Oleh:
Priscilla Melinda
22041323310005
Pembimbing:
Prof. dr. M. I. Widiastuti, PAK, Sp.N, Subsp. NNET (K), M.Sc
2023
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN
Pada beberapa dekade yang lalu, satu-satunya tes laboratorium yang tersedia untuk
ahli saraf adalah pemeriksaan sampel cairan serebrospinal, radiografi tengkorak dan
mielografi kontras tulang belakang, pneumoensefalografi, dan tes elektrofisiologi.
Pemeriksaan penunjang telah diperluas untuk mencakup banyak modalitas pencitraan
saraf, tes biokimia dan imunologi, dan analisis genetik. Beberapa metode memberikan
kesan secara akurat sedemikian rupa sehingga menggantikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Selain itu, pengujian laboratorium secara klinis biasanya mengungkapkan kelainan
yang tidak penting bagi masalah yang dihadapi. Konsekuensinya, dokter harus selalu
menilai relevansi dan pentingnya data laboratorium hanya dalam konteks temuan klinis.
Oleh karena itu, dokter spesialis saraf harus terbiasa dengan semua prosedur laboratorium
yang relevan dengan penyakit neurologis, keandalannya, dan bahayanya.
3
untuk kasus vertigo; serta biopsi saraf dan otot, untuk memeriksa penyakit
neuromuskuler-disajikan dalam bab-bab yang dikhususkan untuk gangguan ini.
Informasi mengenai penyakit dari pemeriksaan LCS sangat penting dalam diagnosis
penyakit neurologis tertentu, terutama jika terjadi infeksi, inflamasi, perdarahan
subaraknoid, dan proses yang mengubah tekanan intrakranial. Konsitusi atau zat yang
ditemukan dalam LCS umumnya menunjukkan kelas penyakit tertentu; ini diringkas
dalam Tabel 2-1. Cairan paling sering diperoleh dengan pungsi lumbal, teknik dan
indikasinya dijelaskan di bawah ini.
4
2.2.1 Pungsi Lumbal
Lumbal Punctrure (LP) dilakukan untuk mengukur tekanan dan mendapatkan sampel
LCS berguna untuk pemeriksaan seluler, sitologi, kimia, bakteriologis, dan lainnya. Hal
ini juga digunakan dalam keadaan khusus untuk membantu terapi dengan pemberian
anestesi, antibiotik, agen antitumor, atau drainase untuk mengurangi tekanan LCS.
Penggunaan diagnostik lainnya berupa injeksi zat radiopak, seperti pada mielografi, atau
agen radioaktif, seperti pada cisternografi radionuklida.
Salah satu syarat LP adalah mengecek fungsi koagulasi pasien. Pasien yang dapat di
lakukan LP adalah pasien tanpa riwayat atau tanda koagulopati yang jelas dan pasien
yang tidak menggunakan obat antikoagulan. Rasio normalisasi internasional (INR)
kurang dari atau sama dengan 1,4 dan jumlah trombosit lebih besar dari 50.000/mm 3
umumnya dapat diterima, seperti penggunaan aspirin dalam dosis konvensional. Individu
dengan gangguan fungsi trombosit alkoholisme atau uremia dapat memiiliki komplikasi
perdarahan. Untuk pasien yang menerima heparin dengan infus intravena secara
berkelanjutan, LP paling baik dilakukan setelah infus dihentikan untuk jangka waktu
tertentu, dan jika memungkinkan, waktu tromboplastin parsial telah ditentukan berada
dalam kisaran yang aman. Namun, ada keadaan di mana ketentuan ini tidak praktis.
LP memiliki beberapa risiko jika tekanan LCS sangat tinggi (gejala sakit kepala dan
papilledema), karena meningkatkan kemungkinan herniasi cerebellar atau transtentorial
yang fatal. Risikonya cukup besar bila ada massa intrakranial yang mendistorsi dan
menggeser jaringan otak, khususnya massa asimetris dekat tentorium atau foramen
magnum. Risikonya jauh lebih rendah pada pasien dengan perdarahan subaraknoid, pada
hidrosefalus dengan komunikasi di antara semua ventrikel, atau dengan pseudotumor
serebri. Pada kondisi ini, LP berulang dapat digunakan sebagai tindakan terapeutik.
