Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN ISLAM

DASAR-DASAR FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM


ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu Dr. Muhammad Anang Firdaus, S.Ag.,M.Fil.I

Disusun Oleh:
Budiono (161920211120004)
Dian Prianita (161920211120005)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTUR


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
FATTAHUL MULUK PAPUA
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Dasar Ontologi Pendidikan Islam ...................................................... 3
B. Dasar Epistemologi Pendidikan Islam ............................................... 6
C. Dasar Aksiologi Pendidikan Islam ..................................................... 11
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13
A. Kesimpulan ....................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ajaran Islam, motivasi, dorongan dan anjuran untuk berpikir
sungguh-sungguh dan mendalam guna mengkaji berbagai hal yang terkait dengan
berbagai fenomena alam seperti peristiwa alam semesta, kehidupan hewan dan
tumbuh-tumbuhan, kehidupan manusia, bahkan makhluk Allah lainnya sangat
banyak dikemukakan baik melalui Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Karena itu, bagi
umat Islam berfilsafat atau mengkaji tentang suatu peristiwa dan berbagai
fenomena alam mestinya bukan sesuatu yang asing dan harus ditakuti, tetapi justru
menjadi bagian yang harus ditekuni.1 Sebagaimana yang tercantum dalam Al-
Qur’an Surah Ali Imran [3] ayat 190 :

َ َْْ ُ ّ ٰ ٰ َ َ َّ َ ْ َّ َ ْ
َ ‫اﻟﺴ ٰﻤ ٰﻮت َوا ْ َ ْرض‬
َّ ْ َ َّ
ۙ‫ﺎب‬
ِ ‫ا‬ ‫و‬ ِ ‫ﺖ‬
ٍ ‫ﻳ‬ ‫ﺎر‬ ‫ﻬ‬ ‫اﻟﻨ‬ ‫و‬ ‫ﻞ‬ ‫ﻴ‬‫اﻟ‬ ‫ف‬ِ ِ‫ﺘ‬‫اﺧ‬‫و‬ ِ ِ ‫ﻖ‬ ‫ﻠ‬ ْ ِ ‫ِا‬
‫ن‬
ِ ِ ِ ِ

Terjemahannya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”.2

Rahayu Dalam jurnalnya mengungkapkan tentang Pendidikan Islam sebagai


berikut:
“In the perspective of Islam, the term is used with the word tarbiyah education.
Said it is one term in Arabic which has many meanings. It usually means education.
According to Raghib Al-Asfahani, said tarbiyah means to cause something to evolve
from one phase to the next phase reached its peak potential. This indicates that
human fithrah is already there in the child, and education is the process of
developing the character, which is more than just filling and embed something. If
it is widely understood, then the meaning tarbiyah is a discipline of Islam for the
formation and development of the human soul.3

1
Ahmad Syar’i, “Filsafat Pendidikan Islam”, (Palangkaraya: CV. Narasi Nara, 2020) h.3
2
Kementerian Agama RI, “Al-Qur’an dan Terjemahnya” (Bandung: Diponegoro, 2006)
3
Rahayu, Arti Sri. “Islamic Education Foundation: An Axiological Philosophy of Education
Perspective”. International Journal of Nusantara Islam, [S.l.], v. 4, n. 2, p. 49-60, aug. 2017. ISSN
2355-651X. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/ijni/article/view/974>. Di akses: 26 September
2021. h.54
2

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-


dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh
umat Islam. Berdasarkan definisinya, pendidikan merupakan ikhtiar atau usaha
manusia dewasa atau ikhtiar seseorang untuk mendewasakan atau mengembangkan
potensi peserta didik atau potensi dirinya sendiri agar menjadi manusia mandiri dan
bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya,
orang lain, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.4 Sehingga Pendidikan islam
merupakan ikhtiar atau usaha manusia untuk lebih memahami tentang Islam yang
berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai
problematika. Sebagai sebuah system, pendidikan Islam mengandung berbagai
komponen antara satu dengan lainnya yang saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali
dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu
pendidikan Islam kurang berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam berupaya mencari
kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem
filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori–teori baru ataupun pembaharuan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist.
Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi
memberikan manfaat besar bagi dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan beberapa


masalah sebagai berikut:

