Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL

SEPSIS PADA BAYI BARU LAHIR


Dosen Pengampu : Novi Budi, M.Keb

Oleh :
Septia Rifki Ariani 2020620105
Fenta Nur Lailiana 2020620096
Riya Autavani 2020610102
Fany Hardiati Amalia 2020620095
Gaudensia Regina 2020620097
Sari Eka Putri 2020620103
Mainarik Patunisak 2020620100
Meldawati 2020620101
Yurika Febriyani 2020620110
Suammah Nur H 2020620107
Lailathul Fitria N R 2020620098

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS TRIBUWANA TUNGGADEWI MALANG
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal” dengan baik. meskipun banyak kekurangan di dalamnya kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan kita
. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan.
Kami ucapkan terimakasih kepada yang terhormat :
1. Novi Budi, M.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kegawatdaruratan
Maternal Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
2. Teman-teman mahasiswa kebidanan Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan di hati pembaca.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian 3
2.2 Etiologi 3
2.3 Patofisiologi 3
2.4 Pengkajian Data Subyektif dan Obyektif
2.5 Diagnosa, Prognosa Dan Prioritas Masalah
2.6 Pengkajian Awal
2.7 Rujukan Dengan Identifikasi Kasus
2.8 Stabilisasi Penderita Dan Pemberian Obat
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan World Health Organitation (WHO) terdapat 98% dari 5 juta kematian
pada neonatal terjadi di negara berkembang. Sedangkan angka kematian neonatus di Asia
Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup bayi baru lahir. Lebih dari dua pertiga
kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan
infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare (Putra,
2012). Di negara berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat
mempunyai masalah yang berkaitan dengan sepsis. Hal yang sama juga ditemukan di
negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi baru lahir. Di
samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula padabayi baru lahir yang
menderita sepsis (Effendi, 2013).
Berdasarkan dataworld Health Organization (WHO) terdapat 10 juta kematian
neonatus dari 130 juta bayi yang lahir setiap tahunnya. Secara global lima juta neonatus
meninggal setiap tahunnya, 98% diantaranya terjadidi negara sedang berkembang. Angka
kematian bayi 50% terjadi pada periodeneonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama
kehidupan (Sianturi, 2012).
Menurut hasil Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di
Indonesia adalah gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%. sepsis 12%,
hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab kematian bayi 7-28
hariadalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia 15,4%, prematuritas dan
bayi berat lahir rendah (BBLR) 12,8%, dan respiratory distress syndrome (RDS) 12,8%.
Di samping tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis
neonatorum, hal ini terjadi karena banyak faktor infeksi pada masa perinatal yang belum
dapat dicegah dan ditanggulangi. Angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi 13-
50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi
sepsis neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan
nafas, dan minum (Depkes, 2007).
Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah sepsis, asfiksianeonatorum,
trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital. Lebih darisepertiga dari empat juta
bayi meninggal di dunia setiap tahunnya yangdisebabkan oleh infeksi berat dan 25% dari
1000 bayi yang meninggaldisebabkan oleh sepsis neonatorum.Sepsis neonatorum atau
septicemianeonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri
dalamdarah di seluruh tubuh (Maryunani dan Nurhayati, 2009).
Sepsis pada bayi baru lahir masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan
dalam perawatan dan penanganan bayi baru lahir. Di negara berkembang hampir sebagian
besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitannya denagn sepsis. Hal yang sama
ditemukan pada negara maju yang dirawat di unit intensif bayi baru lahir. Disamping
morbiditas, mortalitas tinggi ditemukan pada penderita sepsis bayi baru lahir. Perjalanan
penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak
terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48
jam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diambilperumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengkajian data subyektif dan obyektif pada kasus sepsis pada BBL ?
2. Bagaimana diagnosa, prognosa dan prioritas masalah pada kasus sepsis pada BBL ?
3. Bagaimana pengkajian awal kasus sepsis pada BBL ?
4. Bagaimana penjelasan mengenai rujukan dengan melakukan identifikasi kasus sepsis
pada BBL ?
5. Bagaimana cara stabilisasi penderita dan pemberian obatnya ?
1.3 Tujuan
Agar penulis dan pembaca dapat lebih memahami tentang sepsis pada bayi baru lahir
mengenai pengkajian data subyektif dan obyektif, diagnosa, prognosa dan prioritas
masalah, pengkajian awal, penjelasan mengenai rujukan dengan melakukan identifikasi
kasus sepsis dan cara stabilisasi penderita dan pemberian obatnya
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dan pembaca untuk menggali