Pasien dengan meningitis purulent memiliki risiko kecil herniasi, namun sebanding
5
dengan kebutuhan untuk diagnosis definitif dan pengobatan dini yang tepat.
Pengecualian, sebelum tindakan LP, harus didahului oleh computed tomography (CT)
atau magnetic resonance imaging (MRI) setiap kali terdapat dugaan peningkatan tekanan
intrakranial.
Pengalaman klinisi memiliki peranan penting untuk teknik dan posisi tepat pada
pasien. LP dilakukan dalam kondisi lokal yang steril. Pasien ditempatkan pada posisi
lateral dekubitus digunakan untuk dokter tangan kanan, dengan pinggul dan lutut
tertekuk, dan kepala sedekat mungkin dengan lutut sesuai kenyamanan. Pinggul pasien
harus vertikal, punggung sejajar di dekat tepi tempat tidur. Tusukan dilakukan di sela L3-
6
L4, sesuai dengan bidang aksial puncak iliaka, atau di sela di atas atau di bawah.
Tusukan juga dapat dilakukan pada sela L4-L5 yang juga merupakan letak konus
medularis dan jarum tidak menimbulkan cedera pada spinal. 2 Dalam menentukan
lokasi lumbal pungsi, dapat ditarik garis tuffier atau garis interkristal yang
menyambungkan krista iliaka kanan dan kiri, juga dan menentukan sela L4-L5.
Garis dapat menjadi patokan untuk menentukan lokasi spinal, memiliki akurasi 30-
60% tergantung pada pemeriksa yang melakukan.2 Pada Pada bayi dan anak kecil, di
mana sumsum tulang belakang dapat meluas ke tingkat interspace L3-L4, sehingga dapat
menggunakan tingkat yang lebih rendah.
7
insersi jarum, sehingga jika beberapa kali percobaan gagal, maka dapat menggunakan
fluoroskopi untuk menentukan posisi jarum yang tepat. Setelah cairan LCS didapatkan
maka diperlukan tabung untuk mengempulkan LCS dengan drainase pasif, sebisa
mungkin hindari aspirasi. Kecepatan aliran LCS yang mengalir bergantung pada
ukuran jarum yang dipakai. Setelah pengumpulan cairan selesai dilakukan, penting
untuk mengeluarkan jarum dan stylet yang dipakai, lalu membalut luka bekas LP
dengan kassa yang diberi povidone iodine. Gejala yang dialami adalah nyeri,
ketidaknyamanan selama beberapa hari-minggu.2
LP memiliki komplikasi, yang paling sering ialah sakit kepala yang diperkirakan
terjadi pada 1/3 pasien, dalam bentuk yang berat cukup sedikit. Riwayat migrain mungkin
meningkatkan risiko pemanjangan nyeri kepala post LP. Nyeri kepala menjadi tampak
lebih nyata ketika posisi pasien tegak dan sebagai hasil menurunnya tekanan LCS dari
kebocoran cairan akibat hasil Tarik-menarik pembuluh darah dura pada penusukan jarum.
Beberapa studi menemukan penggunaan jarum non traumatic hamper mengurangi
kejadian separuh dari nyeri kepala. Nyeri kepala sering setelah prosedur LP diagnostic
dibandingkan setelah anestesi spinal. Nyeri kepala berat dapat berkaitan dengan muntah
dan kekakuan leher yang ringan. Kelumpuhan nervus enam bilateral maupun unilateral
jarang terjadi setelah LP, terdapat kasus tanpa nyeri kepala seperti penurunan
pendengaran, kelumpuhan wajah, atau mati rasa wajah meskipun jarang.
Perdarahan pada ruang meningeal atau epidural setelah LP terjadi pada pasien
dengan koagulasi abnormal. Pengobatan komplikasi perdarahan dengan peningkatan
koagulopati dan evakuasi bekuan darah pada kasus yang jarang. Meningitis purulen dan
infeksi discus vertebrae jarang mempersulit tindakan LP.
