
Stabilitas dan √ Tidak tertulis pada resep
Kompatibilitas

112
c. Kajian klinis dari masing-masing obat
a) Amlodipin
- Golongan : CCB (Calcium kanal bloker)
- Indikasi : hipertensi, profilaksis angina
- Kontra Indikasi : syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta
yang signifikan, menyusui
- Efek Samping : nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah, edema,
gangguan tidur, sakit kepala, pusing, letih;
- Dosis : hipertensi atau angina, dosis awal 5 mg sekali sehari; maksimal
10 mg sekali sehari.
b) Paracetamol
- Golongan : Analgetik - antipiretik
- Indikasi : nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi,
pireksia.
- Kontra Indikasi : gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.
- Efek samping : jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi
reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk
trombositopenia, leukopenia, neutropenia),
PENTING: Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau
overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati, lihat pengobatan pada
keadaan darurat karena keracunan.
- Dosis : oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per
hari; anak–anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca imunisasi pireksia,
sebaliknya di bawah umur 3 bulan (hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg
bb (5 mg/kg bb jika jaundice), 3 bulan–1 tahun 60 mg–120 mg, 1-5 tahun
120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500 mg, dosis ini dapat diulangi setiap 4–6
jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24 jam), infus
intravena lebih dari 15 menit, dewasa dan anak–anak dengan berat badan
lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram per hari,
dewasa dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb setiap
4–6 jam, maksimum 60 mg/kg bb per hari.

113
c) Ranitidin
- Golongan : Antagonis Reseptor H-2
- Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis,
dispepsia episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena
H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana pengurangan
asam lambung akan bermanfaat.
- Kontra Indikasi : penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidin
- Efek samping : takikardi (jarang), agitasi, gangguan penglihatan,
alopesia, nefritis interstisial (jarang sekali)
- Dosis : oral, untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg 2
kali sehari atau 300 mg pada malam hari selama 4-8 minggu, sampai 6
minggu pada dispepsia episodik kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak
akibat AINS (pada tukak duodenum 300 mg dapat diberikan dua kali
sehari selama 4 minggu untuk mencapai laju penyembuhan yang lebih
tinggi); ANAK: (tukak lambung) 2-4 mg/kg bb 2 kali sehari, maksimal
300 mg sehari. Tukak duodenum karena H. pylori, lihat regimen dosis
eradikasi. Untuk Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), 150 mg 2
kali sehari atau 300 mg sebelum tidur malam selama sampai 8 minggu,
atau bila perlu sampai 12 minggu (sedang sampai berat, 600 mg sehari
dalam 2-4 dosis terbagi selama 12 minggu); pengobatan jangka panjang
GERD, 150 mg 2 kali sehari. Sindrom Zollinger-Ellison (lihat juga
keterangan di atas), 150 mg 3 kali sehari; dosis sampai 6 g sehari dalam
dosis terbagi.
d) Vitamin B complex
- Golongan : Multivitamin
- Indikasi : Mensuplasi kebutuhan vitamin B complex yang penting untuk
metabolisme kabohidrat dan protein dalam tubuh.
- Kontra Indikasi : riwayat hipersensitivtas
- Efek samping : Sakit kepala, Pusing, Mual, Muntah, Diare, Gangguan
kecemasan, Gerakan yang tidak disengaja atau tidak terkendali.
- Dosis : 1-2 tablet sehari

114
B. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan


oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, pasien beserta keluarganya.
Tujuan pelayanan informasi obat adalah :
a) Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan puskesmas, pasien dan masyarakat
b) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat (contoh : kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpnana yang
memadai
c) Menunjung penggunaan obat yang rasional
Kegiatan yang dilakukan dalam PIO adalah :
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada pasien secara proaktifdan
pasif
b) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka
c) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding, dan lain-lain
d) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat
e) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai
f) Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian
Pelayanan Informasi Obat (PIO) di UPTD Puskesmas Karanganyar
dilakukan kepada seluruh pasien pada saat penyerahan obat, penyuluhan kepada
pasien rawat jalan di ruang tunggu, kepada tenaga kesehatan lainnya, serta
informasi obat diruang tunggu menggunakan seperti leaflet atau brosur tentang
cara penggunaan obat.
Hal-hal yang harus diberikan ketika melakukan PIO, antara lain :
a) Nama obat dan bentuk sediaan, dalam menyampaikan informasi ini nama obat
harus diucapkan degan jelas agar pasien bisa mengingat nama dan bentuknya
b) Aturan pakai, dalam menyampaikan informasi ini harus jelas berapa kali dalam

115
sehari, bagaimana cara meminum obatnya, apakah obat diminum sebelum, saat
makan, ataupun sesudah makan
c) Efek samping, efek samping yang sangat umum terjadi perlu disampaikan agar
pasien tahu dan dapat menanganinya
d) Penyimpanan, cara penyimpanan perlu disampaikan agar mutu obat saat
penyimpanan di rumah tetap terjaga
Setelah informasi tersebut disampaikan, perlu ditanyakan kembali terkait
obat ataupun hal lain yang ingin ditanyakan atau hal yang belum di pahami.
Pemberian informasiharus disertai dengan teknik komunikasi yang baik agar hal
yang disampaikan mudah dipahamidan diterapkan oleh pasien.

C. Konseling

Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan menyelesaian


masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap, selain kepada pasien konseling juga dilakukan kepada keluargapasien.
Kriteria pasien di UPTD Puskesmas Karanganyar yang diprioritaskan untuk
mendapat konseling, antara lain:
a) Pasein pediatrik dan geriatric
b) Pasien dengan kondisi tertentu
c) Pasien penyakit kronis
Tujuan dilakukan konseling adalah memberikan informasi yang benar
mengenai obat yang diterima meliputi cara penggunaan obat, cara penyimpanan
obat, efek samping obat, dan lama penggunaan obat. Selain itu, konseling juga
bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, memberi
solusi dan edukasi terkait kondisi dan pengobatan pasien.
Setiap kegiatan konseling dilakukan dokumentasi dalam form konseling oleh
apoteker yang melakukan konseling. Pada UPTD Puskesmas Karanganyar proses
konseling dilakukan di ruangan khusus untuk konseling yang terpisah dan bisa
menjamin privasi pasien.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling adalah:
a) Memperkenalkan diri kepada pasien
b) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

116
c) Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
d) Kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open- ended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, atau biasa disebut 3
prime question
e) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, megidentifikasi dan
menyelesaikan masalah terkait dengan cara penggunaan obat dan untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.

D. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan


secara mandiriatau bersama tim profesi kesehatan lainnya yang terdiri dari dokter,
Apoteker, perawat, ahli gizi dan lain-lain.
Tujuan dilakukan visite adalah sebagai berikut :
a) Memeriksa obat, memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan
obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien
b) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat
berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien
UPTD Puskesmas Karanganyar merupakan salah satu Puskesmas yang
berada di Kecamatan Kawalu dengan tempat perawatan. Setiap hari dilakukan
visite oleh tenaga kesehatan ke ruang rawat inap pasien. Visite rutin yang
dilakukan di UPTD Puskesmas Karanganyar adalah visite tim yang terdiri dari
dokter dan perawat. Untuk visite mandiri belum dilakukan secara optimal
dikarenakan keterbatasan tenaga farmasi di UPTD Puskesmas Karanganyar.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan
dokumentasi dan rekomendasi. Kegiatan yang dilakukan dalam visite secara
umum antara lain:
a) Pada Pasien Lama dengan Indikasi Baru
- Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru
- Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat

117
b) Pada Semua Pasien
- Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien
- Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah
dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan yang dilakukan dalam visite bersama tim meliputi :
a) Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan atau keluarga
pasien terutama tentang obat
b) Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pengobatan
pasien dan menyiapkan pustaka penunjang
c) Menjawab pertanyaan dokter tentang obat
d) Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti obat
yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain- lain
Kegiatan yang dilakukan dalam visite mandiri meliputi :
a) Melakukan persiapan seperti memeriksa catatan pengobatan
b) Menanyakan keadaan pasien saat di visite
c) Menanyakan ada tidaknya keluhan terkait efek samping obat yang diberikan
d) Memberikan informasi mengenai cara penggunaan obat dan jadwal
pemberian obat
e) Mencatat semua atas perubahan pengobatan
Visite tidak dilakukan kepada semua pasien rawat inap. Beberapa kriteria pasien
yang diprioritaskan untuk dilakukan visite adalah :
a) Pasien baru
b) Pasien yang mendapatkan perawatan intensif
c) Pasien yang mendapatkan polifarmasi
d) Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ
e) Pasien yang mendapatkan pengobatan indeks terapi sempit

E. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan


setiap respon terhadap obat yang merugikan atautidak diharapkan yang terjadi

118
pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis, dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan dilakukan monitoring efek samping obat, adalah sebagai berikut:
a) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
b) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan
Kegiatan yang dilakukan dalam monitoring efek samping obat adalah:
a) Menganalisa laporan efek samping obat
b) Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping obat
c) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
d) Melaporkan ke pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Kegiatan monitoring efek samping obat di UPTD Puskesmas Karanganyar
bersifat pasif yaitu menunggu adanya kejadian terkait efek samping yang
dilaporkan dan pada saat melakukan konseling. Kegiatan pemantauan obat
dilakukan terutama pada pasien polifarmasi, pasien dengan obat indeks terapi
sempit, pasien anak dan pasien prolanis yang mengkonsumsi obat dalam jangka
waktu lama.