wawasan serta mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan tentang kasus sepsis pada
bayi baru lahir secara mendalam baik di lingkungan sekitar maupun di lahan praktik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Sepsis adalah suatu kondisi dimana terdapat mikroorganisme maupun toksin
penyebab infeksi dalam darah atau jaringan tubuh, bersamaan dengan munculnya
manifestasi sistemik dari infeksi tersebut (Dellinger et al., 2013)
Sepsis Neonatorom adalah infeksi bakteri pada aliran darah neonates selama
bulan pertama kehidupan. Sepsis bakterial pada neonates adalah sindrom klinis
dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama
kehidupan (usia 0 sampai 28 hari). Terdapat beberapa perkembangan baru mengenai
definisi sepsis dalam sepuluh tahun terakhir (Stoll, 2007). Sepsis merupakan suatu
proses berkelanjutan mulaidari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/ syok
septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian (Depkes, 2007).
2.2 Klasifikasi
Sepsis neonatorum diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya menjadi dua
bentuk, yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis) (Depkes,2007; Gomella
dkk,2009).
Sepsis neonatorum awitan (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi
segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan diperoleh pada saat proses
kelahiran atau in utero. Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) merupakan infeksi
postnatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit
(infeksi nosokomial). Proses infeksi ini disebut juga infeksi dengan transmisi
horizontal (Depkes, 2007).
2.3 Etiologi
Berbicara mengenai infeksi, maka penyebabnya merupakan mikroorganisme
seperti virus, jamur, atau bakteri. Terdapat berbagai mikroorganisme patogen yang
dapat menyebabkan sepsis, Effendi (2013) menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan
suatu negara mempengaruhi jenis organisme dan pola kepekaan terhadap infeksi, pada
negara maju penyebab EOS tertinggi adalah group B Streptococcus (GBS) dan E. coli
dan pada LOS yaitu Coagulase Negative Staphylococci (CONS), GBS, dan
Staphylococci aureus, sementara di negara berkembang keseluruhan penyebab adalah
organisme gram negatif, seperti Klebsiella, E. coli, dan Pseudomonas dan gram
positif, seperti Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus pyogenes.
Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis. Berbagai macam patogen seperti bakteri, virus, parasit, atau
jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada sepsis neonatorum. Pola
kuman penyebab sepsis berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke
waktu. Bakteri gram negatif merupakan penyebab terbanyak kejadian sepsis
neonatorum di negara berkembang (Firmansyah, 2008).
2.4 Patofisiologi
Janin relatif aman selama dalam kandungan terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan
beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Kemungkinan kontaminasi kuman
bagaimanapun juga masih dapat terjadi melalui tiga jalan (Depkes, 2007).
Pertama, yaitu pada masa antenatal atau sebelum lahir, kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus, masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kedua, yaitu pada masa intranatal atau saat persalinan. Ketiga, yaitu pada saat
ketuban pecah. Paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam
infeksi janin. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan
meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam (Depkes, 2007).
Infeksi setelah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi yang diperoleh (acquired
infection), yaitu infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim, misalnya melalui
alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, dan botol minuman.
Bayi yang mendapat prosedur neonatal invasive seperti kateterisasi umbilikus, bayi
dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan antisepsis, rawat inap yang terlalu
lama, dan hunian terlalu padat juga mudah mendapat infeksi nosokomial (Depkes,
2007).
2.5 Diagnosis
Berbagai penelitian dan pengalaman para ahli telah digunakan untuk menyusun
kriterian sepsis neonatorum, baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya faktor
resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis, dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria sepsis berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya
(Rohsiswantmo, 2005).
Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor resiko pada ibu dan
neonatus. Faktor- faktor ini dikelompokkan menjadi faktor resiko mayor dan faktor
resiko minor yang selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.1. neonatus dikatakan
mempunyai faktor resiko (faktor resiko positif) bila didapatkan satu faktor resiko
mayor atau dua faktor resiko minor (pedoman pelayanan medis IKA FK Unud, 2011),
pendekatan diagnosis dilakukan secara aktif pada neonatus yang mempunyai faktor
resiko dengan melakukan pemeriksaan penunjang (septic work up) sesegera
mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat meningkatkan identifikasi pasien
secara dini dan penatalaksanaan lebih efisien, sehingga mortalitas dan moroditas
pasien dapat membaik (Pusponegoro dkk.,2004).
Tabel 2.1
Faktor resiko sepsis neonatorum

