Silvikultur
PERBANYAKAN TANAMAN
SECARA VEGETATIF (STEK BATANG)
OLEH:
NAMA : MARULI SIANIPAR L
NIM : M031211001
KELAS/KLP : SILVIKULTUR C/20
ASISTEN : BUNGA LINO
SAMPUL ............................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan dan Kegunaan..............................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Deskripsi Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus)...............................3
2.2 Perbanyakan Vegetatif.............................................................................4
2.3 Jenis dan Teknik Stek .............................................................................6
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stek................................................10
2.5 Zat Pengatur Tumbuh .............................................................................16
III. METODE PRAKTIKUM...........................................................................18
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................18
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................18
3.3 Prosedur Kerja.........................................................................................18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................20
4.1 Hasil.........................................................................................................20
4.1.1 Diagram Diameter...........................................................................20
4.1.2 Diagram Panjang Tunas...................................................................20
4.1.3 Diagram Jumlah Daun.....................................................................20
4.2 Pembahasan.............................................................................................21
V. PENUTUP.....................................................................................................23
5.1 Kesimpulan..............................................................................................23
5.2 Saran........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................24
LAMPIRAN.........................................................................................................26
ii
I. PENDAHULUAN
Silvika merupakan Ilmu yang mempelajari tentang sejarah hidup serta ciri ciri
umum pohon-pohon hutan dan tegakan dengan penekanan pada faktor-faktor
lingkungan tempat tumbuh setempat. Ilmu ini mendalami tentang sejarah hidup
masing-masing jenis pohon, bagaimana pohon tumbuh dan bagaimana bereaksi
terhadap lingkungan tempat tumbuhnya serta bagaimana faktor lingkungan
berpengaruh terhadap aktivitas fisiologis dalam pertumbuhan pohon. Faktor
lingkungan tempat tumbuh memiliki unsur spesifik yang berpengaruh terhadap
aktivitas fisiologis pertumbuhan pohon yaitu faktor iklim, tanah, fisiografis, dan
biotis. Oleh karena itu, ruang lingkup Silviks mempelajari bagaimana pohon
tumbuh, berkembang dan berproduksi serta bagaimana bereaksi terhadap
lingkungan tertentu dan bagaimana lingkungan tempat tumbuh dapat
memengaruhi aktivitas fisiologis pertumbuhan pohon dan tumbuhan lainnya.
Pengetahuan Silviks menyangkut tentang kebutuhan dan kesesuaian setiap spesies
sebagai individu terhadap faktor lingkungan spesifik (Paembonan, 2020).
Perbanyakan tanaman secara tidak kawin atau aseksual merupakan dasar
perbanyakan vegetatif suatu tanaman yang membatasi adanya variasi genetik pada
hasilnya atau turunannya. Perbanyakan vegetatif dapat mengabadikan individu
tanaman tanpa mengalami perubahan bahan genetik pada generasinya hingga
sampai beberapa tahun ke depan. Jadi turunan (progeny atau offspring) akan
identik dengan tanaman induknya. Atau dikenal sebagai klon (Setyayudi, dkk.,
2017).
Oleh karena itu, kita perlu mengetahui bagaimana cara perbanyakan secara
vegetatif terkhususnya pada stek batang. Maka diperlukan praktek atau sebuah
praktikum yang dapat membantu kita dalam memahami perbanyakan secara
vegetatif itu sendiri. Kegiatan praktikum merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh mahasiswa sebagai pengaplikasian teori yang didapatkan di dalam
kelas. Pengamatan yang dilakukan di lapangan dalam rangka sebuah praktikum,
akan membantu kita untuk mengetahui dan memahami perbanyakan secara
vegetatif.
1
1.2 Tujuan dan Kegunaan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pohon sukun berasal dari kawasan Oceania, yaitu daerah yang terbentang dari
bagian timur Indonesia hingga bagian barat Amerika. Kawasan Oceania meliputi
beberapa wilayah berikut ini:
Melanesia (kepulauan Maluku, Papua, hingga Fiji)
Micronesia (Mariana, Palau hingga Kiribati)
Polynesia (Hawaii, Selandia Baru hingga ke Easter Island)
Buah sukun telah menjadi sumber makanan yang dimanfaatkan oleh orang-
orang Oceania sejak 3000 tahun yang lalu. Pada tahun 1500-an, buah sukun mulai
dikenal dan menyebar di berbagai penjuru dunia. Catatan penjelajah Eropa
menyampaikan bahwa pada awal abad ke-17 penjelajah asal Spanyol membawah
buah sukun ke Guam dan Filipina. Kemudian pada akhir abad ke-17, buah sukun
ditemukan dan disebarkan ke daerah Hindia Barat oleh penjelajah Inggris,
meliputi wilayah Guyana, Haiti dan Kepulauan Karibia. Selanjutnya pada akhir
abad ke-18, penjelajah Perancis membawah tanaman sukun ke Jawa dan
Mauritius, Afrika (Humami, dkk., 2020).
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg adalah nama ilmiah tumbuhan sukun.
Tanaman ini masuk dalam golongan suku Moraceae dari marga Artocarpus.
Marga Artocarpos terdiri dari 60 spesies tanaman, termasuk pula buah nangka,
kluwih dan cempedak. Penyebutan buah sukun terkadang juga diberikan untuk
buah yang berasal dari tanaman Artocarpus camansi dan Artocarpus
mariannensis.
Kingdom Plantae
3
Super Divisi Embryophyta
Divisi Tracheophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Rosales
Famili Moraceae
4
Selain itu, jika sukun tumbuh di daerah dengan rata-rata suhu diatas 40°C atau
dibawah 5°C, maka tidak akan berbunga. Pohon sukun adalah jenis tumbuhan
yang dapat berkembang cepat, yakni sekitar 0,5 hingga 1,5 meter per tahun.
