Anda di halaman 1dari 5

Role Stress - Dimensi, Penyebab, Bentuk dan Dampak

kajianpustaka.com/2023/08/role-stress.html

Oleh Muchlisin Riadi Agustus 07, 2023

Role stress atau tekanan peran adalah suatu kondisi yang dialami seseorang khususnya pekerja atau
karyawan, dimana terjadi perbedaan antara persepsi atau harapan individu dengan karakteristik peran
tertentu, yang mana harapan-harapan tersebut dapat berbenturan, tidak jelas atau menyulitkan. Role
stress biasanya terkait perilaku seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam suatu unit sosial. Role
stress dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, tidak
bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

Role stress merupakan kondisi dimana seseorang mengalami tekanan saat menjalani pekerjaannya.
Role stress diakibatkan oleh dua variabel, yaitu adanya konflik peran dan ambiguitas peran di lingkungan
pekerjaan. Hal itu akan membuat seseorang mengalami suatu ketegangan dan penurunan kepuasan
kerja yang mempengaruhi proses berpikir, sehingga tugas yang dijalankan terasa terlalu berat. Peranan
yang dijalankan seseorang terkadang memiliki harapan yang berbeda yang dipengaruhi oleh harapan
orang lain, yang mana harapan-harapan tersebut dapat berbenturan, tidak jelas dan menyulitkan peranan
seseorang.

Role stress juga didefinisikan sebagai suatu situasi dimana pengaruh interaksi seseorang yang
menyebabkan adanya perubahan psikologis dan kondisi fisiologis, sehingga orang tersebut dipaksa
melakukan penyimpangan dari fungsi normal. Tekanan peran umumnya dikaitkan dengan kondisi
organisasi dan dengan tempat dan posisi individu di dalam organisasi. Role stress timbul akibat
kepuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaannya. Prestasi kerja karyawan yang mengalami role stress
pada umumnya akan menurun karena mereka mengalami ketegangan pikiran.
Pengertian Role Stress 
Berikut definisi dan pengertian role stress atau tekanan peran dari beberapa sumber buku dan referensi: 

Menurut Agustina (2009), role stress adalah suatu kondisi dimana setiap peranan seseorang
memiliki harapan yang berbeda yang dipengaruhi oleh harapan orang lain, yang mana harapan-
harapan tersebut dapat berbenturan, tidak jelas dan menyulitkan peranan seseorang, sehingga
peranan seseorang menjadi samar-samar, sulit, bertentangan atau tidak mungkin untuk bertemu.
Menurut Sopiah (2008), role stress adalah kondisi dimana seseorang mengalami kesulitan dalam
memahami apa yang menjadi tugasnya, peran yang dia mainkan terasa terlalu berat pada tempat
mereka bekerja. 
Menurut Mangkunegara (2005), role stress adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan
yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Role stress ini dapat menimbulkan emosi
tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa
rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan. 
Menurut Robbins dan Judge (2013), role stress adalah sumber-sumber stress (tekanan) yang
berkaitan dengan pengharapan atas pola perilaku seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam
suatu unit sosial. Tekanan peran umumnya dikaitkan dengan kondisi organisasi dan dengan tempat
dan posisi individu di dalam organisasi. 
Menurut Lambert dan Lambert (2001), role stress adalah konsekuensi dari perbedaan antara
persepsi individu dari karakteristik peran tertentu dengan apa yang sebenarnya telah dicapai oleh
individu saat ini ketika sedang melakukan peran spesifik.

Dimensi Role Stress 


Tekanan peran atau role stress biasanya terjadi pada kondisi organisasi dan posisi individu di dalam
organisasi. Terdapat beberapa aspek yang menjadi faktor penyebab role stress pada organisasi, antara
lain yaitu sebagai berikut:

a. Konflik Peran (Role Conflict) 

Role conflict atau konflik peran adalah ketidaksesuaian antara berbagai macam kewajiban yang dihadapi
seseorang atas peran yang dimiliki. Konflik peran terjadi ketika pesan dan petunjuk mengenai suatu
peran adalah jelas, tetapi berkontradiksi atau saling eksklusif. Konflik peran dihadapi oleh seorang
karyawan jika dua perangkat harapan atau lebih berlawanan satu sama lain. Apabila orang lain memiliki
persepsi atau harapan yang berbeda tentang peran seseorang, orang itu cenderung mengalami konflik
peran (role conflict), karena sukar memenuhi suatu harapan tanpa menolak harapan lain.

Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang mungkin sulit untuk dipenuhi. Tuntutan peran
berhubungan dengan tekanan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang ia jalankan
dalam organisasi. Suatu konflik akan timbul dari mekanisme pengendalian birokratis organisasi ketika
tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian professional. Kondisi tersebut biasanya
karena adanya dua perintah yang berbeda yang diterima secara bersamaan dan pelaksanaan salah satu
perintah saja akan mengakibatkan terabai-nya perintah yang lain.
b. Ketidakjelasan Peran (Role Ambiguity) 
Role ambiguity atau ketidakjelasan peran adalah ketidakpastian tentang apa yang diharapkan dilakukan
pada pekerjaan. Role ambiguity terjadi karena kurangnya informasi mengenai kekuasaan, wewenang
dan tugas untuk melakukan peran seseorang. Ketika karyawan tidak memiliki informasi tentang
persyaratan peran mereka, bagaimana memenuhi persyaratan peran tersebut, dan proses evaluasi untuk
memastikan peran berhasil dilakukan, ambiguitas peran akan terjadi.

Ketidakjelasan peran adalah kurangnya pemahaman atas hak-hak dan kewajiban seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan sehingga menjadi bingung dan menjadi tidak yakin. Seperti halnya pada konflik
peran, ketidakjelasan peran cenderung menyebabkan timbulnya ketegangan dan perilaku menyesuaikan
diri. Keterangan menyangkut hal-hal yang diharapkan untuk mereka lakukan dan hal-hal yang tidak harus
mereka lakukan, diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Ketidakjelasan peran adalah kurangnya informasi atau tidakjelasnya informasi atas peran yang dituntut-
kan kepada mereka seperti persyaratan atau harapan yang seperti apa yang dibebankan kepada
mereka, bagaimana cara menjalankan persyaratan perannya dan bagaimana persyaratan tersebut
dievaluasi. Ketidakjelasan peran meliputi tidak cukupnya informasi yang dimiliki serta tidak adanya arah
dan kebijakan yang jelas, ketidakpastian tentang otoritas, kewajiban dan hubungan dengan lainnya, dan
ketidakpastian sanksi dan ganjaran terhadap perilaku yang dilakukan.

c. Kelebihan Peran 
Kelebihan peran terjadi ketika ekspektasi untuk peran tersebut melampaui kemampuan individual.
Kelebihan peran yaitu beban yang terlalu banyak untuk dikerjakan atau tidak cukup waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan. Individu merasa kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan, karena standar yang terlalu tinggi.

Beban kerja merupakan stressor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi karena para pegawai
merasa beban kerjanya banyak. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga
kerjanya dan melakukan restrukturisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak
tugas dan sedikit waktu serta sumber daya untuk menyelesaikannya. Kelebihan beban kerja merupakan
bagian dari konsep beban kerja secara keseluruhan.

Faktor Penyebab Role Stress 


Menurut Anatan dan Ellitan (2007), terdapat empat faktor yang dianggap sebagai penyebab role stress,
yaitu sebagai berikut: 

1. Extra organizational stresor. Merupakan penyebab stres dari luar organisasi yang meliputi
perubahan sosial dan teknologi yang berakibatkan adanya perubahan gaya hidup masyarakat,
perubahan ekonomi dan finansial yang mempengaruhi pola kerja seseorang, kondisi masyarakat,
serta kondisi keluarga.
2. Organizational stresor. Merupakan penyebab stres dari dalam organisasi yang meliputi kondisi
kebijakan dan strategi administrasi, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, serta kondisi
lingkungan kerja. 
3. Group stresor. Merupakan penyebab stres dari kelompok dalam organisasi yang timbul akibat
kurangnya kesatuan dalam melaksanakan tugas, kurangnya dukungan dari atasan, serta
munculnya konflik antar personal, interpersonal, dan antar kelompok. 
4. Individual stresor. Merupakan penyebab stres dari dalam diri individu yang muncul akibat konflik
dan ambiguitas peran, beban kerja yang terlalu berat, serta kurangnya pengawasan dari pihak
perusahaan.