Setelah selesai dilakukan LP, pasien dapat mandi 24 jam setelah prosedur LP,
beristirahat selama 24 jam setelah LP dengan 1 bantal mengganjal di kepala, pasien
boleh ke kamar mandi ataupun makan seperti biasa namun harus tetap banyak
beristirahat. Pasien sedapat mungkin menghindari ketawa, bersin, batuk, atau
bergerak dengan cepat.2
8
Setelah menembus ruang akrakhnoid, observasi tekanan, fluktuasi pernapasan, dan
sampel cairan yang diperoleh. Penampakan kotor cairan dicatat, setelah itu LCS dalam
tabung yang terpisah, dapat dilakukan untuk pemeriksaan lainnya. Penentuan standar
adalah jumlah dan jenis sel, kandungan protein dan glukosa, bakteri secara mikroskop
dan kultur bakteri. Selain itu, dapat dipelajari hal-hal berikut: (1) sel tumor (sitologi dan
flow cytometry); (2) adanya pita oligoklonal atau kandungan gamma globulin; (3) tes
serologi (imunologi); (4) zat yang diuraikan oleh beberapa tumor (B-mikroglobulin); dan
(5) penanda yang berkaitan dengan infeksi tertentu seperti jamur, kriptokokus dan antigen
lainnya serta sediaan tinta India, mikobakteri, DNA virus herpes, sitomegalovirus dan
organisme lain (polimerase), penanda infeksi tertentu (misalnya, 14-3-3 protein), dan
isolasi virus.
A. Tekanan
Tekanan LCS diukur dengan manometer yang dipasang pada jarum di ruang
subarachnoid pada posisi dekubitus lateral. Pemeriksaan tekanan pada LP menjadi
komponen penting yang dinilai. Pada orang dewasa normal, tekanan awal 100 sampai 180
mm H2O, atau 8 sampai 14 mm Hg. 180-200 mm H 2O merupalam batas tinggi, dan
abnormal apabila >200 mm H2O kecuali pada pasien obesitas. Tekanan pembuka pada
LP adalah indikator utama untuk menentukan tekanan intrakranial pasien. Pada anak-
anak, tekanan berkisar antara 30 sampai 60 mm H,O. Tekanan di atas 200 mm H,O
dengan posisi pasien rileks dan kaki diluruskan umumnya mencerminkan peningkatan
tekanan intrakranial. Pada orang dewasa, tekanan 50 mm H,0 atau lebih rendah
menunjukkan hipotensi intrakranial, disebabkan oleh kebocoran cairan tulang belakang
atau dehidrasi sistemik (lihat Avery dan rekan). Saat diukur dengan jarum di kantung
lumbal dan pasien dalam posisi duduk, cairan di manometer naik setinggi cisterna magna
(tekanan kira-kira dua kali lipat dari yang diperoleh pada posisi berbaring). Kegagalan
mencapai tingkat ventrikel karena yang terakhir berada dalam sistem tertutup di bawah
sedikit tekanan negatif, sedangkan cairan dalam manometer dipengaruhi oleh tekanan
atmosfer. Biasanya, dengan jarum ditempatkan dengan benar di ruang subarachnoid,
cairan di manometer berosilasi beberapa milimeter sebagai respons terhadap denyut nadi
9
dan pernapasan dan segera naik dengan batuk, mengejan, dan dengan vena jugularis atau
kompresi perut. Tekanan rendah dapat berupa hasil dari bukaan jarum yang tidak
sepenuhnya berada di dalam ruang subarachnoid; ini dibuktikan dengan kurangnya
fluktuasi tekanan dengan manuver ini.
Adanya blok subarachnoid tulang belakang di masa lalu dikonfirmasi oleh kompresi
vena jugularis (tes Queckenstedt, yang menguji peningkatan tekanan LCS setelah
penerapan tekanan pada vena). Manuver berisiko memperburuk blok tulang belakang
atau meningkatkan tekanan intracranial.
