LAY
Nim : 041858298
Dofiri mengingatkan kepada masyarakat, orang tua, maupun para remaja, anggapan ketika
pelaku tindak pidana masih berusia di bawah umur akan dibebaskan oleh polisi, itu keliru. Ia
menegaskan, meski di bawah umur, namun kalau ancamannya lebih dari 7 tahun mereka tetap
dikenakan ketentuan pidana. "Mereka berpikir apabila usianya belum 17 tahun akan
dibebaskan, itu keliru. Kalau ancamannya lebih dari 7 tahun mereka tetap dikenakan ketentuan
pidana, akan kita proses," tandasnya. Beberapa kasus yang terjadi, sambung Dofiri, senior-
seniornya menyuruh mereka yang di bawah 17 tahun melakukan tindak pidana. Mereka
berpikir, ketika di bawah 17 tahun dan ketangkap polisi tidak akan diproses dan didamaikan.
"Ingat ini kan kasus pembunuhan penganiayaan berat, sehingga itu tetap kita proses lanjut. Jadi
ketentuannya boleh ditangkap, ditahan dan ke pengadilan, agar menjadi efek jera," bebernya.
Sama halnya dengan kejadian di daerah Selopamioro, Imogiri, Bantul pada 12 Desember 2016
lalu. Polisi menangkap 9 tersangka yang semuanya masih berstatus pelajar. Mereka tetap
diproses hukum dan divonis.
Sementara itu, untuk pelaku "klitih" yang terjadi di Jalan Kenari, Kota Yogyakarta, Kapolda DIY,
menyampaikan akan dikenakan pasal 338 dan 354 KUHP, mengenai pembunuhan maupun
penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia.
Sumber: https://regional.kompas.com/read/2017/03/14/16312181/meski.di.bawah.umur.pelaku.
klitih.tetap.dikenakan.pidana.
Soal :
1. Analisis kasus di atas dalam kaitannya dengan manfaat mempelajari hukum dan
masyarakat
Jawab
Terakit dengan masalah tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa, masoh minum nya
pemahaman akan hukum bagi masyarakat atau para pelajar generasi muda, sehingga
sangat mudah dipengaruhi oleh oknum atu kelompok tertentu, dengan memberikan
iming – iming, atau janji, akan tetapi dampak dan efek dari perbuatan tidak dipikirkan,
dan hal ini juga sangat diperlukan, peran dari lingkungan tempat tinggal,. Orang tua
serta peran dari para guru, sehingga terkhususnya para pelajar lebih memahami akan
norma – norma, serta ketetentuan dalam kehidupan bersosial.
2. Buatlah analisa gap/kesenjangan dari kasus di atas, antara aturan hukum tertulis
dengan kesadaran hukum masyarakat!
Jawab
Dalam kasus tersebut, maka aturan yang mengatur terkait suatu perbuatan pidana,
masih minim dimengerti atau dipahami oleh masyarakat banyak, dan berbekal sedikit
pengentahuan hukum, maka perbuatan pidana dilakukan tanpa berpikir dampak yang
mungkinsaja dapat terjadi, dan akibat dari perbuatan, dapat dikenakan hukuman pidana
bilamana telah memenuhi unsur – unsur sebagaimana yang termuat dalam KUH
Pidana, Dan yang menjadi keleman dalam hukum tertulis, bahwa masih ada unsur pasal
yang mengatur akan suatu perbuatan dengan tidak dapat dikategorikan perbuatan
pidana atau tidak dapat diberatkan dalam hukum, karena hal – hal tertentu tidak
memenuhi unsure, sehingga hal inilah yang membuat hukum terkesan lemah dan
perbuatan pidana dapat dilakukan dengan trik tertentu, seperti yang dalam uraian kasus
tersebut.
Untuk mengimbangi ketentuan yang termuat dalam hukum tertulis, tentunya peran dari
diri sendiri sangat diperlukan, artinya masyarakat harus lebih proaktif dalam memahami
akan aturan dan ketentuan yang ada, atau lebih sadar akan hukum yang berlaku di
Republik Indonesia, dan hal kecil yang mungkin saja dapat dilakukan oleh masyarakat
adalah belajar akan sikap prilaku, dan norma – norma yang ada, maka tentunya suatu
perbuatan /pelanggaran tidak mungkin terjadi, jika norman menjadi landasan.
3. Berikan contoh kasus hukum lainnya dan analisa menggunakan sudut pandang hukum
dan masyarakat
Contoh Kasus
Dalam hal lain, hukum dapat saja ditegakan, akan tetapi dilain sisi, Korban yang sudah
melaporkan kejadian ini ke pihak Keamanan, akan menarik laporan dan melakukan
penyelesaian masalah dengan cara atau tempuh dengan hukum adat. Ataupun para
pelaku yang telah diamankan oleh pihak keamanan, akan menjadi sasaran amarah
pihak keluarga /orang tua yang merasa bahwa perbuatan anak-anak mereka bukan
perbuatan jahat atau bukan tindak pidana, melainkan bersifat kenakalan remaja yang
perlu bimbingan bukan penerapan hukum.
Hal ini tentunya sangat disayangkan sekali, sebab masyarakat yang masih minim
pemahaman akan hukum, lebih suka berargument dengan sedikit pemahaman yang
dimiliki, dan kemudian akan menjadi biang profokator, yang beranggapan bahwa pihak
keamanan bertindak diluar SOP dan melanggar HAM. Dan Hukum adat lebih dipakai,
mengingat aka nada sanksi denda dengan ganti rugi sejumlah uang, atau atas
kesepakatan dengan denda dalam bentuk hewan besar.
Jika semua perbuatan diselsaikan secara adat, ataupun bilamana setiap perbuatan
anak-anak akan bela atau didukung oleh pihak keluarga, maka tentunya perbuatan
tindak pidana yang melibatkan para remaja atau pemuda, akan terus terjadi di wilayah
Kab.Ngada.