1. Apakah dasar ontologi pendidikan islam?


2. Apakah dasar epistimologi pendidikan islam?
3. Apakah dasar aksiologi pendidikan islam?

4
Ahmad Syar’i, “Filsafat Pendidikan Islam”, (Palangkaraya: CV. Narasi Nara, 2020). h.6.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Ontologi Pendidikan Islam


Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka
Ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Sederhananya
ontologi merupakan teori tentang ada, sebagai objek kajian filsafat baik yang pasti
ada maupun yang mungkin ada.5 Dalam kajian filsafat pendidikan yang difokuskan
kepada kajian ontologi pendidikan ini berusaha untuk mengupas tentang hakikat
pendidikan, kenyataan dalam pendidikan dengan segala pola organisasi yang
melingkupinya, meliputi hakikat tujuan pendidikan, hakikat manusia sebagai
subjek pendidikan yang ditekankan kepada pendidik dan peserta didik, serta hakikat
kurikulum pendidikan.6
Berkaitan dengan ilmu pengetahuan, Nani Widiwati mengatakan dalam
jurnalnya:
“The area of scientific study consists of physical, mathematical, and
metaphysical objects. Physical objects are objects related to matter and motion.
Mathematical objects are objects that are not physical in themselves but are still
related to physical objects. The metaphysical object is an entity that is not
necessarily related to matter and motion.6 Thus, objects that can be used as areas
of study are not only empirical objects, but also mathematical objects and
metaphysical entities”.7

5
Abdul Halik, “ Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi”. Vol 7 No
2: ISTIQRA': Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam .
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/500 diakses : 25/09/2021. h. 11
6
Uswatun Chasanah. (2017). Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pendidikan. Tasyri’: Jurnal
Tarbiyah-Syari’ah Islamiyah, 24(01), 77-92.
http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/tasyri/article/view/3177 diakses : 25/09/2021
h.77
7
Widiawati, N. (2019). Reformulation Of The Islamic Education Philosophy; A Study of the
Epistemological Thought of al-Farabi. Al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 2(1, January), 48–63.
https://doi.org/10.31943/afkar_journal.v3i1.36 diakses 28 September 2021. h.52
4

Dari pemaparan di atas ilmu pengetahuan tidak hanya mempelajari objek yang
bersifat materi saja. Tetapi juga mempelajari objek metafisika (Non-materi) yang
lebih cenderung menjadi focus pendidikan islam.
Kattsoff dalam bukunya yang berjudul Logic and The Nature of Reality
berpendapat:
“In a sense the ontological problem had never been avoided. It had been fought
on such grounds as the existence of classes, the existence of the null-class, and the
very concept of existence itself in connection with the problem of the "existential
import of particular propositions." On a wider scale, the development of the notion
of semantics which deals with the rules for the "interpretation" of "formal"
systems.”8

Menurut Katsoff permasalahan terkait ontologi tidak dapat dihindari. Dalam


segala aspek ilmu pengetahuan pasti muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai
keberadaan sesuatu. Begitupun dalam pendidikan islam. Misalnya pertanyaan
tentang keberadaan Allah, makhluk ciptaan-Nya, dan segala sesuatu yang ada di
alam semesta ini dapat dijawab melalui kajian ontologi.
Dalam perspektif Islam, pendidikan Islam harus berupaya untuk dapat
membimbing orang yang memiliki sebuah pemahaman bahwa Allah merupakan
sumber kebenaran yang obyektif, absolute dan manusia atas dasar fitrah dan
hanifnya sangat cinta dan berupaya untuk mencari sebuah kebenaran. Dalam
batasan tertentu manusia bisa menjadikan dirinya sebagai sumber pengetahuan,
akan tetapi terlepas dari hubungan dengan Allah, sebuah kebenaran yang
dipahaminya cenderung bersifat tekstual (Al-Qur’an dan wahyu), tetapi juga
fenomena (sebuah kejadian alam) dan faktual (pribadi rasulullah).9 Maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadist sebagai sumber yang mutlak.
Ontologi pendidikan Islam membahas hakikat substansi dan pola organisasi
pendidikan Islam. Secara ontologis, Pendidikan Islam adalah hakikat dari
kehidupan manusia sebagai makhluk berakal dan berfikir. Jika manusia bukan