F. Pemantaun Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat merupakan proses yang memastikan bahwa seorang


pasien mendapatkan terapi obat yang efektif,terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping. Tujuan dilakukan pemantauan terapi
obat adalah untuk mendeteksi masalah yang terkaitdengan obat dan memberikan
rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait denganobat. Terdapat kriteria
khusus pasien dalam melaksanakan PTO, yaitu pada pasien anak-anak, usia lanjut
(lansia), ibu hamil, menyusui, pasien yang menerima obat lebih dari lima
jenis,adanya multidiagnosis, pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati,
menerima obatdengan indeks terapi sempit, serta pasien yang menerima obat yang
sering diketahuimenyebabkan reaksi obat yang merugikan.
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat adalah:

119
a) Memilih pasien yang memenuhi kriteria
b) Membuat catatan awal
c) Memperkenalkan diri pada pasien
d) Mengambil data yang dibutuhkan
e) Melakukan evaluasi
f) Memberikan rekomendasi
g) Memberikan penjelasan pada pasien
Pemantauan terapi obat dilakukan dengan menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Asessment, Plan). Selain itu selama melakukan PTO,
apoteker wajib melakukan asessment masalah terkait obat yaitu:
1) Obat berada pada subdosis
2) Obat berapa pada dosis yang berlebih
3) Obat tanpa indikasi
4) Indikasi tanpa pengobatan
5) Interaksi obat
6) Reaksi Obat Merugikan (ROM)
7) Pemilihan obat tidak tepat
8) Kegagalan menerima terapi

G. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat merupakan kegiatan untuk mengevaluasi


penggunaan obatsecara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat
yang digunakan sesuaiindikasi, efekti£, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuannya adalah mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus
tertentu dan melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
Adapun evaluasi penggunaan obat di UPTD Puskesmas Karanganyar
dilaksanakan melalui rapat lokakarya setiap satu bulan sekali. Ketika melakukan
evaluasi penggunaan obat apoteker harus mengetahui permasalahan yang terjadi
selama pelayanan kesehatan dan dapat memberikan saran terkait dengan obat-
obatan atau memberikan rekomendasi yang tepat untuk kedepannya jika terdapat
permasalahan terkait penyakit tersebut.

120
H. Home Care

Pasien rawat inap yang telat pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya
kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk itu, perlu
juga dilakukan pelayanan kefarmasian dirumah (Home Pharmacy Care) agar
terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat
sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.
UPTD Puskesmas Karanganyar belum melaksanakan kegiatan homecare
dikarenakan keterbatasan waktu. Biasanya kegiatan home care dilakukan oleh
apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Kriteria pasien yang dilakukan home care
antara lain :
a) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus
tentang penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping obat
b) Pasien dengan terapi jangka panjang misalnya pasien TB, Diabetes Mellitus
dan lain-lain
c) Pasien berusian 65 tahun atau lebih
d) Pasien dengan gangguan kesehatan jiwa yang memperoleh obat clozapine,
haloperidol dan triheksilpenidil

I. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan kegiatan penambahan pengetahuan yang


diperuntukkan bagi masyarakat melalui penyebaran pesan. Tujuan kegiatan
penyuluhan yaitu untuk menambah pengetahuan terkait kesehatan, untuk
mencapai tujuan hidup sehat dengan cara mempengaruhi perilaku masyarakat baik
itu secara individu atau pun kelompok dengan menyampaikan pesan. Penyuluhan
yang dilakukan di UPTD Puskesmas Karanganyar pada periode saat ini yaitu
penyuluhan di dalam gedung yaitu penyuluhan kepada pasien rawat jalan
mengenai materi DBD atau Demam Berdarah Dengue.

121
3.6 UPTD Puskesmas Purbaratu
3.6.1 Lokasi
UPTD Puskesmas Purbaratu berlokasi di Jalan Purbaratu, Kecamatan
Purbaratu, Tasikmalaya. Wilayah kerja Puskesmas berbatasan dengan
beberapa daerah, yaitu sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Ciamis,
sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Tawang, sebelah timur
berbatasan dengan kecamatan Manonjaya, dan sebelah barat berbatasan
dengan kecamatan Cibeureum.

3.6.2 Visi dan Misi UPTD Puskesmas Purbaratu


UPTD Puskesmas Purbaratu mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi :
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mewujudkan puskesmas Purbaratu sebagai pusat pelayanan kesehatan,
sebagai pusat rujukan kerja puskesmas dengan rumah sakit yang berkualitas
dan professional.
Misi :
a. Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai
tenaga pelayanan
b. Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang
memadai
c. Menciptakan hubungan kerja sama yang harmonis dengan instansi
yang terkait dan masyarakat pengguna jasa
Memberikan pelayanan kesehatan dengan tarif yang terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat

3.6.3 Struktur Organisasi


UPTD Puskesmas Purbaratu memiliki struktur organisasi unit
kefarmasian yang diawasi langsung oleh kepala UPTD Puskesmas
Purbaratu dan di kelola oleh seorang Apoteker.

122
Adapun struktur organisasi unit kefarmasian UPTD Puskesmas
Purbaratu sebagai berikut :
Kepala UPTD Puskesmas Purbaratu
H. Abdul Basit, S.Kep., Ners

Penanggungjawab UKP
dr. H. Eddi Sadaryun

Penanggungjawab Kefarmasian Pelaksana

Eka Priana, S.Si., Apt. Iis Isnawati

Gambar 3.9 Struktur Organisasi


Unit Kefarmasian UPTD Puskesmas Purbaratu

3.6.4 Fasilitas Fisik dan Wilayah Kerja


UPTD Puskesmas Purbaratu termasuk ke dalam tipe Puskesmas
Dengan Tempat Perawatan (DTP) serta dilengkapi dengan fasilitas PONED.
UPTD Puskesmas Purbaratu memiliki luas 1090,78 ha dengan bangunan
sebanyak 2 lantai. Lantai pertama digunakan sebagai tempat pelayanan
kesehatan di puskesmas sedangkan lantai kedua digunakan khusus sebagai
kantor. Pada lantai pertama, terdapat beberapa ruangan yang digunakan
dalam pelayanan kesehatan di puskesmas diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Ruang Pendaftaran dan Rekam Medik
b. Ruang Apotek
c. Ruang BP Umum
d. Ruang BP Gigi dan Mulut
e. Ruang MTBS
f. Ruang KIA
g. Ruang Klinik Terpadu
h. Ruang Penyimpanan Vaksin

123
i. Ruang IGD
j. Ruang rawat inap
k. Gudang Obat
l. Ruang Program
m. Ruang Dapur
n. Ruang Pojok ASI
o. Ruang Laboratorium
p. Ruang HIV/ IMS
q. Ruang Pojok TB
r. Ruang PONED
s. Ruang jaga Perawat
t. Musholla
u. Toilet
v. Kantin
Pada lantai 2 merupakan bagian perkantoran dengan beberapa ruangan
yaitu ruangan kepala puskesmas, ruang tata usaha, ruang sekretariat dan
aula. Selain itu, UPTD Puskesmas Purbaratu memiliki Puskesmas Pembantu
(Pustu) yaitu Pustu Singkup dan Pustu Sukajaya, serta Posyandu.