Pohon sukun mulai berbuah ketika telah berumur 3 hingga 5 tahun dan akan terus
produktif selama berpuluh-puluh tahun. Jika dihitung, satu pohon sukun dapat
menghasil 160 hingga 500 kg buah sukun setiap tahunnya. Buah sukun memasuki
fase kematangan pada usia 15 hingga 19 minggu (Dwiyani, 2015).
Buah sukun mengandung niasin, vitamin C, riboflavin, karbohidrat, kalium,
thiamin, natrium, kalsium, dan besi . Pada kulit kayunya ditemukan senyawa
turunan flavanoid yang terprenilasi, yaitu artonol B dan
sikloartobilosanton. Kedua senyawa terebut telah diisolasi dan diuji bioaktivitas
antimitotiknya pada cdc2 kinase dan cdc25 kinase. Kayu yang dihasilkan dari
tanaman sukun bersih dan berwarna kuning, baik untuk digergaji menjadi papan
kotak, dapat digunakan sebagai bahan bangunan meskipun tidak begitu baik. Kulit
kayunya digunakan sebagai salah satu bagian minuman di Ambon kepada wanita
setelah melahirkan Flavanoid adalah senyawa polifenol yang secara umum
memiliki struktur phenylbenzopyrone (C6-C3-C6). Flavanoid dan derivatnya
terbukti memiliki aktivitas biologis yang cukup tinggi sebagai pencegah
kanker. Berbagai data dari studi laboratorium, investigasi epidemiologi, dan uji
klinik pada manusia telah menunjukkan bahwa Flavanoid memberikan efek
signifikan sebagai kemoprevensi kanker dan pada kemoterapi (Yuskianti, dkk.,
2019).
5
susunan kimianya dan lain sebainya. Dengan cara lain, bila tunas dari Baldwin
apple tersebut disambungkan pada batang bawah apel lain, pohon yang tumbuh
dari tunas tersebut akan mempunyai sifat yang serupa dengan Baldwin apple yang
telah diambil tunasnya (Wiraatmaja, 2017).
Banyak cara pembiakan vegetatif yang bias dilakukan, dan pemilihan dari
macam cara tersebut tergantung pada tanamannya dan tujuan pembiakan. Cara-
cara pembiakan vegetatif (Wiraatmaja, 2017):
1. Secara alami
(a) Penggunaan biji apomiktik. Apomiksis adalah substitusi dari
perbanyakan secara kawin oleh perbanyakan tak kawin dimana dalam
proses ini tak mengalami persatuan inti sel, atau dapat pula diartikan
sebagai perkembangan biji tanpa proses kawin yang sempurna, sehinga
hasil apomiksis ini akan merupakan suatu bentuk vegetatif.
(b) Penggunaan bagian-bagian khusus tanaman. Selain dengan penggunaan
biji apomiktik, perbanyakan alamiah dari banyak tanaman dicapai dengan
menggunakan bagian-bagian khusus tanaman. Bagian-bagian khusus
tersebut berupa perubahan batang atau akar (bulb, corn, runner, rhizome,
tuber, offset, dan fleshyroot) yang sering kali berbentuk sebagai alat
penyimpan makanan dalam tanah.
2. Secara buatan
(a) Stimulasi akar dan tunas adventif. Agar bagian vegetatif tanaman mampu
berkembang menjadi suatu tanaman yang sempurna stimulasi buatan dari
akar dan tunas adventif perlu dilakukan. Layerage atau bumbun adalah
stimulasi akar/tunas baru tersebut dilakukan pada saat bagian vegetatif
masih bersatu dengan tanaman. Sedangkan bila stimulasi dilakukan
setelah bagian vegetatif dipisahkan dari tanaman asalnya disebut Cuttage
atau setek
(b) Penyambungan tanaman. Penyambungan tanaman merupakan suatu
tindakan memasukkan, menempatkan atau menyambung bagian dari satu
tanaman ke bagian tanaman lain sedemikian rupa sehingga akan tercapai
persenyawaan, dan kombinasi ini terus tumbuh membentuk tanaman
baru.
6
Pada zaman dahulu, kayu angsana merupakan salah satu kayu yang digemari
penduduk Indonesia, baik karena kualitas kayunya, keindahan motifnya, maupun
karena ukurannya yang besar. Namun, sekarang karena telah hampir punah di
alam, kini Indonesia praktis tidak lagi menghasilkan kayu ini dalam tingkat yang
berarti secara ekonomi. Oleh karena itu, budidaya pohon angsana perlu dilakukan
melalui perbanyakan secara vegetatif, salah satunya dengan stek batang dari
tanaman induk yang berkualitas yang selanjutnya ditambahkan zat tumbuh yang
efektif (ZPT) sehingga dapat hidup dan tumbuh dengan cepat, yang akhirnya
dapat tersedia bibit untuk berbagai kegiatan penanaman (Zamrun, 2021).
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan bibit pohon angsana yang banyak
dalam waktu yang singkat maka perlu dilakukan usaha, salah satunya yakni
dengan cara vegetatif yakni dengan stek. Adapun perbanyakan secara vegetatif
dapat dilakukan antara lain dengan stek cabang, stek batang, dan stek akar. Stek
adalah cara perbanyakan tanaman menggunakan potongan tubuh tanaman (akar,
daun, dan batang). Bagian pohon angsana yang dapat digunakan untuk bahan stek
di antaranya adalah stek cabang. Perbanyakan secara stek merupakan cara yang
paling cepat dan mudah untuk memperbanyak tanaman sesuai genetiknya
dibandingkan dengan biji. Salah satu keberhasilan stek dalam membentuk akar
dan tunas bergantung pada kandungan hormon di dalam tanaman itu sendiri. Jika
hormon endogen dalam tanaman tidak ada, maka perlu diberi zat pengatur tumbuh
atau hormon eksogen (Zamrun, 2021).
Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) pada stek dapat mendorong dan
mempercepat pembentukan akar, merangsang pembentukan tunas baru, serta
meningkatkan jumlah dan kualitas tunas maupun akar. Keuntungan memakai ZPT
atau perangsang pertumbuhan, antara lain memperbaiki sistem perakaran dan
mempercepat keluarnya akar bagi tanaman muda (bibit), mencegah gugur daun,
bunga dan buah (Zamrun, 2021).
7
Stek merupakan teknik perbanyakan tanaman hortikultura yang sangat luas
digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Banyak tanaman hortikultura dapat
diperbanyak dengan mudah bila menggunakan teknik stek. Sehingga penyetekan
dipilih sebagai teknik perbanyakan vegetatif tanaman hortikultura karena
menawarkan beberapa keuntungan. Keuntungan yang selain disebutkan di atas,
stek juga memiliki keuntungan lainnya seperti sebagai berikut ini (B. Santoso,
2018):
1) Diperoleh tanaman yang memiliki karakter identik dengan pohon induknya.
Karena itu, penyetekan dapat dikatakan sebagai suatu teknik perbanyakan
klon (cloning) suatu jenis tanaman hortikultura terpilih, 34 Pembiakan
Vegetatif dalam Hortikultura.
2) Penyediaan tanaman akan lebih cepat. Umumnya tanaman yang berasal dari
perbanyakan stek akan lebih cepat mencapai periode maturity (matang atau
dewasa) sehingga lebih cepat menghasilkan organ generatif seperti bunga
maupun buah,
3) Beberapa jenis tanaman hortikultura sulit diperbanyak dengan menggunakan
teknik pembiakan vegetatif lainnya seperti cangkok, sambungan, dan
tempelan. Namun dapat diperbanyak dengan teknik penyetekan,
4) Penyetekan sangat praktis dan ekonomis karena diperlukan ruangan atau areal
lahan yang relatif kecil untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak,
5) Tidak merusak tanaman induk karena dari satu potongan cabang atau ranting
diperoleh sejumlah besar potongan stek. Hal ini, yang membedakan
penyetekan dengan pencangkokan. Dari satu cabang yang dilengkapi
beberapa ranting hanya dapat digunakan sebagai satu bahan cangkokan.
Namun pada penyetekan, dari bahan yang sama tersebut dapat diperoleh
bahan stek dalam jumlah banyak.
Bagian tanaman terutama bagian vegetatifnya seperti batang, daun, dan akar
dapat dipotong (dipisahkan) dari tanaman induknya dan bagian potongan tersebut
dapat membentuk akar dan kemudian tunas pada kondisi lingkungan yang
mendukung untuk terjadinya regenerasi tersebut. Oleh karena itu, terdapat
bermacam stek yang dapat dipilih untuk memperbanyak suatu tanaman. Pemilihan
satu atau dua macam stek sebagai bahan perbanyakan sangat tergantung pada
8
kemampuan organ ataupun jaringan tanaman bersangkutan untuk dapat
beregenerasi (B. Santoso, 2018).
Menurut Anam (2019), ada 3 jenis stek yaitu sebagai berikut:
1. Stek Batang
Stek batang dapat diambil dan diakarkan hampir setiap saat selama masa
pertumbuhan aktif tanaman induk. Stek batang dilakukan di mana sepotong
batang adalah bagian yang terkubur di dalam tanah, termasuk setidaknya satu
ruas daun. Stek kemudian mampu menghasilkan akar baru. Stek batang
paling sering digunakan untuk memperbanyak tanaman hias, tetapi ada
banyak tanaman kebun yang bisa perbanyak menggunakan metode ini.
Berikut cara melakukan stek batang:
a) Pilih batang yang paling sehat untuk dipotong, sebaiknya yang tidak
memiliki tunas.
b) Ambil stek batang (3-6 inci tergantung ukuran tanaman), daun dicabut dari
bawah, (biarkan daun menempel di bagian atas).
c) Tempatkan batang di kompos bibit yang baik di pot atau wadah sampai
akar telah berkembang.
d) Sebagian besar tanaman tidak akan berakar dengan baik di bawah sinar
matahari penuh, jadi tempatkan stek di lokasi di mana mereka akan
menerima rasio naungan 50/50 terhadap sinar matahari.
e) Periksa stek setiap dua minggu, perhatikan pertumbuhan daun baru dan
perkembangan akar.
2. Stek Akar
Stek akar adalah stek di mana bagian akar ditanam tepat di bawah
permukaan tanah, dan menghasilkan tunas baru. Beberapa tanaman dapat
diperbanyak dari bagian akar. Stek akar tanaman berkayu biasanya diambil
dari tanaman selama musim dorman, ketika kadar karbohidrat tinggi. Stek
akar beberapa spesies menghasilkan tunas baru, yang kemudian membentuk
sistem akarnya sendiri, sedangkan stek akar tanaman lain mengembangkan
sistem akar sebelum menghasilkan tunas baru.