Faktor risiko mayor faktor risiko minor

- Ketuban pecah >24 jam - Ketuban pecah >12 jam


- Ibu demam saat intrapartum - Ibu demam saat intrapartum suhu
>38C >37C
- Korioamnionitis - Nilai Apgar rendah (menit ke 1<5,
- Denyut jantung janin menetap menit ke-5 <7)
>160x/menit - Berat badan lahir sangat rendah
- Ketuban berau (BBLSR)<1500 gram
- Usia gestasi <37 minggu
- Kehamilan ganda
- Keputihan yang tidak diobati
- Infeksi saluran kemih (SIK)/
tersangka ISK yang tidak di obati

Sumber : Pedoman Pelayanan Medis IKA FK Unud, 2011

2.6 Prognosis
Prognosis pasien adalah lebih baik bila diagnosis dilakukan lebih dini dan terapi
yang diberikan tepat. Angkat kematian dapat meningkat bila tanda dan gejala awal
serta faktor risiko sepsis neonatorum tidak dapat dikenali dengan baik. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum dua sampai empat kali lebih tinggi pada bayi
kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan (Depkes, 2007).
2.7 Patogenesis
Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum secara garis besar dibagi menjadi tiga,
yaitu infeksi antenatal atau intrauterin, infeksi intranatal, dan infeksi pascanatal.
Jalur antenatal terjadi karena ibu sedang menderita suatu penyakit infeksi dari
mikroorganisme patogen seperti rubela, poliomyelitis, coxsackie, variola, vaccinia,
bakteri treponema palidum, E. coli, dan listeria monositogen, yang berada dalam
sirkulasi ibu kemudian melewati plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi janin dan
menyebabkan sepsis, dengan atau tanpa menyebabkan korioamnionitis, yaitu infeksi
pada plasenta dan cairan amnion. Pada dasarnya, janin atau neonatus baru akan
terpapar mikroorganisme patogen ketika membran plasenta telah ruptur dan melalui
jalan lahir atau lingkungan ekstrauterin. Jalan lahir ibu dengan kolonisasi organisme
aerob dan anaerob memiliki kemungkinan terpapar pada janin dan terjadi infeksi
asenden, yaitu naiknya mikroorganism menuju plasenta dan menyebabkan amnionitis
(Kliegman et al., 2016).
Infeksi pascanatal, merupakan jalur yang sebagaian besar dapat dicegah
kejadiannya, terjadi setelah bayi dilahirkan dengan lengkap, biasanya terjadi karena
diluar faktor ibu seperti kontaminasi penggunaan alat, perawatan yang tidak terjaga
kesterilnnya, atau tertular oleh orang lain, dan pada neonatus sering terjadi diruang
perawatan atau rumah sakit. Jalur ini sebagian besar dapat dicegah (Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, 2007).
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi ke
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, syok septik,
kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian (Gambar 2.1) (Depkes,2007)
Tabel 2.2
Perjalanan penyakit pada neonatus