3.6.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di


UPTD Puskesmas Purbaratu
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah
sediaan farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas, serta
meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan
efisiensi penggunaan obat.
Proses seleksi perencanaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai di UPTD Puskesmas Purbaratu mempertimbangkan
metode epidemiologi/ pola penyakit yang sering dan sedang terjadi di
masyarakat, berdasarkan metode konsumsi sediaan farmasi periode
sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi, dan rencana pengembangan.

124
Proses seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
UPTD Puskesmas Purbaratu mengacu pada Formularium Nasional,
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dan Formularium Puskesmas.
Sistem perencanaan diselenggarakan setiap tahun dengan
membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO). RKO dari setiap
Puskesmas dikumpulkan ke Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Selanjutnya Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya akan melakukan
analisa terhadap kebutuhan sediaan farmasi di UPTD Puskesmas
Purbaratu disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dan
memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock (6 bulan) serta
menghindari stok berlebih. Sumber anggaran perencanaan pada UPTD
Puskesmas Purbaratu yaitu dari Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional (DKJKN).

b. Permintaan
Permintaan dari Puskesmas bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan di puskesmas
dilakukan dengan menggunakan LPLPO yang kemudian diajukan ke
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
LPLPO terdiri dari kolom yang berisi jumlah barang pada stok
awal (stok akhir bulan sebelumnya), jumlah barang yang diterima,
sehingga muncul jumlah barang yang tersedia pada kolom persediaan.
Terdapat pula kolom pemakaian yang merupakan jumlah sediaan yang
digunakan dalam satu bulan, kolom stok optimum serta kolom stok
akhir. Kolom terakhir merupakan kolom permintaan yang merupakan
jumlah barang yang diminta dari Puskesmas untuk diajukan ke Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Permintaan untuk obat yang berasal dari sumber dana DAK
dilakukan dengan menggunakan formulir LPLPO yang dikirim ke
Dinas Kesehatan dan barang akan disiapkan oleh UPTD Farmasi.
Untuk dana JKN, permintaan dilakukan oleh Puskesmas secara

125
langsung dengan memesan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF).

c. Penerimaan
Tujuan penerimaan adalah agar sediaan farmasi yang diterima di
Puskesmas sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas dan memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat, dan mutu. Tim penerimaan di puskesmas bertanggung jawab
dalam menjamin ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan
dan penggunaan obat serta bahan medis habis pakai berikut dengan
kelengkapan catatan yang menyertainya.
Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang diterima
disesuaikan dengan faktur dan LPLPO, yang mencakup:
1) Jumlah sediaan
2) Melihat fisik sediaan farmasi
3) Tanggal kadaluwarsa
4) Nomor batch
Untuk barang dari UPTD Farmasi apabila telah sesuai dengan
hal-hal diatas, maka dokumen penerimaan ditandatangani oleh
Apoteker dan diketahui oleh Kepala Puskesmas serta dibubuhi cap.
Dokumen penerimaan yang berasal dari UPTD Farmasi diantaranya
adalah Surat Bukti Barang Keluar dan Berita Acara. Surat Bukti
Barang Keluar (SBBK) adalah dokumen yang dikeluarkan oleh UPTD
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sebagai bukti telah
dilakukan serah terima kepada UPTD Puskesmas Purbaratu terhadap
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang diminta. SBBK
berisi nama obat, kemasan, satuan, jumlah, nomor batch, expired date,
harga satuan dan jumlah harga. SBBK dan berita acara ditanda tangani
Apoteker Penanggung Jawab Puskesmas, pihak dari UPTD Farmasi
yang mengeluarkan atau menyerahkan, serta Kepala UPTD Farmasi
dan diminta lembar bagian untuk puskesmasnya untuk diarsipkan.

126
sedangkan untuk barang dari PBF jika telah sesuai dengan faktur
pemesanan maka faktur tersebut di bubuhi cap dan tandatangan
Apoteker Penanggung Jawab Puskesmas dan diminta salinan
fakturnya untuk diarsipkan. Semua barang yang datang dan di terima
baik dari UPTD farmasi atau dari pedagang besar farmasi ditulis di
buku barang masuk sesuai dengan faktur dan bukti dari UPTD
Farmasi.

d. Penyimpanan
Tujuan dilakukan penyimpanan adalah agar mutu sediaan
farmasi yang tersedia di Puskesmas dapat dipertahankan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai yang dilakukan di UPTD Puskesmas
Purbaratu dengan mempertimbangakan hal-hal sebagai berikut:
1) Bentuk dan jenis sediaan
2) Berdasarkan sistem kombinasi FEFO dan FIFO
3) Penyusunan secara alfabetis untuk memudahkan pencarian
obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
4) Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan
sediaan farmasi seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan
kelembaban.
5) Narkotika, psikotropika dan obat-obat tertentu disimpan
pada lemari khusus
6) Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan
untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi
7) Tempat penyimpanan dipisah berdasarkan bentuk sediaan
tablet, salep, dan injeksi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai.
8) Penyimpanan obat-obat high alert dan LASA (Look A Like
Sound A Like) disimpan pada rak obat ditandai dengan
stiker high alert dan stiker LASA.

127
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di UPTD
Puskesmas Purbaratu disimpan di dalam gudang obat yang terpisah
dari ruang pelayanan. Penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP
dipisahkan berdasarkan sumber anggaran dana, yaitu dari sumber dana
JKN dan sumber dana DAK.
Tempat penyimpanan obat baik di ruangan maupun kulkas di
UPTD Puskesmas Purbaratu terdapat termometer untuk memonitoring
suhu. Suhu kulkas harus senantiasa dijaga pada suhu 2-8°C dan suhu
ruangan harus dijaga 25°C-30°C. Suhu dan kelembaban dicatat setiap
hari pada pagi atau siang hari, jika terjadi kenaikan suhu tersebut
maka perlu dilakukan pengaturan suhu kembali. Tetapi monitoring
suhu dan kelembaban di UPTD Puskesmas Purbaratu belum
dilaksanakan dengan baik.

e. Pendistribusian
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sistem pendistribusian obat yang diterapkan oleh UPTD
Puskesmas Purbaratu berupa sistem Floor stock, One Daily Dose, dan
Resep Individual. UPTD Puskesmas Purbaratu juga mendistribusikan
obat ke sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan puskesmas
seperti ke puskesmas pembantu yang berada di Sukajaya dan Singkup,
posyandu dan kegiatan program kesehatan.
Permintaan dari sub unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas
pembantu dengan membuat LPLPO yang dilakukan setiap bulan dan
diberikan kepada Puskesmas Induk, Puskesmas Induk melakukan
analisis terhadap permintaan yang dibuat dari Puskesmas Pembantu
dan jika telah sesuai akan disiapkan oleh petugas gudang.
Pendistribusian di lingkungan puskesmas seperti ruang rawat inap,
UGD, poned dan laboratorium dilakukan dengan cara pemberian obat

128
sesuai dengan resep yang diterima (Floor stock), pemberian obat per
sekali minum/ UDD (Unit Dose Dispensing) yang dilakukan oleh
perawat. Pendistribusian kepada pasien rawat jalan dengan
menggunakan sistem resep individual yang dilakukan setiap hari.

f. Pengendalian
Pengendalian merupakan kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di Puskesmas. Pengendalian dilakukan
terhadap pengendalian persediaan, pengendalian penggunaan, dan
penanganan sediaan farmasi yang hilang, rusak dan kadaluwarsa.
Pengendalian persediaan dan penggunaan di UPTD Puskesmas
Purbaratu dengan menggunakan kartu stok pada setiap persediaan di
gudang obat maupun ruang pelayanan agar jumlah persediaan dapat
terkontrol, serta memantau frekuensi penggunaan obat dengan jumlah
ketersediaan obat di gudang. Penanganan sediaan farmasi yang hilang,
rusak dan kadaluwarsa dilakukan pengecekan secara berkala terhadap
jarak tanggal kadaluwarsa obat.

g. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pencatatan
meliputi kegiatan pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan
(kartu stok), dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui jumlah dan nilai obat, alkes
dan bahan medis habis pakai. Selain itu dilakukan stok opname setiap
akhir bulan. Sedangkan rekap resep dilakukan setiap hari dengan
dilakukan pencatatan nama obat dan jumlah pemakaian obatnya.
Rekap resep pasien harian ini selanjutnya dibuat menjadi rekap resep
pasien bulanan dan tahunan.

