SEPSIS NEONATORUM
Disusun Oleh :
Dapid NIM 23320030
Sariyanto NIM 23320063
Ulla Kasturi NIM 23320021
Kristiana Natalia NIM 23320019
Monsius Y NIM 23320052
Adria Martina NIM 23320013
Sri Damayanti NIM 23320020
Desy Dailily NIM 23320038
Rinta Nuryani NIM 23320003
Riana Hawari NIM 23320014
Sandra Mega Febrianti NIM 23320069
Kornelia Ayu NIM 23320025
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................3
D. Manfaat Penulisan...................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................5
A. Konsep Sepsis Neonatarum.....................................................................5
B. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................13
C. Konsep Terapi Inkubator.......................................................................28
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................31
A. Pengkajian Keperawatan.......................................................................31
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................37
C. Intervensi Keperawatan.........................................................................38
D. Implementasi Keperawatan...................................................................42
E. Evaluasi Keperawatan...........................................................................52
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................55
A. Pengkajian.............................................................................................55
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................57
C. Intervensi Keperawatan.........................................................................59
D. Implementasi Keperawatan...................................................................62
E. Evaluasi Keperawatan...........................................................................64
BAB V PENUTUP.................................................................................................67
A. Kesimpulan............................................................................................67
B. Saran......................................................................................................68
Daftar Pustaka
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan ketiga dari Sustained Development Goals yang dikeluarkan oleh
World Health Organization (WHO) adalah untuk mengakhiri kematian yang
dapat dicegah pada neonatus dan balita pada tahun 2030. Target tahun 2030,
angka kematian akan menurun dengan target 12 per 1000 kelahiran pada
neonatus dan 25 per 1000 kelahiran pada balita. Meskipun telah terjadi
penurunan angka kematian, masih terdapat beberapa masalah kematian pada
bayi yang belum terselesaikan sampai sekarang. Salah satunya ialah masalah
penyakit infeksi, seperti sepsis.
Sepsis masih menjadi permasalahan utama yang terjadi sampai saat ini dan
temasuk dalam 10 besar penyebab kematian. Sepsis adalah keadaan dimana
adanya disfungsi organ yang mengancam jiwa dikarenakan respon tubuh
terhadap infeksi yang mengalami disregulasi, dan menurut penelitian
Surviving Sepsis Campaign (2016) dalam Arisqan (2021) sepsis merupakan
masalah kesehatan utama di dunia yang menyerang jutaan orang di dunia
setiap tahunnya serta menyebabkan kematian 1 dari 4 orang (Arisqan, 2021).
Angka kejadian sepsis neonatorum yang dilaporkan oleh WHO dari
Januari 1979 sampai Mei 2019 diperkirakan mencapai 2824 per 100.000
kelahiran. Prevalensi ini lebih tinggi di negara berkembang seperti Indonesia.
Angka insidensi di rumah sakit Indonesia dilaporkan bervariasi di tiap rumah
sakit rujukan antara 8,76% - 30,29% (Suwarna et al., 2022).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan
Angka Kematian Neonatal (AKN) pada tahun 2017 berada pada angka
15/1000 kelahiran. AKN tahun 2017 tersebut belum mencapai target
Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh berbagai negara
termasuk Indonesia dalam sidang PBB yang menargetkan pada tahun 2030
untuk mengurangi Angka Kematian Neonatal setidaknya menjadi 12/1000
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada laporan kasus
ini adalah “bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan sepsis
neonatorum?”
3
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah memberikan pemahaman kepada
penulis agar dapat berfikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan
membahas asuhan keperawatan pada bayi dengan sepsis neonatorum.
2. Tujuan Khusus
Tujuan melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah sepsis
neonatorum yaitu:
a. Memberikan gambaran pengkajian yang dilakukan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
b. Memberikan gambaran rumusan masalah keperawatan pada By. H
dengan sepsis neonatorum.
c. Memberikan gambaran perencanaan keperawatan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
d. Memberikan gambaran tindakan keperawatan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
e. Memberikan gambaran evaluasi keperawatan pada By. H dengan
sepsis neonatorum.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pemberian “asuhan
keperawatan pada bayi dengan sepsis neonatorum”
2. Bagi Lahan Praktik
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana di unit pelayanan keperawatan
anak khususnya di Perinatologi dalam rangka mengambil kebijakan untuk
mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang mengalami masalah
Sepsis Neonatorum.
4
5
6
5. Pathway
Masuk ke Neonatus
Melewati plasenta
dan umbilikus Mencapai kiroin dan Melalui alat
amnion penghisap lendir,
selang endotrakeal,
Masuk ke Neonatus inuse, selang OGT,
Amnionitis dan botol minuman atau
korionitis dot
Malalui sirkulasi
darah janin
Kuman masuk dari umbilikus
Sepsis
Gg.gastrointestinal
Ggn. Pola Nafas
Resiko Infeksi
Defisit Nutrisi
60% dari total kebutuhan protein (0-2 tahun: 2-3 g/kg/hari; 2-3 tahun:
1,5-2 g/ kg/hari; 3-18 tahun: 1,5 g/kg/hari).
g. Menghilangkan sumber infeksi
Melakukan debridemen, mengeluarkan abses dan pus, membuka alat
dan kateter yang berada dalam tubuh merupakan bagian dari eradikasi
sumber infeksi
8. Discharge Planning
Menurut Nurarif & Kusuma (Nurarif & Kusuma, 2015), discharge
planning pada sepsis neonatatrum adalah:
1. Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan ibu
secara berkala, imunisasi, asupan gizi yang memadai, serta pengobatan
pada infeksi yang diderita ibu.
2. Pada saat persalinan, perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara
aseptik.
3. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir menerapkan rawat
gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan
peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri.
Perawatan luka umbilikus dilakukan secara steril. Tindakan invasif
dilakukan secara aseptik. Mencuci tangan dengan sabun, sebelum dan
sesudah memegang setap bayi. Bayi yang berpenyakitan harus
diisolasi dll.
2) Denyut jantung
Denyut jantung normal 100-160 kali/menit, tetapi dianggap masih
normal kalau denyut jantung di atas 160 kali/menit dalam jangka
waktu yang pendek. Jantung yang besar sejak lahir kemungkinan
ibu diabetes tetapi membesar beberapa hari setelah lahir
menunjukkan kegagalan jantung.
