Anda di halaman 1dari 18

SISTEM KLIRING

NASIONAL BANK
INDONESIA

P E R T E M U A N K E D E L A PA N
KLIRING (CLEARING)
L ALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL

Menurut Peraturan Bank Indonesia


No.7/18/PBI/2005, pengertian kliring
adalah pertukaran warkat atau data
keuangan elektronik antar bank, baik atas
nama bank maupun nasabah yang hasil
perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Bank sebagai perantara
keuangan memiliki sumber
pendanaan atau pembiayaan
(Source of Fund) berupa
deposito, surat-surat beharga
dan modal. Sedangkan dalam
penggunaan dana (Use of Fund)
berupa cadangan kas, kredit,
dan surat-surat berharga.

Deposito terdiri atas tabungan, giro, dan deposito berjangka. Ketiganya merupakan Dana Pihak Ketiga
(DPK). Dana Pihak Ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat luas yang merupakan sumber
dana terpenting bagi kegiatan operasional suatu bank. Pada bank umum penghimpunan dana berasal
dari keseluruhan Dana Pihak Ketiga, yaitu tabungan, giro, dan deposito berjangka. Sedangkan pada
Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) hanya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka, dan tabungan.
Rekening giro merupakan produk
perbankan berupa simpanan dari
nasabah perseorangan atau badan
usaha. Dana dapat disimpan dalam
bentuk mata uang Rupiah atau
mata uang asing. Dana tersebut
dapat ditarik kapan saja dengan
menggunakan warkat cek atau
bilyet giro.
Keterangan Gambar 2

•Penarik : Pemilik Rekening Giro yang


menerbitkan Bilyet Giro.

•Bank Tertarik : Bank yang


diperintahkan oleh Penarik untuk
melakukan pemindahbukuan sejumlah
dana dengan menggunakan Bilyet Giro.

•Penerima : Pemilik rekening yang


disebutkan namanya dalam Bilyet Giro
untuk menerima sejumlah dana.

•Bank Penerima : Bank yang


menatausahakan rekening Penerima.

•Tanggal Penarikan :Tanggal yang


tercantum pada Bilyet Giro dan
merupakan tanggal diterbitkannya Bilyet
Giro.

•Tanggal Efektif :Tanggal yang


tercantum pada Bilyet Giro dan
merupakan tanggal mulai berlakunya
perintah pemindahbukuan.
Misalkan saja Bank A, Bank B, Bank C, dan Bank D. Apabila Bank A mempunyai nasabah yang
menerima pembayaran dalam bentuk cek dan cek tersebut berasal dari bank berbeda-beda (Bank B,
Bank C, dan Bank D), maka Bank A berarti harus mencairkan cek tersebut dengan cara mendatangi
atau menghubungi bank-bank tersebut. Hal tersebut sangat menghabiskan waktu dan biaya.
Penyelesaian menjadi lebih rumit dan tidak efisien karena Bank A juga harus menyelesaikan tagihan
dari bank lain atas penarikkan cek yang dikeluarkan oleh Bank A melalui nasabahnya, masih ditambah
lagi dengan warkat-warkat selain cek yang harus diselesaikan. Akan lebih rumit lagi jika masing-masing
dari bank (Bank A, Bank B, Bank C, dan Bank D) memiliki cek dari masing-masing bank.
Menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
salah satu tugas bank sentral adalah
mengatur sitem kliring antarbank.
Kliring dibutuhkan karena di Indonesia
sendiri terdapat banyak nasabah dengan
bank yang berbeda-beda. Kliring
diharapkan dapat memudahkan para
nasabah dalam melaksanakan
transaksinya.

Warkat atau data keuangan elektronik


yang dimaksud merupakan alat
pembayaran bukan tunai yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan
Mengingat penyelesaian lalu lintas giral secara atau ketentuan lain yang berlaku dan
individual tidaklah memungkinkan, maka pelu dibuat lazim digunakan dalam transaksi
suatu lembaga yang bertugas untuk mempermudah lalu pembayaran. Warkat kliring berupa cek,
lintas giral tersebut secara terpusat yang disebut kliring. bilyet giro, wesel bank untuk transfer,
surat bukti penerimaan transfer, nota
debet, dan nota kredit.
Suatu bank yang menginginkan kliring harus memiliki simpanan deposit di bank sentral atau
Bank Indonesia minimal sebesar 2% dari jumlah deposit bank yang bersangkutan.