Berikut cara stek akar:
9
a) Ambil akar yang berukuran kecil (1 cm), biasanya di ambil akar yang lebih
besar.
b) Akar yang di ambil di potong sekitas 10 cm (harus memperhatikan posisi
akar atas dan bawah) agar pada saat tanam,tanaman tidak terbalik.
c) Akar yang di potong tadi kemudian di bersihkan.
d) Rendam dengan menggunakan ZPT.
e) Potongan-potongan akar kemudian ditanam dalam pot, yang berisi media
tanah, disiram, kemudian pot tersebut di singkup dengan plastik
transparan, menggunakan bantuan bambu dan tali rafia. Singkup plastik di
berikan untuk menjaga kelembaban dan merangsang pertumbuhan tunas
pada akar yang di stek.
f) Tunas akan muncul setelah 28 hari dari waktu tanam.
3. Stek Daun
Stek daun adalah stek di mana di mana daun ditempatkan di tanah yang
lembab. Ini harus mengembangkan batang baru dan akar baru. Beberapa daun
akan menghasilkan satu tanaman di pangkal daun. Pada beberapa spesies,
beberapa tanaman baru dapat diproduksi di banyak tempat pada satu daun,
dan ini dapat diinduksi dengan memotong urat daun. Metode stek daun
umumnya digunakan pada sukulen. Beberapa, tetapi tidak semua, tanaman
dapat diperbanyak hanya dari daun atau bagian daun. Karena stek daun tidak
termasuk tunas ketiak, stek hanya dapat digunakan untuk tanaman yang
mampu membentuk tunas adventif. Stek daun digunakan hampir secara
eksklusif untuk menyebarkan beberapa tanaman dalam ruangan. Ada
beberapa jenis stek daun. Jenis yang dipilih untuk digunakan sebagai metode
perbanyakan tergantung pada jenis dan jumlah bahan tanaman yang tersedia.
Berikut cara stek daun:
a) Pilih tanaman dengan tunas yang berkembang dengan baik.
b) Potong batang menjadi beberapa bagian sehingga setiap pemotongan
memiliki batang pendek, daun dan kuncup.
c) Belah batang menjadi dua jika daunnya berseberangan.
d) Celupkan pangkal stek ke dalam bubuk atau gel hormon perakaran.
10
e) Tanam dalam campuran pot dengan kuncup tepat di bawah permukaan.
f) Tempatkan mereka di unit kabut dengan panas bawah atau dalam kantong
plastik di tempat teduh yang hangat.
Metode perbanyakan dengan cara stek merupakan perbanyakan yang
dilakukan dengan memotong bagian tumbuhan untuk ditumbuhkan menjadi
tanaman baru. Pemotongan yang dilakukan untuk stek memiliki model yang
berbeda salah satunya dengan menggunakan jenis pemotongan miring yang
berfungsi untuk memperluas penampang sebagai tempat tumbuh akar. Adapun
tujuan perbanyakan tanaman melalui stek yaitu untuk memperoleh persen tumbuh
tanaman yang tinggi, adanya peningkatan sistem pertumbuhan perakaran serta
bibit tanaman yang ditanam lebih mampu dan cepat beradaptasi dengan
lingkungan (Faizin, 2016).
Pemotongan dengan ketinggian yang berbeda pada stek secara signifikan
dapat mempengaruhi parameter akar yang mencakup jumlah dan panjang akar
dimana efek interaksi yang terjadi antara posisi dan hormon dapat mempengaruhi
peningkatan jumlah akar. Posisi ketinggian bahan stek yang berbeda salah satunya
terdapat pada tunas akar, pada bagian ini terdapat hormon auksin yang terletak
pada ujung akar dan tunas. Posisi ketinggian atau pemotongan dari bahan stek
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan biakan stek. Beberapa jenis tanaman
menunjukkan bahwa bahan stek yang berasal dari tunas plaghiothrop (tumbuh
menyamping) ketika tumbuh di lapangan pertumbuhannya juga akan menyamping
(Faizin, 2016).
Agar bibit stek dapat tumbuh tegak dan mengalami pertumbuhan dengan
cepat di lapangan, maka hendaknya bahan stek berasal dari batang atau tunas
orthotrop yang diperoleh dari pohon donor atau pohon indukan yang berkualitas
baik, untuk menghasilkan bahan stek yang baik dengan jumlah banyak dan
berkesinambungan diperlukan adanya kebun pangkas yang dikelola dengan teknik
tertentu. Pemotongan yang dilakukan semakin kebawah mendekati leher akar,
maka akan pula menghasilkan tunas yang lebih juvenil dan meristematik sehingga
meningkatkan produksi bahan stek. Parameter ukuran tunas, semakin tinggi kebun
pangkas maka tunas yang dihasilkan semakin pendek disebabkan karena dengan
11
sedikitnya jumlah tunas maka sari makanan yang diperoleh dari tanah digunakan
untuk pertumbuhan tunas yang lebih sedikit (Hani, 2020).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stek
12
c. Adanya tunas atau daun pada bahan stek. Tunas dan daun merupakan
sumber zat pengatur tumbuh seperti auksin. yang dapat merangsang
pembentukan akar stek. Karena itu, keberadaan tunas ataupun daun pada
bahan stek sangat menguntungkan dan berpengaruh baik terhadap
pembentukan akar. Karbohidrat yang dihasilkan oleh daun sebagai bentuk
hasil fotosintesis secara langsung mempengaruhi proses pembentukan akar
stek. Selain karbohidrat, daun juga memproduksi auksin (terutama pada
bagian pucuk) yang kemudian ditransportasikan ke arah dasar stek. Auksin
ini kemudian ikut terlibat bersama-sama hasil fotosintesis lainnya dalam
pembelahan sel dan pembentukan kalus serta inisiasi akar. Akan tetapi,
bilamana daun terlalu banyak maka transpirasi akan berjalan cepat yang
pada akhirnya bahan stek akan layu sebelum membentuk akar. Hal ini
dapat dihindari dengan cara pemotongan sebagian daun yang ada pada
bahan stek.
d. Fotosintat yang terkandung dalam bahan stek. Fotosintat atau sering juga
disebut bahan makanan terutama karbohidrat dan nitrogen yang ada pada
bahan stek sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas stek.
