Anda di halaman 1dari 73

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN

SEPSIS NEONATORUM

Disusun Oleh :
Dapid NIM 23320030
Sariyanto NIM 23320063
Ulla Kasturi NIM 23320021
Kristiana Natalia NIM 23320019
Monsius Y NIM 23320052
Adria Martina NIM 23320013
Sri Damayanti NIM 23320020
Desy Dailily NIM 23320038
Rinta Nuryani NIM 23320003
Riana Hawari NIM 23320014
Sandra Mega Febrianti NIM 23320069
Kornelia Ayu NIM 23320025

PRODI NERS REGULER B


INSTITUTE TEKNOLOGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN BARAT
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................3
D. Manfaat Penulisan...................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................5
A. Konsep Sepsis Neonatarum.....................................................................5
B. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................13
C. Konsep Terapi Inkubator.......................................................................28
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................31
A. Pengkajian Keperawatan.......................................................................31
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................37
C. Intervensi Keperawatan.........................................................................38
D. Implementasi Keperawatan...................................................................42
E. Evaluasi Keperawatan...........................................................................52
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................55
A. Pengkajian.............................................................................................55
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................57
C. Intervensi Keperawatan.........................................................................59
D. Implementasi Keperawatan...................................................................62
E. Evaluasi Keperawatan...........................................................................64
BAB V PENUTUP.................................................................................................67
A. Kesimpulan............................................................................................67
B. Saran......................................................................................................68
Daftar Pustaka

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan ketiga dari Sustained Development Goals yang dikeluarkan oleh
World Health Organization (WHO) adalah untuk mengakhiri kematian yang
dapat dicegah pada neonatus dan balita pada tahun 2030. Target tahun 2030,
angka kematian akan menurun dengan target 12 per 1000 kelahiran pada
neonatus dan 25 per 1000 kelahiran pada balita. Meskipun telah terjadi
penurunan angka kematian, masih terdapat beberapa masalah kematian pada
bayi yang belum terselesaikan sampai sekarang. Salah satunya ialah masalah
penyakit infeksi, seperti sepsis.
Sepsis masih menjadi permasalahan utama yang terjadi sampai saat ini dan
temasuk dalam 10 besar penyebab kematian. Sepsis adalah keadaan dimana
adanya disfungsi organ yang mengancam jiwa dikarenakan respon tubuh
terhadap infeksi yang mengalami disregulasi, dan menurut penelitian
Surviving Sepsis Campaign (2016) dalam Arisqan (2021) sepsis merupakan
masalah kesehatan utama di dunia yang menyerang jutaan orang di dunia
setiap tahunnya serta menyebabkan kematian 1 dari 4 orang (Arisqan, 2021).
Angka kejadian sepsis neonatorum yang dilaporkan oleh WHO dari
Januari 1979 sampai Mei 2019 diperkirakan mencapai 2824 per 100.000
kelahiran. Prevalensi ini lebih tinggi di negara berkembang seperti Indonesia.
Angka insidensi di rumah sakit Indonesia dilaporkan bervariasi di tiap rumah
sakit rujukan antara 8,76% - 30,29% (Suwarna et al., 2022).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan
Angka Kematian Neonatal (AKN) pada tahun 2017 berada pada angka
15/1000 kelahiran. AKN tahun 2017 tersebut belum mencapai target
Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh berbagai negara
termasuk Indonesia dalam sidang PBB yang menargetkan pada tahun 2030
untuk mengurangi Angka Kematian Neonatal setidaknya menjadi 12/1000

1
2

kelahiran. Salah satu penyebab penting yang berkontribusi pada tingginya


angka kematian dan tingkat keparahan penyakit pada neonatus adalah sepsis
neonatorum (Nurrosyida et al., 2022).
Insiden tertinggi sepsis tetap ditemukan pada neonatus laki-laki. Neonatus
laki-laki cukup bulan memiliki tingkat insiden terkena sepsis lebih tinggi
dibanding neonatus perempuan cukup bulan, walaupun perbedaan tersebut
belum pernah dilihat pada kasus neonatus kurang bulan (Nurrosyida et al.,
2022).
Dalam hal pelayanan dan perawatan bayi baru lahir dengan sepsis
neonatorum sampai sekarang masih menjadi suatu masalah yang belum
terpecahkan. Hampir sebagian besar bayi baru lahir di negara berkembang
yang dirawat mempunyai kaitan dengan maslah sepsis, selain morbiditas,
mortalitas yang tinggi ditemukan pada penderita sepsis neonatorum
(Aminullah, 2014 dalam Widayati, 2021).
Dampak dari sepsis neonatus yang tidak tertangani akan mengakibatkan
komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis
dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, misalnya gejala sisa
neurologis berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar,
kelainan tingkah laku (IDAI, 2005 dalam Istiadah et al., 2019). Selain itu,
komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis dan syok septik, dan ini
merupakan komplikasi berat yang disebabkan oleh toksin dalam aliran darah
(Wong, 2009 Istiadah et al., 2019).
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan membahas tentang “Asuhan
Keperawatan pada By. H yang mengalami Sepsis Neonatorum di Ruang
Perinatologi”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada laporan kasus
ini adalah “bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan sepsis
neonatorum?”
3

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah memberikan pemahaman kepada
penulis agar dapat berfikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan
membahas asuhan keperawatan pada bayi dengan sepsis neonatorum.
2. Tujuan Khusus
Tujuan melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah sepsis
neonatorum yaitu:
a. Memberikan gambaran pengkajian yang dilakukan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
b. Memberikan gambaran rumusan masalah keperawatan pada By. H
dengan sepsis neonatorum.
c. Memberikan gambaran perencanaan keperawatan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
d. Memberikan gambaran tindakan keperawatan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
e. Memberikan gambaran evaluasi keperawatan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pemberian “asuhan
keperawatan pada bayi dengan sepsis neonatorum”
2. Bagi Lahan Praktik
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana di unit pelayanan keperawatan
anak khususnya di Perinatologi dalam rangka mengambil kebijakan untuk
mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang mengalami masalah
Sepsis Neonatorum.
4

3. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai metode penilaian pada mahasiswa dalam melaksanakan tugas
penyusunan laporan kasus, membimbing dan mendidik mahasiswa agar
lebih terampil dalam memberikan “asuhan keperawatan pada bayi dengan
sepsis neonatorum” serta sebagai masukan dan sumber bacaan dan
referensi untuk memperluas wawasan mahasiswa keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Sepsis Neonatarum


1. Pengertian Sepsis Neonatarum
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-
threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun
terhadap infeksi (Hadinegoro et al., 2016). Sepsis neonatal adalah sindrom
klinis yang ditandai dengan infeksi sistemik dan diikuti bacteremia pada
bayi berumur < 1 bulan (Ribek et al., 2018).
Sepsis Neonatal, atau sering disebut sepsis neonatarum atau
septikemia adalah sindrom klinik pada bulan pertama kehidupan bayi
akibat respon sistemik terhadap infeksi dengan ditemukannya bakteri
penyebab pada biakan darah. Sepsis pada neonatus merupakan penyebab
mordibitas dan moralitas bermakna terutama pada bayi-bayi preterm dan
BBLR (Yunanto et al., 2012).
Dari pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa, sepsis
neonatarum adalah sindrom klinik selama 30 hari kehidupan pertama bayi
berupa respon sistemik yang diakibatkan dari infeksi bakteri.
2. Etiologi
Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis
nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B
(GBS), kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria
monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk
Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan
penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus
epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, Serratia,
dan Proteus), dan jamur (Pusponegoro, 2016).
Sementara itu, Kliegman et al., (2016 dalam Syahbania (Syahbania,
2017) membagi mikroorganisme penyebab sepsis neonatorum berdasarkan

5
6

patogenesisnya, pada infeksi intrauterin penyebab infeksi tertinggi adalah


sifilis, rubela, CMV, toksoplasmosis, parvovirus B19, dan varisela.
Sementara, pada masa intrapartum yang tertinggi adalah HSV, HIV,
hepatitis B virus, C virus, dan tuberkulosis (TB), dan pada infeksi
postpartum yang paling tinggi adalah TB yang biasanya tertular oleh
tenaga medis dan HIV yang umumnya tertular oleh Ibu dengan HIV
melalui ASI. Infeksi intrapartum dan postpartum biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme yang berkoloni di organ genitourinaria atau traktus
gastrointestinal bagian bawah, bakteri yang paling sering adalah GBS dan
E. coli serta virus CMV, HSV, enterovirus, dan HIV. Semua
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan sepsis melalui ketiga jalur
infeksi, namun belum tentu menjadi penyebab utama.
3. Manifetasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis
banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik,
penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung,
dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH =
toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes).
Menurut Pusponegoro (Pusponegoro, 2016), bayi diduga menderita
sepsis bila terdapat gejala sebagai berikut:
a. Letargi, iritabel.
b. Tampak sakit,
c. Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat,
kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
d. Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
e. Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis
metabolik,
f. Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih,
napas cuping hidung,retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama
atau tiba-tiba, takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),
7

g. Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare,


kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop
4. Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara (Ribek et al., 2018):
a. Pada masa antenatal/sebelum lahir. Pada masa ini kuman dari ibu
setelah melewati plesenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi
melalui sirkulasi darah janin. Jenis kuman yang dapat menembus
plasenta antara lain: virus rubella, herpes, sitomegalo, hepatitis,
influensa, parotitis. Sedangkan bakteri yang dapat menembus jalur ini
malaria, sifilis, dan roksoflasma.
b. Pada masa intranatal /saat persalinan kuman yang ada pada vagina dan
serviks naik mencapai korion dan amnion selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi. Cara lain saat persalinan cairan
amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke
traktus digestivus dan traktus respiratorius kemudian terjadilah infeksi.
Sumber infeksi lain adalah manipulasi fetus, perdarahan pada ibu dan
forsep tinggi, sehingga masuk melalui kulit bayi
c. Infeksi pascanatal, merupakan jalur yang sebagaian besar dapat
dicegah kejadiannya, terjadi setelah bayi dilahirkan dengan lengkap,
biasanya terjadi karena diluar faktor ibu seperti kontaminasi
penggunaan alat, perawatan yang tidak terjaga kesterilnnya, atau
tertular oleh orang lain, dan pada neonatus sering terjadi diruang
perawatan atau rumah sakit. Jalur ini sebagian besar dapat dicegah.
8

5. Pathway

Bakteri dan Virus Penyakit Infeksi


yang di derita Ibu

Masuk ke Neonatus

Masa Antenatal Masa Intranatal Masa Pascanatal

Kuman/virus dar Ibu Kuman di Infeksi Nosokomial


vagina/servik dari luar rahim

Melewati plasenta
dan umbilikus Mencapai kiroin dan Melalui alat
amnion penghisap lendir,
selang endotrakeal,
Masuk ke Neonatus inuse, selang OGT,
Amnionitis dan botol minuman atau
korionitis dot
Malalui sirkulasi
darah janin
Kuman masuk dari umbilikus

Sepsis

Sistem pencernaan, Sistem pernapasan, Ante, Intra, Post


anoreksia, muntah, diare, dispenu, takepneu, Natal, hipertermi,
menyusui buruk,, tarik otot aktivitas lemah,
hipotomegali, pernapasan, sianosis tampak sakit,
peningkatan residu menyusu buruk,
setelah menyusui peningkatan leukosit
pola nafas terganggu darah

Gg.gastrointestinal
Ggn. Pola Nafas
Resiko Infeksi
Defisit Nutrisi

Bagan 2.1 Pathway Sepsis


9

Sumber : Nurarif & Kusuma (Nurarif & Kusuma, 2015)