LCS berwarna jernih dan tidak berwarna. Derajat perubahan warna yang kecil paling
baik dideteksi dengan membandingkan tabung reaksi LCS dan air dengan latar belakang
putih (pada siang hari daripada dengan penerangan fluoresen) atau melihat tabung dari
atas. Adanya sel darah merah memberikan gambaran kabur atau seperti kaca; setidaknya
200 sel darah merah (RBC) per milimeter kubik (mm³) harus ada untuk mendeteksi
perubahan ini. Terdapat 1.000 hingga 6.000 sel darah merah per milimeter kubik
memberikan warna merah muda hingga merah kabur, tergantung pada jumlah darah;
sentrifugasi cairan atau membiarkannya menyebabkan sedimentasi sel darah merah.
Beberapa ratus atau lebih leukosit dalam cairan (pleositosis) dapat menyebabkan
kekaburan hasil.
Pada kondisi penusukan traumatis, yaitu darah dari pleksus vena epidural telah
dimasukkan ke dalam cairan tulang belakang, dapat mengaburkan diagnosis jika
diinterpretasikan secara tidak benar sebagai indikasi perdarahan subarakhoid yang sudah
ada sebelumnya. Untuk membedakan antara kedua jenis perdarahan ini, dua atau tiga
sampel serial cairan dapat dikumpulkan. Pada kondisi traumatis, biasanya ada penurunan
jumlah sel darah merah di tabung berikutnya, tekanan LCS biasanya normal, dan jika
sejumlah besar darah bercampur dengan cairan akan menggumpal atau membentuk jaring
10
fibrin. Perubahan ini tidak terlihat pada perdarahan sebelumnya karena darah telah sangat
encer dengan LCS. Pada perdarahan subarachnoid, sel darah merah mengalami hemolisis
dalam beberapa jam, menjadi warna pink kemerahan (eritrokromia). Jika sampel diambil
lebih dari satu hari, cairan akan berwarna kuning-kecoklatan (xantokrom). Sentrifugasi
cepat dari area traumatis akan menghasilkan cairan yang kurang berwarna; hanya dengan
sejumlah besar darah vena (sel darah merah >100.000/mm³) cairan akan menjadi
xanthochromic samar karena terkontaminasi serum bilirubin dan lipokrom.
Cairan yang berasal dari area traumatis lokasi penusukan harus mengandung kira-
kira 1-2 leukosit per 1.000 sel darah merah dengan jumlah hematokrit dan sel darah putih
normal, yang pada kenyataannya rasio ini bervariasi. Dengan perdarahan subaraknoid,
proporsi leukosit meningkat saat sel darah merah mengalami hemolisis, terkadang
mencapai tingkat beberapa ratus per milimeter kubik; namun hasil reaksi bervariasi
sehingga juga tidak dapat dijadikan patokan pembeda perdarahan traumatis dari
perdarahan yang sudah ada sebelumnya. Hal yang sama berlaku untuk krenasi sel darah
merah, yang terjadi pada perdarahan subarachnoid dan traumatis. Penyebab sel darah
merah menjalani hemolisis lebih cepat dalam LCS masih belum sepenuhnya dipahami.
Hal ini tentunya bukan karena perbedaan osmotik, namun karena osmolaritas plasma dan
cairan serebrospinal pada dasarnya sama. Fishman mengemukakan bahwa kandungan
protein LCS yang rendah menyebabkan disekuilibrasi membran sel darah merah dalam
beberapa cara.
Menurut Barrows et al. Pigmen yang menghilangkan warna LCS setelah perdarahan
subarakhnoid adalah oksihemoglobin, bilirubin, dan methemoglobin. Dalam bentuk asli
pigmen ini masing-masing berwarna merah (oranye hingga: oranye-kuning dengan
pengenceran), kuning kenari, dan cokelat. Oksihemoglobin muncul dalam beberapa jam
setelah perdarahan, mencapai puncak dalam 36 jam, dan berkurang selama periode 7
hingga 9 hari. Bilirubin mulai muncul dalam 2 sampai 3 hari dan jumlahnya meningkat
seiring dengan penurunan oksihemoglobin. Methemoglobin muncul saat darah terlokulasi
atau meggumpal dan terisolasi dari cairan LCS. Teknik spektrofotometri dapat digunakan
11
untuk membedakan berbagai macam penguraian hemoglobin dan dapat menentukan
perkiraan waktu perdarahan.