Umumnya nitrogen mendukung pembentukan akar. Namun pada
konsentrasi yang tinggi, nitrogen akan menghambat pembentukan akar.
Perimbangan yang baik antara karbohidrat dan nitrogen diperlukan untuk
mengarahkan pertumbuhan stek. Bilamana perimbangan karbohidrat dan
nitrogen rendah, akan merangsang pembentukan tunas yang baik dan kuat
tetapi perakarannya lemah karena jumlah akar yang terbentuk sedikit.
Sebaliknya, bilamana perimbangan karbohidrat dan nitrogen tinggi, akan
merangsang pembentukan akar yang lebih banyak namun tunasnya lemah.
e. Pembentukan kalus Pada kebanyakan jenis tanaman hortikultura,
pembentukan kalus mendahului pembentukan akar. Tetapi tidak berarti
dengan adanya pembentukan kalus merupakan tanda stek akan berhasil
membentuk akar. Sebagian bahan stek akan mudah berakar tanpa
didahului oleh pembentukan kalus. Pembentukan akar pada stek tidak
tergantung hanya pada pembentukan kalus, tetapi akar yang tumbuh dan
berkembang dari jaringan kalus akan lebih kuat daripada akar yang
13
tumbuh dan berkembang dari stek yang tidak berkalus. Selain itu,
pembentukan kalus pada dasar stek berguna untuk menutup luka dan
mencegah pembusukan jaringan bahan stek.
f. Zat pengatur tumbuh Zat pengatur tumbuh di dalam jaringan bahan stek
berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan perkembangan stek melalui
pengaturan pembentukan akar. Setiap laju pertumbuhan dan
perkembangan stek diatur oleh perbandingan zat pengatur tumbuh yang
bersifat merangsang (promoting) dan menghambat (inhibiting). Jenis zat
pengatur tumbuh yang umumnya berperan penting dalam proses
pengakaran stek adalah auksin. Selain auksin, golongan zat pengatur
tumbuh lainnya meliputi gibberellin dan sitokinin. Secara alami, masing-
masing golongan zat pengatur tumbuh sudah tersedia pada jaringan bahan
stek. Hanya saja, untuk lebih menjamin tingkat keberhasilan pembentukan
akar pada stek, penambahan zat pengatur tumbuh dari luar sering
dilakukan. Tingkat keberhasilan pemberian zat pengatur tumbuh sangat
ditentukan oleh teknik dan konsenterasi atau dosis zat pengatur tumbuh
bersangkutan.
2. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan merupakan faktor luar yang ikut
berperan dalam menentukan tingkat keberhasilan stek membentuk akar.
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap keberhasilan
penyetekan adalah sebagai berikut ini (B. Santoso, 2018).
a. Media tumbuh merupakan tempat stek ditanam dan tempat nantinya akar
stek tumbuh dan berkembang. Media perakaran berfungsi sebagai
pendukung stek selama pembentukan akar, memberi kelembaban pada
stek, dan memudahkan penetrasi udara pada pangkal stek. Media
perakaran yang baik adalah yang dapat memberikan aerasi dan
kelembaban yang cukup, berdrainase baik, serta bebas dari patogen yang
dapat merusak stek. Media perakaran stek yang biasa dipergunakan adalah
tanah, pasir, campuran gambut dan pasir, perlite dan vermikulit. Dari
beberapa hasil penelitian dapat dikatakan bahwa suhu perakaran optimal
untuk perakaran stek berkisar antara 21℃ - 27℃ pada pagi dan siang hari
dan 15℃ pada malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong
14
perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran dan
meningkatkan laju transpirasi. Media tumbuh yang memiliki sifat porositas
tinggi dengan kemampuan memegang air yang cukup dan memudahkan
pengatusan merupakan media tumbuh yang baik. Selain memiliki sifat
seperti yang telah disebutkan tersebut, media tumbuh hendaknya juga
memiliki tingkat kemasaman (pH) berkisar antara 4,5 - 6,5. Tingkat
kemasaman tanah berpengaruh langsung terhadap jumlah dan mutu
perakaran adventif. Media tumbuh yang berdraenase baik akan menjamin
kandungan oksigen tersedia dalam tanah pada keadaan mencukupi bagi
terbentuknya jaringan kambium pada akar yang baru terbentuk. Dengan
mudahnya kelebihan air terbuang dan mudahnya aliran udara dalam media
akan memberikan kondisi suhu dan kelembaban media yang lebih stabil.
Namun demikian, terdapat jenis tanaman hortikultura dapat diperbanyak
dengan menggunakan stek tanpa media perbanyakan berupa tanah, tetapi
dengan menggunakan media pengakaran berupa air.
b. Kelembaban merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan
penyetekan. Sangatlah ironis, bahwasannya bahan stek yang dilengkapi
dengan tunas atau daun akan memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi
terhadap pembentukan akar. Namun di sisi lain, stek bertunas atau stek
berdaun juga tidak menguntungkan karena laju transpirasi yang
kemungkinan terjadi sangat tinggi. Karena itu, untuk mempertahankan laju
transpirasi berjalan lambat pada stek berdaun perlu mempertahankan
kelembaban di sekitar stek agar tetap tinggi. Cara yang baik untuk
mempertahankan kelembaban adalah dengan penyemprotan air dalam
bentuk kabut ke areal pembibitan stek dan kemudian menyungkupinya.
