Anda di halaman 1dari 14

Keharusan Pendidikan

Manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang
tuanya. Dapat dibayangkan seandainya anak manusia pada saat lahir dibiarkan begitu saja oleh
ibunya, tanpa sentuhan apapun sedikitpun. Dengan mengabaikan kekuasaan Tuhan, kematianlah
yang akan menjemputnya pada anak yang ditelantarkan tersebut.
Keharusan mendidik anak telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada saat lahir dalam
keadaan tidak berdaya, anak tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan
bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak menyebabkan ia perlu mendapat
pendidikan. Keterbatasan anak dikarenakan, anak lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan ia tidak
langsung dewasa.
Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan
dengan keadaan tidak berdaya karena ia membutuhkan bantuan orang lain belum bisa melakukan
segala sesuatunya sendiri. (Saduloh, 2010;72) tentu saja dalam suatu pendidikan seseorang tidak
bisa langsung melakukan semuanya sendiri karena pada saat lahir seorang manusia tidak
langsung dewasa dan memahami nilai dan moral yang ada dikehidupan sehingga manusia itu
perlu dibimbing. Manusia juga tidak akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menanggung
segala konsekuensi dan perbuatannya tanpa mengalami proses pendidikan yang terbentuk dari
suatu kebiasaan.
MJ. Langeveld mengemukakan bahwa manusia pada hakekatnya adalah:
1. Animal educabile, artinya manusia itu pada hakekatnya adalah makhluk yang dapat
dididik.
2. Animal educandum, artinya manusia pada hakekatnya adalah manusia yang harus
dididik.
3. Homo educandus, artinya manusia pada hakekatnya makhluk yang dapat dan harus
mendidik, juga dapat dan harus dididik.

Kembali pada persoalan pokok dari uraian ini, mengapa pendidikan itu merupakan
keharusan pada manusia? Jawaban terhadap persoalan ini dapat ditinjau dari dua segi:
1. Ditinjau dari segi anak sebagai anak didik
Keharusan pendidikan diberikan kepada anak didik sebagai anak didik berdasarkan suatu
kenyataan bahwa:
a. Anak mempunyai insting.
Hal tersebut merupakan pembawaan sejak lahir dan sebagai modal pokok kemampuan
manusia sehingga manusia dapat mempertahankan dan mengembangkan hidupnya.Insting ini
perlu dikembangkan agar manusia dapat membedakan dirinya dengan dunia binatang.
Insting pada manusia sifatnya dapat menerima input atau ransangan dari luar baik
disengaja maupun tidak disengaja sehingga terjadi perkembangan dan perubahan pada insting
tadi. Sedangkan insting pada binatang sifatnya tertutup artinya tidak dapat menerima pengaruh
dan ransangan dari luar sehingga dunia binatang sifatnya tetap.
Jadi, pengembangan insting dapat dilakukan dengan memberikan pengaruh dari luar
berupa pendidikan.Karena pendidikan berusaha mengurangi peranan insting dan
mengembangkan peranan pikiran dan budi pekerti manusia untuk kesejahteraan manusia.
b. Manusia sejak lahir mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.
Anak dilahirkan masih harus memerlukan pertolongan dan bantuan dari orang lain.
Pertumbuhan dan perkembangan ini terjadi pada segi-segi fisik, psikis, sosial dan keagamaan.
1) Fisik perlu dikembangkan untuk menuju pertumbuhan jasmani yang dewas dan sehat.
2) Psikis memerlukan bantuan agar tercapai manusia yang dewasa, manusia yang berdiri
sendiri dan bertanggung jawab dalam kehidupannya.
3) Rasa sosial perlu ditumbuhkan agar manusia dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna dan mengerti hak dan kewajiban sebagai individu dalam masyarakat.
4) Rasa keagamaan manusia perlu ditingkatkan agar manusia dapat taqwa dan beribadah
kepada Tuhannya, untuk kesejahteraan kehidupan akhiratnya.

Pendek kata segi-segi kehidupan di atas masih sangat membutuhkan pertolongan dari
orang lain sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal, sehingga tercapai manusia
dewasa lahir batin. Sedangkan pendidikan berfungsi untuk mengembangkan aspek-aspek tadi.
Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus,
memerlukan waktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian kedewasaan
tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia modern dewasa ini. Pada manusia
primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konvensional, di mana apabila seseorang
sudah memiliki keterampilan untuk hidup, khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat
berburu, dapat bercocok tanam, mengenal nilai-nilai atau norma-norma hidup bermasyarakat,
sudah dapat dikatakan dewasa. Dilihat dari segi usia, misalnya usia 12-15 tahun, pada
masyarakat primitif sudah dapat melangsungkan hidup berkeluarga. Pada masyarakat modern
tuntutan kedewasaan lebih kompleks, sesuai dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan juga makin kompleksnya sistem nilai.