3) Suhu aksila
Suhu normal antara 36,5 – 37,5 °C.
4) Postur dan Gerakan
Postur normal bayi baru lahir dalam keadaan istirahat adalah
kepalan tangan longgar dengan lengan, panggul dan lutut semi
fleksi. Bayi BBLR ekstremitas dalam keadaan sedikit ekstensi.
5) Tonus otot atau tingkat kesadaran
Rentang normal tingkat kesadaran bayi baru lahir adalah mulai dari
diam hingga sadar penuh dan dapat ditenangkan jika rewel. Bayi
dapat dibangunkan jika diam atau sedang tidur.
6) Kulit
Selama bayi dianggap normal beberapa kelainan kulit dapat
dianggap normal. Kelainan ini termasuk milia (titik putih sekitar
hidung) biasanya terlihat pada hari pertama atau selanjutnya.
Begitu juga eritema toksikum (titik merah dengan titik pusat putih
yang kecil). Yang terlihat di muka, tubuh, dan punggung pada hari
kedua atau serlanjutnya. Kulit bayi di daerah tubuh, punggung dan
16
Klinis SKOR
1 2 3
Warna kulit Biru, pucat, Ubun merah Seluruh tubuh
ekremitas merah
bitu
Denyut Tidak ada < 100x/menit 100x/menit
jantung
Refleks Tidak Ada Menyeringai Batuk, Bersin,
Menangis
Tonus otot Tidak ada Fleksi, ekremitas Gerak aktif, fleksi
lemah
Pernapasan Tidak Ada Tidak Teratur, Tangis Kuat
Dangkal
Interpretasi : 0-3 : Asfiksia berat, 4-6 : Asfiksia sedang, 7-10 :
Vigorous baby. Apgar skor ini bermanfaat untuk mengetahui respon bayi
baru lahir terhadap lingkungan ekstrauterin.
7) Warna kulit
Bayi yang lahir aterm kelihatan lebih pucat dibanding bayi preterm
karena kulitnya lebih tebal. Jadi pada bayi kurang bulan kulitnya
17
tipis, sangat halus dan cenderung berwarna merah tua. Pada sangat
kurang bulan mudah terjadi luka memar. Warna kulit kuning pada
bayi yang disebut ikterus/jaundice. Cara memeriksanya yang baik
dengan cara menekan tulang pada hidung at au dahi biasanya
tampak bila kadar bilirubin > 5 mg/dl. Keadaan ini abnormal pada
bayi < 24 jam. Biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus,
sepsis dan infeksi TORCH.
8) Tali pusat
Tali pusat normal berwarna putih kebiruan pada hari pertama,
mulai kering dan mengecil dan akhirnya lepas setelah 7 hingga 10
hari. Normalnya pusar bayi rata dengan perut bayi, tapi ada juga
yang menonjol yang disebut bodong atau hernia umbilicalius dan
biasanya menutup pada usia 1 tahun ada juga sampai 6 tahun.
9) Mata
Untuk membuka mata bayi secara spontan caranya adalah bayi
diangkat dan dimiringkan secara perlahan-lahan ke depan dan ke
belakang atau dengan melakukan refleks moro. Refleks pupil
timbul sesudah umur kehamilan 28–30 minggu. Jika refleks pupil
(-) kemungkinan bayi buta. Leukokorfea yaitu reffleks pupil putih
memberi kesan katarak atau tumor. Sklera normal berwarna putih.
Blenorhea : infeksi pada mata biasanya Gonore mata merah dengan
sekret pus yang banyak. Bayi bisa melihat dengan jelas kalau
sudah usia 2-3 bulan dengan jarak pandang 20–35 cm dengan
tatapan kiri dan kanan. Dengan warna hitam putih, air mata bisa
keluar setelah usia 1-3 bulan. Pemeriksaan mata pada bayi BB
kurang dari 1,5 Kg dan Usia kehamilan (UK) kurang dari 34 mg
perlu perikjsa ROP (Retinopathy of Premature). Pemeriksaan awal
ROP biasanya usia 4–6 minggu setelah kelahiran bayi dengan
18
11) Telinga
Tuli dapat diperiksa dengan jentikan jari tangan atau suara keras.
Dalam keadaan normal kelopak mata akan berkedip dan terjadi
refleks moro. Pada bayi yang tuli reaksi ini tidak terjadi.
12) Abdomen
Normal hepar teraba 1-2 cm di bawah arkus kosta. Lien teraba
pada arcus costa ginjal terutama yang kanan sering teraba.
13) Reflek Rooting
Reflek : sentuh bibir dan sudut pipi dengan jari tangan bayi akan
menoleh dan membuka mulutnya secara langsung.
14) Urine dan tinja
Bayi normal biasanya berak cair antara 6-8 kali per hari. Dicurigai
diare jika frekwensi meningkat, tinja hijau atau mengandung lendir
atau darah. Mekoneum seharusnya keluar dalam 48 jam setelah
lahir. Perdarahan vagina pada bayi baru lahir dapat terjadi selama
beberapa hari pada minggu pertama kehidupan dan hal ini
dianggap normal. Normal panjang penis bayi baru lahir > 2 cm,
hampir selalu ada phimosis. Skrotum yang normal relative besar.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin didaapatkan (Nurarif &
Kusuma, 2015):
19
3. Intervensi
Intervensi keperawatan pada sepsis neonatorum berdasarkan SLKI
(2018) dan SIKI (2019) adalah
Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas darah
10. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
23
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.
D.0019 L.03030 Manajemen Nutrisi (I.03119)
Setelah dilakukan Observasi
Defisit nutrisi
intervensi 1. Identifikasi status nutrisi
berhubungan keperawatan selama 2. Identifikasi alergi dan
3 x 24 jam, maka intoleransi makanan
dengan
status nutrisi 3. Identifikasi makanan yang
ketidakmampuan membaik, dengan disukai
kriteria hasil: 4. Identifikasi kebutuhan kalori
menelan
1. Porsi makan yang dan jenis nutrien
makanan dihabiskan 5. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang nasogastrik
2. Berat badan 6. Monitor asupan makanan
membaik 7. Monitor berat badan
3. Indeks massa 8. Monitor hasil pemeriksaan
tubuh (IMT) laboratorium
membaik Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis: piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis:
24
Promosi BB (I.03136).