Seiring dengan berjalan waktu (umur bibit stek) makan penyemprotan
dikurangi.
c. Suhu mengendalikan laju perkembangan akar dan tunas stek. Jika suhu
udara di sekitar stek tertanam terlalu tinggi, akan menyebabkan tunas
terbentuk lebih cepat daripada akar. Oleh karena itu, mengingat
keberhasilan stek ditunjukkan oleh keberhasilan stek membentuk akar,
maka sebaiknya suhu medium tanam lebih hangat atau tinggi daripada
15
suhu udara. Suhu udara optimum bagi pembentukan akar stek berbeda-
beda untuk setiap spesies tanaman hortikultura. Akan tetapi kebanyakan
tanaman menghendaki suhu berkisar 20℃ - 27℃ . Untuk medium tanam,
suhu sebaiknya lebih tinggi 3℃ hingga 6℃ . Suhu medium tanam yang
lebih rendah akan merangsang terbentuknya kalus, sedangklan suhu yang
lebih tinggi akan merangsang terbentuknya akar. Suhu tinggi pada medium
tanam dapat dipertahankan dengan memberikan mulsa pada permukaan
medium tanam.
d. Intensitas cahaya matahari yang tinggi atau cahaya merah dan biru dari
sumber cahaya buatan merupakan cahaya yang baik dan menentukan
pertumbuhan dan perkembangan akar stek. Setelah terbentuk akar,
panjang-pendeknya hari mulai berpengaruh terhadap perkembangan tunas
selanjutnya.
3. Faktor Pelaksanaan. Faktor pelaksanaan merupakan hal-hal yang dilakukan
oleh pembibit tanaman selama mempersiapkan bahan stek seperti perlakuan
yang diberikan dan tindakan perawatan pembibitan stek. Faktor tersebut
meliputi hal-hal sebagai berikut ini (B. Santoso, 2018).
a. Perlakuan sebelum bahan stek diambil. Perlakuan yang dimaksud adalah
perlakuan yang dikenakan kepada bahan stek semasih berada pada pohon
induknya. Beberapa perlakuan yang sering dilakukan untuk tujuan
mempersiapkan bahan stek yang baik meliputi: merangsang pemanjangan
(etiolasi) cabang dengan cara penaungan atau pembungkusan cabang
calon bahan stek dengan menggunakan plastik hitam, membuat keratan
melingkar pada batang sebelum bahan stek diambil. Pengeratan ini
dimaksudkan agar fotosintat menumpuk pada bagian atas keratan atau
bagian bawah bahan stek, pemberian cahaya tambahan agar supaya laju
fotosintesis meningkat, dan penyemprotan zat pengatur tumbuh kepada
percabangan sumber bahan stek sebelum dipotong dari tanaman
induknya.
b. Saat pengambilan bahan stek. Saat tanaman induk menunjukkan fase
pertumbuhan yang aktif merupakan petunjuk umum untuk waktu atau
saat pengambilan bahan stek yang baik. Umumnya pada periode tumbuh
16
seperti ini, sejumlah tunas-tunas baru yang banyak tumbuh akan nampak
pada percabangan. Setelah tunas-tunas tumbuh dan berkembang lebih
lanjut dan membentuk kayu yang cukup, maka bahan stek tersebut sudah
siap digunakan sebagai bahan stek.
c. Pemotongan stek. Sesaat setelah bahan stek dipotong atau terpisah dari
tanaman induknya, ini berarti telah ada luka pada jaringan bahan stek.
Luka tersebut terutama yang berada pada dasar atau pangkal stek
merupakan tempat penimbunan fotosintat. Semakin luas luka maka
semakin luas tempat penimbunan fotosintat, demikian juga semakin luas
daerah tempat terbentuknya akar. Pemotongan bahan stek secara miring
akan memperluas bidang permukaan bagi kesempatan terbentuknya akar,
sehingga kemungkinan terbentuknya akar dalam jumlah banyak semakin
besar.
d. Perlakuan atau penggunaan zat pengatur tumbuh. Untuk merangsang
pembentukan akar pada stek, para pembibit tanaman (nursery) sering
menggunakan zat pengatur tumbuh. Perakaran yang dihasilkan biasanya
lebih baik bila dibandingkan dengan bahan stek yang tidak diperlakukan
dengan zat pengatur tumbuh.
17
oleh perbandingan fitohormon pendorong dan penghambat. Oleh karena itu,
pemberian atau perlakuan zat pengatur tumbuh tambahan dari luar paling tidak
harus memperhatikan beberapa hal yang terkait erat dengan berbagai proses yang
terjadi di dalam tanaman (Lestari, 2018).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan zat pengatur
tumbuh untuk maksud mengatur pengakaran stek adalah sebagai berikut ini
(Wibowo, dkk., 2020).
1. Zat pengatur tumbuh harus sampai pada jaringan target, artinya senyawa
tersebut harus dapat diserap dan kemudian mudah ditranslokasikan.
Kemudahan tersebut dipengaruhi oleh macam formulasi, konsentrasi, cara
pemberian zat pengatur tumbuh, dan kondisi lingkungan saat pemberian.
2. Zat pengatur tumbuh yang diberikan harus cukup lama berada pada jaringan
target. Hal ini dipengaruhi oleh sifat translokasi dan ketahanan zat pengatur
tumbuh terhadap peruraian. Seperti diketahui, zat pengatur tumbuh di dalam
jaringan tanaman akan mengalami oksidasi dan penurunan daya pengaruhnya
akibat pengikatan oleh asam amino atau pengikatan oleh gula.