Jika anak tidak memerlukan pendidikan, ini berarti anak sejak lahir telah dewasa, artinya
tidak lagi bantuan orang lain. Hal ini bertentangan dengan kodrat manusia dan kenyataan sehari-
hari yang mana anal lahir dalam keadaan tidak berdaya dan sangat memerlukan bantuan dari
ibunya dan orang dewasa untuk memelihara dan merawatnya.
c. Manusia yakni anak didik tidak hanya hidup sebagai individu yang
mempunyai kebebasan atas hak-haknya, tetapi manusia hidup dalam ikatan
kelompok sesama manusia yakni kehidupan bermasyarakat.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.Ia tidak akan menjadi manusia seandainya
tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan, di mana pun hewan
dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor kucing yang dibesarkan dalam
lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing, tidak akan berperilaku anjing, karena setiap
jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda
antara jenis hewan yang satu dengan jenis hewan lainnya.
Dalam kehidupan manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu dimana manusia
satu dengan manusia lainnya harus bekerja sama, tolong menolong dan didik mendidik untuk
kesejahteraan sosial.
Kesejahteraan sosial ini dapat dicapai jika dalam masyarakat tadi terjadi proses pendidikan.
Karena itu suatu keharusan bagi manusia mendapatkan pendidikan, agar tercipta masyarakat
yang maju dan modern serta dapat menunjukkan produktivitas dalam kehidupannya.

2. Ditinjau dari segi pendidik sebagai orang dewasa


Orang dewasa mempunyai keharusan untuk melaksanakan usaha-usaha yang bersifat
pendidikan terhadap orang yang belum dewasa. Dasar pemikiran ini didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Manusia sebagai makhluk social
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.Ia tidak akan menjadi manusia seandainya
tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan, di mana pun hewan
dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor kucing yang dibesarkan dalam
lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing, tidak akan berperilaku anjing, karena setiap
jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda
antara jenis hewan yang satu dengan jenis hewan lainnya.
Artinya bahwa makhluk harus hidup di masyarakat dan harus bermasyarakat. Dalam
kehidupan bermasyarakat manusia saling bergaul, saling berinteraksi dan terikat satu sama
lainnya yang mengikuti suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu. Keterikatan
manusia sebagai warga masyarakatyang menyebabkan manusia saling tolong menolong, hidup
bersama dan didik mendidik untuk mencapai kesejahteraan dan kecerdasan anggotanya.Dengan
demikian sifat sosial dari orang dewasa yang mengharuskan manusia melakukan kegiatan-
kegiatan yang bernilai pendidikan.
b. Orang dewasa sebagai makhluk yang berbudaya
Artinya manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai-nilai kebudayaan yang
tercipta dalam cipta, karsa, dan rasa.Kebudayaan yang diciptkan sebelumnya memerlukan
penerusan, pengawetan dan pengembangan bagi generasi berikutnya.
Disinilah mengandung pemahaman, bahwasanya manusia mendidik manusia lainnya, agar
kebudayaan tadi dapat dipertahankan dalam kehidupan selanjutnya.Pendidikan berperan sangat
besar sekali terhadap perkembangan nilai-nilai budaya terhadap generasi berikutnya.Karena
pendidikan dapat memperkenalkan, mengolah, mensleksi dan mengembangkan kebudayaan
melalui latihan-latihan yang diberikan kepada anggota masyarakat.
Orang dewasa sebagai manusia yang telah mempunyai banyak pengalaman-pengalaman
termasuk pengalaman berbudaya, mempunyai kewajiban dan memperkenalkan dan
mengembangkan kebudayaan tadi kepada manusia yang belum dewasa.
Bahwa disamping manusia sebagai makhluk berbudaya, dalam batas tertentu mempunyai
ide-ide atau cita-cita hidup.Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup dalam masyarakat,
memberi jiwa kepada masyarakt. Gagasan-gagasan itu tidak lepas satu dari yang lain, melainkan
berkaitan, menjadi satu system. Salah satu ide-ide tadi adalah kegiatan manusia untuk mendidik
manusia lainnya.Minimal mendidik putera puterinya.Cita-cita ini yang mengharuskan manusia
memberikan pendidikan terhadap lainnya walaupun tidak sempurna.