Tidak semua warna xanthokrom LCS disebabkan oleh hemolisis sel darah merah.
Pada jaundice yang parah, baik bilirubin terkonjugasi maupun tak terkonjugasi berdifusi
ke dalam LCS. Kuantitas bilirubin dalam LCS berkisar dari sepersepuluh sampai
seperseratus dari serum total. Peningkatan protein LCS dari penyebab apapun
menghasilkan opacity samar dan xanthochromia. Hanya pada tingkat protein yang lebih
besar dari 150 mg/100 mL pewarnaan dapat terlihat dengan mata telanjang.
Hiperkarotenemia dan hemoglobinemia (melalui produk penguraian hemoglobin,
khususnya oksihemoglobin) juga memberi warna kuning pada LCS, seperti pada
pembekuan darah di ruang subdural atau epidural tengkorak atau tulang belakang.
Myoglobin tidak muncul di LCS karena ambang ginjal yang rendah untuk pigmen ini
memungkinkan pembersihan cepat dari darah.
C. Selularitas
Selama bulan pertama kehidupan, LCS mengandung lebih banyak sel mononuklear
daripada orang dewasa. Di luar periode ini, LCS biasanya aselular (kurang dari 5 limfosit
atau sel mononuklear lainnya per mm3). Peningkatan leukosit di LCS selalu menandakan
proses reaktif, baik terhadap agen infeksi, darah, zat kimia, peradangan imunologi,
neoplasma, atau vaskulitis. Identifikasi leukosit umumnya memerlukan sentrifuse cairan,
dan lebih disarankan menggunakan reagen wright. Identifikasi sel ganas melalui
pemeriksaan sitologi biasanya dilakukan lewat sitosentrifuse atau metode semiautomatic
berbasis cairan yang diikuti prosedur fixation dan pewarnaal sel (Bigner dan Den Hartog-
Jage). Seseorang dapat mengenali perbedaan leukosit neutrofilik dan eosinofilik (yang
terakhir menonjol pada beberapa infeksi parasit, neurosifilis, dan emboli kolesterol),
limfosit, sel plasma, sel mononuklear, makrofag, dan sel tumor. Bakteri dan jamur
terlihat pada preparat yang diwarnai secara rutin. Sediaan tinta India membantu
membedakan antara limfosit dan Cryptococcus. Basil tahan asam akan ditemukan pada
sampel yang diwarnai dengan tepat. Monografi oleh Ali dan Cibas adalah pilihan baik
untuk sitologi LCS. Flow cytometry memungkinkan perbedaan antara proliferasi
12
poliklonal dan monoklonal, sehingga membantu dalam deteksi leukemia dan limfoma,
dan teknik imunostaining membantu mengidentifikasi tumor padat yang surah
bermetastatik.
