Anda di halaman 1dari 19

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Anatomi dan Fisiologi Jantung

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot

jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan

susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara kerjanya

menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh

susunan saraf otonom). Mempunyai bentuk seperti jantung pisang, bagian

atasnya tumpul dan disebut juga basic kordis. Di sebelah bawah agak

runcing yang disebut apeks kordis. Terletak di dalam rongga dada sebelah

depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan

rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya terdapat di belakang kiri

antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini

teraba adanya pukulan jantung yang disebut iktus kordis.

a. Lapisan-lapisan jantung

1) Endokardium, merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah

dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang

melapisi permukaan rongga jantung.

2) Miokardium, merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari

otot-otot jantung, otot-otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan


otot yaitu: Bundalan otot atria, bundalan otot ventrikuler, dan bundalan

otot atrio ventrikuler.

3) Perikardium, lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput

pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral

yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung.

Jantung bekerja selama kita masih hidup, karena itu

membutuhkan makanan yang dibawa oleh darah, pembuluh darah yang

terpenting dan memberikan darah untuk jantung dari aorta asendens

dinamakan arteri koronaria.

b. Fungsi jantung

Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh

tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan

fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen

dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, sehingga darah

akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida, jantung

kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dan memompanya ke

jaringan di seluruh tubuh.

2. Infark Miokard Akut

a. Pengertian

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian otot jantung akibat

suplai oksigen yang tidak mencukupi (tidak adekuat) dalam waktu yang

cukup lama. IMA merupakan suatu keadaan lanjut dari rasa tidak enak di
dada pada Sindrom Koroner Akut selain angina pectoris tidak stabil.

Terdapat 2 jenis IMA yaitu IMA yang diikuti dengan elevasi segmen ST

dan IMA tanpa diikuti dengan elevasi segmen ST ( Widijanti, A., dkk,

2017).

Penyumbatan koroner, serangan jantung, dan infark miokard

mempunyai arti yang sama namun istilah yang paling disukai adalah infark

miokardium. Infark miokardium dijelaskan berdasar lokasi terjadinya di

dinding miokard : inferior (posterior) atau lateral. Meskipun ventrikel kiri

merupakan tempat cedera yang paling sering ditemukan, namun ventrikel

kanan juga dapat mengalami infark. (Smeltzer, S.C., 2012).

b. Penyebab

Beberapa faktor resiko terjadinya penyakit jantung dan

pembuluh darah menurut Karo-karo, S (2017) diantaranya adalah:

kebiasaan merokok, dislipidemia (kolesterol tinggi), diabetes, hipertensi,

obesitas, aktivitas fisik dan olahraga yang kurang dan hidup stress karena

kurang relaksasi. Ditambah pendapat Supari, F (2017) bahwa terdapat

faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu umur, kelamin, dan genetik.

Penyebab utama PJK adalah arterosklerosis, yang merupakan

proses multifaktor. Kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang

diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara 10-20 tahun

berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40-50 tahun bercak

perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak arterosklerotik


yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan thrombus (Nawawi,

R.A., dkk, 2016).

Infark miokard mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung

akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran koroner berkurang.

Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri

koroner karena arterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli

atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan oleh

syok dan perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.

Thrombosis merupakan faktor utama terjadinya iskemia akut pada IMA.

c. Gejala

Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan

menetap (lebih dari 30 menit), tidak sepenuhnya menghilang dengan

istirahat ataupun pemberian nitrogliserin, sering disertai nausea,

berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi,

dan bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif). Distensi vena

jugularis umumnya terdapat pada infark ventrikel kanan (Mansjoer, A.,

dkk, 2005)

d. Diagnosis

Langkah pertama dalam diagnosis IMA adalah anamnesis dan

pemeriksaan fisik, selanjutnya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan

Elektrokardiogram (EKG) dan pemeriksaan laboratorium petanda

biokimia jantung. Petanda biokimia meliputi mioglobin, enzim creatinin


fosfokinase (CPK/CK), laktat dehidrogenase (LDH), creatin kinase

isoenzim (CK-MB), cardiac Troponin (cTn). Kadar CK tidak spesifik

untuk mendiagnosa IMA karena kadarnya dapat meningkat pada penyakit

lain, seperti penyakit muscular, hipotiroid, dan strok. CK-MB lebih

spesifik tetapi tidak dapat mendeteksi kerusakan otot yang kecil atau lama

dan juga sedikit meningkat pada trauma otot. (Widijanti, A., dkk, 2017).