3. Bahan stek yang sehat akan bersitindak dengan baik terhadap zat pengatur
tumbuh yang diberikan. Namun demikian, tanggapan bahan stek terhadap zat
pengatur tumbuh sangat dipengaruhi oleh jenis (genetik) dan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
4. Penggunaan atau penambahan zat pengatur tumbuh tidak berarti sebagai
pengganti keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi terbentuknya
akar. Jika lingkungan yang meliputi kondisi media pembibitan, suhu,
kelembaban, ataupun keadaan bahan stek tidak baik (lihat bahasan faktor
tanaman), maka pemakaian atau pemberian zat pengatur tumbuh tidak akan
membantu atau tidak berguna dalam perangsangan pembentukan akar bahan
stek.
18
III. METODE PRAKTIKUM
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
19
5. Perangsang akar (growtone), untuk mempercepat keluarnya akar pada stek.
1. Siapkan media tanaman yang berupa top soil dan arang sekam, dengan
perbandingan 2:1.
2. Siapkan 1 batang tanaman induk sepanjang 10 cm yang sehat, bebas hama
dan penyakit, terlihat agak tua serta memiliki 2-3 mata tunas.
3. Potong ujung cabang batang yang akan berada di dalam tanah dengan arah
miring pada tanaman induk.
4. Rendam pangkal stek yang telah di potong miring dengan larutan perangsang
perakaran (growtone) selama 10-15 menit dengan perbandingan 10 ml : 1
liter air.
5. Buat lobang tanam pada media tanam, kemudian tanamkan stek batang ke
media sedalam dengan 5 cm.
6. Sungkup menggunakan plastik dan diamkan selama beberapa minggu.
7. Rawat dan amati pertumbuhan tunas pada stek.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Murbei/
Vira
Murbei/
Amin
Angsana/
BTT
Rehan
20 April Angsana/
1
2023 Sasi
Angsana
BTT
/Wiwil
Jati/ Inna BTT
Jati Haira BTT
Sukun/
BTT
Maruli
Sukun /
BTT
Sul
2 25 April Murbei/ 1 2,2 1,3 5
2023 Vira 2 2,8 1,6 5
3 3,8 2,1 6
21
1 3,4 1,7 4
Murbei/
Amin
1 0,9 2,6 4
Angsana/
Rehan
Angsana/
Sasi
Angsana/
Wiwil
Jati/ Inna
Jati/
BTT
Haira
Sukun/
BTT
Maruli
Sukun/
BTT
Sul
1 3,4 4,7 9
2 0 0 0
Murbei/
3 3,2 2,4 8
Vira
1 3,8 3,5 7
Murbei/ 2 1,6 1,3 4
Amin
1 1,8 3,0 6
Angsana/
30 April Rehan
3
2023
Angsana/ 1 0,9 1,9 6
Sasi 1 1,1 2,5 5
Angsana/
Wiwil
Jati/ Inna
Jati/
TTT
Haira
Sukun/
TTT
Maruli
Sukun/
TTT
Sul
Keterangan:
BTT = Belum Tumbuh Tunas, TTT = Tidak Tumbuh Tunas
22
IV.1.1. Diagram Diameter
3 Angsana (Rehan)
2.5 Angsana (Sasi)
2 Angsana (Wiwil)
1.5 Jati (Inna)
1 Jati (Haira)
0.5 Sukun (Maruli)
0 Sukun (Sul)
0 1 2 3
Pengukuran Ke-
23
Jumlah Daun
18
Murbei (Vira)
16
Murbei (Amin)
14
Angsana (Rehan)
12
Jumlah Daun
Angsana (Sasi)
10
Angsana (Wiwil)
8
Jati (Inna)
6
Jati (Haira)
4
Sukun (Maruli)
2
Sukun (Sul)
0
0 1 2 3
Pengukuran Ke-
24
perbanyakan ini adalah stek batang dimana stek batang, stek batang adalah cara
penyetekan tanaman yang bahannya berasal dari potongan batang atau jaringan
batang yang telah mengalami modifikasi bentuk atau fungsi. Potongan batang ini
nantinya akan membentuk akar di ujung potongan batang dan membentuk tunas
dari mata tunas. Pada saat hendak melakukan stek baiknya melakukan tindakan
perendaman batang terebih dahulu menggunakan cairan growtone. Growtone
berfungsi mempercepat keluarnya akar pada stek, mempercepat perpanjangan dan
perbanyakan akar sehingga tanaman sehat dan kokoh. Dengan akar yang tumbuh
bagus, tanaman cepat tumbuh besar. Dari hasil pegamatan didapatkan bahwa stek
mengalami pertumbuhan secara bertahap dengan normal.
Tanaman sukun merupakan tanaman cultigen, yaitu tanaman yang tidak
tumbuh dalam keadaan liar yang memiliki tinggi hingga 25-35 m. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan stek adalah kondisi fisiologis tanaman induk
(stockplant), umur tanaman induk, jenis bahan stek, waktu pengambilan stek,
zatpengatur tumbuh (ZPT), adanya tunas dan daun, umur bahan stek, dan kondisi
lingkungan (Auri, dkk., 2016).
Praktikum perbanyakan tanaman secara stek batang dilakukan di Kampung
Rimba, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Pengamatan pada
praktikum ini dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu hari ke-5, hari ke-10, dan hari ke-
14 dengan terdapat 3 parameter pertumbuhan yang diukur yaitu panjang tunas,
diameter, dan jumlah daun. Jenis tanaman yang saya tanam yaitu sukun. Pada
pengamatan hari ke-5 belum terdapat tunas yang tumbuh. Pada pengamatan hari
ke-10 sudah mulai tumbuh 1 tunas dengan panjang 2,6 cm. Pada pengamatan hari
ke-14 tunas mengalami pertumbuhan dengan panjang 3,0 cm.