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan
muntah
3. Monitor jumlah kalori yang di
konsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
2. Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien (mis:
makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender,
makanan cair yang diberikan
melalui NGT atau gastrostomy,
total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
3. Hidangkan makanan secara
menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan
D.0148 L.14134 Pengukuran Suhu Tubuh
Setelah dilakukan (I.12414).
Risiko
intervensi Observasi
termoregulasi keperawatan selama 1. Identifikasi kesiapan dan
25
Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017; Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
D. Posisi Pronasi
Penelitian yang dilakukan oleh Pakaya et al. (2022) yang berjudul
Prone Position Pada Dewasa dan Bayi Terhadap Saturasi Oksigen di Ruangan
Intensive didapatkan hasil bahwa ada pengaruh prone position dengan SPO2
pada bayi dan dewasa, ada pengaruh prone position terhadap pola tidur dan
BB pada bayi. Penelitian didapatkan bahwa posisi pronasi merupakan
intervensi yang layak, aman, tidak memerlukan banyak biaya dan mudah
diimplementasikan pada pasien dengan sedikit efek samping. Pelaksanaan
intervensi posisi prone pada pasien, kondisi pasien harus dipantau secara
kontinyu, tidak hanya pada orang dewasa dan lansia posisi prone juga dapat
dilakukan pada bayi, terutama pada bayi premature.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Nama Bayi : By.H Usia kehamilan saat dilahirkan:
Usia : 39 hari 38-39 minggu
Jenis Kelamin : Laki-laki Penolong persalinan : Bidan
Agama : Islam G2 P1 A0 M0
Alamat : Singkawang Apgar Score : 9/10
31
32
nafas tambahan : ronchi kering (crakles) , CRT < 2 detik, refelek hisap
baik, puass
Detak Jantung: 163x/menit, Frekuensi Pernapasan: 64x/menit, Suhu tubuh
37,7℃ (dengan bantuan inkubator Suhu: 32℃). Terpasang ventilator
IPPV, P Insp 30,0 mbar, PEP = 8,0 mbar, PEP = 8,0 mbar. T Insp 0,50 s,
frekuensi 50 bpm. Terpasang OGT dialirkan, terpasang infus D5 ¼ NS 8
tpm.
4. Riwayat Kehamilan
Prenatal : anak ke 2, usia kehamilan 38-39 minggu, saat hamil rutin
melakukan pemeriksaan ke puskesmas dan Dokter Praktek, tidak ada
keluhan.
Natal Care : Diagnosa ibu :
Tanggal lahir 14 Januari 2023. Kondisi saat lahir tidak lansung menangis,
± 1 menit. Apgar score 9-10.
Cara persalinan : dibantu bidan, lahir spontan.
Post natal : Ibu post partum spontan, bayi meminum ASI.
Kebutuhan biologis.
Nutrisi : Klien puasa dari masuk rumah sakit pada tanggal 14 Februari
sampai dengan tanggal 21 Februari 2023, OGT dialirkan.
Eliminasi BAB + 3-4x/hari, BAK + 5x/ hsri
5. Kebutuhan Sosial Ekonomi
Status pernikahan: Orang tua menikah, kliwn tinggal bersama ortu, abang,
dan kakek neneknya.
6. Kebutuhan Komunikasi dan Edukasi
Edukasi diberikan kepada: orang tua (Ibu)
Bicara normal, sehari hari menggunakan bahasa Indonesia, tidak perlu
penerjemah, tidak menggunakan bahasa isyarat, tidak ada hambatan
edukasi, cara edukasi yang disukai, mendengar dan demonstrasi.
7. Penilaian Nyeri Neonatus, total skor : 4.
Penilaian kematangan fisik, total skor : 23.
Penilaian kematangan neuromuskular, total skor : 23.
33
Kebutuhan kalori : Berat badan ideal menurut grafik fenton adalah 3700
gram dengan kebutuhan sebesar 370 kkal / hari.
8. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
Kondisi saat lahir : tidak segera menangis 1 menit
Detak jantung: 163x/menit, frekuensi pernapasan: 64 x/menit, suhu:
37,7 ℃, saturasi O2 : 88 %, CRT < 2 detik.
BBL : 2600 gram, BB sekarang: 2.860 gram
PB : 48 cm
LK : 33 cm
LP : 28 cm
LD : 32 cm
b. Pemeriksaan umum
1) Kepala
Kepala terlihat bersih, bentuk bulat, tidak terdapat benjolan,
tontanela mayor masih cekung, satura belum menutup.
2) Mata
Mata tampak simetris, tidak tampak ikterik pada sklera, reaksi
pupil +.
3) THT
Septum nasal di tengah,hidung terpasangan ventilator, telinga
tampak simetris, tampak bersih, dispnea, tidak mampu batuk,
terpasang OGT.
4) Thoraks
a) Paru-paru
Dada simetris, retraksi dada. Penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan dengan bantuan ventilator, pernafasan
cepat dan dalam, RR: 64x/menit. Suara nafas crekleis, tidak
mampu batuk.
34
b) Jantung
Tidak ada kelainan pada jantung, terdengar Lup Dup.
5) Abdomen
Tampak simetris, tidak tampak distensi, dinding abdomen supel.
6) Tali Pusat
Sudah lepas, tidak tampak tanda infeksi
7) Genetalia
Tampak bersih, testis ada, BAK ada.
8) Anus
Bersih, tidak ada benjolan, tidak atresia ani. BAB 1x/ hari.
9) Ekremitas
Pergerakan tangan dan kaki baik, tangan dan kaki tampak simetris,
jumlah jari lengkap, sianosis jika menangis.