D. Protein
Berbeda dengan kandungan protein dalam darah yang tinggi (5.500-8.000 mg/dL),
cairan tulang belakang lumbal adalah 45 hingga 50 mg/dL atau kurang pada orang
dewasa. Kandungan protein LCS dari sisterna basal adalah 10 sampai 25 mg/dl dan dalam
ventrikel 5-15 mg/dl. Berdasarkan studi Fishman et al., perbedaan protein ini
mencerminkan fakta bahwa protein LCS bocor ke tingkat yang lebih besar di akar lumbar
daripada di tingkat yang lebih tinggi dari neuraxis. Penjelasan lainnya berasal dari cara di
mana cairan tulang belakang adalah ultrafiltrasi darah yang berasal dari pleksus koroid di
ventrikel lateral dan empat, yang dianalogikan dengan pembentukan urin oleh
glomerulus. Jumlah protein dalam LCS kemudian akan sebanding dengan lamanya waktu
kontak cairan dengan blood brain barrier- LCS. Setelah terbentuk di ventrikel,
proteinnya menjadi rendah. Sisterna basal bagian kaudal memiliki protein lebih tinggi dan
paling tinggi pada ruang subarachnoid lumbal. Pada anak-anak, konsentrasi protein agak
lebih rendah pada setiap level (<20 mg/dL di ruang subarachnoid lumbal). Tingkat yang
lebih tinggi dari normal mengindikasikan proses patologis di dalam atau di dekat
ependyma atau meningen, di otak maupun sumsum tulang belakang, atau radiks saraf
13
meningitis virus dan ensefalitis, kandungan proteinnya normal. Pada kasus tumor otak
yang dapat membuka sawar darah LCS, dapat meningkatkan total protein. Kadar protein
500 mg/dL ditemukan pada kasus sindrom Guillain-Barré dan polineuropati yaitu
demielinasi inflamasi kronis. Kadar LCS lumbal sebesar 1.000 mg/dL atau lebih biasanya
menunjukkan adanya hambatan aliran LCS, biasanya di kanal spinalis yang menyebabkan
cairan berwarna kuning pekat dan mudah menggumpal karena adanya fibrinogen,
fenomena yang disebut sindrom Froin. Sumbatan LCS parsial akibat pecahnya cakram
atau tumor dapat meningkatkan protein hingga 100-200 mg/dL. Protein LCS yang rendah
kadang-kadang ditemukan pada meningismus (penyakit demam pada anak dengan tanda-
tanda iritasi meningeal tetapi LCS normal), hipertiroidisme, atau pada kondisi yang
menghasilkan tekanan LCS rendah.
14
pH 7.31-7.33 7.41 (arterial)
Nitrogen nonprotein 19.0 mg/dL 27.0 mg/dL`
Ammonia 30.0 g/dL 70 g/dL
Asam urat 0.24 mg/dL 5.5 mg/dL
Urea 4.7 mmol/L 5.4 mg/dL
Kreatinin 1.1 mg/dL 1.8 mg/dL
Fosfor 1.6 mg/dL 4.0 mg/dL
Lipid total 1.5 mg/dL 750.0 mg/dL
Total kolesterol 0.4 mg/dL 180.0 mg/dL
Kolesterol ester 0.3 mg/dL 126.0 mg/dL
Glukosa 60 mg/dL 90.0 mg/dL
Laktat 1.6 mEq/L 1.0 mEq/L
Total protein 15-50 mg/dL 6.5-8.4 g/dL
Prealbumin 1-7% Trace
Albumin 49-73% 56%
Alpha1 globulin 3-7% 4%
Alpha2 globulin 6-13% 10%
Beta globulin(beta1 plus tau) 9-19% 12%
Gamma globulin 3-12% 14%
15
protein ini yang diketahui berhubungan dengan penyakit tertentu pada sistem saraf.
Komponen imun yang penting adalah IgG, yang mungkin >12% dari total protein LCS
pada penyakit seperti multiple sklerosis, neurosifilis, panensefalitis sklerosin subakut, dan
virus meingoensefalitis kronis lainnya. IgG serum tidak meningkat menandakan
imunoglobulin ini berasal dari sistem saraf. Peningkatan serum gamma globulin LCS
terjadi pada sirosis, sarkaidosis, miksedema dan multiple myeloma, Oleh karena itu, pada
pasien dengan peningkatan gamma globulin pada LCS, perlu untuk menentukan pola
protein pada elektroforesis. Perubahan kualitatif tertentu pada pola imunoglobulin LCS,
beberapa elektron oligoclonal troforetik yang mewakili imunitas spesifik globulin, dan
rasio IgG terhadap protein total, baik untuk diagnose multiple sclerosis. Peningkatan
albumin LCS pada berbagai penyakit sistem saraf pusat (SSP) dan radiks kraniospinal
dapat meningkatkan permeabilitas sawar darah- LCS, namun tidak terdapat korelasi klinis
spesifik. Enzim tertentu yang berasal dari otak, khsusunya kreatin kinase (CK-BB) yang
diturunkan dari otak, enolase, dan dan neopterin ditemukan di LCS setelah stroke,
hipoksia iskemik global, atau trauma, dan telah digunakan sebagai penanda penyakit
kerusakan otak dalam studi eksperimental. Penanda khusus lainnya seperti peningkatan
protein 14-3-3 yang memiliki beberapa signifikansi diagnostik pada penyakit prion, ẞ 2-
mikroglobulin pada limfomatosis meningeal, enolase spesifik pada cedera otak traumatis,
kerusakan otak berat lainnya, dan alpha fetoprotein pada tumor otak embryonal yang
berguna dalam keadaan khusus.