129
Contoh dokumen pelaporan yang ada di UPTD Puskesmas
Purbaratu diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO)
LPLPO berupa laporan mutasi keluar masuk barang dari
Puskesmas. LPLPO terdiri dari stok awal, penerimaan,
persediaan, pemakaian, stok akhir, stok optimum, dan
permintaan. LPLPO dilaporkan setiap bulan ke Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya sebagai laporan penggunaan obat selama satu
bulan, sebagai laporan stok obat yang tersisa dan perencanaan
obat untuk bulan berikutnya.
2) Laporan Indikator Ketersediaan Obat dan Vaksin
Laporan ini untuk memantau obat-obatan tertentu oleh
Kemenkes yang dilaporkan setiap bulan. Obat dan vaksin yang
tertera pada laporan tersebut merupakan standar minimal obat
dan vaksin yang tersedia di setiap Puskesmas.
Dari data Laporan Indikator Ketersediaan Obat dan
Vaksin di UPTD Puskesmas Purbaratu tertera bahwa
ketersediaan obat tersebut ada yang diisi dengan angka 1 yang
menyatakan bahwa obat tersebut tersedia untuk pelayanan dan
ada juga yang diisi dengan angka 0 yang menyatakan obat
tersebut tidak tersedia untuk pelayanan.
3) Laporan Pelayanan Kefarmasian
Laporan pelayanan kefarmasian meliputi laporan ceklist
informasi obat, laporan konseling dan data jumlah resep rawat
jalan dan rawat inap pada setiap harinya.
a) Laporan ceklist informasi obat terdiri dari
pencatatan nama pasien, umur, nama obat, sediaan,
dosis, cara pakai, dan indikasi.
b) Laporan konseling di UPTD Puskesmas Purbaratu
dengan kriteria seperti pasien geriatrik, pasien
pediatrik, dan pasien dengan penyakit kronis.

130
4) Laporan Penulisan Resep Obat Generik
Laporan ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan obat
generik yang di tulis oleh penulis resep di dalam resep. Laporan
penulisan resep obat generik ini dilakukan setiap bulan.
5) Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR)
Laporan ini dipantau oleh Kemenkes. Laporan ini
dilakukan setiap bulan dengan memantau tiga indikasi peresepan
dari rawat jalan yaitu resep indikasi Mialgia, ISPA non
pneumonia dan Diare non spesifik. Resep rawat jalan setiap hari
diambil satu resep pada pasien yang dilayani untuk tiap indikasi
tersebut. Untuk melihat indikasinya dapat dilihat dari jenis
obatnya. Setelah dilakukan pencatatan meliputi nama pasien,
umur, obat yang digunakan lalu dilakukan perhitungan
penggunaan obat rasional. Ada indikator peresepan pada ketiga
indikasi tersebut yaitu ≤ 1% injeksi yang digunakan untuk
mialgia, ≤ 8% antibiotik yang digunakan untuk diare non
spesifik, dan ≤ 20% antibiotik yang digunakan untuk ISPA non
pneumonia. Hasil perhitungan POR tidak boleh dibawah 60%,
jika dibawah 60% maka dinyatakan tidak rasional.
Dari data laporan penggunaan obat rasional di UPTD
Puskesmas Purbaratu pada bulan Januari tertera bahwa
penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia sebesar 20%,
penggunaan antibiotik pada diare non spesifik sebesar 12% dan
penggunaan injeksi pada myalgia sebesar 0%. Dan setelah
dihitung pencapaian penggunaan obat dari ketiga kriteria
tersebut sebesar 99%. Dari hasil tersebut pada setiap kriteria
memberikan hasil memenuhi syarat dan hasil pencapaian total
penggunaan obat di UPTD Puskesmas Purbaratu telah sesuai
persyaratan dan rasional, hal ini dikarenakan total pencapaian
telah memenuhi syarat yaitu ≥ 60%.

131
b. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan bertujuan untuk
mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai.
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan di UPTD Puskesmas Purbaratu
dilakukan dengan cara menyesuaikan jumlah obat dengan stok akhir,
keutuhan kemasan dan kondisi barang serta memantau expire date
sediaan farmasi.

3.6.6 Pelayanan Farmasi Klinis di UPTD Puskesmas Purbaratu


a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep di UPTD Puskesmas Purbaratu
dilakukan pada resep pasien rawat jalan maupun rawat inap. Kegiatan
pengkajian resep terdiri dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis.
Kegiatan pengkajian resep dilakukan bertujuan untuk
memastikan bahwa resep yang diperoleh absah atau asli dan
menghindari kesalahan yang dapat terjadi.
Berikut beberapa hal yang perlu diperiksa di dalam resep.
1) Persyaratan administrasi meliputi :
a) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b) Nama dokter dan paraf dokter
c) Tanggal resep
d) Ruangan/unit asal resep
2) Persyaratan farmasetik meliputi :
a) Bentuk dan kekuatan sediaan
b) Dosis dan jumlah obat
c) Stabilitas dan ketersediaan
d) Aturan dan cara penggunaan
e) Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)
3) Persyaratan klinis meliputi:

132
a) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan
obat
b) Duplikasi pengobatan
c) Alergi, interaksi, dan efek samping obat
d) Kontraindikasi
e) Efek adiktif
Kegiatan penyerahan (dispensing) dan pemberian informasi obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan
obat atau meracik obat, memberikan label atau etiket, menyerahkan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai proses
dokumentasi.
Dalam melakukan pelayanan resep di UPTD Puskesmas
Purbaratu dilakukan penegcekan oleh petugas yang melakukan
skrining, penyiapan, penulisan etiket dan yang menyerahkan.
Pengecekan tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa obat yang
disiapkan sesuai intruksi pada resep sehingga menghindari kesalahan
ketika dalam pemberian obat kepada pasien. Selain itu petugas farmasi
juga harus memastikan bahwa waktu tunggu pasien terhadap obat
yang disiapkan tidak terlalu lama, hal ini bertujuan untuk menjaga
kepuasan pasien. Waktu tunggu yang diharapkan tidak lebih dari 15
menit.
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat,
jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya, pasien beserta keluarganya.
Pelayanan Informasi Obat (PIO) di UPTD Puskesmas Purbaratu
dilakukan kepada seluruh pasien pada saat penyerahan obat, kepada
tenaga kesehatan lainnya, serta informasi obat diruang tunggu
menggunakan banner, leaflet atau brosur tentang cara penggunaan
obat.

133
c. Konseling
Tujuan dilakukan konseling adalah memberikan informasi yang
benar mengenai obat yang diterima meliputi cara penggunaan obat,
cara penyimpanan obat, efek samping obat, dan lama penggunaan
obat. Selain itu, konseling juga bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan, memberi solusi dan edukasi
terkait kondisi dan pengobatan pasien serta memberikan motivasi
kepada pasien.
Kegiatan konseling di UPTD Puskesmas Purbaratu dilakukan
pada pasien dengan penyakit kronis, pasien dengan obat yang
berindeks terapetik sempit, pasien geriatrik, dan pasien pediatrik.
Setiap kegiatan konseling dilakukan dokumentasi dalam form
konseling oleh apoteker yang melakukan konseling. Pada UPTD
Puskesmas Purbaratu proses konseling dilakukan di ruangan yang
terpisah dan bisa menjamin privasi pasien.

d. Visite Pasien
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi dan lain-lain.

Tujuan dilakukan visite adalah sebagai berikut :


1) Memeriksa obat
2) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan
obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi
klinis pasien
3) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait
dengan penggunaan obat
4) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien
UPTD Puskesmas Purbaratu merupakan salah satu Puskesmas
yang berada di Tasikmalaya dengan tempat perawatan. Setiap hari

134
dilakukan visite oleh tenaga kesehatan ke ruang rawat inap pasien.
Visite rutin yang dilakukan di UPTD Puskesmas Purbaratu adalah
visite tim yang terdiri dari dokter dan perawat. Untuk visite mandiri
belum dilakukan secara optimal dikarenakan keterbatasan tenaga
farmasi di UPTD Puskesmas Purbaratu.

e. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan dilakukan monitoring efek samping obat, adalah sebagai
berikut :
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat
yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan
Kegiatan yang dilakukan dalam monitoring efek samping obat adalah:
1) Menganalisa laporan efek samping obat
2) Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalamiefek samping obat
3) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
4) Melaporkan ke pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional
Kegiatan monitoring efek samping obat di UPTD Puskesmas
Purbaratu bersifat pasif yaitu dengan menunggu adanya kejadian
terkait efek samping yang dilaporkan. Selain secara pasif, monitoring
efek samping obat juga dapat dilakukan dengan menanyakan terkait
obat yang dikonsumsi pada saat melakukan konseling. Kegiatan
pemantauan obat dilakukan terutama pada pasien polifarmasi, pasien

135
dengan obat indeks terapi sempit, pasien anak dan pasien prolanis
yang mengkonsumsi obat dalam jangka waktu lama.