10) Kulit
Kulit tampak keriput tidak terkelupas, kurang elastis
11) Krammer
Tidak tampak ikterik
9. Penilaian Refleks Primitif
a. Rooting Reflek : tidak ada
b. Sucking Reflek : Baik dan kuat.
c. Swallowing : menelan baik
d. Tonic neck refleks : tidak dapat diperiksa
e. Graps refleks/Plantar refelek: reflek menggenggam ada, namun lemah.
f. Moro reflek : Refleks Positif
g. Dancing refleks : Tidak dapat diperiksa
h. Crowl Reflek : Refleks positif
i. Babinskin refleks : Positif
10. Observasi waktu tidur
Selama pengkajian By.H tidur terus
11. Kebutuhan cairan
35
Tanggal 15/02/2023
Tanggal 16/02/2023
Gol.darah :O
GDS : 88
36
B. Diagnosa Keperawatan
No Data Etiologi Masalah
1 DS: - Proses Infeksi, Bersihan Jalan
DO: Tampak sesak, retraksi hipersekresi jalan Nafas Tidak
dada, sianosis jika menangis, nafas, sekresi Efektif
penggunaan alat bantu yang tertahan
pernafasan, suara nafas ronki
kering/crekles, nafas cepat dan
dalam. RR 64x/menit, Saturasi
Oksigen 88 %, terpasang
ventilator IPPV, hipersaliva,
sputum berlebih, tidak mampu
batuk
2 DS: - - Resiko infeksi
DO: suhu 37,7°C, terpasang
Ventilator, terpasang OGT,
terpasang infus.
Leukosit : 14.650 /µL
Hasil kultur sputum :
Acinectobacter baumanii dan
hanya sensitive dengan
antibiotic Tigecyckine (20-2-
2023)
3 DS: Ketidakmampuan Defisit nutrisi
DO : BBL 2600 gram mengabsorpsi
BB Sekarang 2.860 makanan
Puasa dari tanggal 14 – 21 peningkatan
Februari 2023, BAB + BAK kebutuhan
+, bising usus 10 x/menit metabolisme
38
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi TTD
(SDKI) kriteria hasil Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
39
kondisi pasien
Edukasi
6. Jelaskan pada ibu
tentang peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien, jika perlu
3 Resiko Infeksi setelah PENCEGAHAN
d.d Suhu 37,7 dilakukan INFEKSI
℃, terpasang tindakan 1. Monitor tanda dan Lily
mencuci tangan
dnegan benar
kepada ibu pasien
Kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika perlu
D. Implementasi Keperawatan
No. TGL/ Implementasi Keperawatan TTD
Dx Waktu
1 21/2/23 Data:
DS: -
DO: Tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika Lily
menangis, penggunaan alat bantu pernafasan,
suara nafas ronki kering/crekles, nafas cepat dan
dalam. RR 64x/menit, Saturasi Oksigen 88 %,
terpasang ventilator IPPV, hipersaliva, sputum
berlebih, tidak mampu batuk
09.00 Action:
1. Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
dan usaha nafas
2. memonitor bunyi nafas tambahan
3. memonitor saturasi oksigen
4. mempertahankan kepatenan jalan nafas
5. memberi posisi pronasi
6. memberi nebulizer kombiven 0,5 cc + NS 1,5
cc
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar, suara nafas
tambahan kering/crackles, nafas teratur, RR 46x/
menit, Nafas cepat dan dalam, retraksi dada
penggunaan otot bantu pernapasan, saturasi
oksigen 95%, memberi posisi pronasi, Nebulizer
terpasang kadang sianosis O2 CPAP 30%
10.00
Action
1. memonitor pola nafas frekuensi nafas dan
43
Respon:
terpasang cpap 8,0 embar, nafas teratur cepat dan
dalam penggunaan otot bantu nafas tampak
12.00 retraksi dada RR 45 x/menit saturasi oksigen
92%
Action
1. Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
nafas
2. Monitor sputum
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Memberi posisi lateral
5. Melakukan fisioterapi dada
6. Mengatur suhu humadifier ventilator dan
inkubator
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat
dan dalam, penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dada, tidak sianosis kadang-kadang
batuk, memberi posisi lateral miring kiri,
sputum banyak dan kental, RR 54x/menit,
saturasi oksigen 99%, O2 CPAP 30%, suhu
humadifier ventilator 37℃, suhu humadifier
inkubator 80%
1 22/2/23 Data:
DS: -
DO: Tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika Lily
menangis, penggunaan alat bantu pernafasan,
suara nafas ronki kering/crekles, nafas cepat dan
44
Action:
1. Memonitor pola nafas frekuensi nafas dan
kedalaman nafas serta usaha nafas
2. Memonitor saturasi oksigen
3. Memonitor sputum
4. Suction
5. Memberi obat oral: ambroxol + CTM via
OGT
6. Memberikan fisioterapi dada
Respon:
Tampak sesak, terpasang CPAP 8,0 mbar, pola
nafas teratur, cepat dan dalam, tidak sianosis
retraksi dada, masih ada penggunaan otot bantu
nafas, RR 50 x/menit, saturasi oksigen 93%,
10.00 sputum banyak kehijauan, tidak muntah, obat
masuk semua
Action:
1. Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman,
dan usaha nafas
2. Memonitor saturasi oksigen
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 8,0 mber O2 30%, pola
nafas teratur, cepat dan dalam, tidak sianosis
11.00 retraksi dada, masih ada penggunaan otot bantu
45
Action:
1. Memonitor pola nafas, frekuensi dan
kedalaman nafas
2. memonitor saturasi oksigen
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar O2 30%, nafas
teratur, cepat dan dalam, penggunaan otot bantu
12.00 nafas, tampak retraksi dada, RR 45x/menit,
saturasi oksigen 79%
Action:
1. Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
nafas
2. Monitor saturasi oksigen
3. Monitor sputum
4. Memberi posisi pronasi
5. Melakukan suction
6. Memonitor suara nafas tambahan
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat
dan dalam,sesak, kadang masih sianosis, masih
ada retraksi dada, masih ada penggunaan otot
bantu pernapasan, sputum masih ada, kehijauan,
RR 42 x/menit, saturasi oksigen 87%, suara
nafas tambahan ronki kering.
1 23/2/23 Data
DS: -
DO: Tampak sesak, retraksi dada, sianosis jika Lily
menangis, masih ada penggunaan alat bantu
pernafasan, suara nafas ronki kering/crekles,
nafas cepat dan dalam. RR 72x/menit, Saturasi
Oksigen 84 %,hipersaliva, sputum banyak
berwarna hijau, tidak mampu batuk
08.00 Action:
Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalamanz
dan usaha nafas
Memonitor saturasi oksigen
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
46
Action:
Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas
Memonitor saturasi oksigen
Suction
Memberi terapi obat oral: ambroxol dan CTM
Respon:
Sesak, terpasabg CPAP 8.0 mbar, pola nafas
teratur, cepat dan dalam. Masih ada penggunaan
otot bantu pernafasan, masih ada retraksi dada,
sputum banyak kental, RR 50x/ menit, saturasi
oksigen 94% O2 CPAP 30%
10.00
Action
Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas.