Troponin T mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dibanding

pemeriksaan yang lainnya. Gabungan petanda IMA misalnya CK-MB dan

Troponin T adalah yang paling efektif bila awal kerusakan miokardium

tidak diketahui (Nawawi, R.A., dkk, 2016). Pemeriksaan radiologi juga

dapat digunakan bila ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung)

atau kardiomegali. Dengan Echokardiografi (ECG) 2 dimensi dapat

ditentukan daerah luas infark miokard akut fungsi pompa jantung serta

komplikasi. Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria

untuk IMA ialah terdapat peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau

Troponin I atau Troponin T dengan gejala dan adanya perubahan

Elektrokardiografi (EKG) yang diduga iskemia. Kriteria World Health

Organization (WHO) diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan

2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu riwayat nyeri dada dan

penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit), perubahan

EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung (Nawawi, R.A., dkk,

2016).
e. Penatalaksanaan pasien IMA

Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan

jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.

Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan

keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-

obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan

untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan

untuk meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan

untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Hilangnya nyeri merupakan

indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah mencapai

keseimbangan

Tindakan pengobatan segera dilakukan bila pada saat penderita

masuk ruang periksa hasil EKG jelas menunjukkan IMA. Pemeriksaan

laboratorik dilakukan dengan kekerapan 2 kali sehari untuk petanda

jantung dengan tujuan konfirmasi diagnosa, perkiraan beratnya infark,

deteksi adanya komplikasi (reinfarction).

Pemeriksaan serum kardiak secara diagnostik sangat diperlukan

dan sesuai dengan guidelines 1994 yang merekomendasikan bahwa baik

kadar CK dan CK-MB diperiksa pada waktu dan setiap 6-8 jam dan

seterusnya pada 24 jam. Tetapi guideslines 1994 belum

merekomendasikan pemeriksaan Troponin secara rutin untuk deteksi

kerusakan miokard (Tarigan, E., 2013).


3. Analisa laboratorium yang menunjang diagnosa IMA

3.1. Kreatin kinase dan isoenzimnya

a. Pengertian

Kreatin kinase adalah enzim yang ada pada berbagai jenis

jaringan , termasuk otot, konsentrasinya di otot tinggi karena peran CK

untuk energi metabolisme

ATP sebagai sumber energi dibutuhkan untuk kontraksi dan

relaksasi otot, dibentuk dari keratinfosfat berdasarkan reaksi

CK
Kreatinfosfat + ADP Kreatin + ATP

dengan bantuan enzim kreatinkinase (CK) sebagai katalisator.

Fungsi CK sebagai katalisator, terutama pada reaksi

pembentukan ATP. Sedangkan reaksi sintesa kreatinfosfat dapat

berlangsung apabila terdapat keadaan kadar ATP yang tinggi.

Kreatinfosfat terutama terdapat di dalam sitosol dari sel-sel otot.

Enzim tersebut merupakan molekul dimer yang terdiri dari kedua sub-unit

CK-M (muscle) dan CK-B (brain). Setiap sub unit memiliki satu pusat

aktif dan satu gugusan -SH, serta dapat membentuk isoenzim-isoenzim

sebagai berikut: CK-MM (tipe otot), CK-MB (tipe Jantung), CK-BB (tipe

otak). Di dalam organ-organ manusia ketiga macam isoenzim ini terdapat

dalam jumlah dan ratio yang berbeda.