6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada bayi sepsis
neonatarum adalah pemeriksaan Laboratorium, Radiologi dan pemeriksaan
lainnya (Pusponegoro, 2016).
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht,
leukosit dan hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat
neutropeni
PMN <1800/μl, trombositopeni <150.000/μl (spesifisitas tinggi,
sensitivitas rendah), neutrofil muda meningkat >1500/μl, rasio
neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase akut yaitu CRP
(konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan
sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF
(granulocyte colony-stimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan
TNF (tumour necrosis factor).
2) Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis)
serta uji resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi,
dianjurkan dilakukan pada bayi yang menderita kejang, esadaran
menurun, klinis sakit tampak makin berat dan kultur darah positip.
3) Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
4) Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor,
serta urin.
5) Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium,
kalium)
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas
indikasi, dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal,
sistouretrografi dilakukan atas indikasi.
10

c. Pemeriksaan penunjang lainnya


Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya
korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada
neonatus.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi sepsis neonatum
(Pusponegoro, 2016) adalah
1) Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau
alat tajam lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan,
termasuk sarung tangan, masker, baju, kacamata debu. Tangan dan
kulit yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.
2) Pengobatan
a) Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam
intravena tiap 12 jam, apabila terjadi meningitis untuk umur 0-7
hari 100-200mg/kg/ 24jam intravena/intramuskular tiap 12 jam,
umur >7 hari 200-300mg/kg/24jam intravena/intramuskular tiap 6-
8 jam, maksimum 400mg/kg/24jam.
b) Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis sama dengan
ampisilin ditambah aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena
diberikan tiap 12 jam. Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan
vankomisin dengan dosis tergantung umur dan berat badan:
 <1,2kg umur 0-4 minggu: 15mg/kg/kali tiap 24jam
 1,2-2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12-18jam
 1,2-2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8- 12jam
 >2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12jam
 >2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8jam ditambah
aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga
3) Terapi lanjutan disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi.
4) Pengobatan komplikasi
11

a) Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi


dengan pemberian oksigen, VTP atau kemudian dengan ventilator.
b) Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan,
mencegah syok dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg
(NaCl 0,9%, albumin dan darah). Catat pemasukan cairan dan
pengeluaran urin. Kadang diperlukan pemakaian dopamin atau
dobutamin.
c) Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time
memanjang, tromboplastin time meningkat), sebaiknya diberikan
FFP 10ml/kg, vit K, suspensi trombosit, dan kemungkinan
transfusi tukar.
Apabila terjadi neutropeni, diberikan transfusi neutrofil.
d) Susunan syaraf pusat: bila kejang beri fenobarbital (20mg/kg
loading dose) dan monitor timbulnya sindrom inappropriate
antidiuretic hormon atau SIADH, ditandai dengan ekskresi urin
turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun, naiknya berat jenis
urin dan osmolaritas.
e) Metabolik: monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi
asidosis metabolik dengan bikarbonat dan cairan.

Pada saat ini imunoterapi telah berkembang sangat pesat dengan


diketemukannya berbagai jenis globulin hiperimun, antibodi monoklonal
untuk patogen spesifik penyebab sepsis neonatal.

Selain itu, Hadinegoro et al (Hadinegoro et al., 2016) menyebutkan


penanganan pada anak dengan sepsis adalah sebagai berikut
a. Transfusi packed red cell
Transfusi packed red cell (PRC) diberikan berdasarkan saturasi vena
cava superior (ScvO2) <70% atau Hb <7 g/dL. Pada pasien dengan
hemodinamik tidak stabil dan ScvO 2 <70%, disarankan tercapai kadar
hemoglobin >10 g/dL. Setelah syok teratasi, kadar Hb <7 g/dL dapat
digunakan sebagai ambang transfusi.
12

b. Transfusi konsentrat trombosit


Transfusi trombosit diberikan pada pasien sepsis sebagai profilaksis
atau
terapi, dengan kriteria sebagai berikut:
1) Profilaksis diberikan pada kadar trombosit <10.000/mm3 tanpa
perdarahan aktif, atau kadar <20.000 /mm3 dengan risiko
bermakna perda rahan aktif. Bila pasien akan menjalani
pembedahan atau prosedur invasif, kadar trombosit dianjurkan
>50.000/mm
2) Terapi diberikan pada kadar trombosit <100.000/mm 3 dengan
perdarahan aktif.
c. Transfusi plasma
Tranfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma, FFP) diberikan pada
pasien sepsis yang mengalami gangguan purpura trombotik, antara
lain: koagulasi intravaskular menyeluruh (disseminated intravascular
coagulation, DIC), secondary thrombotic microangiopathy, dan
thrombotic thrombocytopenic purpura.
d. Kortikosteroid
Hidrokortison suksinat 50 mg/m 2/hari diindikasikan untuk pasien
syok refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi
adrenal.
e. Kontrol glikemik
Gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL. Bila gula darah >180 mg/dL,
glucose infusion rate (GIR) diturunkan sampai 5 mg/kg/menit. Bila
gula
darah >180 mg/dL, dengan GIR 5 mg/kg/menit, GIR dipertahankan
dan
titrasi rapid acting insulin 0,05-0,1 IU/kg
f. Nutrisi
Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil, diutamakan
secara enteral dengan kebutuhan fase akut 57 kCal/kg/hari dan protein
13

60% dari total kebutuhan protein (0-2 tahun: 2-3 g/kg/hari; 2-3 tahun:
1,5-2 g/ kg/hari; 3-18 tahun: 1,5 g/kg/hari).
g. Menghilangkan sumber infeksi
Melakukan debridemen, mengeluarkan abses dan pus, membuka alat
dan kateter yang berada dalam tubuh merupakan bagian dari eradikasi
sumber infeksi
8. Discharge Planning
Menurut Nurarif & Kusuma (Nurarif & Kusuma, 2015), discharge
planning pada sepsis neonatatrum adalah:
1. Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan ibu
secara berkala, imunisasi, asupan gizi yang memadai, serta pengobatan
pada infeksi yang diderita ibu.
2. Pada saat persalinan, perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara
aseptik.
3. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir menerapkan rawat
gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan
peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri.
Perawatan luka umbilikus dilakukan secara steril. Tindakan invasif
dilakukan secara aseptik. Mencuci tangan dengan sabun, sebelum dan
sesudah memegang setap bayi. Bayi yang berpenyakitan harus
diisolasi dll.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Langkah awal dari pengkajiannya dimulai dari anamnesa. Anamnesis
yang utama pertanyaan umum. Pertanyaan umum, menanyakan kenapa
bayi dirujuk, perawatan dan terapi khusus apa yang telah diberikan
pada bayi (Ribek et al., 2018).
1) Pertanyaan masalah bayi :
14

a) Kapan bayi lahir, berapa berat lahir, siapa penolong


persalinannya.
b) Keadaan bayi sesaat setelah lahir: bernapas pada menit
pertama, bayi memerlukan resusitasi, gerak dan tangis bayi
normal. Kesan bayi yang sehat dan normal saat lahir adalah
menangis keras, lengan, kaki aktif bergerak fleksi, ekstensi.
c) Kapan masalah mulai timbul, adakah perubahan kondisi bayi
sejak didapat masalah.
d) Apakah bayi punya masalah dengan minum.
2) Pertanyaan masalah ibu: 1). Kaji ulang kesehatan ibu, riwayat
persalinan dan sosial ekonomi 2). Tanyakan apakah ibu ada
kekhawatiran. 3). Tanyakan tentang kehamilan seperti: berapa
umur kehamilan, menderita penyakit kronis selama kehamilan 4).
Tanyakan mengenai persalinan dan kelahiran, apakah ada demam
dicurigai sebagai infeksi berat saat persalinan sampai 3 hari,
ketuban pecah dini lebih 18 jam, komplikasi persalinan: partus
lama, Sectio Caesar (SC), gawat janin, tindakan vakum/forsep,
letak sungsang.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bayi diusahakan di bawah pemancar panas
dengan penerangan yang cukup. Mintalah ibu hadir selama
pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperiksa:
1) Frekuensi nafas
Frekuensi nafas normal pada bayi baru normal ialah 30-60
kali/menit, tanpa retraksi dada, tanpa suara merintih pada fase
ekspirasi. Pada bayi kecil (BB< 2500 gram atau umur kehamilan <
37 mg) mungkin terdapat retraksi dada yang ringan dan jika bayi
berhenti nafas secara periodik selama beberapa detik (< 20 detik)
masih dalam batas normal. Suara nafas bayi normal adalah
bronkovesikuler. Kadang ada suara grok saat bernapas ini karena
ada cairan amnion atau ketuban dalam paru-paru. Selama dalam
15

kandungan paru janin terisi cairan amnion, saat melewati jalan


lahir terjadi penekanan di paru sehingga cairan amnion terperas
keluar. Selain amnion disaluran napas terdapat lendir yang
berfungsi sebagai saringan untuk mencegah kuman dan debu
masuk ke paru, tapi bila ruangan dingin lendir akan kental
sehingga ada bunyi saat bernapas. Bila ada infeksi atau alergi
lendir bertambah banyak.

2) Denyut jantung
Denyut jantung normal 100-160 kali/menit, tetapi dianggap masih
normal kalau denyut jantung di atas 160 kali/menit dalam jangka
waktu yang pendek. Jantung yang besar sejak lahir kemungkinan
ibu diabetes tetapi membesar beberapa hari setelah lahir
menunjukkan kegagalan jantung.
3) Suhu aksila
Suhu normal antara 36,5 – 37,5 °C.
4) Postur dan Gerakan
Postur normal bayi baru lahir dalam keadaan istirahat adalah
kepalan tangan longgar dengan lengan, panggul dan lutut semi
fleksi. Bayi BBLR ekstremitas dalam keadaan sedikit ekstensi.
5) Tonus otot atau tingkat kesadaran
Rentang normal tingkat kesadaran bayi baru lahir adalah mulai dari
diam hingga sadar penuh dan dapat ditenangkan jika rewel. Bayi
dapat dibangunkan jika diam atau sedang tidur.
6) Kulit
Selama bayi dianggap normal beberapa kelainan kulit dapat
dianggap normal. Kelainan ini termasuk milia (titik putih sekitar
hidung) biasanya terlihat pada hari pertama atau selanjutnya.
Begitu juga eritema toksikum (titik merah dengan titik pusat putih
yang kecil). Yang terlihat di muka, tubuh, dan punggung pada hari
kedua atau serlanjutnya. Kulit bayi di daerah tubuh, punggung dan
16

abdomen yang terkelupas pada hari pertama juga masih dalam


batas normal. Sianosis sentral yaitu kebiruan pada kulit termasuk
pada lidah dan bibir hal ini biasanya berhubungan dengan jantung
dan paru. Sianosis perifer yaitu kebiruan pada kulit sedang lidah
dan bibir merah hal ini biasanya berhubungan dengan keracunan
obat. Akrosianosis yaitu kebiruan hanya pada ujung tangan dan
kaki dan ini normal pada bayi yang baru saja lahir atau terdapat
pada keadaan stress dingin. Sianosis yang menunjukkan adanya
asfiksia pada bayi baru lahir ditentukan dengan skor Apgar.
Cara menentukan skor apgar adalah bayi baru lahir diletakkan di
bawah radiant heater, pemeriksaan dilakukan dua kali yaitu pada
menit pertama dan menit kelima setelah lahir, bila penilaian menit
ke–5 < 7 penilaian dilanjutkan setiap 5 menit sampai menit ke-20.
Rangkaian pemeriksaan itu masing-masing diberi nilai. Bila reaksi
bayi bagus nilainya 2, reaksi kurang baik nilainya 1 dan tidak ada
reaksi bernilai 0.
Penilaian apgar skor meliputi 5 kriteria seperti:

Klinis SKOR
1 2 3
Warna kulit Biru, pucat, Ubun merah Seluruh tubuh
ekremitas merah
bitu
Denyut Tidak ada < 100x/menit 100x/menit
jantung
Refleks Tidak Ada Menyeringai Batuk, Bersin,
Menangis
Tonus otot Tidak ada Fleksi, ekremitas Gerak aktif, fleksi
lemah
Pernapasan Tidak Ada Tidak Teratur, Tangis Kuat
Dangkal
Interpretasi : 0-3 : Asfiksia berat, 4-6 : Asfiksia sedang, 7-10 :
Vigorous baby. Apgar skor ini bermanfaat untuk mengetahui respon bayi
baru lahir terhadap lingkungan ekstrauterin.
7) Warna kulit
Bayi yang lahir aterm kelihatan lebih pucat dibanding bayi preterm
karena kulitnya lebih tebal. Jadi pada bayi kurang bulan kulitnya
17

tipis, sangat halus dan cenderung berwarna merah tua. Pada sangat
kurang bulan mudah terjadi luka memar. Warna kulit kuning pada
bayi yang disebut ikterus/jaundice. Cara memeriksanya yang baik
dengan cara menekan tulang pada hidung at au dahi biasanya
tampak bila kadar bilirubin > 5 mg/dl. Keadaan ini abnormal pada
bayi < 24 jam. Biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus,
sepsis dan infeksi TORCH.