Memonitor Saturasi oksigen
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 8,0 mbar, pola nafas
teratur, cepat rab dalam masih ada penggunaan
otot bantu nafas
11.00
47
Action:
memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas
memonitor saturasi oksigen
memonitor sputum
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 8,0 mbar, pola nafas
teratur, cepat, masih ada penggunaan otot bantu
pernafasan, retraksi dada, sputum banyak, RR
49x/menit, saturasi oksigen 95%, O2 CPAP
12.00 30%.
Action
1. Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman
dan usaha nafas
2. Memantau saturasi oksigen
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Memberi posisi miring kanan
5. Memonitor suara nafas
Respon:
Sesak, terpasang CPAP 0,8 mbar, pola nafas
teratur, cepat, dangkal, tidak sianosis, posisi
miring kanan, masih ada pengguaan otot bantu
nafas, masih ada retraksi dada, RR 51x/menit,
saturasi 94%, sputum berkurang, suara nafas
ronki kiring, o2 CPAP 30%.
2 21/2/23 Data
DS: -
DO: Lily
08.00
Action
1. Memonitor BB dan PB
2. Memonitor mual muntah
3. Menghitung kebutuhaan kalori
Respon
BB 2860 gram, PB : 48 cm, masih puasa,
memakai OGT, dialirkan, Residu (-), mual
muntah tidak ada. Kebutuhan kalori 370
kkal/hari, kalori kurang
2 22/2/23 Data:
DS: -
DO: Lily
08.00 Action
1. Memonitor BB dan PB
2. Memonitor mual muntah
3. Memberi susu 5cc via OGT
Respon
BB 2863 gram, PB 48 cm, memakai OGT,
Residu (-), tidak mual dan muntah
12.00
Action
49
BAB + BAK
BB ideal menurut grafik tentang 3.700 gram
kebutuhan kalori 370 hal/hari
08.00 Action
1. Memonitor BB dan PB
2. Memonitor mual muntah
3. Memberi susu 5cc via OGT
Respon
Minum Asi via OGT 5 cc/ 3 jam, tidak muntah,
BB 2870 gram, PB 48 cm.
12.00
Action
1. Memberikan susu 5cc/ 3 jam via OGT
2. Memonitor mual dan muntah
Respon:
susu ASI via OGT 5 cc, / 3 jam, tidak muntah
3 21/2/23 Data:
DS: -
DO: suhu 35,8, terpasang Ventilator, terpasang Lily
08.00 Action:
1. Membersihkan inkubator menggunakan
50
disinfektan
2. Mncuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
3. Memonitor tanda gejala infeksi
Respon:
Area penusukan infus tidak ada tanda infeksi,
suhu: 35,8 ℃ terpasang CPAP 8,0 mbar,
terpasang OGT, terpasang infus D5 ¼ NS 8 tpm,
leukosit 1480 /uL
11.00
Action:
1. Memberi inj. Lefofloxacin 28 mg via syring
pump
2. Mencuci tangan
Respon :
tidak ada tanda alergi, suhu 35,8 ℃
3 22/2/23 Data:
DS: -
DO: suhu 37,7, terpasang Ventilator, terpasang Lily
Action:
08.00
1. Mengdisinfektan inkubator
2. Memonitor tanda gejala infeksi
3. Mencuci tangan
Respon:
Terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang OGT,
terpasang infus pump D5 ¼ NS 8 tpm, tetesan
lancar, tidak ada tanda infeksi, leukosit 1480 /uL
Action
12.00
51
08.00 Action:
Mengdisinfeksi inkubator
mencuci tangan
memantau tanda infeksi
Respon:
terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang infus pump
D5 ¼ NS 8 tpm, tetesan lancar, tidak ada tanda
infeksi, suhu 36,8 ℃
Action:
12.00
Mencuci tangan 6 langkah
memberi inj. Meropenem 115 mg via syring
pump
batasi jumlah pengunjung
Respon
Terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang Infus D5
¼ NS 8 tpm. Tetesan lancar, tidak ada tanda
febritis, suhu: 36,2 ℃, leukosit 14.650 /uL
52
E. Evaluasi Keperawatan
No Tanggal/ Perkembangan TTD
Dx Waktu (SOAP)
1 Selasa, S: -
21/02/23 O: Suara Nafas tambahan ronki kering, masih
13.00 sesak, sianosis jika menangis, masih ada Lily
menggunakan otot bantu nafas, retraksi dada,
nafas cepat dan dalam, terpasang CPAP 8,0 mbar
O2 CPAP 30%, RR 54x/menit, Saturasi oksigen
99%, sputum berlebihan, kehijauan.
A: Bersihan jalan nafas tidak efektif
P: Manajemen jalan nafas dan pemantauan
respirasi
Rabu S: -
22/02/23 O: Sesak, suara nafas tambahan ronki kering,
13.00 masih ada penggunaan otot bantu pernafasan, Lily
2 Selasa, S: -
21/02/23 O:- PB 48 cm, BB: 2686 gram, berkurang 174
13.00 gram, puasa, terpasang OGT Refleks Menghisap Lily
baik
A: Defisit nutrisi
P: Promosi BB
Rabu S:-
22/02/23 O: PB : 48 cm, BB 2,863 gram, bertambah 177
13.00 gram, minum susu !0 cc via OGT, refleks Lily
menghisap baik
A: Defisit nutrisi
P: Promosi BB
Kamis S: -
23/02/23 O: PB : 48 cm, BB 2.870 gram, bertambah 7
13.00 gram, minum susu 10cc, via OGT, Refleks Lily
menghisap baik.
