Anda di halaman 1dari 2

Menurut sudut pandang saya, penelitian tentang pembuatan terasi dari rebon laut segar dengan variasi

konsentrasi garam sangat menarik dan memiliki nilai penting bagi dunia kuliner. Dari hasil penelitian,
terlihat bahwa konsentrasi garam sangat berpengaruh terhadap mutu mikrobiologis dan organoleptik
terasi.

Penelitian ini menguji kualitas mikrobiologis (E. coli, S. aureus, V. cholera, Salmonella, dan TPC
Halofilik), Aw, dan sifat organoleptik terasi. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi garam yang
berbeda secara signifikan mempengaruhi kualitas mikrobiologis dan organoleptik terasi udang.
Konsentrasi garam optimal untuk menghasilkan terasi udang yang aman dan berkualitas tinggi adalah
8,5%. Penelitian ini menyoroti pentingnya penanganan yang tepat dan konsentrasi garam beryodium
dalam menghasilkan terasi udang yang aman dan berkualitas tinggi.

Dari hasi penelitian di ketahui bahwa terasi dengan konsentrasi garam sebesar 8,5% memperoleh nilai
baik dalam mutu mikrobiologis dan organoleptik. Produk terasi terbaik pada penambahan garam 15%
dengan nilai organoleptik 8,049 ≤ µ ≤ 8,289 namun cemaran mikrobanya tidak memenuhi syarat SNI.
Produk terasi dengan penambahan garam 15% memiliki nilai organoleptik yang baik, namun memiliki
cemaran mikroba yang melebihi batasan maksimum yang ditetapkan oleh SNI, hal ini bisa terjadi
karena penambahan garam yang tinggi tidak selalu bisa menghambat pertumbuhan mikroba yang
merugikan, seperti E. coli, S. aureus, V. cholera, Salmonella, dan TPC Halophilic. Selain itu, faktor
lain seperti kondisi sanitasi dan pengolahan bahan baku juga dapat mempengaruhi tingkat kontaminasi
mikroba pada produk akhir. Sehingga meskipun produk terasi dengan penambahan garam 15%
memiliki nilai organoleptik yang baik, namun tidak memenuhi syarat SNI karena kandungan mikroba
yang melebihi batasan maksimum yang ditetapkan.

Mutu mikrobiologis dan organoleptik terasi adalah aspek penting dalam menentukan kualitas terasi.
Mutu mikrobiologis terasi mengacu pada kebersihan dan keamanan dari sisi mikroorganisme, yaitu
apakah terasi itu aman untuk dikonsumsi dan bebas dari bakteri patogen atau tidak. Sementara itu,
mutu organoleptik terasi merujuk pada kualitas sensorik dari terasi, seperti warna, aroma, rasa, dan
tekstur. Dalam penelitian mengenai pembuatan terasi dari rebon laut segar dengan variasi konsentrasi
garam, terlihat bahwa konsentrasi garam berpengaruh signifikan terhadap mutu mikrobiologis dan
organoleptik terasi. Peningkatan konsentrasi garam menyebabkan peningkatan jumlah koloni bakteri
halofilik, namun tidak terdeteksi adanya bakteri patogen seperti E. coli, S. aureus, V. cholera, dan
Salmonella. Aw (aktivitas air) terasi juga berada pada kisaran yang aman untuk dikonsumsi.

Namun, perlu diketahui bahwa mutu mikrobiologis dan organoleptik terasi tidak hanya dipengaruhi
oleh konsentrasi garam saja. Ada faktor lain seperti waktu fermentasi yang dapat memengaruhi kualitas
terasi. Waktu fermentasi yang tepat dapat meningkatkan kualitas terasi dengan memungkinkan bakteri
penghasil enzim protease untuk menghasilkan senyawa aroma yang lebih kompleks. Penggunaan
starter bakteri yang tepat juga dapat mempengaruhi sifat organoleptik terasi, seperti rasa dan aroma.
Waktu fermentasi yang tepat dapat meningkatkan kualitas terasi dengan memungkinkan bakteri
penghasil enzim protease untuk menghasilkan senyawa aroma yang lebih kompleks. Penggunaan
starter bakteri yang tepat juga dapat mempengaruhi sifat organoleptik terasi, seperti rasa dan aroma.

Waktu fermentasi yang ideal untuk terasi dapat bervariasi tergantung pada jenis bahan baku yang
digunakan dan kondisi lingkungan di mana fermentasi dilakukan. Selama fermentasi, bakteri
penghasil enzim protease akan memecah protein di dalam ikan rebon dan menghasilkan senyawa
aroma yang lebih kompleks. Senyawa aroma tersebut akan memberikan rasa yang khas pada terasi dan
memberikan kelebihan organoleptik yang diinginkan

Dengan lebih memahami faktor-faktor ini, produsen terasi dapat mengoptimalkan proses produksi
mereka dan meningkatkan kualitas produk.
PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA, MIKROBIOLOGI,
DAN ORGANOLEPTIK MISO KEDELAI HITAM (Glycine max (L))

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa waktu fermentasi berpengaruh pada karakteristik kimia,
mikrobiologi, dan sensori dari miso kacang kedelai hitam. Perlakuan terbaik adalah miso dengan waktu
fermentasi selama 4 minggu, yang memiliki kandungan protein, N-amino, gula pereduksi, antosianin,
pH, dan total bakteri yang optimal.