8) Tali pusat
Tali pusat normal berwarna putih kebiruan pada hari pertama,
mulai kering dan mengecil dan akhirnya lepas setelah 7 hingga 10
hari. Normalnya pusar bayi rata dengan perut bayi, tapi ada juga
yang menonjol yang disebut bodong atau hernia umbilicalius dan
biasanya menutup pada usia 1 tahun ada juga sampai 6 tahun.
9) Mata
Untuk membuka mata bayi secara spontan caranya adalah bayi
diangkat dan dimiringkan secara perlahan-lahan ke depan dan ke
belakang atau dengan melakukan refleks moro. Refleks pupil
timbul sesudah umur kehamilan 28–30 minggu. Jika refleks pupil
(-) kemungkinan bayi buta. Leukokorfea yaitu reffleks pupil putih
memberi kesan katarak atau tumor. Sklera normal berwarna putih.
Blenorhea : infeksi pada mata biasanya Gonore mata merah dengan
sekret pus yang banyak. Bayi bisa melihat dengan jelas kalau
sudah usia 2-3 bulan dengan jarak pandang 20–35 cm dengan
tatapan kiri dan kanan. Dengan warna hitam putih, air mata bisa
keluar setelah usia 1-3 bulan. Pemeriksaan mata pada bayi BB
kurang dari 1,5 Kg dan Usia kehamilan (UK) kurang dari 34 mg
perlu perikjsa ROP (Retinopathy of Premature). Pemeriksaan awal
ROP biasanya usia 4–6 minggu setelah kelahiran bayi dengan
18

bantuan oftalmoskofi. Mata ROP berpeluang menjadi mata juling,


mata malas dan miopi (rabun jauh).
10) Kepala atau muka
Kepala bayi baru lahir dapat mengalami moulase akibat proses
kelahiran, hal ini akan sembuh sendiri setelah 3–4 minggu. Lingkar
kepala yang diukur adalah lingkar kepala occipitofrontal yang
normalnya pada bayi cukup bulan 32-37 cm.

11) Telinga
Tuli dapat diperiksa dengan jentikan jari tangan atau suara keras.
Dalam keadaan normal kelopak mata akan berkedip dan terjadi
refleks moro. Pada bayi yang tuli reaksi ini tidak terjadi.
12) Abdomen
Normal hepar teraba 1-2 cm di bawah arkus kosta. Lien teraba
pada arcus costa ginjal terutama yang kanan sering teraba.
13) Reflek Rooting
Reflek : sentuh bibir dan sudut pipi dengan jari tangan bayi akan
menoleh dan membuka mulutnya secara langsung.
14) Urine dan tinja
Bayi normal biasanya berak cair antara 6-8 kali per hari. Dicurigai
diare jika frekwensi meningkat, tinja hijau atau mengandung lendir
atau darah. Mekoneum seharusnya keluar dalam 48 jam setelah
lahir. Perdarahan vagina pada bayi baru lahir dapat terjadi selama
beberapa hari pada minggu pertama kehidupan dan hal ini
dianggap normal. Normal panjang penis bayi baru lahir > 2 cm,
hampir selalu ada phimosis. Skrotum yang normal relative besar.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin didaapatkan (Nurarif &
Kusuma, 2015):
19

1. DPL dengan hitungan jenis, kemungkinan leukosit menurun dan


meningkat.
2. Kimia serum, bilirubin, laktat serum (meningkat), pemeriksaan
fungsi hati (Abnormal), dan protein C (menurun).
3. Resistensi insulin dengan peningkatan glukosa darah
4. AGD (hipoksemia, asidosis laktat)
5. Kultur urin, sputum, luka, darah
6. Waktu tromboplastin parsial tekaaktivasi (meningkat), rasio
normalisasi internasional (meningkat), D-dimer (meningkat).
Hal yang mungkin didapatkan selama pengkajian pada bayi sepsis
neonatorum adalah bayi nampak sakit, bayi tidak mau minum, suhu tubuh
naik atau turun, sklerederma (jaringan yang mengeras). Gangguan
gastrointestinal didapat muntah, diare dan perut kembung. Pada
pernapasan didapat dispneu, takipneu dan cyanosis. Pada kardiovascular
didapat takikardia, edema dan dehidrasi dan hematologi didapat ikterus,
petekie, leukosit <5000 mm2. Pemeriksaan laboratorium didapat KFD
tinggi, umur bayi <4 hari maka sel darah putih <9000, Sel PMN <4.500,
Trombosit <100.000. Pada umur bayi > 4 hari sel darah putih >20.000 atau
<5000. Sel PMN >4.500 atau <1400, Trombosit <100.000 (Ribek et al.,
2018).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada sepsis neonatorum yang muncul pada
teori menurut NANDA (2015) dimodifikasi dengan SDKI (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017) yaitu :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
Data Subjektif:
Mengeluh sesak (dispnea)
Data Objektif:
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
20

3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,


kussmaul, cheyne-stokes)
4. Adanya bunyi napas tambahan (mis. wheezing, rales)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan

Data Subjektif: Tidak ada


Data Objektif: Berat badan menurun min.10% dibawah rentang ideal.
c. Risiko termoregulasi tidak efektif ditandai dengan subkutan tidak
memadai
Faktor Resiko:
1. cedera otak akut.
2. dehidrasi.
3. pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan.
4. peningkatan area permukaan tubuh tehrhadap rasio berat badan
5. Kebutuhan oksigen meningkat
6. Perubahan laju metabolisme
7. Proses penyakit (mis.infeksi).
8. Suhu lingkungan ekstrim.
9. Suplai lemak subkutan tidak memadai
10. Proses penuaan.
11. Berat badan ekstrim.
12. Efek agen farmaksologis (mis.sedasi).
d. Risiko penyebaran infeksi ditandai dengan penurunan sistem imun
Faktor risiko untuk masalah risiko infeksi adalah:
1. Penyakit kronis (mis: diabetes melitus)
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (gangguan peristaltik;
kerusakan integritas kulit; perubahan sekresi pH; penurunan kerja
21

siliaris; ketuban pecah lama; ketuban pecah sebelum waktunya;


merokok; statis cairan tubuh)
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan
hemoglobin; imunosupresi; leukopenia; supresi respon inflamasi;
vaksinasi tidak adekuat)

3. Intervensi
Intervensi keperawatan pada sepsis neonatorum berdasarkan SLKI
(2018) dan SIKI (2019) adalah

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


(SDKI) Kriteria Hasil (SIKI)
(SLKI)
D.0005 L. 01004 I.01011
Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
Pola nafas tidak
intervensi Observasi
efektif keperawatan selama 1. Monitor pola napas (frekuensi,
3 x 24 jam, maka kedalaman, usaha napas)
berhubungan
pola napas 2. Monitor bunyi napas tambahan
dengan membaik, dengan (misalnya: gurgling, mengi,
kriteria hasil: wheezing, ronchi kering)
penurunan
1. Dispnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
energi 2. Penggunaan otot aroma)
bantu napas Terapeutik
menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan
3. Pemanjangan napas dengan head-tilt dan chin-
fase ekspirasi lift (jaw thrust jika curiga
menurun trauma fraktur servikal)
4. Frekuensi napas 2. Posisikan semi-fowler atau
membaik fowler
22

5. Kedalaman napas 3. Berikan minum hangat


membaik 4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas darah
10. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
23

pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.
D.0019 L.03030 Manajemen Nutrisi (I.03119)
Setelah dilakukan Observasi
Defisit nutrisi
intervensi 1. Identifikasi status nutrisi
berhubungan keperawatan selama 2. Identifikasi alergi dan
3 x 24 jam, maka intoleransi makanan
dengan
status nutrisi 3. Identifikasi makanan yang
ketidakmampuan membaik, dengan disukai
kriteria hasil: 4. Identifikasi kebutuhan kalori
menelan
1. Porsi makan yang dan jenis nutrien
makanan dihabiskan 5. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang nasogastrik
2. Berat badan 6. Monitor asupan makanan
membaik 7. Monitor berat badan
3. Indeks massa 8. Monitor hasil pemeriksaan
tubuh (IMT) laboratorium
membaik Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis: piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis:
24

Pereda nyeri, antiemetik), jika


perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

Promosi BB (I.03136).
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan
muntah
3. Monitor jumlah kalori yang di
konsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
2. Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien (mis:
makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender,
makanan cair yang diberikan
melalui NGT atau gastrostomy,
total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
3. Hidangkan makanan secara
menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan
D.0148 L.14134 Pengukuran Suhu Tubuh
Setelah dilakukan (I.12414).
Risiko
intervensi Observasi
termoregulasi keperawatan selama 1. Identifikasi kesiapan dan
25

tidak efektif 3 x 24 jam, maka kemampuan menerima


termoregulasi informasi
ditandai dengan
membaik, dengan Terapeutik
subkutan tidak kriteria hasil: 1. Sediakan materi dan media
1. Menggigil Pendidikan Kesehatan
memadai
menurun 2. Jadwalkan Pendidikan
2. Suhu tubuh Kesehatan sesuai kesepakatan
membaik 3. Berikan kesempatan untuk
3. Suhu kulit bertanya
membaik 4. Dokumentasikan hasil
pengukuran suhu
Edukasi
1. Jelaskan prosedur pengukuran
suhu tubuh
2. Anjurkan terus memegang
bahu dan menahan dada saat
pengukuran aksila
3. Ajarkan memilih lokasi
pengukuran suhu oral atau
aksila
4. Ajarkan cara meletakkan ujung
thermometer di bawah blidah
atau di bagian tengah aksila
5. Ajarkan cara membaca hasil
thermometer raksa dan/atau
elektronik

Edukasi Termogulasi (I.12457).


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media
Pendidikan Kesehatan
2. Jadwalkan Pendidikan
Kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
1. Ajarkan kompres hangat jika
demam
2. Ajarkan cara pengukuran suhu
3. Anjurkan penggunaan pakaian
yang dapat menyerap keringat
4. Anjurkan tetap memandikan
26

pasien, jika memungkinkan


5. Anjurkan pemberian
antipiretik, sesuai indikasi
6. Anjurkan menciptakan
lingkungan yang nyaman
7. Anjurkan memperbanyak
minum
8. Anjurkan penggunaan pakaian
yang longgar
9. Anjurkan minum analgesik
jika merasa pusing, sesuai
indikasi
10. Anjurkan melakukan
pemeriksaan darah jika demam
> 3 hari

D.0142 L.14137 Manajemen Imuniasasi/


Setelah dilakukan Vaksinasi (I.14508).
Risiko infeksi
intervensi Observasi
ditandai dengan keperawatan selama 1. Identifikasi Riwayat Kesehatan
3 x 24 jam, maka dan Riwayat alergi
penurunan
tingkat infeksi 2. Identifikasi kontraindikasi
sistem imun menurun, dengan pemberian imunisasi (mis:
kriteria hasil: reaksi anafilaksis terhadap
1. Demam menurun vaksin sebelumnya dan/atau
2. Kemerahan sakit parah dengan atau tanpa
menurun demam)
3. Nyeri menurun 3. Identifikasi status imunisasi
4. Bengkak setiap kunjungan ke pelayanan
menurun kesehatan
5. Kadar sel darah Terapeutik
putih membaik 1. Berikan suntikan pada bayi di
bagian paha anterolateral
2. Dokumentasikan informasi
vaksinasi (mis: nama produsen,
tanggal kadaluarsa)
3. Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal, dan
efek samping
2. Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah (mis:
hepatitis B, BCG, difteri,
tetanus, pertussis, H. influenza,
27

polio, campak, measles,


rubela)
3. Infromasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah (mis:
influenza, pneumokokus)
4. Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis: rabies,
tetanus)
5. Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi Kembali
6. Informasikan penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis
Pencegahan Infeksi (I.14539).
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada
area edema
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
28

Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017; Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

C. Konsep Terapi Inkubator


Baby Incubator merupakan alat kedokteran dan khususnya digunakan
untuk terapi untuk bayi yang baru lahir yang disebabkan karena bayi lahir dini
atau yang biasa disebut dengan bayi prematur dengan memanfaatkan panas
yang berasal dari pemanas (heater). Dengan alat terapi ini diharapkan bayi
yang lahir dini atau premature bisa mendapatkan pemanasan suhu yang sesuai
dengan suhu didalam kandungan. Prinsip dari Baby Incubator adalah
memberikan pemanasan pada bayi prematur yang disesuaikan dengan suhu
normal manusia yaitu yang berkisar antara 36º-37 ºC (Lami, 2009).
Inkubator bayi merupakan salah satu dari sekian banyak alat
kedokteran yang sangat dibutuhkan ketersediaannya di rumah sakit atau
puskesmas. Inkubator bayi berfungsi untuk menjaga suhu tubuh bayi dalam
batas normal terutama untuk bayi yang lahir prematur. Inkubator juga
bermanfaat untuk meminimalkan resiko kontak bayi prematur dengan orang
dan lingkungan yang berpotensi menularkan penyakit karena pada bayi
prematur fungsi organnya masih belum sempurna. Suhu inkubator bayi dijaga
dalam batas normal sekitar 33°C sampai 35°C. Selain itu, kelembaban relatif
sebesar 40% sampai 60% perlu dipertahankan juga untuk membantu stabilitas
suhu tubuh bayi (Anastasi & Lapono, 2016).