A: Defisit Nutrisi
P : Promosi BB
3 Selasa, S: -
21/02/23 O: S ; 36,9 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar,
13.00 terpasang Infus D5 ¼ NS 8 tpm, terpasang OGT, Lily
leukosit 14.650/ uL
A: Resiko Infeksi
P: Pencegahan infeksi
Rabu S: -
22/02/23 O: S ; 36,9 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar,
13.00 terpasang Infus D5 ¼ NS 8 tpm, terpasang OGT, Lily
54
leukosit 14.650/ uL
A: Resiko infeksi
P: Pencegahan Infeksi
Kamis S: -
23/02/23 O: S ; 36,2 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar,
13.00 terpasang Infus D5 ¼ NS 8 tpm, terpasang OGT, Lily
leukosit 14.650/ uL
A: Resiko infeksi
P: Pencegahan Infeksi
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis
yang terorganisir, dan meliputi empat aktivitas dasar atau elemen dari
pengkajian yaitu pengumpulan data secara sistematis, memvalidasi data,
memilah dan mengatur data dan mendokumentasikan data dalam format
(Tarwoto dan Wartonah, 2015 dalam Istiadah et al., 2019). Sepsis neonatorum
yaitu infeksi sistemik pada neonatus yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan
virus (Fauziah dan Sudiarti, 2013 dalam Istiadah et al., 2019).
Pada By. H ditemukan bahwa bayi H berumur 38 hari. Sepsis neonatorum
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sepsis neonatorum awitan dini dan sepsis
neonatorum awitan lambat. Terdapat perbedaan literatur mengenai waktu
distribusi sepsis neonatorum. Kriteria sepsis neonatorum awitan dini yang
biasa digunakan ialah adalah sepsis yang terjadi pada 72 jam pertama
kehidupan, sedangkan awitan lambat terjadi setelah 72 jam. Insidensi sepsis
neonatorum awitan dini lebih tinggi 2,6 kali dibandingkan sepsis neonatorum
awitan lambat. Berdasarkan teori, By. H masuk dalam jenis sepsis neonatarum
awitan lambat (Nurrosyida et al., 2022). Dikatakan sepsis neonatorum awitan
dini (SNAD) jika usia bayi < 72 jam, didapat saat persalinan dan penularannya
secara vertikal dari ibu ke bayi. Sedangkan dikatakan sepsis neonatorum
awitan lambat (SNAL) jika usi bayi > 72 jam , didapat dari lingkungan, dan
penularannya secara nasokomial atau dari rumah sakit (Arisqan, 2021).
By. H berjenis kelamin laki-laki. Hal ini senada dengan teori Nurrosyida et
al. (2022) bahwa insiden tertinggi sepsis tetap ditemukan pada neonatus laki-
laki. Neonatus laki-laki cukup bulan memiliki tingkat insiden terkena sepsis
lebih tinggi dibanding neonatus perempuan cukup bulan, walaupun perbedaan
tersebut belum pernah dilihat pada kasus neonatus kurang bulan. Kromosom
X me-miliki gen yang mempengaruhi fungsi kelenjar timus dan sintesis
imunoglobulin. Hal yang mungkin dapat menjelaskan mengapa neona-tus
55
56
laki-laki lebih rentan terkena sepsis adalah karena laki-laki hanya memiliki
satu kromo-som X, sedangkan perempuan memiliki kro-mosom X ganda
sehingga laki-laki lebih ren-tan terhadap infeksi dibanding perempuan
(Nurrosyida et al., 2022).
Dari riwayat persalinan didapatkan bahwa usia kehamilan 38-39 minggu.
Salah satu faktor resiko terpenting dari sepsis neonatarum adalah neonatus
kurang bulan (prematur). Prematuritas dapat dihubungkan dengan sepsis
neonatorum oleh karena kekebalan sistem humoral dan seluler pada neonatus
yang ku-rang optimal dan imatur (Nurrosyida et al., 2022). Terdapat
kesenjangan antara teori dan data temuan
Nilai skor APGAR rendah dapat mengarah pada kerusakan sistem imun
dan tindakan resusitasi. Prosedur resusistasi yang biasanya diawali dengan
kejadian asfiksia ketika lahir dapat menyebabkan neonatus baru lahir terpapar
mikroba penyebab sepsis (Nurrosyida et al., 2022). Pada By. H nilai APGAR
skor 9/10. Ada kesenjangan antara teori dan data temuan.
Hasil pengkajian pada By. H didapatkan: tanda-tanda vital: HR:
140x/menit, RR: 64x/menit, suhu : 37.70C, CRT 2 detik, tampak sesak,
sianosis jika menangis, aktivitas lemah, suara nafas ronchi, nafas cepat dan
dalam, saturasi oksigen 88%, sputum berlebih dan tidak mampu batuk. Data
ini sesuai dengan gambaran klinis terbanyak menurut Sekar Utami (2018)
adalah sesak, diikuti retraksi, sianosis, ikterus, merintih, ikterus, dan kejang.
Hal ini juga diperkuat teori Nurrosyida et al., (2022) bahwa manifestasi klinis
terbanyak yang ditemukan pada pasien sepsis neonatorum adalah hipotonus,
sianosis, asfiksia, RDS dan gerak tangis lemah.
Berat badan lahir By H 2600 gram dengan panjang bayi 48 cm, berat
badan ketika dikaji 2860 gram, By H terpasang OGT, terpasang ventilator
IPPV, terpasang infus D5 ¼ NS 8 tpm. Hal ini bertentangan dengan teori
Hasanah et al., (2016) bahwa faktor resiko kejadian sepsis neonatorum salah
satu adalah BBLR karena pada bayi dengan BBLR pematangan organ
tubuhnya (hati, paru, pencernaan, otak, daya pertahanan tubuh terhadap
infeksi, dll) belum sempurna, maka bayi BBLR sering mengalami komplikasi
57
yang berakhir dengan kematian. Pada bayi berat badan normal, minggu
pertama setelah lahir berat bayi akan turun, kemudian akan naik sesuai dengan
pertumbuhan bayi. Pada BBLR menurunnya berat badan bayi dapat terjadi
setiap saat, karena biasanya ada masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Akibat bayi kurang atau tidak mampu menghisap ASI, bayi menderita infeksi
atau mengalami kelainan bawaan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada bayi yang mengalami sepsis
neonatarum menurut Bobak (2004) dan Depkes (2007) dalam Istiadah et al.