8
Kattsoff, Louis. Logic and The Nature of Reality. (Netherlands, The Hague : 1956) h. 1
9
Amirul Huda, F. N. . (2021). Dimensi Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Pendidikan Islam .
Edusoshum: Journal of Islamic Education and Social Humanities, 1(1), 67–72.
https://doi.org/10.52366/edusoshum.v1i1.4 Diakses : 26/9/2021
5

makluk berfikir, tidak ada pendidikan. Selanjutnya pendidikan sebagai usaha


pengembangan diri manusia, dijadikan alat untuk mendidik.

Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.10

Berkenaan dengan pendidikan Islam, pertanyaannya misalnya apakah


pendidikan Islam itu, siapa dan apa dibalik pendidikan Islam itu hingga bisa
terlaksana, siapa dan apa pendidik Islam tersebut, siapa peserta didik, apa itu
kurikulum, metode dan lingkungan pendidikan Islam, apa hakikat evaluasi dan
masih banyak pertanyaan lainnya yang dijawab dengan ontologi pendidikan Islam.
Ontologi pendidikan Islam memberi peluang yang cukup luas dalam
mendefinisikan, memberi pengertian dan pemahaman terhadap istilah atau hal-hal
yang terkait dengan pendidikan Islam, sepanjang rasional dan dapat dibuktikan
dalam realitas kehidupan umat manusia.

Kajian ontologi jika dikaitkan dengan objek ilmu dalam pandangan Islam,
maka ilmu dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Objek ilmu yang bersifat materi adalah objek ilmu yang dapat didengar, dilihat,
dan dirasakan. Contohnya, ilmu sains yang ada sekarang, ilmu eksak (ilmu
pasti), dan non-eksak (ilmu politik, ekonomi, sosial, budaya, psikologi, dan
lain-lain).
2. Objek ilmu yang bersifat non-materi adalah objek ilmu yang tidak dapat
didengar, dilihat, maupun dirasakan. Hasil akhir dari objek ilmu non-materi
lebih dirasakan sebagai kepuasaan spiritual berupa ketenangan jiwa, perasaan

10
Abdul Halik, (2020) : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi”. Vol
7 No 2: ISTIQRA': Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam .
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/500 diakses : 25/09/2021 h.11
6

nyaman, motivasi, keyakinan, dan sejenisnya. Contohnya, objek yang membi-


carakan tentang ruh, sifat-sifat ketuhanan, dan wujud Tuhan.11

Dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, dimensi ontologi mengarah pada


kurikulum agar lebih banyak memberi peserta didik untuk berhubungan langsung
dengan objek dan materi pelajaran. Dimensi ini menghasilkan verbal learning
(belajar verbal), yaitu berupa kemampuan memperoleh data dan informasi yang
harus dipelajari dan dihafalkan.12 Dimensi ini diambil dari proses pembelajaran
yang dilakukan oleh Allah kepada Nabi Adam dengan mengajarkan nama-nama
benda, seperti termaktub dalam firman Allah Surah al-Baqarah ayat 31:
ُ َ َ
َ َ ْ َ َ َ َّ ُ َ ّ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ ٰ َ ّ َ َ
ْ‫ﺿ ُﻬ ْﻢ َ َ اﻟ َﻤﻠ ٕﯩﻜﺔ َﻓ َﻘ َﺎل ا ْﻧۢﺒـُٔ ْﻮ ْ ﺑ َﺎ ْﺳ َﻤﺎۤء ﻫ ُﺆ َ ۤء ا ْن ﻛ ْ ُﺘﻢ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫و ﻠﻢ ادم ا ﺳﻤﺎۤء ﻬﺎ ﺛﻢ ﻋﺮ‬