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat merupakan proses yang memastikan
bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif,
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping. Tujuan dilakukan Pemantauan Terapi Obat adalah untuk
mendeteksi masalah yang terkait dengan obat dan memberikan
rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.
Terdapat kriteria khusus pasien dalam melaksanakan PTO, yaitu
pada pasien anak-anak, usia lanjut (lansia), ibu hamil, menyusui,
pasien yang menerima obat lebih dari lima jenis, adanya
multidiagnosis, pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati,
menerima obat dengan indeks terapi sempit, serta pasien yang
menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
Kegiatan yang dilakukan data pelaksanaan Pemantauan Terapi
Obat adalah:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria
2) Membuat catatan awal
3) Memperkenalkan diri pada pasien
4) Memberikan penjelasan pada pasien
5) Mengambil data yang dibutuhkan
6) Melakukan evaluasi
7) Memberikan rekomendasi
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) di UPTD Puskesmas
Purbaratu yaitu apoteker wajib melakukan analisis masalah terkait
obat, yang meliputi:
1) Obat berapa pada dosis yang berlebih
2) Obat tanpa indikasi
3) Indikasi tanpa pengobatan

136
4) Interaksi obat
5) Reaksi Obat Merugikan (ROM)
6) Pemilihan obat tidak tepat
7) Kegagalan menerima terapi
Apoteker harus bisa menilai masalah terkait obat sehingga bisa
mengetahui cara penanganannya dan pasien bisa mendapatkan terapi
yang optimal dan efek terapi pun bisa dirasakan oleh pasien.

g. Evaluasi Penggunaan Obat


Evaluasi penggunaan obat merupakan kegiatan untuk
mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai
indikasi, efekti£, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuannya adalah mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus
tertentu dan melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu. Adapun evaluasi penggunaan obat di UPTD Puskesmas Purbaratu
dilaksanakan secara keseluruhan mengenai penggunaan obat dan
dibandingkan dengan jumlah persediaan. Evaluasi penggunaan obat
dilaporkan secara berkala setiap tahunnya kepada Kepala Puskesmas. Ketika
melakukan evaluasi penggunaan obat apoteker harus mengetahui
permasalahan yang terjadi selama pelayanan kesehatan dan dapat
memberikan saran terkait dengan obat-obatan atau memberikan
rekomendasi yang tepat untuk kedepannya jika terdapat permasalahan
terkait penyakit tersebut.

137
BAB IV
TUGAS KHUSUS

4.1 LAPORAN INDIKATOR PERESEPAN OBAT DI PUSKESMAS


BUNGURSARI

Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA Non Pneumonia

Gambar 4.1 Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA Non Pneumonia

Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non Spesifik

Gambar 4.2 Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non Spesifik

138
Gambar 4.3 Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas

Penggunaan Obat Rasional (POR) merupakan upaya World Health


Organization (WHO) di latar belakangi oleh kondisi yang menyatakan bahwa
lebih dari 50% obat seluruh dunia diresepkan, diracik atau dijual dengan tidak
tepat, dan tidak digunakan secara tepat oleh pasien. Penggunaan obat rasional
ditinjau dari tiga indikator utama yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas.
Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya
tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi
antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril, dan pemborosan
obat. Sehingga diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat. Hal ini
menjadikan apoteker/tenaga teknis kefarmasian harus bertanggung jawab bersama
profesi kesehatan lainnya serta pasien, untuk tercapainya tujuan terapi yaitu
dengan penggunaan obat rasional.
Kerasionalan penggunaan obat terdiri dari beberapa aspek, di antaranya:
ketepatan indikasi, kesesuaian dosis, ada tidaknya kontraindikasi, ada tidaknya
efek samping dan interaksi dengan obat dan makanan, serta ada tidaknya
polifarmasi (penggunaan lebih dari dua obat untuk indikasi penyakit yang sama)
Kerasionalan dalam penggunaan obat sangat diperlukan diantaranya yaitu untuk:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya pengobatan.
b. Mempermudah hak semua masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga
terjangkau.

139
c. Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat
membahayakan pasien.
d. Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan
kesehatan. Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi
kriteria
Di Puskesmas Bungursari sendiri setiap bulan melakukan pelaporan
indikator peresepan pada pasien ISPA Non Pneumonia dan pasien Diare Non
Spesifik, Data pasien diambil dari register harian, 1 kasus per hari untuk setiap
diagnosis terpilih. Dengan demikian dalam 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar
25 kasus per diagnosis terpilih. Jenis obat yang digunakan/ditemukan dalam tiap
kasus yaitu obat oral.
Salah satu parameter penilaian penggunaan obat rasional adalah
penggunaan antibiotik pada diagnosa ispa non pneumonia dan antibiotik pada
diagnosa diare non spesifik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
menentukan batas toleransi untuk penggunaan antibiotik adalah 20%.
Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia untuk penggunaan antibiotik adalah 20%. Dari data diatas
(gambar 4.3) dapat dilihat bahwa pemakaian antibiotik pada diagnosa ispa non
pneumonia yaitu sebesar 50%. Diduga hal itu terjadi karena estimasi yang
berlebihan terhadap gejala suatu penyakit sehingga meresepkan antibiotik agar
gejala tersebut cepat hilang, atau disebabkan adanya keyakinan dari masyarakat
bahwa harus dengan mengunakan antibiotik penyakit tersebut akan sembuh dan
terjadi karena adanya pengurangan beberapa item obat khususnya untuk diagnosa
ispa. Akibatnya resistensi terhadap antibiotik. Sedangkan dari data diatas (gambar
4.3) dapat dilihat pula bahwa pemakaian antibiotik pada diagnosa diare non
spesifik yaitu sebesar 20%. Hal ini tercapai kemungkinan karena diduga
mempunyai kesadaran tentang ketidakperluan penggunaan antibiotik pada pasien
diagnosa diare non spesifik untuk mencegah resistensi terhadap antibiotik.

140
4.2 HIMBAUAN PENCEGAHAN TBC DI PUSKESMAS BANTAR
A. Pendahuluan
Masalah kesehatan yang masih menjadi perhatian adalah penyakit
menular akibat prilaku dan lingkungan yang tidak sehat. Salah satu penyakit
menular yang sering menjadi masalah adalah penyakit tuberkulosis paru, bahkan
sampai saat ini masih menjadi komitmen global dalam penanggulangannya karena
setiap tahun menurut WHO (1994) terdapat terdapat 2 juta penduduk di dunia
terkena infeksi tuberkulosis. Sebagian besar pasien tersebut berada di negara
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia, menunjukan
bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskular.

B. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri (Mycobacterium tuberkulosis) dan paling sering menyerang jaringan paru

C. Cara penularan
Bakteri Mycobacterium tuberkulosis keluar kue udara pada saat penderita TB
batuk, bersin, atau berbicara kemudian bakteri tersebut akan terhirup orang lain
melalui saluran pernafasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh
lainnya selanjutnya, di dalam tubuh, bakteri penyebab TB dilawan oleh daya
tahan tubuh, jika daya tahan tubuh lemah maka orang tersebut akan menjadi sakit
TB dan jika daya tahan tubuh kuat maka orang tersebut akan tap sehat

D. Gejala
Gejala TBC diantaranya :

1. Batuk berdahak
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Badan lemas, nafsu makan berkurang
4. Demam dan meriang berkepanjangan
5. Berat badan menurun

141
E. Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian faktor resik TBC dilakukan dengan cara :

1. Membudayakan prilaku hidup bersih dan sehat


2. Membudayakan prilaku etika berbatuk
3. Gunakan masker atau penutup mulut sewaktu bentuk dan bersin
4. Tidak meludah di sembarang tempat
5. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan rumah sehat
6. Peningkatan daya tahan tubuh
7. Penanganan penyakit penyerta TBC
8. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan .

142
Gambar 4.4 Spanduk TBC
4.3 DBD (Demam Berdarah Dengue)
4.3.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue(DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan


oleh satu dari 4 virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang
ditemukan di daerah tropis dan subtropis diantaranya kepulauan diIndonesia
hingga bagian utara Australia. DBD masih merupakan salah satu masalah
kesehatan di Dunia. World Health Organization (WHO) mencatat di Asia
Tenggara, Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar
diantara 30 negara Asia Tenggara wilayah endemis.

143
Faktor-faktor yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain
kepadatan vektor, kepadatan penduduk yang terus meningkat sejalan
dengan pembangunan kawasan pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali,
meningkatnya sarana transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat
yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta perubahan iklim (climate
change). Penanganan DBD yang terlambat akan menyebabkan Dengue Syok
Syndrom(DSS) yang menyebabkan kematian. Dengan tingginya kasus maka
berpeluang tingginya angka kematian penderita DBD.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini belum
tersedia, maka cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan
pengendalian vektor penular (Aedes aegypti). Pengendalian vektor ini dapat
dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
Upaya pemberdayaan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan PSN 3M
Plus (menguras, menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang atau
memanfaat kembali barang-barang bekas). Oleh karena itu untuk meningkatkan
keberhasilan pengendalian DBD dan mencegah terjadinya peningkatan kasus atau
KLB, maka diperlukan adanya informasi penegahan DBD (Demam Berdarah
Dengue) kepada masyarakat agar melakukan PSN dengan 3M plus.

4.3.2 Tinjaun Pustaka


4.3.2.1 Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga
ditularkan yang ditandai dengan : Demam tinggi mendadak,
tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif,
trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), badan terasa lemah, sakit kepala,
nyeri saat menggerakan bola mata, nyeri ulu hati (Depkes RI, 2005)

144
4.3.2.2 Cara Pencegahan dan Penanganan DBD (Demam Berdarah
Dengue)

Cara Penanganan
a. Istirahat yang cukup
b. Konsumsi parasetamol dan acetaminophen sesuai dosisnya untuk
meredakan demam dan nyeri
c. Hindari aktivitas yang berat hingga kondisi benar-benar pulih
d. Konsumsi banyak air mineral untuk mencegah dehidrasi, karena
suhu tubuh tinggi dan muntah
e. Umumnya dokter melarang konsumsi obatan-obatan seperti
ibuprofen, naproxen sodium, juga aspirin karena bisa memicu
pendarahan di dalam
Cara Pencegahan
a. Menguras Hal ini dilakukan dengan membersihkan tempat yang
sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi,
ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari
es dan lain-lain.
b. Menutup Langkah ini dilakukan dengan menutup rapat-rapat
tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air,
dan lain sejenisnya.
c. Mengubur Mengubur atau memanfaatkan kembali barang bekas
yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan
nyamuk penular Demam Berdarah

145
4.3.2.3 Leaflet DBD (Demam Berdarah Dengue)

Gambar 4.1 Leaflet DBD (Demam Berdarah Dengue)

4.4 Konseling Pasien Hipertensi


4.4.1 Latar Belakang

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi


adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
dan angka kematian (Aziza, 2007)

146
Saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari
pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi pelayanan
yang berorientasi pada pasien (patient oriented) yang mengacu pada azas
Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus
pada pengelolaan obat sebagai komoditi bertambah menjadi pelayanan
yang komprehensif berbasis pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (Depkes RI, 2008).
Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut maka
apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara
aktif, berinteraksi langsung dengan pasien di samping menerapkan
keilmuannya di bidang farmasi. Apoteker di sarana pelayanan
kesehatan mempunyai tanggung jawab dalam memberikan informasi
yang tepat tentang terapi obat kepada pasien. Apoteker berkewajiban
menjamin bahwa pasien mengerti dan memahami serta patuh dalam
penggunaan obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan
terapi khususnya kelompok pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit
kronis (Depkes RI, 2008).

4.4.2 Tinjauan Pustaka


4.4.2.1 Definisi

Konseling erupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan


penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan
Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga
pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan
lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan Obat. Kegiatan yang dilakukan
diantaranya.

147
4.4.2.2 Percakapan Konseling

a. Memanggil pasien
b. Menyapa pasien, memperkenalkan diri, menanyakan resep
Selamat pagi, perkenalkan saya ulfah nurul, saya mahasiswa
yang sedang praktek apoteker disini. Saya menerima resep
- Amlodipin 5 mg
- Atas nama Ny.O
- Beralamat Di cikedewul
- Berobat dari dr laela

c. Meminta waktu untuk memberi konseling


Sebelumnya saya boleh meminta waktu sekitar 5-10 menit
untuk saya berikan konseling mengenai pengobatan ini?
Baik silahkan bapa/ibu keruangan konseling dulu, sebelah sana
ya bu.
d. Menyampaikan tujuan dari konseling
Sebelumnnya saya jelaskan dulu tujuan dari konseling
untuk memberikan informasi yang setapat-tepatnya dari obat
yang ibu/bapak akan dapatkan supaya mendapatkan pengobatan
yang optimal dan juga untuk mencegah atau mengurangi
masalah yang berkaitan dengan efek samping, reaksi obat
merugikan dan ketidakpatuhan pengobatan. Jadi saya akan
mengajukan beberapa pertanyaan, dimana jawaban dari
ibu/bapak sangat saya butuhkan untuk mengenali masalah/gejala
yang ibu rasakan selama pengobatan berlangsung.
e. Menanyakan pengalaman pengobatan
Ibu sudah pernah mengkonsumsi obat ini atau pertama kali?
f. Menanyakan informasi yang sudah didapat dari dokter THREE
PRIME QUESTIONS
- Apakah yang disampaikan dokter tentang obat nya?
Mungkin menjelaskan obatnya untuk apa?

148
- Apakah dokter sudah menjelaskan tentang cara pemakaian
obatnya?
- Apakah penjelasan dokter mengenai harapan setelah
mengkonsumsi obat ini?
g. Menjawab pertanyaan / mengkonfiirmasi THREE PRIME
QUESTIONS
- Ibu di diagnosis mengalami tekanan darah tinggi. Sehingga
ibu/bapak diberikan obat ini yang tergolong dalam obat-
obatan untuk menurunkan tekanan darah. Tekanan darah
normal yaitu 120/80.
- Untuk cara pemakaian obatnya yaitu amlodipine5 mg
sebanyak 10 tablet diminum sehari 1 kali sehari 1 tablet,
setelah makan idealnya 30 menit setelah makan. Obatnya
diminum malam hari karena pada saat malam hari obat itu
mampu mengontrol tekanan darah lebih efektif dan juga
untuk menghindari efek samping hipotensi ortostatik
(keleyengan pada saat bangun tidur) / pusing sehingga
efektif digunakan pada malam hari pada saat akan istirahat.
- Untuk mengoptimalkan efektivitas amlodipine , gunakan
pada waktu yang sama setiap harinya dan jangan
melewatkan dosis. Apabila lupa minum obat disarankan
untuk segera meminum obat ketika ingat tetapi apabila jeda
dengan jadwal berikutnya belum terlalu dekat. Jika sudah
dekat, jangan menggandakan dosis.
- Penyimpanan obatnya simpan di suhu ruangan atau di rak
obat dirumah, jauhkan dari sinar matahari langsung dan
tempat yang lembab untuk menghindari kerusakan obatnya.
- Diharapkan setelah mengkonsumsi obat ini dapat
menurunkan tekanan darah. Dan saya menyarankan untuk
melakukan tensi secara rutin untuk memastikan hasil yang
diharapkan selama melakukan pengobatan ini.