Inkubator bayi yang dirancang ini memiliki panjang 60 cm, lebar 40


cm, dan tinggi 30 cm. Bahan untuk inkubator ini terbuat dari bahan acrylic
dan terbagi menjadi dua bagian. Bagian bawah digunakan untuk meletakkan
komponen elektronik dan bagian atas digunakan sebagai tempat bayi. Tempat
untuk meletakkan bayi diberi alas berupa matras atau busa guna kenyamanan
bayi. Pada sisi kanan dan kiri inkubator diberi lubang untuk sirkulasi udara
(Anastasi & Lapono, 2016).
29

Pengaturan suhu disesuaikan dengan batas normal suhu inkubator yaitu


33°C sampai 35°C dan menggunakan pemanas untuk menaikkan suhu dalam
inkubator. Sedangkan pengaturan kelembaban udara disesuaikan dengan batas
normal kelembaban suhu inkubator yaitu sekitar 40% sampai 60% dan
menggunakan kipas untuk menurunkan kelembaban udara di dalam inkubator
(Anastasi & Lapono, 2016).

D. Posisi Pronasi
Penelitian yang dilakukan oleh Pakaya et al. (2022) yang berjudul
Prone Position Pada Dewasa dan Bayi Terhadap Saturasi Oksigen di Ruangan
Intensive didapatkan hasil bahwa ada pengaruh prone position dengan SPO2
pada bayi dan dewasa, ada pengaruh prone position terhadap pola tidur dan
BB pada bayi. Penelitian didapatkan bahwa posisi pronasi merupakan
intervensi yang layak, aman, tidak memerlukan banyak biaya dan mudah
diimplementasikan pada pasien dengan sedikit efek samping. Pelaksanaan
intervensi posisi prone pada pasien, kondisi pasien harus dipantau secara
kontinyu, tidak hanya pada orang dewasa dan lansia posisi prone juga dapat
dilakukan pada bayi, terutama pada bayi premature.

Posisi pronasi merupakan salah satu intervensi yang sudah banyak


dilakukan pada pasien ARDS dengan ventilasi mekanis. Posisi pronasi
dikatakan dapat meningkatkan homogenitas paru, pertukaran gas, dan
mekanisme pernapasan yang memungkinkan pengurangan intensitas ventilasi
serta mengurangi cedera paru pada pasien ARDS dengan terapi ventilasi
mekanis invasif (Guerin et al., 2020 dalam Pakaya et al., 2022). Posisi pasien
harus diubah setiap 0,5–2 jam atau lebih jika memungkinkan. Perubahan
posisi yang direkomendasikan meliputi 30 menit hingga 2 jam dalam posisi
yaitu pronasi sepenuhnya dengan tempat tidur rata; lateral kanan dengan
tempat tidur rata; duduk tegak 30-60° lateral kiri dengan tempat tidur rata
kembali ke posisi supinasi, kemudian diulangi lagi dari posisi pronasi
(Bamford et al, 2020 dalam Pakaya et al., 2022).
30

Perubahan posisi dapat dilakukan mandiri oleh pasien jika


memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, perubahan posisi dibantu oleh
tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Selain itu, literatur tentang posisi
pronasi pada pasien ARDS menyebutkan bahwa pasien harus dalam kondisi
hemodinamik stabil dan MAP ≥ 65 mmHg pada saat implementasi posisi
(Guerin et al, 2020 dalam Pakaya et al., 2022). Terdapat kontraindikasi
mutlak dan relatif yang perlu dipertimbangkan dalam mengimplementasikan
posisi pronasi. Kontraindikasi mutlak yaitu distres pernapasan (laju
pernapasan ≥ 35, PaCO2 ≥ 65, dan/atau penggunaan otot bantu napas),
kebutuhan segera untuk intubasi, ketidakstabilan hemodinamik (tekanan
darah sistolik <90 mmHg) atau aritmia, agitasi atau perubahan status mental,
kondisi tulang belakang tidak stabil/cedera toraks/pembedahan abdomen tidak
lama ini. Sedangkan kontraindikasi relatif termasuk cedera wajah, masalah
neurologis, obesitas morbid, kehamilan (trimester 2/3) dan luka tekan/ulkus
(Bamford et al, 2020 dalam Pakaya et al., 2022).
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Nama Bayi : By.H Usia kehamilan saat dilahirkan:
Usia : 39 hari 38-39 minggu
Jenis Kelamin : Laki-laki Penolong persalinan : Bidan
Agama : Islam G2 P1 A0 M0
Alamat : Singkawang Apgar Score : 9/10

Nama Ayah : Bp.S


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Supir

Nama Ibu : Ny.A


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Riwayat Klien
Tanggal Masuk : 14/02/2023
Tanggal Pengambilan Data : 20/02/2023 Jam 12.00
Diagnosa Medis saat masuk : Penumonia Berat
Cara Masuk : Sesak, sianosis, kesadaran kompos mentis.
Detak Jantung: 148x/menit, Frekuensi Pernapasan: 66x/menit, Suhu tubuh
36,8℃, Berat badan waktu lahir 2600 gram, Berat saat ini 3024 gram,
Panjang badan 48 cm. Down Score 4-5.
3. Keluhan Utama
Kondisi bayi H tampak sakit berat dan lemah. Tampak sesak, retraksi
dada, sianosis jika menangis, hipersaliva, sputum berlebih, terdapat suara

31
32

nafas tambahan : ronchi kering (crakles) , CRT < 2 detik, refelek hisap
baik, puass
Detak Jantung: 163x/menit, Frekuensi Pernapasan: 64x/menit, Suhu tubuh
37,7℃ (dengan bantuan inkubator Suhu: 32℃). Terpasang ventilator
IPPV, P Insp 30,0 mbar, PEP = 8,0 mbar, PEP = 8,0 mbar. T Insp 0,50 s,
frekuensi 50 bpm. Terpasang OGT dialirkan, terpasang infus D5 ¼ NS 8
tpm.
4. Riwayat Kehamilan
Prenatal : anak ke 2, usia kehamilan 38-39 minggu, saat hamil rutin
melakukan pemeriksaan ke puskesmas dan Dokter Praktek, tidak ada
keluhan.
Natal Care : Diagnosa ibu :
Tanggal lahir 14 Januari 2023. Kondisi saat lahir tidak lansung menangis,
± 1 menit. Apgar score 9-10.
Cara persalinan : dibantu bidan, lahir spontan.
Post natal : Ibu post partum spontan, bayi meminum ASI.
Kebutuhan biologis.
Nutrisi : Klien puasa dari masuk rumah sakit pada tanggal 14 Februari
sampai dengan tanggal 21 Februari 2023, OGT dialirkan.
Eliminasi BAB + 3-4x/hari, BAK + 5x/ hsri
5. Kebutuhan Sosial Ekonomi
Status pernikahan: Orang tua menikah, kliwn tinggal bersama ortu, abang,
dan kakek neneknya.
6. Kebutuhan Komunikasi dan Edukasi
Edukasi diberikan kepada: orang tua (Ibu)
Bicara normal, sehari hari menggunakan bahasa Indonesia, tidak perlu
penerjemah, tidak menggunakan bahasa isyarat, tidak ada hambatan
edukasi, cara edukasi yang disukai, mendengar dan demonstrasi.
7. Penilaian Nyeri Neonatus, total skor : 4.
Penilaian kematangan fisik, total skor : 23.
Penilaian kematangan neuromuskular, total skor : 23.
33

Kebutuhan kalori : Berat badan ideal menurut grafik fenton adalah 3700
gram dengan kebutuhan sebesar 370 kkal / hari.

8. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
Kondisi saat lahir : tidak segera menangis 1 menit
Detak jantung: 163x/menit, frekuensi pernapasan: 64 x/menit, suhu:
37,7 ℃, saturasi O2 : 88 %, CRT < 2 detik.
BBL : 2600 gram, BB sekarang: 2.860 gram
PB : 48 cm
LK : 33 cm
LP : 28 cm
LD : 32 cm
b. Pemeriksaan umum
1) Kepala
Kepala terlihat bersih, bentuk bulat, tidak terdapat benjolan,
tontanela mayor masih cekung, satura belum menutup.
2) Mata
Mata tampak simetris, tidak tampak ikterik pada sklera, reaksi
pupil +.
3) THT
Septum nasal di tengah,hidung terpasangan ventilator, telinga
tampak simetris, tampak bersih, dispnea, tidak mampu batuk,
terpasang OGT.
4) Thoraks
a) Paru-paru
Dada simetris, retraksi dada. Penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan dengan bantuan ventilator, pernafasan
cepat dan dalam, RR: 64x/menit. Suara nafas crekleis, tidak
mampu batuk.
34

b) Jantung
Tidak ada kelainan pada jantung, terdengar Lup Dup.
5) Abdomen
Tampak simetris, tidak tampak distensi, dinding abdomen supel.

6) Tali Pusat
Sudah lepas, tidak tampak tanda infeksi
7) Genetalia
Tampak bersih, testis ada, BAK ada.
8) Anus
Bersih, tidak ada benjolan, tidak atresia ani. BAB 1x/ hari.
9) Ekremitas
Pergerakan tangan dan kaki baik, tangan dan kaki tampak simetris,
jumlah jari lengkap, sianosis jika menangis.
10) Kulit
Kulit tampak keriput tidak terkelupas, kurang elastis
11) Krammer
Tidak tampak ikterik
9. Penilaian Refleks Primitif
a. Rooting Reflek : tidak ada
b. Sucking Reflek : Baik dan kuat.
c. Swallowing : menelan baik
d. Tonic neck refleks : tidak dapat diperiksa
e. Graps refleks/Plantar refelek: reflek menggenggam ada, namun lemah.
f. Moro reflek : Refleks Positif
g. Dancing refleks : Tidak dapat diperiksa
h. Crowl Reflek : Refleks positif
i. Babinskin refleks : Positif
10. Observasi waktu tidur
Selama pengkajian By.H tidur terus
11. Kebutuhan cairan
35

Intake: Obat oral : 1,25 cc Output: Urin : 70 cc


Infus : 48 cc IWL : 18,58 cc
Injeksi : 29,5 cc deuresis :4. 07 cc
NaCl : 4 cc Total : 88,58 cc
Aminosteril : 6,3 cc
Total : 89,05 cc

Balance : 89,05 cc-88,58 cc = 0,47 cc setiap 6 jam


12. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal 14/02/2023

Nama Nilai Satuan Nilai Normal


HB 15,4 g/DL 13,2-17,3
Leukosit 14,860 uL 3,900- 10,600
Trombosit 230.000 uL 150.000 – 440.000
Hematokrit 40,4 % 4,4-5, 940-52
Natrium 142,90 mmol/L 135-147
Kalium 4, 88 mmol/L 3,5-5
Klorida 102, 73 Mmol/L 95-105