َْ ٰ
‫ﺻ ِﺪ ِﻗ‬

Terjemahnya:
“Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian
Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan
kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar!”13

Implikasi dimensi ontologi dalam kurikulum pendidikan ialah bahwa


pengalaman yang ditanamkan kepada peserta didik tidak hanya sebatas pada alam
fisik, tetapi juga alam tak terbatas. Maksud alam tak terbatas adalah alam rohaniah
atau spiritual, yang mengantarkan manusia pada keabadian. Di samping itu, perlu
juga ditanamkan pengetahuan tentang hukum dan sistem kesemestaan yang
melahirkan perwujudan harmoni dalam alam semesta yang menentukan kehidupan
manusia di masa depan.

Dengan demikian, dalam analisa ontologis, pendidikan Islam tdak dapat


dipisahkan dari dimensi ilahiah (wahyu). Semua komponen yang terkandung dalam

11
Novi Khomsatun (2019), “Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi,
Dan Aksiologi” EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak Volume 4 No 2 Tahun 2019
https://educreative.id/index.php/edu/article/download/41/28 diakses 26/9/2021. h. 229
12
Ibid. h.230
13
Kementerian Agama RI, “Al-Qur’an dan Terjemahnya” (Bandung: Diponegoro, 2006)
7

sistem pendidikan akan disarikan dari wahyu Illahi. Selain dari lahirnya term-term
tertentu dalam pendidikan Islam, hal itu juga dapat dilihat dari beberapa
pembahasan tentang persoalan-persoalan pendidikan yang mengacu teks ilahiah.

B. Dasar Epistemologi Pendidikan Islam


Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti penjelasan atau ilmu. Secara etimologis
epistemologi adalah penjelasan tentang ilmu atau ilmu tentang ilmu. Secara
terminologis DW. Hamlyn menyatakan; epistemologi adalah cabang flsafat
yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian pengandaiannya. L. Katso memberikan batasan epistemologi yaitu
cabang flsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode dan sahnya
pengetahuan.14 Epistemologi berorientasi kepada subyek yang berfkir dan
mengetahui. Berbeda dengan metafisika yang mengarah kepada obyek yang
diketahui.
Pendidikan Islam sebagai sebuah ilmu, tidak ada perbedaan yang mendasar
dengan ilmu pendidikan umum. Perbedaan tersebut berada pada kerangka
keilmuannya (epistemologinya). Pendidikan Islam kerangka keilmuannya adalah
berdasarkan pada wahyu untuk membangun sebuah bangunan ilmu. Oleh karena itu
bangunan keilmuannya adalah bersifat Islami.15
Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan, yakni cabang filsafat
yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan
dan sumber pengetahuan. Menyimak dari pernyataan tersebut maka dalam
pendidikan Islam harus mengetahui pendekatan dan metode yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk
membangun pengetahuan tentang pendidikan Islam diantaranya sebagai berikut:

14
Abdul Chalik, “Filsafat Ilmu Pendekatan Kajian Keislaman” (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran,
2015) h. 42
15
Khojir, Membangun Paradigma Ilmu Pendidikan Islam: Kajian Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi (Dinamika Ilmu Vol 11 No 1, Juni 2011). https://doi.org/10.21093/di.v11i1.51 diakses :
25/9/2021. h. 61
8

1. Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman kegamaan kepada peserta


didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan.
2. Pendekatan pembiasaan yaitu suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis
tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja yang ada kala tanpa
dipikirkan.
3. Pendekatan emosional ialah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi
peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang
baik dan mana yang buruk.
4. Pendekatan rasional adalah suatu pendekatan menggunakan rasio (akal) dalam
memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah.
5. Pendekatan fungsional adalah usaha memberikan materi agama dengan
menekankan kepada segi kemanfaatn pada peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
6. Pendekatan ketauladanan adalah memperlihatkan ketauladanan,baik yang
berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab ntara personal
sekolah, perilaku pendidikan dan perilaku pendidik yang mencerminkan akhlak
terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-
kisah ketauladanan.16
Dalam kajian epistemologi Islam, ilmu pengetahuan bersumber dari lima
sumber pokok, yaitu indra, akal, intuisi, ilham, dan wahyu. Tiga sumber terakhir,
yaitu intuisi, ilham, dan wahyu, sekalipun secara tajam dibedakan, tetapi bisa saja
intuisi dan ilham secara substantif merupakan “wahyu” dalam pengertian yang
lebih luas sebab baik intuisi maupun ilham merupakan pemberian dari kekuatan
spiritual. Oleh karena itu, banyak kalangan Islam yang menyebut sumber
pengetahuan menjadi tiga, yaitu wahyu, akal, dan indra.17

16
Nurrozi Aris, dkk. Dasar-Dasar Filosofis Pendidikan Islam (Ontologis, Epistimologis,
Aksiologis). http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/tafhim/article/view/2673. Diakses :
26 September 2021.
17
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam Menguatkan Epistemologi Islam Dalam Pendidikan.
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h.33
9

Wahyu dalam penjelasan di atas merupakan sumber pokok pendidikan islam


yaitu Al-Qur’an dan hadits. Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an Surah
Al-Hajj ayat 8 :

ْ ُ ٰ
ّ َ َّ ً ُ َ َّ ْ ْ َ ّٰ ُ َ ُّ ْ َ َّ َ َ
ۙ ٍ ‫ِﺎدل ِ ا ِ ِﺑﻐ ِ ِ ﻠ ٍﻢ و ﻫﺪى و ِﻛ ٍﺐ ﻣ ِﻨ‬ ‫ﺎس ﻣﻦ‬
ِ ‫و ِﻣﻦ ا‬

Terjemah:
“Di antara manusia ada yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu, tanpa
petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan.”

Menurut Tobroni pembahasan tentang epistemologi dan pendidikan


meliputi dimensi pengetahuan, sumber pengetahuan, dan pengujian kebenaran.
Lebih lanjut, Tobroni menjelaskan ketiga dimensi tersebut, sebagai berikut18:
1. Dimensi Pengetahuan
Dalam perspektif Islam, pendidikan Islam harus berupaya untuk membimbing
orang memiliki pemahaman bahwa Allah adalah sumber kebenaran objektif,
absolut, serta manusia atas dasar fitrah dan berupaya mencari kebenaran itu.
Kebenaran yang dinyatakan Allah bagi manusia bersifat tekstual (wahyu),
fenomenal (kejadian-kejadian alam), dan juga faktual (pribadi Rasulullah).
Kebenaran tekstual juga berdasarkan ayat qauliyyah yang terdapat dalam al-
Qur’an dan Hadis, kebenaran fenomenal didasarkan pada ayat kauniyah (sebab-
akibat), sedangkan kebenaran faktual didasarkan ayat insaniyah yang terdapat
dalam diri manusia, khususnya Nabi Muhammad SAW sebagai makhluk yang
paling utama.
2. Sumber Pengetahuan
Dalam perspektif Islam, Allah adalah sumber-sumber kebenaran dan
pengetahuan. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga harus mendorong orang
untuk belajar dari berbagai sumber kebenaran dan menguji kebenaran itu dari
prinsip-prinsip alQur'an dan Hadis. Dalam pandangan Islam, ditinjau dari cara
memperoleh ilmu (epistemologis) dibagi menjadi dua, yaitu (1) ilmu kasbi atau