Bentuk Role Stress 


Menurut Tamaela (2011), terdapat beberapa bentuk role stress yang terjadi pada karyawan, yaitu sebagai
berikut: 

1. Quantitative overload. Merupakan kelebihan beban kerja diakibatkan oleh banyak tugas-tugas
atau pekerjaan yang dikerjakan dengan waktu yang dapat dikatakan terbatas. Dikatakan overload
secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut.
Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam tekanan tinggi. 
2. Qualitative overload. Merupakan kelebihan beban kerja diakibatkan adanya ketidaksesuaian
antara kemampuan yang dimiliki dengan beban kerja yang mereka terima. Overload secara
kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan
karyawan. 
3. Quantitative underload. Quantitative underload akan terjadi bila secara kuantitatif tuntutan mental
pada tugas jarang terjadi. Beban kerja yang kurang atau underload diakibatkan waktu yang
dibutuhkan kurang dari waktu yang ditentukan. 
4. Qualitative underload. Qualitative underload akan terjadi bila secara kuantitatif tuntutan tugas
yang ada hanya sederhana.

Reaksi Terhadap Role Stress 


Menurut Sarafino (2006), terdapat fase-fase yang dialami seseorang dalam menghadapi role stress yang
biasa disebut dengan Adaptation Syndrome (GAS). Fase tersebut terdiri atas rangkaian tahapan reaksi
fisiologis terhadap role stress. Adapun penjelasan dari fase-fase tersebut adalah sebagai berikut: 

1. Fase reaksi yang mengejutkan (alarm reaction). Pada fase ini individu secara fisiologis
merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka
pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang
terkena role stress. 
2. Fase perlawanan (Stage of Resistence). Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan
pada role stress, sebab pada tingkat tertentu, role stress akan membahayakan. Tubuh dapat
mengalami disfungsi, bila role stress dibiarkan berlarut- larut. Selama masa perlawanan tersebut,
tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras. 
3. Fase Keletihan (Stage of Exhaustion). Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan
perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat
menyerang bagian–bagian tubuh yang lemah.
Dampak Role Stress 
Terdapat beberapa dampak yang terjadi pada karyawan akibat mengalami role stress di organisasi
tempatnya bekerja, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Subjektif, berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresif, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan,
frustrasi, kehilangan kendali dan emosi, penghargaan diri yang rendah dan gugup, dan kesepian. 
2. Perilaku, berupa mudah mendapatkan kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat,
luapan emosional, makan atau merokok berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup. 
3. Kognitif, berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi
rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental. 
4. Fisiologis, berupa kandungan gula darah meningkat, denyut jantung, tekanan darah meningkat,
mulut kering, berkeringat, bola mata melebar dan demam. 
5. Organisasi, berupa angka absensi, omset, produktivitas yang rendah, terasing dari mitra kerja,
serta komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

Mengelola Role Stress 


Role stress pada tingkat tertentu diperlukan karyawan untuk pengembangan motivasi, perubahan, dan
pertumbuhan. Sehingga pada saat tingkat role stress tertentu dapat menunjukkan bahwa karyawan
tersebut mampu mengatasi serta beradaptasi dengan baik terhadap role stress. Menurut Sunyoto (2012),
terdapat dua cara yang dilakukan untuk mengelola role stress, yaitu sebagai berikut:

1. Pendekatan individu. Strategi yang dapat digunakan oleh karyawan dalam mengatasi stres adalah
melalui pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. 
2. Pendekatan organisasi. Strategi yang dapat digunakan oleh manajemen suatu organisasi dalam
mengatasi stres pada karyawan-nya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan,
redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program
kesejahteraan.

Anda mungkin juga menyukai