Tanggal 15/02/2023

Nama Nilai Satuan Nilai Normal

TSH 0,39 u/mL 0,5-5,0


T3 Total < 0,77 mmol/L 1,4-2,6
T4 Total 126,89 mmol/L 64,4-154,4

Tanggal 16/02/2023
Gol.darah :O
GDS : 88
36

Hasil Pemeriksaan Sputum tanggal 20 Februari 2023


1. Sediaan Langsung : Mikroskopis  Pewarnaan gram: ditemukan
bentuk kuman batang gram negatif 2 (+), sel PMN 2 (+)
2. Biakan Kultur : A. acinobacter baumanii
13. Terapi dan Obat-obatan
Infus D5 ¼ NS 8 tpm
Terapi tanggal 20/02/2023, dr.Stevie
Inj. Lefavloxacin 2x28 mg
Vancomicyn 3x5 mg
Meropenem 3x120 mg
OM2 2x3 mg
Dexametason 3x0,5 mg
Furosemide 1x2,5 mg
Sibital 2x12 mg
Asam Traneksamat 2x12 mg
Vit.K senin dan kamis
Puyer : ambroxol + CTM
Nebu : Farbiden 3x0,5 + NS 0,9 (1,5 cc)
Koreksi: BTC-Nat 5cc+ 19 cc D5% (1 cc/jam)
Aminosteril 70 mL/24 jam
Oral : Sucralfat 3x ½
Captopril 2x1,5 mg
Nystatin 3x1 mL
14. Discgarge Planning
a. Jaga kesehatan bayi, mandi 2x/hari
b. Cuci tangan sebelum memegang bayi
c. Hindari bayi dari asap
d. Pantau BB dan PB dari posyandu
e. Kontrol sesuai tanggal atau jika ada keluhan
f. Ajarkan orang tua fisioterapi dada
g. Pengenalan tanda bahaya di rumah
37

B. Diagnosa Keperawatan
No Data Etiologi Masalah
1 DS: - Proses Infeksi, Bersihan Jalan
DO: Tampak sesak, retraksi hipersekresi jalan Nafas Tidak
dada, sianosis jika menangis, nafas, sekresi Efektif
penggunaan alat bantu yang tertahan
pernafasan, suara nafas ronki
kering/crekles, nafas cepat dan
dalam. RR 64x/menit, Saturasi
Oksigen 88 %, terpasang
ventilator IPPV, hipersaliva,
sputum berlebih, tidak mampu
batuk
2 DS: - - Resiko infeksi
DO: suhu 37,7°C, terpasang
Ventilator, terpasang OGT,
terpasang infus.
Leukosit : 14.650 /µL
Hasil kultur sputum :
Acinectobacter baumanii dan
hanya sensitive dengan
antibiotic Tigecyckine (20-2-
2023)
3 DS: Ketidakmampuan Defisit nutrisi
DO : BBL 2600 gram mengabsorpsi
BB Sekarang 2.860 makanan
Puasa dari tanggal 14 – 21 peningkatan
Februari 2023, BAB + BAK kebutuhan
+, bising usus 10 x/menit metabolisme
38

BB ideal menurut grafik fenton


3.700 gram kebutuhan kalori
444 kkal/hari.
Intake ASI 40 ml / OGT/ hari
(minum tidak bisa secara oral
karena hiperskresi, seharusnya
660 ml / hari
Berdasarkan analisa diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosa
keperawatan yang di dapat pada by. H adalah :
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan proses infeksi,
hiperseksresi jalan nafas dan seksresi yang tertahan ditandai dengan
tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika menangis, penggunaan alat bantu
pernafasan, suara nafas ronki kering/crekles, nafas cepat dan dalam. RR
64x/menit, Saturasi Oksigen 88 %, terpasang ventilator IPPV, hipersaliva,
sputum berlebih, tidak mampu batuk.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan mengabsorpsi
makanan dan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan BBL
2600 gram, BB Sekarang 2.860, Puasa dari masuk rumah sakit s/d tgl 21
Februari 2023, BAB + BAK +, bising usus 10 x/menit dan BB ideal
menurut grafik tentang 3.700 gram, kebutuhan kalori 370 hal/hari
3. Resiko infeksi ditandai dengan suhu 37,7, terpasang Ventilator, terpasang
OGT, terpasang infus, Leukosit : 14.650 /µL, hasil kultur sputum :
Acinectobacter baumanii dan hanya sensitive dengan antibiotic
Tigecyckine.

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi TTD
(SDKI) kriteria hasil Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
39

1 Bersihan jalan Setelah MANAJEMEN JALAN


nafas tidak dilakukan NAFAS dan
efektif b.d tindakan PEMANTAUAN Lily

proses infeksi, keperawatan RESPIRASI


hipersekresi 3x24 jam, Observasi
jalan nafas, diharapkan 1. Monitor pola nafas,
sekresi yang bersihan jalan frekuensi,
tertahan nafas meningkat, kedalaman dan
dengan kriteria usaha nafas
hasil: 2. Monitor bunyi nafas
1. Produksi tambahan
sputum 3. Monitor sputum
menurun 4. Monitor adanya
2. Suara nafas sumbatan nafas
ronki kering 5. Monitor saturasi
menurun oksigen
3. Dispnea Terapeutik
menurun 6. Atur interval
4. Sianosis jika pemantauan RR tiap
menangis jam
menurun 7. Pertahankan
5. RR membaik kepatenan jalan
30-60x/meni nafas
t 8. Posisikan semi
6. Penggunaan fowler
otot bantu 9. Lakukan
nafas penghisapan lendir
menurun <15 detik
7. Kedalaman 10. Berikan oksigen
nafas 11. Lakukan fisioterapi
membaik dada
40

8. Eksusi dada 12. Atur suhu


membaik humadifier
ventilator 37 ℃ dan
humadifier
inkubator 80%.
Edukasi
13. Informasikan hasil
pemantauan kepada
orang tua, jika perlu
Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator jika
perlu
2 Defisit nutrisi Setelah PROMOSI BB
b.d dilakukan Observasi
ketidakmampuan tindakan 1. Identifikasi Lily

mengabsorpsi keperawatan kemungkinan


nutrien selama 3x24 penyebab BB
jam, diharapkan kurang
status nutrisi 2. Monitor adanya
bayi membaik mual dan muntah
dengan kriteria 3. Monitor jumlah
hasil: kalori yang
1. BB bayi dikonsumsi sehari-
meningkat hari
10-15%/Kg 4. Monitor berat
BB/ Hari badan/hari
2. Refleks Terapeutik
menghisap 5. Sediakan makanan
membaik yang tepat sesuai
41

kondisi pasien
Edukasi
6. Jelaskan pada ibu
tentang peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien, jika perlu
3 Resiko Infeksi setelah PENCEGAHAN
d.d Suhu 37,7 dilakukan INFEKSI
℃, terpasang tindakan 1. Monitor tanda dan Lily

ventilator, keperawatan gejala infeksi lokal


terpasang OGT, selama 3x24 dan sistemik
Terpasang infus jam, diharapkan Terapeutik
D5 ¼ NS 8 tpm, tingkat infeksi 2. Batasi jumlah
leukosit menurun dengan pengunjung
14.650 /uL kriteria hasil: 3. Cuci tangan
1. Demam sebelum dan
menurun < sesudah kontak
37,2 ℃ dengan pasien dan
2. Leukosit lingkungannya
membaik 4. Pertahankan teknik
(3.800- aseptik
10.600/uL) 5. Bersihkan inkubator
setiap hari
Edukasi
6. Ajarkan cara
42

mencuci tangan
dnegan benar
kepada ibu pasien
Kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
No. TGL/ Implementasi Keperawatan TTD
Dx Waktu
1 21/2/23 Data:
DS: -
DO: Tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika Lily
menangis, penggunaan alat bantu pernafasan,
suara nafas ronki kering/crekles, nafas cepat dan
dalam. RR 64x/menit, Saturasi Oksigen 88 %,
terpasang ventilator IPPV, hipersaliva, sputum
berlebih, tidak mampu batuk

09.00 Action:
1. Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
dan usaha nafas
2. memonitor bunyi nafas tambahan
3. memonitor saturasi oksigen
4. mempertahankan  kepatenan jalan nafas
5. memberi posisi pronasi
6. memberi nebulizer kombiven 0,5 cc + NS 1,5
cc
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar, suara nafas
tambahan kering/crackles, nafas teratur, RR 46x/
menit, Nafas cepat dan dalam, retraksi dada
penggunaan otot bantu pernapasan, saturasi
oksigen 95%, memberi posisi pronasi, Nebulizer
terpasang kadang sianosis O2 CPAP 30%
10.00
Action
1. memonitor pola nafas frekuensi nafas dan
43

kedalaman nafas serta usaha nafas


2. saturasi oksigen
3. menghisap lendir/stem
Respon:
 terpasang ppap 8,0 embar, nafas teratur, RR 47
X/ Menit,  saturasi oksigen 94%, nafas cepat dan
dalam, penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dada,  sputum banyak kehijauan, O2
cpap 30%.
 11.00
Action
1. memonitor pola nafas, frekuensi dan
kedalaman nafas
2. memonitor saturasi oksigen

Respon:
terpasang cpap 8,0 embar, nafas teratur cepat dan
dalam penggunaan otot bantu nafas tampak
 12.00 retraksi dada RR 45 x/menit saturasi oksigen
92%

Action
1. Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
nafas
2. Monitor sputum
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Memberi posisi lateral
5. Melakukan fisioterapi dada
6. Mengatur suhu humadifier ventilator dan
inkubator
Respon:
 Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat
dan dalam, penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dada, tidak sianosis kadang-kadang
batuk, memberi posisi lateral miring kiri, 
sputum banyak dan kental,  RR 54x/menit,
saturasi oksigen 99%, O2 CPAP 30%, suhu 
humadifier ventilator 37℃, suhu humadifier
inkubator 80%

1 22/2/23 Data:
DS: -
DO: Tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika Lily
menangis, penggunaan alat bantu pernafasan,
suara nafas ronki kering/crekles, nafas cepat dan
44

dalam. RR 64x/menit, Saturasi Oksigen 88 %,


terpasang ventilator IPPV, hipersaliva, sputum
banyak berwarna hijau, tidak mampu batuk
08.00 Action;
1. Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
dan usaha nafas
2. Memonitor bunyi nafas tambahan
3. Memonitor saturasi oksigen
4. Mempertahankan  kepatenan jalan nafas
5. Memberi posisi miring kanan
6. Memberi nebulizer kombiven 0,5 cc + NaCl
0,5 cc
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar O2 30%, pola nafas
teratur, cepat dan dalam, RR 56x / menit,Saturasi
oksigen 98% tidak sianosis retraksi dada, masih
ada penggunaan otot bantu pernapasan, tampak
sesak suhu  humadifier inkubator 80%, suhu
09.00 humadifier ventilator 37

Action:
1. Memonitor pola nafas frekuensi nafas dan
kedalaman nafas serta usaha nafas
2. Memonitor saturasi oksigen
3. Memonitor sputum
4. Suction
5. Memberi obat oral: ambroxol + CTM via
OGT
6. Memberikan fisioterapi dada
Respon:
Tampak sesak, terpasang CPAP 8,0 mbar, pola
nafas teratur, cepat dan dalam, tidak sianosis
retraksi dada, masih ada penggunaan otot bantu
nafas, RR 50 x/menit, saturasi oksigen 93%,
10.00 sputum banyak kehijauan, tidak muntah, obat
masuk semua

 Action:
1. Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman,
dan usaha nafas
2. Memonitor saturasi oksigen
 Respon:
 Sesak, terpasang CPAP 8,0 mber O2 30%, pola
nafas teratur, cepat dan dalam, tidak sianosis
11.00 retraksi dada, masih ada penggunaan otot bantu
45

nafas, RR 48 x/menit,Saturasi oksigen 92%

 Action:
1. Memonitor pola nafas,  frekuensi dan
kedalaman nafas
2. memonitor saturasi oksigen
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar O2 30%, nafas
teratur, cepat dan dalam, penggunaan otot bantu
 12.00 nafas, tampak retraksi dada, RR 45x/menit,
saturasi oksigen 79%

Action:
1. Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
nafas
2. Monitor saturasi oksigen
3. Monitor sputum
4. Memberi posisi pronasi
5. Melakukan suction
6. Memonitor suara nafas tambahan
Respon:
 Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat
dan dalam,sesak, kadang masih sianosis, masih
ada retraksi dada, masih ada penggunaan otot
bantu pernapasan, sputum masih ada, kehijauan,
RR 42 x/menit, saturasi oksigen 87%, suara
nafas tambahan ronki kering.