Mr. K yang memiliki rekening giro pada Bank A membeli barang “X” dengan memberikan cek 50 Juta kepada Mr. Z yang
memiliki tabungan di Bank B. Untuk mencairkan cek dari Mr. K, Mr. Z melalui Bank B mengeluarkan Debet Nota ke Bank
Indonesia, setelah itu Bank A mendapat Debet Nota dari Bank B melalui Bank Indonesia. Transaksi tersebut menyebabkan Bank A
mendebet giro Mr. K dan mengkredit Rekening Koran pada BI. Pada Bank B menyebabkan Bank B mendebet Rekening Koran
pada BI dan mengkredit tabungan Mr. Z. Sedangkan pada Bank Indonesia, Bank Indonesia mendebet Rekening Koran Bank A
dan mengkredit Rekening Koran Bank B.
Mr. Z yang memiliki tabungan pada Bank B memberikan 100 Juta kepada Mr. K yang
memiliki rekening giro di Bank A. oleh karena itu, Mr. Z melalui Bank B mengeluarkan
Kredit Nota ke Bank Indonesia, setelah itu Bank A mendapat Kredit Nota dari Bank B
melalui Bank Indonesia. Transaksi tersebut menyebabkan Bank A mendebet Rekening Koran
pada BI dan mengkredit giro Mr. K. Pada Bank B menyebabkan Bank B mendebet tabungan
Mr. Z dan mengkredit Rekening Koran pada BI. Sedangkan pada Bank Indonesia, Bank
Indonesia mendebet Rekening Koran Bank A dan mengkredit Rekening Koran Bank B.
Transaksi tersebut menyebabkan BNI Padang mendebet
tabungan Mellya dan mengkredit Rekening Koran pada BI.
Pada BRI Cibinong menyebabkan BRI Cibinong mendebet
Rekening Antar Kanor dan mengkredit tabungan Astami.
KLIRING YANG DITOLAK
• Misalkan Bank B memiliki Jumah deposit sebesar 100 Juta dan memiliki simpanan deposit 2% dari
jumlah deposit Bank B yaitu 2 Juta. Kemudian Mr. Z mendapat surat tolak kliring dari Bank A sebesar
1,5 Juta, maka Bank B mengaami kalah deposit sebesar 1,5 Juta sehingga simpanan deposit tinggal 0,5
Juta. Karena setiap bank yang mengikuti kliring harus memiliki simpanan deposit di BI sebesar 2%
jumlah deposit dari bank bersangutan, maka Bank B harus meminjam minimal sebesar 1,5 juta ke bank
lain, misalkan Bank A untuk memenuhi kewajibannya memiliki simpanan deposit di Bi. Hal yang
dilakukan Bank B disebut “call money on”. Agar tidak terjadi hal tersebut sebaiknya Bank B memiliki
simpanan deposit di BI lebih dari 2%, misalkan 4% dari jumlah deposit Bank B. jadi, 2% sejumlah 2
Juta merupakan Reserve Requirement dan 2% lainnya sejumlah 2 Juta merupakan Excess Reverse