E. Glukosa
Konsentrasi glukosa LCS normalnya antara 45-80 mg/dL, yaitu sekitar dua pertiga
dari konsentrasi dalam darah (0,6-0,7 konsentrasi serum). Pada kondisi hiperglikemia,
rasio LCS terhadap glukosa darah berkurang (0,5-0,6). Dengan glukosa serum yang
sangat rendah, rasionya menjadi lebih tinggi, mendekati 0,85. Nilai glukosa LCS <35
mg/dL adalah abnormal. Setelah injeksi glukosa intravena, diperlukan 2 sampai 4 jam
untuk mencapai keseimbangan dengan LCS; penundaan serupa terjadi setelah penurunan
glukosa darah. Untuk alasan ini, sampel LCS dan darah untuk penentuan glukosa
idealnya harus diambil bersamaan dalam keadaan puasa. Nilai glukosa LCS yang rendah
16
(hipoglikorrhachia) dengan adanya pleositosis biasanya menunjukkan meningitis
bakterial, tuberkulosis, atau jamur, meskipun penurunan serupa diamati pada beberapa
pasien dengan infiltrasi sel neoplastik luas pada meningen yang terkadang disertai
sarkoidosis, perdarahan subarachnoid ( biasanya pada minggu pertama) dan peradangan
yang disebabkan oleh bahan kimia.
17
Kegunaan tes serologi serum untuk virus dibatasi oleh waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil, tetapi berguna dalam menentukan secara retrospektif sumber
meningitis atau ensefalitis. Tes lebih cepat yang menggunakan reaksi rantai polimerase
(PCR) pada LCS, PCR memperkuat fragmen DNA virus, sekarang tersedia secara luas
untuk diagnosis, terutama untuk virus herpes, cytomegalovirus, dan virus JC.
Pemeriksaan ini bermanfaat pada minggu pertama infeksi, ketika virus sedang
direproduksi dan bahan penyusun genomiknya dikenali, sehingga teknik serologi untuk
infeksi virus menjadi lebih sensitif. Amplifikasi DNA dengan PCR sangat berguna dalam
deteksi basil tuberkel di LCS dengan cepat, kultur konvensional membutuhkan waktu
paling lama beberapa minggu. Tes untuk mendeteksi protein 14-3-3 yang mencerminkan
adanya agen prion dalam cairan tulang belakang dan dapat membantu dalam diagnosis
ensefalopati spongiformis. Pengujian anti-Hu dan anti-NMDA serta antibodi lainnya
menjadi praktis untuk ensefalitis paraneoplastik dan non-paraneoplastik.
Osmolalitas rata-rata LCS (295 mOsm/L) sama dengan osmolalitas plasma. Karena
osmolalitas plasma meningkat dengan injeksi larutan hipertonis seperti manitol atau urea
secara intravena, terdapat penundaan hingga beberapa jam dalam peningkatan osmolalitas
LCS. Selama periode ini, hiperosmolalitas darah secara maksimal mengeringkan otak dan
menurunkan volume LCS. Tabel 2-2 mencantumkan kadar natrium kalium, kalsium, dan
magnesium dalam cairan serebrospinal dan serum. Penyakit neurologis tidak mengubah
konsentrasi LCS pada komponen ini dengan cara apa pun. Nilai klorida LCS yang rendah
yang terjadi pada meningitis bakterial tidak spesifik tetapi mencerminkan hipokloremia
dan pada tingkat yang sedikit, peningkatan protein LCS yang sangat besar.