(2019), yaitu Pemeriksaan Laboratorium seperti Hematologi Darah rutin
(kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit dan hitung jenis, trombosit,
Creactive protein (CRP) (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), Procalsitonin (PCT),
Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan
pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak
makin berat dan kultur darah positip, Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan
tinja dan urin, Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan
liquor, serta urin).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh By. H adalah pemeriksaan
laboratorium hemoglobin 15,4 g/dl (N: 12.7-18.7), hematokrit 40,4% ↓ (N:
42-62), leukosit 14.650 ribu/ul ↑ (N : 3.800-10,600), trombosit 230 ribu/ul
(N : 150.000-44.000). TSH 0,39µ/ml ↓ (N: 0,5 – 5,0), T3 total <0,77 nmol/l ↓
(N: 1,4 – 2,6), T4 total 126,89 nmol/l (N: 64,4-154,4) Pemeriksaan penunjang
yang tidak dilakukan adalah pemeriksaan Creactive protein (CRP),
Procalsitonin (PCT), Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan
serebrospinalis) serta uji resistens, I/T, pungsi lumbar untuk kultur dan
sensitivitas cairan spinal serebral, dan kultur permukaan.
B. Diagnosa Keperawatan
58
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Pada
tahap pertama dilakukannya perencanaan penentu prioritas masalah, tujuan
keperawatan dan penentuan rencana keperawatan yang akan dilakukan (Potter
& & Perry, 2020). Adapun pembahasan perencanaan kepada By. H dengan
masalah keperawatan:
Diagnosa pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
infeksi saluran nafas. Intervensi keperawatan yang direncanakan mengacu
pada Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) dan sesuai dengan kondisi By. H yaitu
1. Manajemen Jalan Napas (I.01011).
Tindakan yang akan dilakukan: Observasi dengan monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan (mis.
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering), monitor sputum (jumlah,
60
Analisa: Intervensi keperawatan menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)
sebagai berikut:
Diagnosa Ketiga: Risiko Infeksi ditandai dengan Suhu: 37, 7 0C, terpasang
ventilator, terpasang OGT, tepasang infus D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
Intervensi keperawatan yang direncanakan mengacu pada Tim Pokja SIKI
DPP PPNI (2018) dan sesuai dengan kondisi By. H yaitu
1. Pencegahan Infeksi
Tindakan yang dilakukan: Observasi dengan Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik. Terapeutik dengan Batasi jumlah pengunjung,
62
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Mitayani, 2009
dalam Istiadah et al., 2019).
Berikut ini merupakan tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 21 Februari
– 23 Februari 2023 yang sesuai dengan perencanaan, sebagai berikut:
Diagnosa Pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
infeksi saluran nafas. Pada tanggal 21 Februari 2023 Tindakan yang dilakukan
dari pukul 08.00 wib yaitu Memonitor pola nafas, frekuensi, kedalaman dan
usaha nafas, memonitor bunyi nafas tambahan, memonitor saturasi oksigen,
mempertahankan kepatenan jalan nafas, memberi posisi pronasi, memberi
nebulizer kombiven 0,5 cc + NS 1,5 cc. Respon yang didapat yaitu Terpasang
CPAP 8,0 mbar, suara nafas tambahan kering/crackles, nafas teratur, RR 46x/
menit, Nafas cepat dan dalam, retraksi dada penggunaan otot bantu
pernapasan, saturasi oksigen 95%, memberi posisi pronasi, Nebulizer
terpasang kadang sianosis O2 CPAP 30%. Tindakan yang dilakukan pada
pukul 12.00 wib yaitu Monitor pola nafas, frekuensi, kedalaman nafas,
Monitor sputum, Monitor adanya sumbatan jalan nafas, Memberi posisi
lateral, Melakukan fisioterapi dada, Mengatur suhu humadifier ventilator dan
inkubator. Respon: Terpasang CPAP 8,0 mber, nafas teratur, cepat dan dalam,
penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dada, tidak sianosis kadang-
kadang batuk, memberi posisi lateral miring kiri, sputum banyak dan kental,
63
masih ada retraksi dada, RR 51x/menit, saturasi 94%, sputum berkurang, suara
nafas ronki kiring, o2 CPAP 30%.
Diagnosa Ketiga: Risiko Infeksi ditandai dengan Suhu: 37, 70C, terpasang
ventilator, terpasang OGT, tepasang infus D5 ¼ NS 8tpm, leukosit 14.650µl.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 21 Februari 2023 pada pukul 08.00 wib
yaitu Membersihkan inkubator menggunakan disinfektan, Mncuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, Memonitor tanda gejala infeksi.
Respon: Area penusukan infus tidak ada tanda infeksi, suhu: 35,8 ℃
terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang OGT, terpasang infus D5 ¼ NS 8 tpm,
leukosit 1480 /uL.
Tindakan yang dilakukan pada pul 11.00 wib yaitu Memberi inj. Lefofloxacin
28 mg via syring pump Mencuci tangan. Respon : tidak ada tanda alergi, suhu
35,8 ℃
65
E. Evaluasi Keperawatan
Efektifitas intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian berulang dan
evaluasi terus – menerus asuhan yang didasarkan pada panduan observasi
Wong (2009) dalam Istiadah et al. (2019). Evaluasi keperawatan merupakan
hasil perkembangan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak
dicapai. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data subjektif
(S), objektif (O), analisa permasalahan (A), berdasarkan data subjektif dan
objetif serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa diatas (Dinarti,
2013 dalam Istiadah et al., 2019).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari yaitu tanggal 21-23
Februari 2023, dilakukan evaluasi terakhir yaitu pada tanggal 23 Februari
2023. Hasil evaluasi keperawatan yang diperoleh dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada setiap diagnosa yang telah diangkat penulis.
diantaranya: Dx 1 yaitu S: -, O: Sesak, suara nafas tambahan ronki kering,
masih ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak sianosis, retraksi dada
masih ada, nafas cepat dan dangkal, RR 51x/menit, Saturasi O2 94%, sputum
berkurang, Terpasang CPAP 8,0 mbar, O2 30%, A: Bersihan jalan nafas tidak
efektif, P: Manajemen Jalan Nafas dan pemantauan respirasi.