Kemungkinan Pendidikan
Paradigma baru pendidikan membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas,
maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Formalitas dan legalitas
tetap saja menjadi sesuatu yang penting, akan tetapi perlu diingat bahwa substansi juga bukan
sesuatu yang bisa diabaikan hanya untuk mengerjar tataran formal saja. Maka yang perlu
dilakukan sekarang bukanlah menghapus formalitas yang telah berjalan melainkan menata
kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigam baru yang baik. Dengan paradigma baru,
praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpuk pada teori
kognitif dan konstruktivistik. Pembelajaran akan berfokus pada pengembangan kemampuan
intelektual yang berlangsung secara sosial dan kultural, mendorong siswa membangun
pemahaman dan pengetahuan sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan
awal dan prespektif budaya. Tuas belajar didesain menantang dan menarik untuk mencapai
derajat berpikir tingkat tinggi (Kamdi, 2008).
Pemikiran-pemikiran yang positif memberikan arahan bahwa sudah selayaknya jika dunia
pendidikan diarahkan pada upaya transformasi dan pengembangan prinsip-prinsip secara
komprehensip dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran.Kepada para peserta didik
perlu diberi bekal pengetahuan serta nilai-nilai dasar sebagai suatu pandangan hidup yang sangat
berguna untuk mengarungi kehidupan dalam masyarakat pluralis, baik dari aspek etnisitas,
kultural, maupun agama. Jika dunia pendidikan berhsil melasanakan tugas ini, maka pada
gilirannya masyarakat kita dimasa depan makin lama akan berkembang menjadi masyarakat
yang berkualitas secara intelektual dan moral. Namun sebaliknya jika gagal maka kita tidak bisa
berharap generasi dimasa depan akan mampu menampilkan sosok bangsa yang cerdas serta
mampu menjungjung niali nilai luhur budaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana
dialogis, kesetaraan dan tidak arogan atau non defensif serta selalu berupaya mendorong sikap
positif, akan dapat mendorong terjadinya keefektifan Proses pembelajaran (Goldsmith, 1996:
236). Para pendidik maupun peserta didk, sesuai dengan kapaitasnya, harus berusaha untuk
mampu saling menghargai dan menghormati pendapat atau pandangan orang lain. Karena itu
suasana pendidikan harus diciptakan dalam rangka mengembanmgkan dialog-dialog kretaif
dimana setiap peserta didik diberi kesempatan yang sama untuk diskusi, berdebat, mengajukan
dan merespon berbagai persoalan yang muncul dalam setiap kegiatan pembelajaran. Yang
penting adalah bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menjadi sebijaksana mungkin
menurut kemampuannya masing-masing. Suasana kesetaraan perlu dikembangkan dengan
berorientasi pada upaya mendorong peserta didik agar mampu menyelesaikan berbagai
perbedaan yang ada di antara sesama secara harmonis dan rasional
Pendidikan harus menyeimbangkan antara hal- hal yang akan berdimensi masa depan
dengan hal-hal yang berdimensi masa kini. Menurutnya secara subtansi, arah pendidikan harus
membekali peserta didik dengan kompetensi yang bersifatsubject master dan kompetensi lintas
kurikulum (cross curriculer competencial) yang diperlukan. Kompetensi subjek master berkaitan
dengan mata pelajaran yang harus benar-benar dipilih oleh satuan pendidikan sebagai dasar
peserta didik untuk memahami dan mengembangkan kompetensi dirinya. Kompetensi lintas
kurikulum adalah kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan peserta didik sebagai individu, yang
baik secara inplisit maupun eksplisit terkait dengan berbagai mata pelajaran.
Pendidikan Indonesia akan lebih baik tergantung pada bagaimana konsep manusia lengkap
dengan tujuan hidup dan analisis mengenai tantangan zamannya. Dalam kiatan itu Mastuhu
(dalam Rahardjo, 1997) menjelaskan salah satu dimensi manusia adalah melampaui makhluk-
makliluk lain sesama ciptaan Tuhan, karena manusia memiliki tiga sifat utama yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain (a) sadar diri, (b) kehendak bebas, dan (c) berpikir atau kreativitas. Di
era globalisasi Indonesia melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan
menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para luiusan
lembaga pendidikan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global yang
demokratis.
Pembelajaran sebagai pilar Utama pendidikan komisis pendidikan untuk abad
XX1(Unesco,1996:85) melihat bahwa hakekat pendidikan sesungguhnya adalah belajar
(Learning) selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpuk pada 4 pilar yaitu (1)
learning to know (2) learning to do (3) learnnig to live together, learning to live with others, dan
(4) learning to be.
Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai
alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan
kemampuan sikap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup
dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan
berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan.Sebagai pengetahuan, maka pengetahuan
tersebut akan bermanfaat dalam rangka meningkatkan pemahaman, pengetahuan, serta
penemuan di dalam kehidupannya.
Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk
mempraktekkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan
pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh tersebut dengan pekerjaan pekerjaan dimasa
depan. Memperhatikan secara cermat kemajuan-kemajuan serta perubahan perubahan yang
terjadi, maka pendidikan tidak cukup hanya dipandang sebagai transmisi atau melaksanakan
tugas-tugas rutin, akan tetapi harus mengarah kepada pemberian kemampuan untuk berbuat
menjangkau kebutuhan kebuthan dinamis masa mendatang, karena lapangan kerja dimasa
mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan untuk mengubah kemajuan dalam
pengetahuan yang melahirkan usaha atau pekerjaan-pekerjaan baru.
Learning to live together, learning, learning to live with others, pada dasarnya adalah
mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan
melalui komunikasi yang baik.menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta
menjauhi dan menghindari terjadinyan perselisihan dan konflik.
Learning to be, sebagaimana diungkapkan secara tegas oleh komisi pendidikan, bahwa
perinsip fundamental pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk
perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa etika, tanggung
jawab pribadi dan nilai –nilai spritual.
Keempat pilar pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas, sekaligus misi dan tanggung
jawab yang harus diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar
berbuat, belajar hidup bersama dan belajar menjadi seseorang atau belajar menjadi diri sendiri
yang didasri keinginan secara sungguh-sungguh maka akan semakin luas wawasan seseorang
tentang pengetahuan, tentang nilai- nilai positif tentang orang lain serat berbagai dinamika
perubahan yang terjadi.
Perubahan paradigma baru mengenai sekolah dimana sekolah dalam peradaban yang
semakin tinggi diperlukan informasi teknologi yang memadai agar tidak tertinggal jauh dan
dapat bersaing dalam era global yang mengalami perubahan sangat cepat.
Berikut ini dibahas studi keefektifan sekolah masa depan:
1. Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan.
Masa depan para guru dan siswa pada era teknologi yang tinggi tidak lagi dibatasi
waktu dan ruang kelas yang terdapat dilembaga pendidikan namun guru dan siswa sudah
dihubungkan dengan sebuah jaringan komputer dan Net. Begitu pulang kalau para siswanya
ingin konsultasi dengan sang guru dapat mereka lakukan lewat net. Sekolah-sekolah bahkan
dapat mendirikan ruang kelas maya bagi para siswa untuk memecahkan masalah masalah mereka
atau untuk mengeksplorasi pelajaran yang berbeda beda, yang menarik mereka. Para guru dan
siswa dari berbagai kelas dan tingkatan dapat bergabung dalam diskusi diruang kelas maya
ini.Pembelajaran menjadi tak terbatas dalam ruang dan waktu. Pembelajaran jarak jauh dan
pengajaran lewat internet dapat dilakukan dengan efektif sehingga siswa pergi ke sekolah
memberi kemungkinan tidak hanya mendapat pengetahuan dan proses sosialisasi yang tidak
dapat diperoleh dalam pembelajaran lewat internet. Komputer tidak dapat mengambil seluruh
fungsi sekolah namun dalam penyebaran teknologi informasi, dapat bergeser dari pembelajaran
bersama yang disentralisasikan menjadi pembelajaran yang diindividualkan, yang di
desentralisasikan.
2. Pembelajaran Pendidikan dan Pengetahuan di Rumah.
Pada masa depan nanti menurut Wen (2003:93) ada orang yang akan kembali ke
zaman ketika mereka kebanyakan diajar di rumah. Orang tua memikirkan dan
mempertimbangkan bahwa anaknya lebih baik dididik dengan cara lain seperti diajari di rumah
atau berpartisipasi dalam kelompok–kelompok pendidikan kecil secara privat. Tingkat
pencapaian dapat dipantau dengan uji publik.
3. Pembelajaran Pendidikan dan Pengetahuan yang bersifat keterampilan khusus.
Sekolah masa depan akan berubah dari sekolah dengan maksud umum menjadi
sekolah dengan maksud khusus. Yang diajarkan sekolah di masa lalu adalah pengetahuan umum,
tetapi sekolah masa depan mungkin akan menjadi pusat pelatihan dalam ketrampilan atau
pembelajaran khusus, sehingga siswa dapat menganggap di mana-mana adalah sekolahku dan
semua orang adalah guruku.
4. Sekolah yang direformasikan.
Di masa depan sekolah-sekolah yang baik bisa berkembang tanpa batas. Sekolah-
sekolah yang rendah kualitasnya akan tersingkirkan karena kurangnya siswa. Sekarang sekolah-
sekolah masih terbatas pada ruang kampus dan tersedianya guru.Mereka hanya dapat
menampung siswa hingga jumlah tertentu, tetapi dengan Net sebuah sekolah yang semula hanya
dapat menampung beberapa ribu siswa bisa menjadi sebuah sekolah besar dengan beberapa juta
siswa, hal ini bukannya mustahil.