18
Novi Khomsatun (2019), “Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi,
Dan Aksiologi” EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak Volume 4 No 2 Tahun 2019
https://educreative.id/index.php/edu/article/download/41/28 diakses 26/9/2021
10

mubasyarah (ilmu yang diperoleh karena usaha manusia yang melakukan


pelacakan terhadap konstruksi ilmu itu sendiri); dan (2) ilmu ladunni atau
mukasyafah (ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia). Dalam hal ini, ilmu
kasbi didapat karena ketekunan dalam mempelajari ayat-ayat Tuhan, sedangkan
ilmu ladunni didapatkan karena kedekatan manusia kepada Allah, sehingga
tertuntun hidayahNya. Dalam literatur lain dinyatakan bahwa ada lima metode
dalam memperoleh pengetahuan, antara lain empirisme, rasionalisme,
fenomenalisme, intusionisme, dan dialektis. Lima aliran tersebut memiliki
cara/metode utama yang berbeda dalam memperoleh pengetahuan. Dalam hal
ini, empirisme lebih menekankan pada pengalaman empirik; rasionalisme lebih
menekankan pada peran akal; fenomenalisme menekankan pada gejala yang
nampak; intusionisme menekankan pada intuisi (atau dzauq dalam tradisi
sufisme Islam); dan dialektis lebih menekankan pada dialektika logika manusia.
3. Pengujian Kebenaran
Dalam epistemologi, suatu kebenaran dapat diuji melalui tiga cara, yaitu
korespondensi, koherensi, dan pragmatis. Lebih lanjut, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Korespondensi. Teori ini berpendapat bahwa yang dimaksud kebenaran
adalah adanya hubungan antara subjek dengan objek dan tidak ada
pertentangan. Teori korespondensi menekankan persesuaian antara si
pengamat dengan apa yang diamati sehingga kebenaran yang ditemukan
adalah kebenaran empiris. Kelompok ini dinamakan empirisme.
b. Koherensi, artinya jika suatu ide atau gagasan dikaji ulang dengan
kriteria penilaian sebelumnya, ditelusuri dari berbagai segi, dan hasilnya
ternyata tetap bersesuaian. Maka hal tersebut mengandung kebenaran.
Teori koherensi menekankan pada peneguhan terhadap kebenaran logis,
yakni jika proposisiproposisi yang diajukan koheren satu sama lain.
Kelompok ini dinamakan rasionalisme.
c. Pragmatis, yaitu berdasarkan nilai dari manfaat dari pengetahuan atau
kebenaran itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Menguji suatu
11

kebenaran dalam filsafat pragmatisme memberikan manfaat dan yang


benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen.
Dengan demikian, Islam mengakui ketiga cara pengujian kebenaran di atas.
Kebenaran empirik dalam bahasa Islam adalah kebenaran ayat-ayat kauniyah
(sunnatullah), kebenaran rasional dalam Islam diakuinya sebagai nalar
epistemologi aqliyyah dan naqliyyah, sedangkan pengujian pragmatis dalam
Islam diakuinya kebenaran yang dapat dibuktikan secara eksperimen bahwa
ayat-ayat qauliyyah tidak bertentangan dengan perkembangan sains dan
teknologi.
Berdasarkan pembahasan epistemologi di atas, jika semua meyakini bahwa
Allah adalah sumber kebenaran dan pengetahuan, maka seharusnya masalah
epistemologi pendidikan Islam, yaitu adanya dikotomi ilmu tidak perlu terjadi,
karena semua ilmu itu berasal dari Allah, baik ilmu itu bersumber dari indera, akal,
hati, dan wahyu. Prinsipnya, jika ilmu itu tidak bertentangan dengan wahyu, dari
mana pun atau siapa pun yang mengajarkannya, maka bisa dijadikan pegangan bagi
setiap orang. Oleh karena itu, masalah epistemologi pendidikan Islam dapat diatasi
dengan menghilangkan paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu non-
agama (ilmu umum). Dengan demikian, jika dimensi epistemologi ini benar-benar
diimplementasikan dalam proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan Islam,
peserta didik dapat memiliki kemampuan memproses pengetahuan dari awal hingga
wujud hasilnya.
C. Dasar Aksiologi Pendidikan Islam
Istilah aksiologi secara etimologis berasal dari Bahasa Yunani Kuno yang
terdiri dari kata aksios dan logos. Aksios yang memiliki arti nilai dan kata logos
yang berarti ilmu.19 Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang
suatu asas tujuan pemanfaatan pengetahuan atau bisa dikatakan sebagai suatu
cabang filsafat yang menyelidiki dan membahas berkaitan dengan hakikat nilai,
yang ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