1 23/2/23 Data
DS: -
DO: Tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika Lily
menangis, masih ada penggunaan alat bantu
pernafasan, suara nafas ronki kering/crekles,
nafas cepat dan dalam. RR 72x/menit, Saturasi
Oksigen 84 %,hipersaliva, sputum banyak
berwarna hijau, tidak mampu batuk

08.00 Action:
Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalamanz
dan usaha nafas
Memonitor saturasi oksigen
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
46

Memberi posisi miring kanan kiri


Memberi nebulizer combiven 0.5cc + NaCl 0,5
cc
Respon
Sesak, terpasang CPAP 8.0 mbar O2 30%, pola
nafas teratur, cepat dan dalam, masih ada
penggunaan otot pernafasan, masih ada retraksi
dada, RR 52x/ menit, saturasi oksigen 98%
09.00

Action:
Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas
Memonitor saturasi oksigen
Suction
Memberi terapi obat oral: ambroxol dan CTM
Respon:
Sesak, terpasabg CPAP 8.0 mbar, pola nafas
teratur, cepat dan dalam. Masih ada penggunaan
otot bantu pernafasan, masih ada retraksi dada,
sputum banyak kental, RR 50x/ menit, saturasi
oksigen 94% O2 CPAP 30%
10.00

Action
Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas.
Memonitor Saturasi oksigen
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 8,0 mbar, pola nafas
teratur, cepat rab dalam masih ada penggunaan
otot bantu nafas
11.00
47

Action:
memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas
memonitor saturasi oksigen
memonitor sputum
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 8,0 mbar, pola nafas
teratur, cepat, masih ada penggunaan otot bantu
pernafasan, retraksi dada, sputum banyak, RR
49x/menit, saturasi oksigen 95%, O2 CPAP
12.00 30%.

Action
1. Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
dan usaha nafas
2. Memantau saturasi oksigen
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Memberi posisi miring kanan
5. Memonitor suara nafas
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 0,8 mbar, pola nafas
teratur, cepat, dangkal, tidak sianosis, posisi
miring kanan, masih ada pengguaan otot bantu
nafas, masih ada retraksi dada, RR 51x/menit,
saturasi 94%, sputum berkurang, suara nafas
ronki kiring, o2 CPAP 30%.
2 21/2/23 Data
DS: -
DO: Lily

BBL 2600 gram


BB Sekarang 2.860
48

Puasa, BAB + BAK +, bising usus 10 x/menit


BB ideal menurut grafik tentang 3.700 gram
kebutuhan kalori 370 hal/hari

08.00
Action
1. Memonitor BB dan PB
2. Memonitor mual muntah
3. Menghitung kebutuhaan kalori
Respon
BB 2860 gram, PB : 48 cm, masih puasa,
memakai OGT, dialirkan, Residu (-), mual
muntah tidak ada. Kebutuhan kalori 370
kkal/hari, kalori kurang
2 22/2/23 Data:
DS: -
DO: Lily

BBL 2600 gram


BB Sekarang 2.860
BAB + BAK
BB ideal menurut grafik tentang 3.700 gram
kebutuhan kalori 370 hal/hari

08.00 Action
1. Memonitor BB dan PB
2. Memonitor mual muntah
3. Memberi susu 5cc via OGT
Respon
BB 2863 gram, PB 48 cm, memakai OGT,
Residu (-), tidak mual dan muntah

12.00
Action
49

1. Memberikan susu 5cc/3 jam via OGT


2. Memonitor mual dan muntah
Respon:
tidak muntah
2 23/2/23 Data:
BBL 2600 gram
BB Sekarang 2.860 Lily

BAB + BAK
BB ideal menurut grafik tentang 3.700 gram
kebutuhan kalori 370 hal/hari

08.00 Action
1. Memonitor BB dan PB
2. Memonitor mual muntah
3. Memberi susu 5cc via OGT
Respon
Minum Asi via OGT 5 cc/ 3 jam, tidak muntah,
BB 2870 gram, PB 48 cm.
12.00

Action
1. Memberikan susu 5cc/ 3 jam via OGT
2. Memonitor mual dan muntah
Respon:
susu ASI via OGT 5 cc, / 3 jam, tidak muntah
3 21/2/23 Data:
DS: -
DO: suhu 35,8, terpasang Ventilator, terpasang Lily

OGT, terpasang infus.

08.00 Action:
1. Membersihkan inkubator menggunakan
50

disinfektan
2. Mncuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
3. Memonitor tanda gejala infeksi
Respon:
Area penusukan infus tidak ada tanda infeksi,
suhu: 35,8 ℃ terpasang CPAP 8,0 mbar,
terpasang OGT, terpasang infus D5 ¼ NS 8 tpm,
leukosit 1480 /uL

11.00
Action:
1. Memberi inj. Lefofloxacin 28 mg via syring
pump
2. Mencuci tangan
Respon :
tidak ada tanda alergi, suhu 35,8 ℃
3 22/2/23 Data:
DS: -
DO: suhu 37,7, terpasang Ventilator, terpasang Lily

OGT, terpasang infus.

Action:
08.00
1. Mengdisinfektan inkubator
2. Memonitor tanda gejala infeksi
3. Mencuci tangan
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang OGT,
terpasang infus pump D5 ¼ NS 8 tpm, tetesan
lancar, tidak ada tanda infeksi, leukosit 1480 /uL

Action
12.00
51

1. Memberikan inj. Cefexime 130 mg via


syring pump
2. Mencuci tangan 6 langkah
3. Membatasi jumlah pengunjung
4. Mengajari ibu klien mencuci tangan
Respon :
tidak ada tanda infeksi, suhu 37,6 ℃
3 23/2/23 Data
DS: -
DO: suhu 37,7, terpasang Ventilator, terpasang Lily

OGT, terpasang infus.

08.00 Action:
Mengdisinfeksi inkubator
mencuci tangan
memantau tanda infeksi
Respon:
terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang infus pump
D5 ¼ NS 8 tpm, tetesan lancar, tidak ada tanda
infeksi, suhu 36,8 ℃

Action:
12.00
Mencuci tangan 6 langkah
memberi inj. Meropenem 115 mg via syring
pump
batasi jumlah pengunjung
Respon
Terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang Infus D5
¼ NS 8 tpm. Tetesan lancar, tidak ada tanda
febritis, suhu: 36,2 ℃, leukosit 14.650 /uL
52

E. Evaluasi Keperawatan
No Tanggal/ Perkembangan TTD
Dx Waktu (SOAP)
1 Selasa, S: -
21/02/23 O: Suara Nafas tambahan ronki kering, masih
13.00 sesak, sianosis jika menangis, masih ada Lily
menggunakan otot bantu nafas, retraksi dada,
nafas cepat dan dalam, terpasang CPAP 8,0 mbar
O2 CPAP 30%, RR 54x/menit, Saturasi oksigen
99%, sputum berlebihan, kehijauan.
A: Bersihan jalan nafas tidak efektif
P: Manajemen jalan nafas dan pemantauan
respirasi
Rabu S: -
22/02/23 O: Sesak, suara nafas tambahan ronki kering,
13.00 masih ada penggunaan otot bantu pernafasan, Lily

kadang-kadang masig sianosis, retraksi dada


masih ada, nafas cepat dan dalam. RR 72x/menit,
saturasi O2 : 84%, sputum berlebih, kehijauan,
kental, terpasang CPAP 8,0 mbar, O2 30%.
A: Bersihan jalan nafas tidak efektif
P: Manajemen jalan nafas dan pemanntauan
respirasi
Kamis S: -
23/02/23 O: Sesak, suara nafas tambahan ronki kering,
13.00 masih ada penggunaan otot bantu pernafasan, Lily

tidak sianosis, retraksi dada masih ada, nafas


cepat dan dangkal
RR 51x/menit, Saturasi O2 94%, sputum
berkurang, Terpasang CPAP 8,0 mbar, O2 30%
53

A: Bersihan jalan nafas tidak efektif


P: Manajemen Jalan Nafas dan pemantauan
respirasi

2 Selasa, S: -
21/02/23 O:- PB 48 cm, BB: 2686 gram, berkurang 174
13.00 gram, puasa, terpasang OGT Refleks Menghisap Lily

baik
A: Defisit nutrisi
P: Promosi BB
Rabu S:-
22/02/23 O: PB : 48 cm, BB 2,863 gram, bertambah 177
13.00 gram, minum susu !0 cc via OGT, refleks Lily

menghisap baik
A: Defisit nutrisi
P: Promosi BB
Kamis S: -
23/02/23 O: PB : 48 cm, BB 2.870 gram, bertambah 7
13.00 gram, minum susu 10cc, via OGT, Refleks Lily

menghisap baik.
A: Defisit Nutrisi
P : Promosi BB
3 Selasa, S: -
21/02/23 O: S ; 36,9 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar,
13.00 terpasang Infus D5 ¼ NS 8 tpm, terpasang OGT, Lily

leukosit 14.650/ uL
A: Resiko Infeksi
P: Pencegahan infeksi
Rabu S: -
22/02/23 O: S ; 36,9 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar,
13.00 terpasang Infus D5 ¼ NS 8 tpm, terpasang OGT, Lily
54

leukosit 14.650/ uL
A: Resiko infeksi
P: Pencegahan Infeksi
Kamis S: -
23/02/23 O: S ; 36,2 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar,
13.00 terpasang Infus D5 ¼ NS 8 tpm, terpasang OGT, Lily

leukosit 14.650/ uL
A: Resiko infeksi
P: Pencegahan Infeksi
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis
yang terorganisir, dan meliputi empat aktivitas dasar atau elemen dari
pengkajian yaitu pengumpulan data secara sistematis, memvalidasi data,
memilah dan mengatur data dan mendokumentasikan data dalam format
(Tarwoto dan Wartonah, 2015 dalam Istiadah et al., 2019). Sepsis neonatorum
yaitu infeksi sistemik pada neonatus yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan
virus (Fauziah dan Sudiarti, 2013 dalam Istiadah et al., 2019).
Pada By. H ditemukan bahwa bayi H berumur 38 hari. Sepsis neonatorum
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sepsis neonatorum awitan dini dan sepsis
neonatorum awitan lambat. Terdapat perbedaan literatur mengenai waktu
distribusi sepsis neonatorum. Kriteria sepsis neonatorum awitan dini yang
biasa digunakan ialah adalah sepsis yang terjadi pada 72 jam pertama
kehidupan, sedangkan awitan lambat terjadi setelah 72 jam. Insidensi sepsis
neonatorum awitan dini lebih tinggi 2,6 kali dibandingkan sepsis neonatorum
awitan lambat. Berdasarkan teori, By. H masuk dalam jenis sepsis neonatarum
awitan lambat (Nurrosyida et al., 2022). Dikatakan sepsis neonatorum awitan
dini (SNAD) jika usia bayi < 72 jam, didapat saat persalinan dan penularannya
secara vertikal dari ibu ke bayi. Sedangkan dikatakan sepsis neonatorum
awitan lambat (SNAL) jika usi bayi > 72 jam , didapat dari lingkungan, dan
penularannya secara nasokomial atau dari rumah sakit (Arisqan, 2021).
By. H berjenis kelamin laki-laki. Hal ini senada dengan teori Nurrosyida et
al. (2022) bahwa insiden tertinggi sepsis tetap ditemukan pada neonatus laki-
laki. Neonatus laki-laki cukup bulan memiliki tingkat insiden terkena sepsis
lebih tinggi dibanding neonatus perempuan cukup bulan, walaupun perbedaan
tersebut belum pernah dilihat pada kasus neonatus kurang bulan. Kromosom
X me-miliki gen yang mempengaruhi fungsi kelenjar timus dan sintesis
imunoglobulin. Hal yang mungkin dapat menjelaskan mengapa neona-tus