Menurut Mortimore (1991) faktor yang sensitif dalam perkembangan manajemen siswa
dan guru di sekolah, keterlibatan siswa, lingkungan yang kondusif dan iklim sekolah positip,
merupakan hal yang penting diidentifikasi.Sebuah contoh kongkret, seorang kepala sekolah
harus melakukan pengecekan secara langsung ke bawah di mana ditemukan outcomes siswa
sangat rendah dan guru-guru kurang perhatian.Orang tua wali murid sangat vokal dan kritis serta
komunitas yang menginginkan perubahan ke arah kebaikan siswa dan staff.Dalam hal ini
diperlukan strategi manajemen dan kemampuan dari seorang kepala sekolah menjadikan sekolah
tersebut sebuah model sekolah yang efektif.
Untuk menjadikan sekolah efektif diperlukan pilihan suatu proses perkembangan
secara cepat untuk melakukan perubahan setelah pengecekan langsung ke bawah. Di Inggris
misalnya sekolah dipercaya untuk :
1) Membuat Pengantar Kurikulum Nasional dengan keputusan yang penting dalam
pembuatan program individu siswa.
2) Mengoperasikan sistem manajemen lokal sekolah dengan pelatihan ilmu manajemen
yang berbasis sekolah.
3) Kompetensi siswa yang rendah dikembangkan menjadi lebih optimal
(Mortimore,1991:159).
Untuk perkembangan masa depan sekolah diperlukan sebuah bentuk model keluaran
sekolah. Spesifikasi sebuah model sekolah yang penting adalah:
1) Membuat siswa dalam kelompok-kelompok besar dan khusus dengan melakukan
control secara optimal.
2) Pembagian waktu secara proporsional yang lebih besar.
3) Pemberian pengetahuan setiap hari dimulai dengan bel atau sirene.
4) Keputusan untuk memilih kepala sekolah, merupakan hal penting membawa output
dari sekolah menjadi lebih baik, teknik formal yang biasanya ditempuh yaitu lewat testing
(Mortimore,1991:162).
Kepala sekolah berpengaruh terhadap pendidikan, oleh karena itu dalam pengelolaan
sekolah peran kepala sekolah sangat menonjol.Bukti bahwa peran tersebut sangat kuat, hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberadaan kepala sekolah yang baik, sangat besar
sumbangannya terhadap sekolah yang efektif.Menurut Standfield dkk (dalam Mudjiarto, 2001:
12) berdasarkan hasil penelitian dari pola sekolah yang efektif kepala sekolah dipandang sebagai
“Ksatria” yang menyelamatkan anak-anak dengan memberikan pendidikan yang efektif.
Perubahan perbaikan dari prestasi rendah, disiplin yang tak terwujud dan moral staf yang kurang
baik diharapkan menjadi lebih baik, dengan pendekatan terhadap perbaikan pengajaran dalam
empat aspek yaitu: disiplin, prestasi, sikap dan kepribadian. Semua aspek tersebut ditumbuhkan
dengan berdasarkan pada harapan-harapan yang tinggi, terciptanya suasana emosi yang positip,
pelaksana supervisi yang obyektif, dan penggunaan teknik kepemimpinan yang sesuai oleh
kepala sekolah.Untuk mencapai itu dibutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat harapan
yang tinggi yang disuarakan oleh seluruh warga sekolah, iklim belajar di sekolah yang teratur,
penekanan yang kuat pada ketrampilan-ketrampilan dasar mengajar, evaluasi yang sering
diadakan serta pemantauan terhadap kemajuan siswa secara kontinyu. (Mujiarto, 2001: 13-14).
Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah sangat dipengaruhi
hal-hal sebagai berikut :
1. Kepribadian yang kuat, percaya diri, berani, bersemangat murah hati, dan memilih
kepekaan sosial.
2. Memahami tujuan pendidikan dengan baik.
3. Pengetahuan yang luas.
4. Keterampilan profesional (tehnis, hubungan kemanusiaan, konseptual).
5. Memiliki prinsip kepemimpinan yang baik yaitu konstruktif, kreatif, partisipatif,
kooperatif, delegatif, integratif, rasional dan obyektif, pragmatis, keteladanan, adaptasi dan
fleksibel (Depdiknas, 2000: 12-13).
Selain itu diperlukan penampilan dan kinerja yang baik dari kepala sekolah. Menurut
Wahyosumidjo (2002: 433) kepemimpinan kepala sekolah diperlu-kan kekuatan pendorong
sehingga anak buah selalu mengikuti apa yang diinginkannya dan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: kewibawaan (power), sifat-sifat dan ketrampilan, perilaku (behaviour)
serta fleksibilitas pemimpin.
Untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa di sekolah yang baik selain kepala
sekolah juga dibutuhkan guru yang memenuhi syarat kualifikasi yang tinggi dan mampu
menghadapi banyak perubahan dalam pendidikan masa depan dan membimbing para siswanya
dengan lancar di abad baru ini.