19
Ilham Akbar dkk. (2021). Aksiologi Pendidikan Islam. Raudhah Proud To Be Professionals :
Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 6(1), 13-22. https://doi.org/10.48094/raudhah.v6i1.107 diakses :
25/09/2021
12

Menurut Suriasumantri aksiologi merupkan teori nilai yang berkaitan


dengan kegunaan dari suatu pengetahuan yang diperoleh. Dalam kamus Bahasa
Indonesia aksiologi merupakan kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia, dan juga memiliki makna sebagai suatu kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika.20
Berdasarkan definisi aksiologi di atas maka aksiologi pendidikan islam
dapat diartikan sebagai nilai atau manfaat dari pendidikan islam. Dalam pendidikan
Islam ada beberapa macam ajaran yang dianjurkan kepada umat Islam untuk
dilakukan seperti shalat, puasa, zakat, silaturrahmi, dan sebagainya. Melalui
pendidian Islam inilah diupayakan dapat terinternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam
yang menghasilkan outputnya yang dapat mengembangkan kepribadian muslim
yang memiliki integritas kepribadian tinggi.
Nilai-nilai yang kita pahami dalam pendidikan sejatinya merupakan hasil
deduksi dari sumber pendidikan yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah yang dapat
dikembangkan untuk penerapan ilmu pendidikan sebagai berikut21:
1. Nilai Ibadah. Nilai Ibadah bagi pemangku ilmu pendidikan dan
penerapan dalam kehidupannya merupakan suatu ibadah.
2. Nilai Ikhsan. Ilmu pendidikan mestinya dikembangkan dalam rangka
untuk media dalam berbuat kebaikan kepada semua pihak setiap. Hal
ini dikarenakan dan mesti kita ketahui pada hakikatnya bahwa Allah
telah berbuat baik kepada manusia dengan beragam kenikmatan dariNya, dan
dilarang untuk berbuat kerusakan dalam segala bentuk apapun.
3. Nilai Masa Depan. Ilmu pendidikan hendaknya ditujukan dalam rangka
untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik, karena mendidik berarti
menyiapkan generasi yang akan hidup dan menghadapi tantangan masa depan
yang berbeda dengan masa sebelumnya.

20
Ilham Akbar dkk. (2021). Aksiologi Pendidikan Islam. Raudhah Proud To Be Professionals :
Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 6(1), 13-22. https://doi.org/10.48094/raudhah.v6i1.107 diakses :
25/09/2021
21
Uswatun Chasanah. (2017). Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pendidikan. Tasyri’: Jurnal
Tarbiyah-Syari’ah Islamiyah, 24(01), 77-92.
http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/tasyri/article/view/3177 diakses : 25/09/2021
13