149
h. Menanyakan riwayat alergi obat
Apakah ibu mempunyai riwayat alergi obat?
i. Punya riwayat penyakit sebelumnya?
Apakah ibu memounya riwayat penyakit sebelumnya?
j. Menanyakan obat/jamu/suplemen yang sedang digunakan?
Apakah ibu sedang mengkonsumsi obat/jamu/suplemen?
k. Menanyakan kondisi hamil/menyusui
Apakah ibu sedang dalam keadaan hamil atau menyusui?
l. Menanyakan kebiasan hidup (minum kopi, makanan asin-
asinan)
Mohon map ya bu, apakah ibu suka makan yang asin-asin dan
minum kopi?
Jika ya, saya sarankan ya pak untuk mengurangi kebiasaan
bapak merokok dan meminum kopi ya pak.
Karena kandungan di dalam kopi dan rokok mengandung zat zat
kimia (kafein dan nikotin) yang dapat menyebabkan detak
jantung berdebar lebih cepat sehingga sering kali muncul
keluhan dada terasa berbebar dan tentunya akan mempengaruhi
tekanan darah, sehingga akan terjadi sedikit peningkatan darah.
Hindari makanan yang asin-asin ya apalagi yang kadar
garamnya tinggi karena dapat meningkatkan Tekanan darah
m. Pemberian informasi efek samping dan antisipasinya
Begini bu, mungkin ada beberapa orang yang akan mengalami
efek samping, tetapi jangan khawatir efek samping ini
sebenarnya tidak akan terjadi pada semua orang. Dan bisa di
antisipasi.
Jika ibu setelah minum obat ini mengalami keluhan seperti sakit
kepala, mual, pusing ibu bisa mengantasipasi dengan cara
istirahat yang cukup hindari aktivitas berat, banyak minum air
putih, dan apabila ada mual ibu bisa mengkonsumsi makanan
yang mudah dicerna seperti pisang, biscuit, dan bubur.

150
Konsumsi sedikit2namun sering, agar makanan bisa dicerna
secara perlahan.
Saya sarankan untuk menjaga gaya hidupnya contohnya pola
makan yang baik, (Olahraga yang teratur yaitu rata-rata selama
30 menit per hari. Dan akan
lebih baik apabila dilakukan rutin setiap hari, olahraga ringan
saja seperyi yoga, konsumsi buah dan sayur misalnya semangka,
pir, pisang) menghentikan rokok, mengurangi konsumsi
makanan yang asin-asin, makanan cepat saji misalnya sarden,
jeroan, kulit ayam, sehingga akan mencegah terjadinya
hipertensi.
Kemudian jangan pernah berhenti minum obatnya tanpa
berbicara dahulu dengan dokter. Apabila ada keluhan lain,
sebaiknya ibu konsultasi dengan dokter untuk pemeriksaan lebih
lanjut.
n. Menawarkan jika ada pertanyaan
Apakah ada yang ingin ditanyakan lagi bu/pak?
o. Cara pengulangan resep
Apakah ibu boleh mengulang apa yang sudah saya sampaikan?
Untuk memastikan apa yang saya sampaikan sudah jelas.
p. Mengakhiri konseling dan mendokumentasikan konseling
Baik sudah jelas ya bu. Saya mau meminta tanda tangan
ibu/bapak sebagai bukti bahwa ibu/ bapak telah memahami
informasi yang saya berikan. semoga infromasi yang saya
berikan bermanfaat dan semoga lekas sembuh ya.

151
4.4.2.3 Dokumentasi Konseling

Gambar 4.2 Dokumentasi Konseling

152
4.5 Laporan Penggunaan Obat Rasional di UPTD Puskesmas Purbaratu
4.5.1 Pendahuluan
Penggunaan obat secara rasional di masyarakat merupakan salah satu
hal penting untuk membangun pelayanan kesehatan. Pelaksanaan
pengobatan yang tidak rasional selama ini telah memberikan dampak negatif
berupa pemborosan dana, efek samping dari penggunaan obat yang kurang
tepat akan menyebabkan terjadinya resistensi, interaksi obat yang
berbahaya, dapat menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan
kesehatan. Untuk meningkatkan kerasionalan obat pada masyarakat hingga
mutu pelayanan kesehatan yang optimal maka perlu dilakukan pengelolaan
obat secara rasional dan sistematis
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan
berbagai permasalahan dan merupakan ancaman bagi kesehatan terutama
resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan
mortalitas, juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial
yang sangat tinggi. Resistensi tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik
yang kurang bijak di fasilitas pelayanan kesehatan. Resistensi tidak dapat
dihilangkan, melainkan dikendalikan ataupun diperlambat melalui
penggunaan antibiotik secara bijak. Hal tersebut membutuhkan kebijakan
dan program pengendalian antibiotik yang efektif.
Suatu pengobatan dikatakan rasional apabila memenuhi beberapa
kriteria antara lain tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan
obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat interval waktu pemberian, tepat
lama pemberian, waspada terhadap efek samping, tepat penilaian kondisi
pasien. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin,
serta tersedia dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tepat tindak
lanjut, tepat penyerahan obat, pasien patuh dalam pengobatan
Informasi yang diberikan oleh dokter maupun apoteker sangat
diperlukan diberikan untuk meningkatkan kepatuhan pasien karena infomasi
yang tidak sesuai memberikan pengetahuan yang kurang kepada pasien
sehingga dapat menimbulkan ketidak patuhan dalam terapi pengobatan.
Oleh karena itu dengan adanya pengetahuan tentang penggunaan antibiotik

153
yang baik akan memberikan dampak positif bagi masyarakat sehingga
tercapainya kepatuan masyarakat dalam penggunaan obat secara rasional.

4.5.2 Penggunaan Obat Rasional


Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR) dipantau oleh kemenkes
RI. Laporan ini dilakukan setiap bulan dengan memantau tiga indikasi
peresepan dari rawat jalan yaitu resep indikasi Mialgia tunggal, ISPA non
pneumonia dan Diare non spesifik. Pada tugas ini dilakukan analisis pada
dua indikasi yaitu ISPA Non Pneumonia dan Diare Non Spesifik.
Kegiatan POR dilakukan dengan cara menganalisis dan memisahkan
resep rawat jalan setiap harinya yang dilayani untuk tiap indikasi ISPA Non
Pneumonia dan Diare Non Spesifik. Untuk melihat indikasinya maka dapat
dilihat dari jenis obatnya. Setelah dilakukan pencatatan meliputi nama
pasien, umur, obat yang digunakan lalu dilakukan perhitungan penggunaan
obat rasional. Jumlah resep pada tanggal 10-15 Agustus 2020 adalah 254,
yang terdiri dari 3 resep Diare dengan antibiotik, 5 resep Diare tanpa
antibiotik, 15 resep ISPA dengan antibiotik, dan 25 resep ISPA tanpa
antibiotik.
Ada indikator peresepan pada indikasi tersebut yaitu ≤ 8% antibiotik
yang digunakan untuk diare non spesifik, dan ≤ 20% antibiotik yang
digunakan untuk ISPA non pneumonia. Hasil perhitungan POR tidak boleh
dibawah 60%, jika dibawah 60% maka dinyatakan tidak rasional.
Tabel 4.1 Persentase Penggunaan Obat Rasional
No Parameter A B C

Persentase Peresepan Obat


1. Antibiotik pada ISPA non 9,84% 20% < 30%
Pneumonia

Persentase Peresepan Obat


2. 1,97% 8% -
Antibiotik pada Diare non Spesifik

154
Keterangan :
A : Data UPTD Puskesmas Purbaratu
B : Batas toleransi Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alkes
C : Standar WHO

Berdasarkan hasil perhitungan data yang dilakukan, pada kelompok


penyakit ISPA/Common Cold/Batuk-pilek pada keseluruhan memenuhi
indikator POR Nasional yaitu peresepan antibiotik tidak mencapai 20%.
Peresepan antibiotik dapat terjadi karena adanya kemungkinan kebutuhan
pasien untuk menerima antibiotik.
Dalam Pedoman Pengobatan Klinik dijelaskan bahwa pada kasus
infeksi sekunder bakteri maka perlu ditambahkan adanya antibiotik pada
pasien yang menderita rhinitis alergi. Pada tugas ini tidak dapat diketahui
secara pasti terjadinya infeksi sekunder bakteri pada pasien dengan hanya
melihat data berupa resep. Penatalaksanaan sinusitis dan otitis media akut
memerlukan antibiotik dalam pengobatannya sehingga terdapat beberapa
peresepan antibiotik yang dirasakan perlu untuk diagnosis kedua penyakit
tersebut.
Pada penyakit diare secara keseluruhan memenuhi indikator POR
Nasional yaitu peresepan antibiotik tidak mencapai 8%. Menurut Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), pada kasus Gastroentritis dapat diberikan antibiotik
sesuai dengan penyebabnya, sehingga dimungkinkan peresepan antibiotik
diperlukan pada kasus dengan disgnosis tersebut.
Dari data laporan penggunaan obat rasional di UPTD Puskesmas
Purbaratu pada tanggal 10-15 Agustus 2020 memiliki pencapaian
penggunaan obat rasional sebesar 100%. Dari hasil tersebut pada setiap
kriteria memberikan hasil memenuhi syarat dan hasil pencapaian total
penggunaan obat di UPTD Puskesmas Purbaratu telah sesuai persyaratan
dan rasional, hal ini dikarenakan total pencapaian telah memenuhi syarat
yaitu ≥ 60%.