Sumber: Haque, 2005


2.8 Penanganan Awal
setelah neonatus terdiagnosis sepsis neonatorum atau kecurigaan besar sepsis,
WHO (2008), menyebutkan bahwa tatalaksana yang dapat diberikan adalah
pemberian antibiotik awal secara intravena berupa ampisilik (50mg/kg BB /kali IV
setiap 6 jam) ditambah aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/kali IV sekali
sehari, amikasin 10-20 mg/kgBB/hari IV).
Namun, bila organisme tidak dapat ditemukan dari pemeriksaan penunjang dan
bayi tetap menunjukkan tanda-tanda sepsis sesudah 48 jam, ganti ampisilin dengan
sefotaksim dan pemberian gentamisin tetap dilanjutkan, kemudian antibiotik spesifik
diberikan untuk lanjutan terapi, disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitivitas,
gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial (seperti CRP). Selain itu,
pemberian antibiotik pada pada sepsis nosokomial disesuaikan dengan pola kuman
setempat, jika disertai meningitis, terapi antibiotik diberikan dengan dosis meningitis
selama 14 hari untuk gram positif dan 21 hari untuk gram negatif (IDAI, 2009).
Terapi suportif juga diperlukan selain mengobati infeksi itu sendiri untuk
mencegah komplikasi atau memperparah kondisi. Pedoman tatalaksana suportif oleh
WHO (2008), yang masih dijadikan referensi pedoman tatalaksana sepsis di
Indonesia, pertama adalah menangani suhu abnormal bayi dengan menjaga bayi tetap
kering dan tertutup rapat, jaga suhu ruangan tetap hangat (minimal 25 oC), pastikan
bayi berada dekat dengan ibu dan sesering mungkin mendapatkan kontak skin-to-skin
atau dengan kangaroo mother care (KMC) selama 24 jam per hari (sama efektifnya
dengan inkubator atau alat penghangat lain), dan sebisa mungkin tidak menggunakan
antipiretik (misal, parasetamol) untuk menurunkan demam, melainkan mengontrol
lingkungan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Yang kedua mengontrol kebutuhan nutrisi dan cairan dengan meningkatkan
jumlah dan frekuensi pemberian ASI, jika bayi mengalami gangguan pernapasan atau
kesulitan menghisap payudara, berikan ASI melalui pipa nasogastrik 6-8 kali sehari
(atau 8-12 kali pada bayi baru lahir berusia 1-2 minggu), jika bayi sedang diberikan
cairan IV pantau agar tidak melebihi kebutuhan cairan tubuh bayi yang dapat
menyebabkan gagal jantung, pada kondisi hipoglikemia dengan kadar glukosa darah
kapiler.
Selain itu, jagalah patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia dan pemasangan ventilator mekanik jika dibutuhkan, melakukan transfusi
komponen juga dapat dilakukan jika dibutuhkan, atau melakukan manajemen khusus
sesuai kasus misalnya kejang, gangguan metabolik, gastrointestinal, atau
hiperbilirubin, berikan imunoterapi dengan immunoglobulin antibodi monoklonal atau
transfusi tukar (IDAI, 2009).
2.9 Rujukan dengan melakukan identifi kasus
2.10 Stabilisasi penderita dan pemberian obat – obatan.
2.11 Pengkajian Data Subyektif dan Obyektif
I. Pengkajian Data Subyektif
Tanggal :02 Maret 2021Pukul : 15.00 WIB
A. Identitas
1. Identitas Bayi
Nama Bayi : By. A
Umur : 6 hari