4. Nilai Kerahmatan. Ilmu pendidikan sudah semestinya ditujukan untuk


kemaslahatan dan kepentingan seluruh alam semesta dan umat manusia.
5. Nilai Amanah. Ilmu pendidikan merupakan amanah dari Allah bagi
pemangkunya, sehingga pengembangan dan implementasinya
dilakukan dengan niat, cara dan tujuan yang dikehendaki.
6. Nilai Dakwah. Dalam pengembangan dan penerapannya, ilmu
pendidikan merupakan suatu wujud suatu dakwah dalam rangkaian
penyampaian suatu kebenaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ontology adalah ilmu tentang keberadaan. Secara ontologi, Pendidikan Islam
adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk berakal dan berfikir.
Dalam kajian ontologi, pendidikan islam mempelajari dua objek ilmu yaitu
objek ilmu yang bersifat materi dan non materi.
2. Epistimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu pengetahuan. Dalam
kajian epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan bersumber dari lima
sumber pokok, yaitu indra, akal, intuisi, ilham, dan wahyu. Lima sumber itu
semua bermuara pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
3. Aksiologi pendidikan islam dapat diartikan sebagai nilai atau manfaat dari
pendidikan islam. Nilai dari pendidikan islam diantaranya : nilai ibadah, nilai
ikhsan, nilai masa depan, nilai kerahmatan, nilai amanah dan nilai dakwah.

B. Rekomendasi
Makalah ini menyajikan dasar-dasar filosofis Pendidikan Islma dalam aspek
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
memberi manfaat kepada para pembaca. Bilamana ada kekurangan dalam makalah
ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
tulisan ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chalik, “Filsafat Ilmu Pendekatan Kajian Keislaman” (Yogyakarta: Arti


Bumi Intaran, 2015)
Ahmad Syar’i, “Filsafat Pendidikan Islam”, (Palangkaraya: CV. Narasi Nara,
2020)
Kattsoff, Louis. “Logic and The Nature of Reality”. (Netherlands, The Hague :
1956)
Kementerian Agama RI, “Al-Qur’an dan Terjemahnya”. (Bandung: Diponegoro,
2006)
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam Menguatkan Epistemologi Islam Dalam
Pendidikan. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014).
Abdul Halik, (2020) : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi,
Aksiologi”. Vol 7 No 2: ISTIQRA': Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/500 diakses :
25/09/2021
Amirul Huda, F. N. . (2021). Dimensi Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi
Pendidikan Islam . Edusoshum: Journal of Islamic Education and Social
Humanities, 1(1), 67–72. https://doi.org/10.52366/edusoshum.v1i1.4
Diakses : 26/9/2021.
Ilham Akbar dkk. (2021). Aksiologi Pendidikan Islam. Raudhah Proud To Be
Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 6(1), 13-22.
https://doi.org/10.48094/raudhah.v6i1.107 diakses : 25/09/2021
Khojir, Membangun Paradigma Ilmu Pendidikan Islam: Kajian Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi (Dinamika Ilmu Vol 11 No 1, Juni 2011).
https://doi.org/10.21093/di.v11i1.51 diakses : 25/9/2021
Novi Khomsatun (2019), “Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi,
Epistemologi, Dan Aksiologi” EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan
Kreativitas Anak Volume 4 No 2 Tahun 2019
https://educreative.id/index.php/edu/article/download/41/28 diakses
26/9/2021
Nurrozi Aris, dkk. Dasar-Dasar Filosofis Pendidikan Islam (Ontologis,
Epistimologis, Aksiologis).
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/tafhim/article/view/2673
Diakses : 26 September 2021.
Rahayu, Arti Sri. “Islamic Education Foundation: An Axiological Philosophy of Education
Perspective”. International Journal of Nusantara Islam, [S.l.], v. 4, n. 2, p. 49-60,
aug. 2017. ISSN 2355-651X.

15
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/ijni/article/view/974. Di akses: 26
September 2021

Uswatun Chasanah. “Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pendidikan”. Tasyri’:


Jurnal Tarbiyah-Syari’ah Islamiyah, 24(01), 77-92.
http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/tasyri/article/view/3177
diakses : 25/09/2021

Widiawati, N. (2019). Reformulation Of The Islamic Education Philosophy; A


Study of the Epistemological Thought of al-Farabi. Al-Afkar, Journal For
Islamic Studies, 2 (1, January), 48–63.
https://doi.org/10.31943/afkar_journal.v3i1.36 diakses 28 September 2021

16

Anda mungkin juga menyukai