Pada tahap fermentasi miso yang berbeda, dilakukan pengukuran terhadap parameter kimia,
mikrobiologi, dan organoleptik. Fungsi dan manfaat parameter kimia pada miso mempengaruhi nilai
gizi dan kesehatan produk akhir, serta memberikan petunjuk tentang kualitas bahan baku yang
digunakan dalam produksi sedangkan parameter mikrobiologi pada miso memberikan informasi
tentang aktivitas mikroba yang terlibat dalam proses fermentasi dan dapat membantu memastikan
kualitas dan keamanan produk akhir. evaluasi terhadap karakteristeik organoleptik pada miso dapat
memberikan informasi tentang rasa, aroma, warna, tekstur, dan penampilan produk akhir. Evaluasi
organoleptik sangat penting untuk menjamin penerimaan konsumen terhadap produk dan dapat
membantu meningkatkan kualitas produk akhir. Dengan memahami pengaruh waktu fermentasi pada
parameter kimia, mikrobiologi, dan organoleptik miso, produsen dapat mengoptimalkan proses
fermentasi dan menghasilkan produk miso yang berkualitas dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Selain
itu, konsumen juga dapat memilih produk miso yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka
berdasarkan parameter organoleptik yang dinilai.

Pada tahap fermentasi miso yang berbeda, dilakukan pengukuran terhadap parameter kimia seperti
kandungan protein yang menurun seiring dengan waktu fermentasi penurunan kandungan protein akan
berdampak pada penurunan kualitas nutrisi miso, kandungan N-amino yang cenderung meningkat
seiring dengan waktu fermentasi kenaikan kandungan N-amino pada miso akan memberikan pengaruh
positif pada rasa dan aroma produk akhir, kandungan gula pereduksi yang cenderung menurun seiring
dengan waktu fermentasi penurunan kandungan gula pereduksi pada miso akan mempengaruhi rasa
dan aroma produk akhir, dan kandungan antosianin dimana puncak produksinya terjadi pada minggu ke
4, kemudian cenderung menurun seiring dengan waktu fermentasi penurunan kandungan antosianin
pada miso akan mempengaruhi warna dan penampilan produk akhir, serta parameter mikrobiologi
seperti jumlah total mikroba yang cenderung meningkat seiring dengan waktu fermentasi kenaikan
jumlah total mikroba akan berpengaruh pada aktivitas fermentasi dan kualitas produk akhir. Selain itu,
juga dilakukan evaluasi terhadap karakteristik organoleptik miso pada masing-masing tahap fermentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, waktu fermentasi terbaik untuk miso kedelai hitam adalah 4 minggu,
karena pada waktu tersebut menghasilkan miso dengan kandungan protein yang tinggi, N-amino yang
cukup, kandungan gula peruksi yang rendah, antosianin yang cukup, pH yang optimal, dan mikroba
yang cukup. Selain itu, miso yang dihasilkan pada waktu fermentasi tersebut memiliki aroma dan rasa
yang lebih baik.

Hasil perbandingan antara perlakuan terbaik (miso kedelai hitam dengan lama fermentasi 4 minggu)
dengan kontrol (miso komersial), miso kacang merah, dan miso kacang hijau menunjukkan bahwa
miso kedelai hitam dengan lama fermentasi 4 minggu memiliki sifat kimia dan organoleptik yang lebih
baik dibandingkan dengan miso lainnya. Secara spesifik, kontrol (miso komersial) memiliki kandungan
protein, N-amino, dan antosianin yang lebih rendah dibandingkan dengan miso kedelai hitam dengan
lama fermentasi 4 minggu. Miso kacang merah memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada
miso kedelai hitam, tetapi memiliki kadar gula reduksi yang lebih rendah dan total mikroba yang lebih
tinggi. Sedangkan miso kacang hijau memiliki kandungan protein yang lebih rendah, pH yang lebih
rendah, dan total mikroba yang lebih tinggi daripada miso kedelai hitam dengan lama fermentasi 4
minggu.

Alasan mengapa miso kedelai hitam dengan lama fermentasi 4 minggu lebih baik dibandingkan dengan
miso lainnya bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, penggunaan kedelai hitam sebagai bahan
baku miso dapat meningkatkan kandungan antosianin , yang dapat memberikan manfaat kesehatan dan
meningkatkan rasa miso. Kedua, lama fermentasi yang tepat dapat mempengaruhi sifat kimia dan
organoleptik miso, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi 4 minggu menghasilkan
sifat kimia dan organoleptik yang optimal pada miso kedelai hitam.

Anda mungkin juga menyukai