Tgl/Jam Lahir : 24-02-2014/00.00 WIB
Jenis kelamin : Laki-laki
BB / PB : 3400 gram / 51 cm
2. Identitas Orang Tua
Identitas Ibu Identitas Ayah
Nama : Ny I Nama : Tn. K
Umur : 27 tahun Umur : 34 tahun 54
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Senden RT/RW 09/02, Jambeyan, Karanganom,
Klaten, Jawa tengah
B. Anamnesa
1. Alasan pada waktu masuk : Ibu mengatakan bayinya malas minum,
tampak gelisah sejak satu hari yang lalu dan mengalami muntah
sebanyak 3 kali di rumah.
2. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. HPHT : Ibu mengatakan hari pertama haid terakhirnya tanggal 20
Mei 2013.
b. HPL :Ibu mengatakan hari perkiraan lahir tanggal 27 Februari 2014
3. Keluhan-keluhan pada
Trimester I : Ibu mengatakan merasakan mual muntah
Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Trimester III : Ibu mengatakan sering BAK
4. ANC
Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya 9 kali teratur di bidan :
Trimester I : Ibu mengatakan pada umur kehamilan 2 dan 3
bulan.
Trimester II : Ibu mengatakan pada umur kehamilan 4, 5 dan 6
bulan.
Trimester III : Ibu mengatakan pada umur kehamilan 7, 8 dan 2
kali pada kehamilan 9 bulan.
5. Penyuluhan yang pernah didapat :
Ibu mengatakan pernah mendapatkan penyuluhan tentang tablet FE dan
gizi ibu hamil.
6. Imunisasi TT
Ibu mengatakan 2 kali yaitu pada saat akan menikah dan pada saat
umur kehamilan 6 bulan
7. Riwayat Persalinan ini
Tempat Persalinan : BPS
Penolong : Bidan
Tgl / Jam Lahir : 24-02-2014 / 00.00 WIB
Jenis Persalinan : normal
Komplikasi : tidak ada
8. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit saat hamil
Ibu mengatakan saat hamil tidak ada menderita penyakit apapun
seperti :
a) Jantung : Ibu mengatakan tidak pernah merasakan nyeri pada
dada sebelah kiri maupun mudah lelah saat beraktivitas
ringan.
b) Ginjal : Ibu mengatakan tidak pernah merasakan nyeri
pinggang sebelah kanan maupun kiri dan tidak sakit saat BAK.
c) Asma / TBC : Ibu mengatakan tidak pernah merasakan
sesak nafas dan tidak pernah batuk berkepanjangan lebih dari 2
minggu.
d) Hepatitis : Ibu mengatakan tidak pernah berwarna kuning
pada kuku, kulit dan mata.
e) DM : Ibu mengatakan tidak pernah merasakan haus dan
lapar yang berlebihan maupun sering BAK pada malam hari > 6
kali.
f) Hipertensi : Ibu mengatakan tekanan darahnya tidak pernah
melebihi 140/90 mmHg.
g) Epilepsi : Ibu mengatakan tidak pernah kejang dan keluar
busa dari mulut.
h) Lain-lain :Ibu mengatakan tidak ada menderita
penyakit yang lain.
b. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan dari keluarganya dan keluarga suaminya tidak ada
yang memiliki penyakit menurun seperti jantung, hipertensi, asma
maupun penyakit menular seperti TBC, Hepatitis.
c. Riwayat keturunan kembar
Ibu mengatakan dari keluarganya dan keluarga suaminya tidak ada
yang memiliki riwayat keturunan kembar.
d. Riwayat operasi
Ibu mengatakan tidak pernah operasi apapun.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Riwayat Pemeriksaan Khusus (Apgar Score) dari data bidan
terdahulu