• Peran Guru di Masa Lalu, Zaman Sekarang, dan Masa Depan.
Peran guru di masa lalu sangat mempengaruhi pola pikir, cara pandang dan perilaku
seumur hidup siswanya dan sangat dihormati serta dianggap orang terpenting kedua setelah
orang tua, namun di jaman sekarang perkembangan guru mulai jatuh dan mengenaskan, ini
karena selama beberapa puluh tahun terakhir menganggap guru sebagai tenaga kerja murahan
untuk meneruskan pengetahuan. Ada anggapan bahwa apa yang diajarkan tidak sesuai dengan
muatan ujian sehingga guru les privat menjadi populer karena mengkompensasi apa yang kurang
diajarkan guru di sekolah dan sesuai dengan muatan ujian.
Peranan guru di masa depan dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknologi komputer,
peran guru semakin nyata, pengetahuan informasi teknologi dapat dikembangkan secara
maksimal dan membimbing kurikulum. Guru dituntut kreatif yang mampu memenuhi kebutuhan
orang lain, mempunyai kompetensi-kompetensi inti dan kemampuan-kemampuan khusus. Peran
guru di masa depan mencakup bimbingan kurikulum, mengevaluasi kemajuan pembelajaran,
bimbingan dalam seni menjalani kehidupan, konseling dalam perencanaan kehidupan dan
pengembangan kreativitas serta potensi.
• Kemampuan-kemampuan Penting Guru di Masa Depan
a. Ketrampilan berkomunikasi.
b. Ketrampilan computer.
c. Memberikan Pengaruh Positip (Wen ,2003: 99-118).
Keefektifan dan kemampuan guru merupakan salah satu karakteristik yang berpengaruh
pada prestasi akademik siswa di sekolah dimana semakin efektif dan kemampuan tinggi guru
melakukan tugas maka akan semakin tinggi prestasi akademik siswa (Mujiarto, 2001: 53). Di
PBM guru sangat menentukan kualitas lulusan, namun perlu kebersamaan dalam unsure
komponen sekolah yaitu kepala sekolah, guru administratif serta keterlibatan orang tua guna
mendukung keberhasilan anak didik.
Tak hanya kepala sekolah dan guru, peran orang tua juga turut serta dan ikut andil dalam
pendidikan.di dalam pendidikan anak-anak seharusnya mempunyai kebebasan sendiri untuk
menentukan apa yang akan dipelajari apakah mereka mengejar studi akademik ataukah hanya
sampai pada sekolah menengah. Sama dengan pengembangan pengetahuan, kalau seseorang
anak ingin meningkatkan cadangan pengetahuannya, ia bisa terus belajar, kalau ia merasa cukup
pengetahuannya dan ingin bekerja seharusnya mereka diizinkan untuk bekerja. Namun orang tua
harus mengetahui kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang anak untuk masa depan yaitu
mengenal sebanyak mungkin kemampuan berbahasa, yang nantinya berhubungan dengan orang
lain. Di masa depan apabila tidak mengenal bahasa asing maka akan memiliki daya saing yang
terkikis. Kemampuan dasar yang kedua yaitu pertimbangan.Pendidikan pengetahuan dapat
diefektifkan dengan bantuan komputer.Hanya pertimbangan yang baiklah maka dapat mencegah
seorang anak kehilangan arah dan teguh terhadap prinsip-prinsip yang dipegang seandainya
dilingkungan yang tidak sehat. Peranan orang tua dalam pendidikan diantaranya :
1. Pembelajaran mandiri bagi anak maupun orang tua sendiri setelah anak besar.
2. Mengubah peranan dari melindungi menjadi penolong.
3. Mengubah anggapan bahwa anak lemah (Wen , 2003: 119-126).
Menurut Mudjiarto (2001: 74) peranan orangtua perlu dilibatkan dalam kegiatan sekolah
termasuk dukungan orangtua terhadap program dan tujuan yang ingin dicapai sekolah secara
konsisten.Pengontrolan anak dapat lebih ketat dan disiplin dalam keaktifan dalam mengikuti
PBM. Pelibatan orangtua tidak hanya bersifat bantuan dana saja namun program dan
perencanaan partisipatori sekolah sehingga tercipta hubungan yang baik antara sekolah dan
orangtua.
Keberanian sekolah dibutuhkan untuk menggugah orangtua agar perlu memperhatikan
sekolah anaknya dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswanya.