55
56

laki-laki lebih rentan terkena sepsis adalah karena laki-laki hanya memiliki
satu kromo-som X, sedangkan perempuan memiliki kro-mosom X ganda
sehingga laki-laki lebih ren-tan terhadap infeksi dibanding perempuan
(Nurrosyida et al., 2022).
Dari riwayat persalinan didapatkan bahwa usia kehamilan 38-39 minggu.
Salah satu faktor resiko terpenting dari sepsis neonatarum adalah neonatus
kurang bulan (prematur). Prematuritas dapat dihubungkan dengan sepsis
neonatorum oleh karena kekebalan sistem humoral dan seluler pada neonatus
yang ku-rang optimal dan imatur (Nurrosyida et al., 2022). Terdapat
kesenjangan antara teori dan data temuan
Nilai skor APGAR rendah dapat mengarah pada kerusakan sistem imun
dan tindakan resusitasi. Prosedur resusistasi yang biasanya diawali dengan
kejadian asfiksia ketika lahir dapat menyebabkan neonatus baru lahir terpapar
mikroba penyebab sepsis (Nurrosyida et al., 2022). Pada By. H nilai APGAR
skor 9/10. Ada kesenjangan antara teori dan data temuan.
Hasil pengkajian pada By. H didapatkan: tanda-tanda vital: HR:
140x/menit, RR: 64x/menit, suhu : 37.70C, CRT 2 detik, tampak sesak,
sianosis jika menangis, aktivitas lemah, suara nafas ronchi, nafas cepat dan
dalam, saturasi oksigen 88%, sputum berlebih dan tidak mampu batuk. Data
ini sesuai dengan gambaran klinis terbanyak menurut Sekar Utami (2018)
adalah sesak, diikuti retraksi, sianosis, ikterus, merintih, ikterus, dan kejang.
Hal ini juga diperkuat teori Nurrosyida et al., (2022) bahwa manifestasi klinis
terbanyak yang ditemukan pada pasien sepsis neonatorum adalah hipotonus,
sianosis, asfiksia, RDS dan gerak tangis lemah.
Berat badan lahir By H 2600 gram dengan panjang bayi 48 cm, berat
badan ketika dikaji 2860 gram, By H terpasang OGT, terpasang ventilator
IPPV, terpasang infus D5 ¼ NS 8 tpm. Hal ini bertentangan dengan teori
Hasanah et al., (2016) bahwa faktor resiko kejadian sepsis neonatorum salah
satu adalah BBLR karena pada bayi dengan BBLR pematangan organ
tubuhnya (hati, paru, pencernaan, otak, daya pertahanan tubuh terhadap
infeksi, dll) belum sempurna, maka bayi BBLR sering mengalami komplikasi
57

yang berakhir dengan kematian. Pada bayi berat badan normal, minggu
pertama setelah lahir berat bayi akan turun, kemudian akan naik sesuai dengan
pertumbuhan bayi. Pada BBLR menurunnya berat badan bayi dapat terjadi
setiap saat, karena biasanya ada masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Akibat bayi kurang atau tidak mampu menghisap ASI, bayi menderita infeksi
atau mengalami kelainan bawaan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada bayi yang mengalami sepsis
neonatarum menurut Bobak (2004) dan Depkes (2007) dalam Istiadah et al.
(2019), yaitu Pemeriksaan Laboratorium seperti Hematologi Darah rutin
(kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit dan hitung jenis, trombosit,
Creactive protein (CRP) (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), Procalsitonin (PCT),
Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan
pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak
makin berat dan kultur darah positip, Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan
tinja dan urin, Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan
liquor, serta urin).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh By. H adalah pemeriksaan
laboratorium hemoglobin 15,4 g/dl (N: 12.7-18.7), hematokrit 40,4% ↓ (N:
42-62), leukosit 14.650 ribu/ul ↑ (N : 3.800-10,600), trombosit 230 ribu/ul
(N : 150.000-44.000). TSH 0,39µ/ml ↓ (N: 0,5 – 5,0), T3 total <0,77 nmol/l ↓
(N: 1,4 – 2,6), T4 total 126,89 nmol/l (N: 64,4-154,4) Pemeriksaan penunjang
yang tidak dilakukan adalah pemeriksaan Creactive protein (CRP),
Procalsitonin (PCT), Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan
serebrospinalis) serta uji resistens, I/T, pungsi lumbar untuk kultur dan
sensitivitas cairan spinal serebral, dan kultur permukaan.

B. Diagnosa Keperawatan
58

Diagnosa keperawatan memungkinkan perawat untuk menganalisis dan


mensintesis data yang telah di kelompokan, selain itu juga digunakan untuk
mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah, dan kemampuan klien
untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah (Nursalam, 2016).
Diagnosa keperawatan pada sepsis neonatorum yang muncul pada teori
menurut NANDA (2015) dimodifikasi dengan PPNI (2016), yaitu :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Risiko termoregulasi tidak efektif ditandai dengan subkutan tidak
memadai
4. Risiko penyebaran infeksi ditandai dengan penurunan sistem imun

Diagnosa yang muncul pada By. H adalah:


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan infeksi saluran
nafas
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketifdakmampuan mengabsorsi
nutrient.
3. Risiko Infeksi ditandai dengan Suhu: 37, 70C, terpasang ventilator,
terpasang OGT, tepasang infus D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
Berdasarkan analisa data diangkat 3 diagnosa sesuai kondisi By. H
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan infeksi saluran
nafas.
PPNI (2017) mendefinisikan bahwa bersihan jalan nafas tidak efektif
adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Pengambilan diagnosa ini didukung adanya data yang ditemukan pada By.
H yaitu By. H tampak sesak, ada retraksi dada, sianosis ketika menangis,
ada penggunaan otot bantu pernafasan, terdapat suara nafas rochi, nafas
cepat dan dalam, RR 64x/mnt, saturasi oksigen 88%, hypersaliva, sputum
berlebih, tidak mampu batuk, terpasang ventilator IPPV.
59

2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi


nutrient dan peningkatan kebutuhan metabolisme.
PPNI (2017) mendefinisikan bahwa defisit nutrisi yaitu asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Pengambilan diagnosa ini didukung adanya data yang ditemukan pada By.
H yaitu BB lahir: 2600gram, BB sekarang 2860 gram, terpasang OGT, PB:
48 cm, BAB 1x/hari. BB ideal menurut grafik fenton adalah 3700 gram.
3. Risiko Infeksi ditandai dengan Suhu: 37, 70C, terpasang ventilator,
terpasang OGT, tepasang infus D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
PPNI (2017) mendefiniskan risiko infeksi yaitu berisiko mengalami
peningkatan terserang organisme patogenik.
4. Pengambilan diagnosa ini didukung adanya data yang ditemukan pada By.
H yaitu Suhu: 37, 70C, terpasang ventilator, terpasang OGT, tepasang infus
D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
Berdasarkan data diatas penulis menemukan kesenjangan data dengan teori
yang ada.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Pada
tahap pertama dilakukannya perencanaan penentu prioritas masalah, tujuan
keperawatan dan penentuan rencana keperawatan yang akan dilakukan (Potter
& & Perry, 2020). Adapun pembahasan perencanaan kepada By. H dengan
masalah keperawatan:
Diagnosa pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
infeksi saluran nafas. Intervensi keperawatan yang direncanakan mengacu
pada Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) dan sesuai dengan kondisi By. H yaitu
1. Manajemen Jalan Napas (I.01011).
Tindakan yang akan dilakukan: Observasi dengan monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan (mis.
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering), monitor sputum (jumlah,
60

warna, aroma). Terapeutik dengan Pertahankan kepatenan jalan napas


dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servical),
Posisikan semi-fowler atau fowler, Berikan minum hangat, Lakukan
fisioterapi dada, jika perlu, Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik, Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal,
Keluarkan sumbatan benda pada dengan forsep McGill, Berikan oksigen,
jika perlu. Edukasi dengan Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi, Ajarkan tehnik batuk efektif. Serta kolaborasi dengan
kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Pemantauan Respirasi (I.01014)
Tindakan yang akan dilakukan: Observasi dengan monitor frekuensi,
irama, kedalam dan upaya napas, Monitor pola napas, Monitor
kemampuan batuk efektif, Monitor adanya produksi sputum, Monitor
adanya sumbatan jalan napas, Palpasi kesimetrisan ekspansi paru,
Auskultasi bunyi napas, Monitor saturasi oksigen, Monitor AGD, Monitor
x-ray thoraks. Terapeutik dengan Atur internal pemantau respirasi sesuai
kondisi pasien Dokumentasikan hasil pemantauan. Edukasi dengan
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.
Analisa: tidak terdapat perbedaan antara intervensi menurut SDKI dengan
yang diterapkan dilapangan.

Diangnosa Kedua: Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan


mengabsorsi nutrient. Intervensi keperawatan yang direncanakan mengacu
pada Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) dan sesuai dengan kondisi By. H yaitu
3. PROMOSI BB
Tindakan yang dilakukan: Observasi dengan Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang, Monitor adanya mual dan muntah, Monitor jumlah
kalori yang dikonsumsi sehari-hari, Monitor berat badan/hari. Terapeutik
dengan Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien. Edukasi
dengan Jelaskan pada ibu tentang peningkatan asupan kalori yang
61

dibutuhkan. Kolaborasi dengan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien, jika perlu

Analisa: Intervensi keperawatan menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)
sebagai berikut:

1. Manajemen gangguan makan I.03111


Tindakan yang dilakukan yaitu: Observasi dengan Monitor asupan dan
keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori. Terapeutik dengan
Timbang berat badan secara rutin, Lakukan kontrak perilaku (mis. Target
berat badan, tanggung jawab perilaku), Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan target dan perubahan perilaku. Edukasi dengan Ajarkan
pengaturan diet yang tepat, Ajarkan keterampilan untuk koping
penyelesaian masalah perilaku makan. Kolaborasi dengan Kolaborasi
dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori, dan
pemilihan makanan.
2. Manajemen Nutrisi I.03119
Tindakan yang dilakukan: Observasi dengan Identifikasi status nutrisi,
Identifikasi alergi nutrisi dan intoleransi makanan, Identifikasi makanan
yang disukai, Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien, Monitor
asupan makanan, Monitor berat badan. Terapeutik dengan Berikan
makanan tinggi kalori dan tinggi protein, Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi. Edukasi dengan Ajarkan diet yang
diprogramkan.

Diagnosa Ketiga: Risiko Infeksi ditandai dengan Suhu: 37, 7 0C, terpasang
ventilator, terpasang OGT, tepasang infus D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
Intervensi keperawatan yang direncanakan mengacu pada Tim Pokja SIKI
DPP PPNI (2018) dan sesuai dengan kondisi By. H yaitu
1. Pencegahan Infeksi
Tindakan yang dilakukan: Observasi dengan Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik. Terapeutik dengan Batasi jumlah pengunjung,
62

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan


lingkungannya, Pertahankan teknik aseptik, Bersihkan inkubator setiap
hari. Edukasi dengan Ajarkan cara mencuci tangan dnegan benar kepada
ibu pasien. Kolaborasi dengan Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Analisa : Terdapat perbedaan intervensi secara teori yaitu Edukasi dengan
jelaskan tanda dan gejala infeksi, anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi: kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Mitayani, 2009
dalam Istiadah et al., 2019).
Berikut ini merupakan tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 21 Februari
– 23 Februari 2023 yang sesuai dengan perencanaan, sebagai berikut:
Diagnosa Pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
infeksi saluran nafas. Pada tanggal 21 Februari 2023 Tindakan yang dilakukan
dari pukul 08.00 wib yaitu Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas, memonitor bunyi nafas tambahan, memonitor saturasi oksigen,
mempertahankan kepatenan jalan nafas, memberi posisi pronasi, memberi
nebulizer kombiven 0,5 cc + NS 1,5 cc. Respon yang didapat yaitu Terpasang
CPAP 8,0 mbar, suara nafas tambahan kering/crackles, nafas teratur, RR 46x/
menit, Nafas cepat dan dalam, retraksi dada penggunaan otot bantu
pernapasan, saturasi oksigen 95%, memberi posisi pronasi, Nebulizer
terpasang kadang sianosis O2 CPAP 30%. Tindakan yang dilakukan pada
pukul 12.00 wib yaitu Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman nafas,
Monitor sputum, Monitor adanya sumbatan jalan nafas, Memberi posisi
lateral, Melakukan fisioterapi dada, Mengatur suhu humadifier ventilator dan
inkubator. Respon: Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat dan dalam,
penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dada, tidak sianosis kadang-
kadang batuk, memberi posisi lateral miring kiri, sputum banyak dan kental,
63

RR 54x/menit, saturasi oksigen 99%, O2 CPAP 30%, suhu humadifier


ventilator 37℃, suhu humadifier inkubator 80%
Pada tanggal 22 Februari 2023 pada pukul 08.00 wib yaitu Memonitor pola
nafas, frekuensi, kedalaman dan usaha nafas, Memonitor bunyi nafas
tambahan, Memonitor saturasi oksigen, Mempertahankan kepatenan jalan
nafas, Memberi posisi miring kanan, Memberi nebulizer kombiven 0,5 cc +
NaCl 0,5 cc. Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar O2 30%, pola nafas teratur, cepat dan dalam, RR
56x / menit, Saturasi oksigen 98% tidak sianosis retraksi dada, masih ada
penggunaan otot bantu pernapasan, tampak sesak suhu humadifier inkubator
80%, suhu humadifier ventilator 37.
Tindakan yang dilakukan pada pul 12.00 wib yaitu Monitor pola nafas,
frekuensi, kedalaman nafas, Monitor saturasi oksigen, Monitor sputum,
Memberi posisi pronasi, Melakukan suction, Memonitor suara nafas tambahan
Respon: Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat dan dalam,sesak,
kadang masih sianosis, masih ada retraksi dada, masih ada penggunaan otot
bantu pernapasan, sputum masih ada, kehijauan, RR 42 x/menit, saturasi
oksigen 87%, suara nafas tambahan ronki kering.
Pada tanggal 23 Februari 2023 pukul 08.00 wib yaitu Memonitor pola nafas,
frekuensi, kedalamanz dan usaha nafas, Memonitor saturasi oksigen,
Mempertahankan kepatenan jalan nafas, Memberi posisi miring kanan kiri,
Memberi nebulizer combiven 0.5cc + NaCl 0,5 cc. Respon: Sesak, terpasang
CPAP 8.0 mbar O2 30%, pola nafas teratur, cepat dan dalam, masih ada
penggunaan otot pernafasan, masih ada retraksi dada, RR 52x/ menit, saturasi
oksigen 98%.
Tindakan yang dilakukan pada pukul 12.00 wib yaitu Memonitor pola nafas,
frekuensi, kedalaman dan usaha nafas, Memantau saturasi oksigen, Memonitor
adanya sumbatan jalan nafas, Memberi posisi miring kanan, Memonitor suara
nafas
Respon: Sesak, terpasang CPAP 0,8 mbar, pola nafas teratur, cepat, dangkal,
tidak sianosis, posisi miring kanan, masih ada pengguaan otot bantu nafas,
64

masih ada retraksi dada, RR 51x/menit, saturasi 94%, sputum berkurang, suara
nafas ronki kiring, o2 CPAP 30%.