• Jika ternyata ada warkat-warkat kliring yang ditolak baik karena dananya tidak mencukupi maupun
karena tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka warkat yang ditolak beserta Surat
Keterangan Penolakan (SKP) yang telah dibubuhi tanda tangan pejabat yang berwenang dari peserta
penerima dikembalikan kepada peserta yang mengajukannya. Untuk pengembalian warkat-warkat yang
ditolak, peserta yang mengembalikan harus meminta bukti penerimaan kepada wakil peserta yang
menerimanya.
JENIS-JENIS KLIRING
1. Kliring Umum
Kliring umum merupakan salah satu sarana perhitungan warkat yang dilakukan antar bank, di
mana pada proses melakukannya diawasi langsung dan sistemnya sudah diatur oleh pihak
berwenang, yaitu Bank Indonesia.
2. Kliring Lokal
Kliring lokal adalah suatu sarana perhitungan warkat yang dikerjakan antar bank, yang mana
ketentuannya sudah diatur pada suatu daerah yang sudah ditentukan sebelumnya.
3. Kliring Antar Cabang
Kliring antar cabang adalah sarana perhitungan warkat yang khusus dilakukan pada bank yang
berada dalam satu daerah tertentu. Untuk cara pelaksanaannya adalah dengan mengumpulkan
seluruh perhitungan dari suatu cabang bank.
SISTEM KLIRING BERDASARKAN
PENYELENGGARAANNYA
1. Sistem Manual
Kliring menggunakan sistem manual adalah metode transfer uang dari satu rekening ke rekening lainnya
secara manual oleh nasabah mulai dari pemilihan warkat kliring atau membuat bilyet saldo kliring.
2. Sistem Semi Otomatis
Pada sistem semi otomatis perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomatis, tapi
pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual.
3. Sistem Otomatis
Pada sistem otomatis sistem penyelenggaraan kliring dan pemilihan warkat dilakukan oleh penyelenggara
secara otomatis.
4. Sistem Kliring Elektronik
Sistem kliring elektronik merupakan suatu sistem yang seluruh perhitungannya akan disesuaikan secara
elektronik. Cara menyampaikan warkat nasabah kepada pihak penyelenggara secara otomatis dan seluruh
prosesnya dilaksanakan secara elektronik
CONTOH KLIRING
• Wesel adalah alat pembayaran piutang yang sering digunakan dalam beberapa
aktivitas, salah satunya saat berbisnis.
• Cek adalah surat atau warkat yang berisi perintah dari nasabah bank agar bank
tersebut membayarkan sejumlah uang sesuai yang tertera pada surat itu kepada
orang atau pembawanya.
• Nota debet adalah jenis dokumen atau nota yang ditujukan sebagai bukti
transaksi pengurangan utang dalam suatu proses jual beli.
• Bilyet giro merupakan instrumen pembayaran nontunai di mana bank
diberikan perintah agar memindahbukukan sejumlah uang kepada penerima.
• Warkat lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia
PERBEDAAN LAYANAN
PERBEDAAN LAYANAN
KLIRING RTGS TRANSFER ONLINE BI-FAST
Mengirimkan uang Singkatan dari real time Menggunakan switching yang BI-FAST adalah sistem
menggunakan kliring harus gross settlement (RTGS). menghubungkan kedua bank pembayaran ritel nasional
menunggu beberapa jam Layanan ini biasanya tersebut. Switching yang milik BI yang dapat
untuk pemrosesannya. Jadi, digunakan untuk transaksi digunakan beragam mulai memfasilitasi pembayaran
tidak bisa langsung masuk ke atau pengiriman uang dalam dari ATM Bersama, Prima secara real-time, aman,
rekening penerima. Saat ini, jumlah besar. Transaksi uang hingga ALTO. efisien, yang tersedia 24 jam.
pemrosesan kliring di Bank di RTGS paling sedikit adalah Transfer online biasanya Harga dari BI ke peserta
Indonesia (BI) memiliki 5 Rp 100.000.001 juta (seratus dikenakan biaya Rp 6.500- sebesar Rp 19,00 per
waktu atau 2 jam sekali pada juta satu rupiah). Biaya 7.500. Tapi, transfer transaksi. Harga dari peserta
jam kerja. Transfer pertransaksi Rp. 35.000,- menggunakan metode ini ke nasabah ditetapkan
menggunakan kliring bisa langsung sampai ke maksimal sebesar Rp 2.500
memang lebih murah rekening penerima, karena per transaksi. Besaran biaya
dibandingkan dengan perusahaan switching transaksi tersebut, akan
transfer antar bank online. memfasilitasi transaksi diturunkan secara bertahap
selama 24 jam. berdasarkan evaluasi secara
berkala. Sementara, Batas
maksimal nominal transaksi
BI-FAST pada tahap awal
ditetapkan sebesar Rp 250
juta per transaksi.

Anda mungkin juga menyukai