Tilaar (2000) bahwa melalui paradigma baru pendidikan dituntut untuk menekankan
pengembangan kemampuan tertentu pada diri anak didik, antara lain: (1) kemampuan untuk
mendekati permasalahan secara global dengan pendekatan multidisipliner, (2) kemampuan untuk
menyeleksi arus informasi yang sedemikian deras, untuk kemudian dapat digunakan untuk
kehidupan sehari-hari, (3) kemampuan untuk menghubungkan peristiwa satu dengan yang lain
secara kreatif, (4) meningkatkan kemandirian anak karena tingkat otonomi kehidupan pribadi
dan keluarga semakin tinggi, (5) menekankan pengajaran lebih pada learning how to learn, dari
pada learning something.
Sehubungan dengan itu maka lembaga pendidikan harus bergeser untuk mengembangkan
kultur pembelajaran yang holistik termasuk mengembangkan visi pendidikan yang jelas,
konsisten, disertai dengan kepemimpinan yang dapat memberikan arah, memajukan keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran, mengembangkan masyarakat pembelajaran, mendorong
munculnya iklim belajar dimanapun juga, dan secara sadar mengembangkan proses sosialisasi
profesional baik di kalangan guru ataupun siswa.
Untuk itu dalam reformasi dua hal yang perlu dilakukan, yaitu: (a) mengidentifikasi atas
berbagai problem yang menghambat terlaksananya pendidikan, dan (b) merumuskan reformasi
yang bersifat strategik dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.
Sehingga dengan demikian maka, reformasi pendidikan yang diperlukan yaitu yang
bersifat menyeluruh dan mendasar, menyangkut dimensi cultural, fokasional politik-kebijakan,
teknis-operasional, dan dirnensi kontekstual.Selain itu reformasi pendidikan juga harus
menghindari upaya pencapaian hasil jangka pendek atau semu dengan paradigma pencapaian
hasil jangka panjang.
Untuk bisa mengikuti perkembangan zaman dengan baik, maka dari itu pendidikan masa
depan setidaknya memiliki ciri, sebagai berikut.
1. Peserta didik secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya.
2. Peserta didik secara aktif terlibat di dalam mengelola pengetahuannya.
3. Penguasaan materi dan juga mengembangkan karakter peserta didik (life-long
learning).
4. Penggunaan multimedia.
5. Guru sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan bersama dengan peserta didik.
6. Terpadu dan berkesinambungan.
7. Menekankan pada pengembangan pengethuan. Kesalahan menunjukkan proses
belajar dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar.
8. Iklim yang tercipta lebih bersifat kolaboratif, suportif, dan kooperatif.
9. Peserta didik dan guru belajar bersama dalam mengembangkan, konsep, dan
keterampilan.
10. Penekanan pada pencapaian target kompetensi dan keterampilan.
11. Pemanfaatan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar.
Untuk memantapkan ciri pendidikan masa depan yang diuraikan sebelumnya, maka dengan
demikian pendidikan masa depan harus mengarahkan pembelajarannya terfokus pada beberapa
keterampilan yang harus ditanamkan pada pebelajar. Keterampilan tersebut, antara lain:
1. Keterampilan Penelitian
2. Keterampilan Komunikasi
3. Keterampilan Berpikir
4. Keterampilan Sosial
5. Keterampilan Mengatur diri sendiri
6. Keterampilan Hidup
Sehingga pada akhir pembelajaran suatu jenjang pendidikan setiap pebelajar bisa menjadi
seperti yang diungkapkan oleh Ken Kay, President Partnership for 21st Century Skills, antara
lain :
• Pemikir yang kritis
• Seorang penyelesai masalah
• Seorang inovator
• Dapat berkomunikasi secara efektif
• Dapat berkolaborasi secara efektif
• Dapat mengarahkan diri sendiri
• Paham akan informasi dan media
• Paham dan sadar akan masalah global
• Memikirkan kepentingan umum
• Terampil dalam keuangan, ekonomi dan kewirausahaan
Menurut Dryden dan Jeannette (1999) bahwa maka ada 12 langkah utama mengubah
sistem pendidikan (menuju sistem sekolah masa depan), yaitu:
(1) Sekolah menjadi pusat somber daya masyarakat sepanjang hayat;
(2) Tanya dulu pelanggan anda;
(3) Jaminan kepuasan pelanggan;
(4) Layani semua ragam kecerdasan dan gaya belajar;
(5) Gunakan teknik pengajaran terbaik di dunia;
(6) Lihatlah sumber daya utama guru;
(7) Jadikan setiap orang guru dan sekaligus murid;
(8) Rencanakan kurikulum empat-bagian;
(9) Ubahlah sistem penilaian;
(10) Gunakan teknologi masa depan;
(11) Gunakan seluruh masyarakat sebagai sumber daya;
(12) Bagi semua orang hakmemilih.