Keseimbangan asam-basa LCS penting dalam kaitannya dengan asidosis metabolik dan
alkalosis tetapi pH tidak diukur secara rutin. Normalnya, pH LCS kira-kira 7,33, sedikit
lebih rendah dibandingkan pH darah arteri, yaitu 7,41. Tekanan PCO2 dalam LCS berada
dalam 45 hingga 49 mmHg dan lebih tinggi daripada darah arteri (sekitar 40 mm Hg).
Tingkat bikarbonat dari kedua cairan hampir sama, 23 mEq/L. pH LCS diatur dengan
18
tepat, dan cenderung relatif tidak berubah bahkan pada kondisi asidosis dan alkalosis
berat. Perubahan asam-basa pada LCS lumbar tidak selalu mencerminkan adanya
perubahan yang sama pada otak, dan data LCS juga bukan indeks akurat dari perubahan
sistemik seperti pengukuran langsung gas darah arteri.
Kandungan amonia LCS adalah sepertiga hingga setengah darah arteri, kondisi ini
meningkat pada ensefalopati hepar, hiperamonia yang diturunkan, dan sindrom Reye.
Kandungan asam urat LCS kira-kira 5 persen dari yang ada di serum dan bervariasi
dengan perubahan kadar serum, tinggi pada kondisi gout, uremia, dan meningitis, dan
rendah pada penyakit Wilson. Konsentrasi urea di LCS sedikit lebih rendah dibandingkan
di serum; pada uremia, jumlahnya meningkat secara sinergis dengan darah. Injeksi urea
intravena meningkatkan kadar darah dan kadar LCS lebih lambat sehingga berdampak
pada dehidrasi osmotik pada sistem saraf pusat dan LCS. Semua 24 asam amino telah
diisolasi dari LCS. Konsentrasi asam amino di LCS kira-kira sepertiga konsentrasi di
plasma. Peningkatan glutamin ditemukan pada semua ensefalopati portosistemik,
termasuk koma hepatik dan sindrom Reye. Konsentrasi fenilalanin, histidin, valin, leusin,
isoleusin, tirosin, dan homosistin meningkat pada asam amino yang sesuai.
Banyak enzim yang ditemukan dalam serum diketahui meningkat dalam LCS pada
kondisi penyakit tertentu, biasanya berhubungan dengan peningkatan protein LCS. Tak
satu pun dari perubahan enzim yang terbukti menjadi indikator spesifik penyakit
neurologis dengan pengecualian yang memungkinkan yaitu dehidrogenase laktat,
terutama isoenzim 4 dan 5, yang berasal dari granulosit dan meningkat pada meningitis
bakterial namun tidak pada meningitis aseptik atau virus. Dehidrogenase laktat juga
meningkat pada kasus infiltrasi tumor meningeal, khususnya limfoma, seperti halnya
antigen karsinoembrionik; namun yang terakhir ini tidak meningkat pada meningitis
bakterial, virus, atau jamur. Untuk lipid, jumlah dalam LCS kecil dan pengukurannya
sulit.
Hasil katabolisme dari katekolamin dapat diukur pada LCS. Asam homovanili
(HVA), yang merupakan katabolit utama dopamine, dan asam 5- hydroxyindoleacetic (5-
HIAA) yang adalah katabolit utama serotonin umumnya normal dihasilkan pada LCS
19
spinal. Hasil katabolisme ini 5-6 kali lebih tinggin pada ventrikel otak dibandingkan LCS
lumbal. Level katabolit ini menurun pada pasien dengan parkinsonisme idiopatik maupun
parkinsonisme yang diinduksi oleh obat.
BAB III
KESIMPULAN
20
Pemeriksaan analisis LCS selalu berkembang dari waktu ke waktu hingga memiliki
biomarker atau penanda yang semakin bervariasi.
21
22
23
24
25
26
27
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Martin A, Klein JP, Prasad S. Adams and Victor’s. Principles of Neurology.
Eleventh edition. New York: MC Graw Hill; 2019
2. Kim, KT. Lumbar Puncture: considerations, procedure, and complications. Encephalitis.
2022;2(4):94-5
30