Aspek Yang Nilai Jumlah


Dinilai
0 1 2 Menit 1 5 menit 5
ke 1 menit
ke 2
Appearance Biru/ Badan Badan 2 2 2
(warna kulit) pucat rerahn carekst
uca, reritasr
ekstre erah
rit
Pulce Tidak <100 <100 1 2 2
(denyut terab
jantung) a
Grimace Tidak Lamb Menan 1 1 1
(tonus otot) ada at gis
kuat
Activity Lema Gerak Aktif 1 1 1
(aktivitas) s/ an
lump sediki
uh t
Respiratory Tidak Lamb Baik, 1 1 1
(pernapasan) ada at, kuat
teratur
Jumlah 6 7 7

2. Pemeriksaan Umum
a. Suhu : 35,2ºC
b. Pernafasan : 62 kali/menit
c. Nadi : 142 kali/menit
3. Pemeriksaan Fisik Sistematis
a. Kepala : bentuk Mesochepal, tidak ada Chepal hematom,
Caput succedaneum.
b. Ubun-ubun : berdenyut
c. Muka : simetris, tidak ada oedema
d. Mata : simetris, conjungtiva merah muda, sklera putih.
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen.
f. Mulut : bibir warna merah muda, mukosa basah,
tidak ada labioskizis dan labiopalatoskizis.
g. Hidung : bersih, tidak ada secret, tidak ada benjolan.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tyroid.
i. Dada : simetris, tidak ada retraksi, jantung tidak bising.
j. Perut : normal, bulat, tidak ada benjolan, dan tidak ada
penonjolan disekitar tali pusat.
k. Tali pusat : tidak berbau, tidak ada perdarahan.
l. Punggung : tidak ada spina bifida
m. Ekstremitas :
- Ekstermitas atas : simetris, kedua tangan sama panjang,
jumlah jari lengkap, kuku merah muda.
- Ekstermitas bawah:simetris, kedua kaki sama panjang, jumlah
jari lengkap, kuku merah muda, tidak oedema.
n. Genetalia : testis sudah turun dalam skrotum.
o. Anus : berlubang.
4. Pemeriksaan Reflek
a. Reflek Moro
baik, saat bayi dikejutkan oleh suara atau gerakan maka kedua
tangan serta kakinya akan merentang atau membuka dan menutup
lagi.
b. Reflek Rooting
baik, saat bayi disentuh sudut mulutnya dengan jari atau puting
susu maka bayi akan memiringkan kepalanya kearah datangnya
sentuhan dengan mulut terbuka.
c. Reflek Walking
baik, saat bayi dipegang lengannya sedangkan kakinya dibiarkan
menyentuh permukaan yang rata dan keras, maka bayi
menggerakkan tungkainya dalam suatu gerakan berjalan atau
melangkah
d. Reflek Grafis / Plantar
baik, saat telapak tangan bayi disentuh dengan jari telunjuk,
maka secara otomatis tangan bayi akan menggenggam.
e. Reflek Suching
jelek, karena bayi malas minum. Saat bayi diberi puting susu,
bayi tidak membuka mulutnya dan tidak menghisap.
f. Reflek Tonic neck
baik, bayi mengangkat leher kekanan dan kekiri pada saat
diletakkan pada posisi tengkurap.
5. Pemeriksaan Antropometri
a. Lingkar Kepala : 32 cm
b. Lingkar Dada : 31 cm
c. LLA : 11 cm
d. BB/PB : 3400 gram/51 cm
6. Eliminasi
a. Urine : sudah, 1 kali warna kuning
b. Meconium : sudah, 1 kali warna hitam
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : pukul 15.05 WIB sudah dilakukan
jenis pemeriksaan darah lengkap, C- Reaktif Protein, kultur darah dan
hasil belum diketahui.
b. Pemeriksaan Penunjang lain : tidak dilakukan
II. Pengkajian Data Obyektif
Tanggal :02 Maret 2021
Pukul : 15.10 WIB
DIAGNOSA KEBIDANAN
By. A umur 6 hari dengan sepsis neonatorum
Data Dasar : Ibu mengatakan bayinya malas minum, tampak gelisah sejak
satu hari yang lalu dan muntah 3 kali di rumah.
DO :
a. Keadaan umum : sedang
b. Vital sign : Respirasi : 62 kali/menit
Nadi : 142 kali/menit
Suhu : 35,2ºC
c. Mata : simetris, conjungtiva merah muda, sklera putih.
d. Mulut : bibir merah muda, mukosa basah.
e. Ektremitas : kuku kaki dan tangan merah muda
f. Masalah : Gangguan pemenuhan nutrisi
g. Kebutuhan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sepsis adalah suatu kondisi dimana terdapat mikroorganisme maupun toksin
penyebab infeksi dalam darah atau jaringan tubuh, bersamaan dengan munculnya
manifestasi sistemik dari infeksi tersebut (Dellinger et al., 2013). Terjadinya sepsis
neonatorum dipengaruhi oleh faktor resiko pada ibu dan neonatus.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2007. Keputusan Mentri Kesehatan RI No: 900/MENKES/VII/2007. Konsep


Asuhan Kebidanan. Jakarta
Effendi, S.H., 2013. Sepsis Neonatal; Penatalaksanaan Terkini serta Berbagai Masalah
Dilematis. Simposium Ilmiah Workshop. Bandung 15-16 Juni 2013.
Firmansyah A, Aminullah A, Junitiningsih A. 2008. Profil Mikroorganisme Penyebab Sepsis
Neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: Sari Pediatri.
Maryunani dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus
(cetakan pertama). Jakarta : KDT
Putra. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: D-Medika.
Sianturi P, Hasibuan BS, Lubis BM, AzlinE, Tjipta GD. 2012. Gambaran pola resistensi
bakteri di unit perawatan neonatus. Sari Pediatri, 13(6): 431-436
Stoll BJ, Hansen NI, Adams-Chapman I, Fanaroff AA, Hintz SR, Vohr B. 2007. National
Institute of Child Health and Human Development. Neonatal R

Anda mungkin juga menyukai