Dx 2 yaitu S: -, O: PB: 48 cm, BB 2.870 gram, bertambah 7 gram, minum
susu 10cc, via OGT, Refleks menghisap baik. A: Defisit Nutrisi. P: Promosi
BB
DX 3: S: -, O: S; 36,2 ℃, terpasang CPAP 8,0 mbar, terpasang Infus D5 ¼
NS 8 tpm, terpasang OGT, leukosit 14.650/ uL, A: Resiko infeksi, P:
Pencegahan Infeksi
keperawatan, tidak dilengkapi oleh perawat. Satu aspek pengkajian yang tidak
didokumentasikan oleh perawat akan menyebabkan kesinambungan dalam
pemberian asuhan keperawatan menjadi terputus dan pelayanan keperawatan
menjadi terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis selalu mendokumentasikan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian pada By. H ditemukan data bahwa usia bayi 39 hari, pada usia
kehamilan 38-39 minggu dengan berat badan lahir 2600 gr dan panjang badan
49 cm secara spontan. Klien masuk dengan keluhan Sesak, sianosis, kesadaran
kompos mentis. Kondisi bayi H tampak sakit berat dan lemah. Tampak sesak,
retraksi dada, sianosis jika menangis, hipersaliva, sputum berlebih, terdapat
suara nafas tambahan: ronchi kering (crakles), CRT < 2 detik, refelek hisap
baik, puass Detak Jantung: 163x/menit, Frekuensi Pernapasan: 64x/menit,
Suhu tubuh 37,7℃ (dengan bantuan inkubator Suhu: 32℃). Terpasang
ventilator IPPV, P Insp 30,0 mbar, PEP = 8,0 mbar, PEP = 8,0 mbar. T Insp
0,50 s, frekuensi 50 bpm. Terpasang OGT dialirkan, terpasang infus D5 ¼ NS
8 tpm.
Pada diagnosa keperawatan By. H yang mengalami sepsis neonatorum ada
3 diagnosa keperawatan dengan 2 aktual dan 1 risiko sesuai dengan kondisi
By. H yaitu: Bersihan jalan nafas tidak efektif, defisit nutrisi dan risiko
infeksi. Salah satu intervensi yang direncanakan untuk mengatasi diagnosa
pertama yaitu manajemen jalan nafas dan pemantauan respirasi. Salah satu
intervensi yang direncanakan untuk mengatasi diagnosa kedua yaitu promosi
BB.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari yaitu tanggal 21-23
Februari 2023, dilakukan evaluasi terakhir yaitu pada tanggal 23 Februari
2023. Hasil evaluasi keperawatan yang diperoleh dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada setiap diagnosa yang telah diangkat penulis
diantaranya: Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
dengan infeksi saluran nafas belum teratasi, Defisit nutrisi berhubungan
dengan berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi nutrient belum
teratasi karena BB masih belum ada kenaikan 10% dari berat badan
sebelumnya. Resiko infeksi infeksi belum teratasi.
67
68
B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Bagi pihak pelayanan kesehatan dapat lebih meningkatkan pelayanan
terkait bayi dengan masalah sepsis neonatorum.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil pengumpulan data ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peserta didik yang lebih luas tentang asuhan keperawatan
pada bayi dengan sepsis neonatorum.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan keluarga dapat lebih memerhatikan kesehatan bayi, dan dapat
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara maksimal.
Daftar Pustaka
Anastasi, L., & Lapono, S. (2016). Sistem Pengontrolan Suhu Dan Kelembaban
Pada Inkubator Bayi. JiFiSa, 1(1), 12–17.
http://ejurnal.undana.ac.id/index.php/FISA/article/view/521
Hadinegoro, S. R. S., Chairulfatah, A., Latief, A., H.Pudjiadi, A., Malisie, R. F.,
& Alam, A. (2016). Konsensus: Diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak.
Pedoman nasional pelayanan kedokteran Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1–
47.
Hasanah, N., Lestari, H., & rasma, R. (2016). Analisis Faktor Risiko Jenis
Kelamin Bayi, Bblr, Persalinan Prematur, Ketuban Pecah Dini dan Tindakan
Persalinan dengan Kejadian Sepsis Neonatus di Rumah Sakit Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 1(3), 185324.
Istiadah, S. F., Keperawatan, J., Keperawatan, P. D., Kesehatan, K., & Indonesia,
R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada By. Ny. A Yang Mengalami Sepsis
Neonatorum Di Ruang Perinatologi Lantai II Utara RSUP Fatmawati
Jakarta Selatan [Politeknik Kemenkes Jakarta 1].
https://library.poltekkesjakarta1.ac.id/repository/index.php?
p=show_detail&id=907&keywords=
Lami, P. Y. (2009). Pesawat Baby Incubator Dilengkapi Dengan Skin Sensor Dan
Penyimpanan Data Berbasis Mikrokontroller At 89S51 (Pengaturan Suhu
Incubator Dan Deteksi Kegagalan Sensor Ruang Incubator) [Poltekkes
Kemenkes Surabaya]. http://repo.poltekkesdepkes-sby.ac.id/4754/
Potter &, & Perry. (2020). Dasar-Dasar Keperawatan (Edisi 9). Elseiver.
Ribek, N., Labir, I. K., & Sunarthi, N. K. (2018). Aplikasi Perawatan Bayi Resiko
Tinggi Berdasarkan kurikulum Berbasis Kompetensi Program Keperawatan.
POLTEKES DENPASAR.
Sekar Utami, N. (2018). Gambaran Klinis Sepsis Neonatorum Pada Unit Neonatal
RSUD Raden Mattaher Jambi periode tahun 2013-2017. [Universitas Jambi].
In Repository Universitas Jambi. https://repository.unja.ac.id/11768/
Suwarna, N. O., Yuniati, T., Cahyadi, A. I., Achmad, T. H., & Agustian, D.
(2022). Faktor Risiko Kejadian Sepsis Neonatorum Awitan Dini di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Sari Pediatri, 24(2), 99.
https://doi.org/10.14238/sp24.2.2022.99-105
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI). PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). PPNI.
Widayati, K. (2021). Faktor Risiko Sepsis Neonatorum (M. Nasrudin (ed.)). PT.
Nasya Expanding Management.
Yunanto, A., Chandra, H., WIdjajanto, E., & Widodo, M. A. (2012). Sepsis
Neonatal Ditinjau dari Aspek Biomolekuler. UB Press.