Dengan demikian pendidikan akan membawa angin segar bagi seluruh umat manusia. Satu
hal yang perlu kita pahami melalui ungkapan McKenzie, yaitu “untuk mendidik dan
menghasilkan orang dewasa yang tidak sekedar menjadi penduduk dunia namun juga mencoba
untuk menciptakan dunia masa depan yang cocok untuk semua penduduknya”. Inilah sebenarnya
yang diharapkan. Mudahan apa yang diharapkan ini bisa terwujud dengan cepat.

1. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Locke, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704.
Teorinya dikenal dengan Tabula rasa, dengan istilah lain berarti batu tulis kosong atau lembaran
kosong (blank Slate/blank tablet) yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti
tempat putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh
lingkungan. John Locke berpendapat bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu
sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang baik dan ke arah
yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikan. Dalam hal ini, alamlah yang
membentuknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama
optimisme pedagogis. (Mohamad Samsudin, 2017) Dalam teori ini faktor bawaan dari orang tua
(faktor turunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan
lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan
berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik: sebagai faktor
luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan
bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan
membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan. Riyanto, 2014).
2. Aliran Nativisme
Istilah aliran Nativisme berasal dari kata “natives” yang artinya “terlahir”. Nativisme merupakan
sebuah doktrin filosofis yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap proses pemikiran
psikologis. Tokoh utama dalam aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1869), yaitu
seorang filosofis Jerman. Jenis aliran ini identik dengan pesimistis di mana memandang segala
sesuatu dengan “kaca mata hitam”. (Niken Ristianah, 2021) Aliran ini berpendapat bahwa;
“perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak
lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan hasil
perkembangannya”. Menurut jenis aliran nativisme ini pendidikan tidak dapat mengubah sifat-
sifat pembawaan. Dengan demikian dapat ditegaskan pandangan nativisme bahwa
perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan
pendidikan tidak V o l . 3 N o . 2 T a h u n 2 0 2 2 | 170 berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu
pendidikan, pandangan seperti ini disebut "pesimisme pedagogis". Aliran nativisme bertolak dari
"Leibnitzian Tradition" yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Dalam individu terdapat suatu inti pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri,
mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang sudah
menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas Hasil
perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan diperoleh sejak kelahiran. (Ridha, 2018)
Merujuk dari uraian dan penjabaran berbagai teori terkait maka, dapat kita pahami secara
sederhana bahwa pandangan aliran nativisme menekankan pada faktor-faktor yang di bawa
manusia sejak lahir, dan potensi sejak lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya
peserta didik.
3. Aliran Naturalisme
Aliran ini di pelopori oleh seorang filosof Prancis Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Berbeda
dengan nativisme, naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan baik, dan tidak satu pun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil
perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang di terimanya atau yang
mempengaruhinya. V o l . 3 N o . 2 T a h u n 2 0 2 2 | 171 “Jika pengaruh itu baik maka akan
baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu buruk, akan buruk pula hasilnya”. (Arifin, 2016)
Pandangan naturalisme tidak memandang penting pendidikan, aliran ini juga disebut
"negativisme", karena berpendapat pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam,
dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Rouseau dengan gigihnya mengajak agar kembali
ke alam (nature), yang baik itu (back to nature), dengan menjauhkan anak dari lingkungan
kebudayaan. la ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat
buat (artificial), sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak lahir dapat
tampak secara spontan dan bebas.
4. Aliran konvergensi
Tokoh aliran konvergensi adalah Wiliam Stern, seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran
Nativisme dan Empirisme. Wiliam menyebutkan bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya
membentuk perkembangan manusia. Implikasi terhadap pendidikan bahwa dalam pelaksanaan
pendidikan, kedua momen pembawaan dan lingkungan hendaknya mendapat perhatian
seimbang. Dalam perkembangan manusia, pendidikan berperan penting, tetapi seorang
pendidik tidak pada tempatnya dengan bangga menunjukkan: “Inilah hasil didikan saya”.
Ungkapan tersebut bila ditelaah tergantung pula dari situasi saat pendidikan itu berlangsung,
dari cara anak menerimanya atau menolaknya, dari bakat dan kemampuan yang ada di anak,
sulit ditentukan mana hasil didikan, mana penjabaran bakat dan bawaan. (Ningsih, 2009) Aliran
konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di atas, aliran ini menggabungkan
pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam
perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor
yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar dalam menentukan masa depan
seseorang. Aliran konvergensi mengatakan bahwa “pertumbuhan dan perkembangan manusia
itu adalah tergantung pada dua faktor”, yaitu; faktor bakat/pembawaan; faktor lingkungan,
pengalaman/pendidikan. Inilah yang di sebut teori konvergensi. (convergentie = penyatuan
hasil, kerja sama mencapai satu hasil. Konvergeren = menuju atau berkumpul pada satu titik
pertemuan). (Niken, 2021) Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki
bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh
lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.

Anda mungkin juga menyukai