Pada pengamatan hari ke-5 tidak dilakukan pengukuran diameter dikarenakan
belum terdapat tunas yang tumbuh. Pengukuran diameter dilakukan pada hari ke-
10 dan hari ke-14, dimana pada hari ke-10 diameter Angsana yaitu 0.9 mm, dan
pada hari ke-14 diameter Angsana secara yaitu 1,8 mm. Pada pengamatan hari ke-
5 juga tidak dilakukan pengamatan jumlah daun dari tunas yang tumbuh. Pada
pengamatan hari ke-10 terdapat jumlah daun sebanyak 4 helai. Dan pada
pengamatan hari ke-14 terdapat jumlah daun sebanyak 6 helai.
25
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
26
ditentukan dan melakukan proses penyiraman sesuai dengan kebutuhan agar
stek berhasil atau bertumbuh dengan semestinya.
5.2 Saran
Adapun saran untuk laboratorium yaitu agar kiranya bisa memfasilitasi alat
dan bahan yang digunakan saat praktikum supaya dapat berjalan dengan baik dan
lancar.
5.2.2 Saran untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten yaitu agar bisa lebih fast respon pada saat
asistensi online, selebihnya asisten sudah baik dengan memberikan arahan atau
petunjuk kepada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, D. K. (2019). Pengaruh Macam Zat Pengatur Tumbuh dan Bahan Stek
Terhadap Pertumbuhan Stek Sukun (Artocarpus altilis). Jurnal Ilmiah
Pertanian, Vol. 15, No. 1, hh: 31-36.
Auri, A., & Dimara, P. (2016). Respon Pertumbuhan Stek Gyrinops Verstegii
Terhadap Pemberian Berbagai Tingkat Konsentrasi Hormon Iba (Indole
Butyric Acid). Jurnal Silvikultur Tropika, Vol. 6, No. 2, hh: 133-136.
B. Santoso, B. (2018). Pembiakan Vegetatif dalam Holtikultura. Nusa Tenggara
Barat: UNRAM Press.
Dwiyani, R. (2015). Mengenal Tanaman Pelindung di Sekitar Kita. Denpasar:
Udayana University Press.
Faizin, R. (2016). Pengaruh Jenis Stek Dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh
Growtone Terhadap Pertumbuhan Tanaman Nilam (Pogestemon cablin
Benth). Jurnal Agrotek Lestari, Vol. 2, No. 1, hh: 39-50.
27
Gunawan, S., Karyati, & Syafrudin, M. (2021). Kandungan Polutan pada Daun
Angsana (Pterocarpus indicus willd.) di Kota Samarinda. Jurnal Riset
Pembangunan, Vol. 3, No. 2, hh: 46-54.
Hani, A. (2020). Pengaruh Jenis Stek Terhadap Keberhasilan Pembibitan Bambu
Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja). Jurnal Litbang Provinsi
Jawa Tengah, Vol. 18, No. 2, hh: 213-219.
Humami, D. W., Sujono, P. A., & Desmawati, I. (2020). Destinasi dan Morfologi
Stomata Daun Pterocarpus indicus di Jalan Arif Rahman Hakim dan
Kampus ITS Surabaya. Journal of Science and Technology, Vol. 13, No.
3, hh: 240-245.
Lestari, E. (2018). Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen, Vol. 7, No. 1, hh: 63-68.
Paembonan, A. (2020). Ekofisiologi dan Pertumbuhan Pohon. Makassar: Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin.
Setyayudi, A., Nugraheni, A., Anggadhania, L., & Mansyur. (2017). Ujicoba
Perbanyakan Vegetatif Sambung Tanaman Gyrinops versteegii. Jurnal
Hutan Tropis, Vol. 1, No. 2, hh: 90-95.
Wibowo, F. A., Chanan, M., & Putri, H. K. (2020). Pengaruh Zat Pengatur
Tumbuh (Zpt) Terhadap Pertumbuhan Stek Kayu Putih (Melaleuca
Leucadendron Linn) . Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan
Agroteknologi, Vol. 21, No. 1, hh: 29-34.
Wiraatmaja, I. (2017). Bahan Ajar Pembiakan Vegetatif Secara Alamiah dan
Buatan. Denpasar: Fakultas Pertanian UNUD.
Yuskianti, V., Rochman, A. P., Lingga, N. O., & S. Daryono, B. (2019). Karakter
Morfologi Dan Pertumbuhan Subspecies Kayu Merah (Pterocarpus
Indicus Willd.) Asal Pulau Seram, Maluku Dan Pulau Flores, Nusa
Tenggara Timur Di Persemaian. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, Vol.
13, No. 1, hh: 1-10.
Zamrun, M. (2021). Prosiding Seminar Nasional Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan (FHIL) dan Komunitas Manajemen Hutan Indonesia VI:
Relaksasi Pengelolaan Hutan Indonesia Pasca Undang-Undang Cipta
Kerja. Kendari: UHO EduPress.
28
29
LAMPIRAN
1. Dokumentasi Praktikum
2. Dokumentasi Perawatan dan Pengukuran
3. Tally Sheet Pengukuran
Sukun (Arocarpus
0 0 0 0
altilis)
Sukun (Arocarpus
0 0 0 0
altilis)
6 Mei 3 Jati (Tectona
0 0 0 0
2023 grandis)
Murbei (Morus 1 1,6 1,37 5
alba) 2 3,4 3,55 6
Murbei (Morus 1 2,4 2,43 5
alba) 2 3,0 2,30 4
1 1,8 2,64 2
Angsana
(Pterocarpus
2 0,9 1,97 3
indicus)
4. Sampul Jurnal/Buku