155
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang pemerintahan
telah dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, UPTD Farmasi dan di
UPTD Puskesmas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari PKPA Calon Apoteker dapat memahami peran dan tanggung jawab
seorang Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Dinas Kesehatan, UPTD
Farmasi dan Puskesmas yang meliputi aspek pelayanan seperti aspek
manajerial, aspek pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pelayanan
kefarnasian serta pembinaan dan pengawasan.
2. Calon Apoteker mengetahui keterampilan, sikap, perilaku professional
secara nyata dalam praktek profesinya
3. Calon Apoteker mampu mengetahui cara menghadapi permasalahan secara
nyata dalam bidang kefarmasian di Dinas Kesehatan, UPTD Farmasi dan
UPTD Puskesmas.
4. Calon Apoteker dapat meningkatkan cara berkomunikasi dan berinteraksi
dengan masyarakat serta tenaga kesehatan lain dalam berpraktek profesinya

5.2 Saran
Untuk UPTD Farmasi di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya:
1. Dinas Kesehatan perlu segera merealisasikan renovasi UPTD farmasi agar
sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.
2. Untuk mendapatkan mutu obat yang tetap baik, sebaiknya perlu pengawasan
lebih di bagian gudang seperti pemantauan suhu dan adanya pest control.
Untuk UPTD Puskesmas:
1. Perlu dilakukan pemantauan suhu ruang penyimpanan obat secara berkala
untuk menjaga stabilitas dari obat yang disimpan baik di ruang distribusi
maupun di gudang obat.

156
DAFTAR PUSTAKA

Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Depkes RI.
Jakarta.
IDI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51
Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pencegahan Dan
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Dirjen Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
Jakarta
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Sumpah Apoteker. Jakarta.
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Jakarta.
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Jakarta.
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. 2018. Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional.
Bina Pelayanan Kefarmasian. Jakarta.

157
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas. Jakarta
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Kebijakan Peningkatan
Penggunaan Obat Rasional (POR). Direktorat Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. Jakarta.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun
2009 Tentang Kesehatan. Jakarta

158
LAMPIRAN 1
GUDANG DINAS KESEHATAN TASIKMALAYA

159
LAMPIRAN 2
CONTOH LEMBAR KARTU STOK GUDANG DINAS KESEHATAN
TASIKMALAYA

160
LAMPIRAN 3
SURAT BUKTI BARANG KELUAR (SBBK)

161
LAMPIRAN 4
CONTOH FAKTUR

162
LAMPIRAN 5
GRAFIK SUHU LEMARI ES DI RUANG CCP (CHOULD CHAIN
PRODUCT)

163
LAMPIRAN 6
SUHU PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN

164
LAMPIRAN 7
LAMA PENYIMPANAN VAKSIN

165
LAMPIRAN 8
SISTEM PELAPORAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
(SIPNAP)

166
LAMPIRAN 9
FORMULIR PEMERIKSAAN PIRT (PRODUKSI PANGAN INDUSTRI
RUMAH TANGGA)

167
LAMPIRAN 9
(LANJUTAN)

168
LAMPIRAN 9
(LANJUTAN)

169
LAMPIRAN 10
KALIBRASI ALAT KESEHATAN

170
LAMPIRAN 11
STRUKTUR ORGANISASI UPTD PUSKESMAS BUNGURSARI

171
LAMPIRAN 12
PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN

172
LAMPIRAN 13
PERACIKAN OBAT

173
LAMPIRAN 14
TEMPAT PENYIMPANAN OBAT PUSKESMAS BUNGURSARI

174
LAMPIRAN 15
GUDANG PENYIMPANAN OBAT PUSKESMAS BUNGURSARI

175
LAMPIRAN 16
CONTOH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

176
LAMPIRAN 16
(LANJUTAN)

177
LAMPIRAN 17
LAPORAN LPLPO (LEMBAR PEMAKAIAN DAN LEMBAR
PERMINRAAN OBAT)

178
LAMPIRAN 18
LAPORAN INDIKATOR KETERSEDIAAN OBAT

179
LAMPIRAN 19
LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN

180
LAMPIRAN 20
CONTOH LAPORAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK

181
LAMPIRAN 21
LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR)

182
LAMPIRAN 22
DAFTAR OBAT PUSKESMAS BUNGURSARI

183
LAMPIRAN 23
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIK

184
LAMPIRAN 24
LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIK

185
LAMPIRAN 25
SURAT BUKTI BARANG KELUAR (SBBK)

186
LAMPIRAN 26
LEMBAR SKRINING RESEP

187
LAMPIRAN 27
CONTOH FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT

188
LAMPIRAN 28
CONTOH DOKUMENTASI KONSELING

189
LAMPIRAN 29
CONTOH LAPORAN VISITE PASIEN RAWAT INAP

190
LAMPIRAN 30
CONTOH FORMULIR MONITORING EFEK SAMPING OBAT

191
LAMPIRAN 31
CONTOH DOKUMENTASI PEMANTAUAN TERAPI OBAT

192
LAMPIRAN 32
CONTOH DOKUMENTASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH
(HOME PHARMACY CARE)

193
LAMPIRAN 33
RUANG FARMASI UPTD PUSKESMAS BANTAR

Ruang tunggu Farmasi UPTD Puskesmas Bantar

194
Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Bantar

195
Rak Penyimpanan Obat di Ruang Farmasi

196
Alat Pembungkus Pulveres

Tempat Penyerahan Obat dan PIO

197
LAMPIRAN 34
GUDANG FARMASI UPTD PUSKESMAS BANTAR

Rak Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi

Lemari tempat penyimpanan Obat Narkotika

198
Lemari Pendingin Penyimpanan Produk CCP (Cold Chain Product)

Alat Higrometer

199
Alat Pengukur Suhu

200
LAMPIRAN 35
PENYIAPAN OBAT

Penyiapan Obat

Contoh Etiket

Contoh Kemasan Obat Serbuk

201
Contoh Kemasan Obat Padat

202
LAMPIRAN 36
PELAYANAN INFORMASI OBAT

Pelayanan Informasi Obat

203
LAMPIRAN 37
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Buku Rencana Kebutuhan Obat

204
LPLPO Bulan Juli-Agustus 2020

Buku Catatan Obat Rusak dan Kadaluarsa

Lembar Cheklist PIO pada pasien Rawat Jalan

205
Kegiatan Pengecekan obat pada e-puskesmas

206
Pencatatan Obat pada kartu stock di gudang farmasi puskesmas

207
LAMPIRAN 38
GUDANG PENYIMPANAN OBAT PUSKESMAS KARANGANYAR

207
LAMPIRAN 39
PENYULUHAN DALAM GEDUNG

208
LAMPIRAN 40
KONSELING PADA PASIEN

209
LAMPIRAN 41
DAFTAR HADIR PENYULUHAN DALAM GEDUNG

210
LAMPIRAN 42
STRANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

211
LAMPIRAN 42
(LANJUTAN)

212
LAMPIRAN 43
LEMBAR PEMBERIAN INFORMASI OBAT

213
LAMPIRAN 44
STRUKTUR ORGANISASI UPTD PUSKESMAS PURBARATU

214
LAMPIRAN 45
TEMPAT PENYIMPANAN OBAT DI UPTD PUSKESMAS PURBARATU

215
LAMPIRAN 46
GUDANG PENYIMPANAN OBAT DI UPTD PUSKESMAS PURBARATU

216
LAMPIRAN 47
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

217
LAMPIRAN 48
LPLPO (LEMBAR PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINRAAN OBAT)

218
LAMPIRAN 49
LAPORAN INDIKATOR KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN

219
LAMPIRAN 50
LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR)

220
LAMPIRAN 51
SURAT BUKTI BARANG KELUAR (SBBK) PUSKESMAS

221
LAMPIRAN 52
LEMBAR SKRINING RESEP

222
LAMPIRAN 53
FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)

223
LAMPIRAN 54
FORMULIR KONSELING

224

Anda mungkin juga menyukai