Diagnosa kedua: Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan


mengabsorsi nutrient.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 21 Februari 2023 pada pul 0.00 wib
yaitu Memonitor BB dan PB, Memonitor mual muntah, Menghitung
kebutuhaan kalori. Respon: BB 2860 gram, PB: 48 cm, masih puasa,
memakai OGT, dialirkan, Residu (-), mual muntah tidak ada. Kebutuhan
kalori 370 kkal/hari, kalori kurang
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 22 Februari 2023 yaitu Memonitor BB
dan PB, Memonitor mual muntah, Memberi susu 5cc via OGT. Respon: BB
2863 gram, PB 48 cm, memakai OGT, Residu (-), tidak mual dan muntah
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 23 Februari 2023 yaitu Memonitor BB
dan PB, Memonitor mual muntah, Memberi susu 5cc via OGT. Respon:
Minum Asi via OGT 5 cc, tidak muntah, BB 2870 gram, PB 48 cm.
Tindakan yang dilakukan pada pukul 12.00 wib yaitu Memberikan susu 5cc
via OGT, Memonitor mual dan muntah. Respon: susu ASI via OGT 5 cc,
tidak muntah

Diagnosa Ketiga: Risiko Infeksi ditandai dengan Suhu: 37, 70C, terpasang
ventilator, terpasang OGT, tepasang infus D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 21 Februari 2023 pada pukul 08.00 wib
yaitu Membersihkan inkubator menggunakan disinfektan, Mncuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, Memonitor tanda gejala infeksi.
Respon: Area penusukan infus tidak ada tanda infeksi, suhu: 35,8 ℃
terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang OGT, terpasang infus D5 ¼ NS 8 tpm,
leukosit 1480 /uL.
Tindakan yang dilakukan pada pul 11.00 wib yaitu Memberi inj. Lefofloxacin
28 mg via syring pump Mencuci tangan. Respon : tidak ada tanda alergi, suhu
35,8 ℃
65

E. Evaluasi Keperawatan
Efektifitas intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian berulang dan
evaluasi terus – menerus asuhan yang didasarkan pada panduan observasi
Wong (2009) dalam Istiadah et al. (2019). Evaluasi keperawatan merupakan
hasil perkembangan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak
dicapai. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data subjektif
(S), objektif (O), analisa permasalahan (A), berdasarkan data subjektif dan
objetif serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa diatas (Dinarti,
2013 dalam Istiadah et al., 2019).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari yaitu tanggal 21-23
Februari 2023, dilakukan evaluasi terakhir yaitu pada tanggal 23 Februari
2023. Hasil evaluasi keperawatan yang diperoleh dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada setiap diagnosa yang telah diangkat penulis.
diantaranya: Dx 1 yaitu S: -, O: Sesak, suara nafas tambahan ronki kering,
masih ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak sianosis, retraksi dada
masih ada, nafas cepat dan dangkal, RR 51x/menit, Saturasi O2 94%, sputum
berkurang, Terpasang CPAP 8,0 mbar, O2 30%, A: Bersihan jalan nafas tidak
efektif, P: Manajemen Jalan Nafas dan pemantauan respirasi.
Dx 2 yaitu S: -, O: PB: 48 cm, BB 2.870 gram, bertambah 7 gram, minum
susu 10cc, via OGT, Refleks menghisap baik. A: Defisit Nutrisi. P: Promosi
BB
DX 3: S: -, O: S; 36,2 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang Infus D5 ¼
NS 8 tpm, terpasang OGT, leukosit 14.650/ uL, A: Resiko infeksi, P:
Pencegahan Infeksi

Menurut penelitian Miradwiyana dan Suryati (2014) dalam Istiadah et al.


(2019), kurang baiknya pendokumentasian asuhan keperawatan mencakup
semua aspek yang harus ada dalam standar asuhan keperawatan mulai
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan evaluasi, hingga catatan asuhan
66

keperawatan, tidak dilengkapi oleh perawat. Satu aspek pengkajian yang tidak
didokumentasikan oleh perawat akan menyebabkan kesinambungan dalam
pemberian asuhan keperawatan menjadi terputus dan pelayanan keperawatan
menjadi terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis selalu mendokumentasikan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian pada By. H ditemukan data bahwa usia bayi 39 hari, pada usia
kehamilan 38-39 minggu dengan berat badan lahir 2600 gr dan panjang badan
49 cm secara spontan. Klien masuk dengan keluhan Sesak, sianosis, kesadaran
kompos mentis. Kondisi bayi H tampak sakit berat dan lemah. Tampak sesak,
retraksi dada, sianosis jika menangis, hipersaliva, sputum berlebih, terdapat
suara nafas tambahan: ronchi kering (crakles), CRT < 2 detik, refelek hisap
baik, puass Detak Jantung: 163x/menit, Frekuensi Pernapasan: 64x/menit,
Suhu tubuh 37,7℃ (dengan bantuan inkubator Suhu: 32℃). Terpasang
ventilator IPPV, P Insp 30,0 mbar, PEP = 8,0 mbar, PEP = 8,0 mbar. T Insp
0,50 s, frekuensi 50 bpm. Terpasang OGT dialirkan, terpasang infus D5 ¼ NS
8 tpm.
Pada diagnosa keperawatan By. H yang mengalami sepsis neonatorum ada
3 diagnosa keperawatan dengan 2 aktual dan 1 risiko sesuai dengan kondisi
By. H yaitu: Bersihan jalan nafas tidak efektif, defisit nutrisi dan risiko
infeksi. Salah satu intervensi yang direncanakan untuk mengatasi diagnosa
pertama yaitu manajemen jalan nafas dan pemantauan respirasi. Salah satu
intervensi yang direncanakan untuk mengatasi diagnosa kedua yaitu promosi
BB.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari yaitu tanggal 21-23
Februari 2023, dilakukan evaluasi terakhir yaitu pada tanggal 23 Februari
2023. Hasil evaluasi keperawatan yang diperoleh dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada setiap diagnosa yang telah diangkat penulis
diantaranya: Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
dengan infeksi saluran nafas belum teratasi, Defisit nutrisi berhubungan
dengan berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi nutrient belum
teratasi karena BB masih belum ada kenaikan 10% dari berat badan
sebelumnya. Resiko infeksi infeksi belum teratasi.

67
68

B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Bagi pihak pelayanan kesehatan dapat lebih meningkatkan pelayanan
terkait bayi dengan masalah sepsis neonatorum.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil pengumpulan data ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peserta didik yang lebih luas tentang asuhan keperawatan
pada bayi dengan sepsis neonatorum.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan keluarga dapat lebih memerhatikan kesehatan bayi, dan dapat
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara maksimal.
Daftar Pustaka
Anastasi, L., & Lapono, S. (2016). Sistem Pengontrolan Suhu Dan Kelembaban
Pada Inkubator Bayi. JiFiSa, 1(1), 12–17.
http://ejurnal.undana.ac.id/index.php/FISA/article/view/521

Arisqan, F. S. (2021). Analisis Faktor Risiko Sepsis Neonatorum Di Indonesia.


Jurnal Medika Hutama, 02(02), 456–468.
http://jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/118/70

Hadinegoro, S. R. S., Chairulfatah, A., Latief, A., H.Pudjiadi, A., Malisie, R. F.,
& Alam, A. (2016). Konsensus: Diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak.
Pedoman nasional pelayanan kedokteran Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1–
47.

Hasanah, N., Lestari, H., & rasma, R. (2016). Analisis Faktor Risiko Jenis
Kelamin Bayi, Bblr, Persalinan Prematur, Ketuban Pecah Dini dan Tindakan
Persalinan dengan Kejadian Sepsis Neonatus di Rumah Sakit Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 1(3), 185324.

Istiadah, S. F., Keperawatan, J., Keperawatan, P. D., Kesehatan, K., & Indonesia,
R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada By. Ny. A Yang Mengalami Sepsis
Neonatorum Di Ruang Perinatologi Lantai II Utara RSUP Fatmawati
Jakarta Selatan [Politeknik Kemenkes Jakarta 1].
https://library.poltekkesjakarta1.ac.id/repository/index.php?
p=show_detail&id=907&keywords=

Lami, P. Y. (2009). Pesawat Baby Incubator Dilengkapi Dengan Skin Sensor Dan
Penyimpanan Data Berbasis Mikrokontroller At 89S51 (Pengaturan Suhu
Incubator Dan Deteksi Kegagalan Sensor Ruang Incubator) [Poltekkes
Kemenkes Surabaya]. http://repo.poltekkesdepkes-sby.ac.id/4754/

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan. Diagnosa dan Nanda NIC NOC Jilid 1. Mediaction.
Nurrosyida, K., Utomo, M. T., Etika, R., Andriyanto, L., & Hidayat, T. (2022).
Faktor Resiko Dan Manifestasi Klinis Pasien Sepsis Neonatorum Di DR.
Soetomo Regional General Hospital, Surabaya In 2019. Majalah Kesehatan,
9(No 1), 16–28.
https://doi.org/https://doi.org/10.21776/ub.majalahkesehatan.2022.009.01.3

Nursalam. (2016). Manejemen Keperawatan: Aplikasi Dan Praktik Keperawatan


Profesional (Edisi 5). Salemba Medika.

Potter &, & Perry. (2020). Dasar-Dasar Keperawatan (Edisi 9). Elseiver.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik (Edisi 1 Ce). PPNI.

Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri,


2(2), 96. https://doi.org/10.14238/sp2.2.2000.96-102

Ribek, N., Labir, I. K., & Sunarthi, N. K. (2018). Aplikasi Perawatan Bayi Resiko
Tinggi Berdasarkan kurikulum Berbasis Kompetensi Program Keperawatan.
POLTEKES DENPASAR.

Sekar Utami, N. (2018). Gambaran Klinis Sepsis Neonatorum Pada Unit Neonatal
RSUD Raden Mattaher Jambi periode tahun 2013-2017. [Universitas Jambi].
In Repository Universitas Jambi. https://repository.unja.ac.id/11768/

Suwarna, N. O., Yuniati, T., Cahyadi, A. I., Achmad, T. H., & Agustian, D.
(2022). Faktor Risiko Kejadian Sepsis Neonatorum Awitan Dini di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Sari Pediatri, 24(2), 99.
https://doi.org/10.14238/sp24.2.2022.99-105

Syahbania, H. N. (2017). Hubungan antara BBLR terhadap Kejadian Sepsis


Neonatorum di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI). PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). PPNI.

Widayati, K. (2021). Faktor Risiko Sepsis Neonatorum (M. Nasrudin (ed.)). PT.
Nasya Expanding Management.

Yunanto, A., Chandra, H., WIdjajanto, E., & Widodo, M. A. (2012). Sepsis
Neonatal Ditinjau dari Aspek Biomolekuler. UB Press.

Anda mungkin juga menyukai