Dari tabel di bawah dapat dilihat bahwa aktivitas CK yang

tertinggi terdapat di dalam otot-otot skelet, otak dan jantung. Oleh karena

itu, apabila di dalam darah terdapat nilai aktivitas CK atau CK-MB yang
tinggi, maka kemungkinan besar enzim-enzim tersebut berasal dari otot-

otot skelet dan jantung. Sedangkan yang berasal dari otak biasanya sukar

merembes ke dalam serum. Aktivitas yang berasal dari traktus

gastrointestinalis, otak atau organ-organ lainnya jarang sekali didapatkan

di dalam darah

Tabel 1

Distribusi Isoenzim Kreatinkinase dalam


Jaringan Manusia

Jaringan CK-Total CK-MM CK-MB CK-BB


Rata U/g Rata % Rata % Rata %
Otot jantung 187 58 42 -

Otot skelet 1093 96.5 3.5 -

Lambung-Usus 170 - 4 96

Otak 200 - - 100

Paru-paru 15 66 - 33

Uterus 10 20 20 60

Ginjal 10 10 - 90

Aorta 5 80 20 -

Hati 3 - - 100

Pankreas 2 50 - 50

Prostat 9 36 4 60

Kelenjar gondok 11 0 0 100

(Sumber : Abdulrahman, N., 1984)

Derajat nekrosis dari otot-otot skelet dan jantung kurang dari 1%

sudah cukup untuk mendapatkan suatu peningkatan aktivitas CK yang


dapat diukur, namun bagi traktus intestinal, lambung dan uterus derajat

nekrosisnya harus melebihi 20%. Organ-organ kecil seperti pankreas,

kelenjar gondok dan prostat, sekalipun dengan nekrosis total tidak dapat

mengakibatkan kenaikan aktivitas CK yang nyata.

b. Aspek klinik

Pemeriksaan dengan EKG dan aktivitas enzim di samping

anamnesa dan gambaran klinik sangat penting untuk sampai kepada

diagnosa infark jantung.

Kurang lebih 80% dari penderita infark dapat dideteksi dengan

pemeriksaan EKG. Namun kenaikan aktivitas enzim CK, isoenzim CK-

MB, GOT, LDH, dan α-HBDH yang cukup tinggi dapat ditemukan di

dalam serum dari 95-99% penderita-penderita infark jantung. Sejak lama

CK total telah dipercaya sebagai enzim indikator untuk diagnosa infark

jantung. Disamping itu arti dari isoenzim CK-MB untuk diagnosa banding

antara kerusakan otot jantung dan otot skelet semakin meningkat

(Abdulrahman, N., dkk, 1984).

c. Perjalanan aktivitas CK dan CK-MB pada infark jantung

Enzim jantung CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6

sampai 10 jam setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai

36 jam dan kembali normal setelah 48 sampai 72 jam (Nawawi, R.A., dkk,

2016).

Terdapat pendapat lain yang hampir serupa yaitu menurut

Abdulrahman dkk (1984), aktivitas CK dan CK-MB hampir selalu


meningkat pada penderita dengan infark jantung, paling lambat sekitar 6

jam setelah serangan. 50% dari seluruh kasus menunjukkan suatu

peningkatan CK dan CK-MB yang sejajar. Sedang kasus yang lain

menunjukkan CK-MB meningkat mendahului CK total dan mencapai

aktivitas maksimumnya sampai dengan 12 jam sebelum CK total

meningkat sampai maksimum.

Tabel 2

Data-data Perjalanan Aktivitas CK dan CK-MB


(nilai rata-rata)

CK CK-MB

Waktu yang dibutuhkan untuk 18.8 jam 17.4 jam

mencapai aktivitas maksimum

setelah terjadinya infark

Aktivitas maksimum (250C) 560 U/l 60 U/l

Kembali normal setelah 4 hari 2 hari

Konsante eliminasi 7.4x10-4 U/menit 9.3x10-4 U/menit

Waktu paruh (half life) 15.5 jam 12.5 jam

( Sumber: Abdulrahman, N.,1984).

Penurunan aktivitas CK-MB yang cepat di lain pihak sangat

menguntungkan, karena komplikasi-komplikasi yang erat hubungannya

dengan kenaikan kembali aktivitas CK-MB dapat dikenal dengan lebih

baik (misalnya: reinfark). Sehingga pemeriksaan CK total dan CK-MB

perlu dilaksanakan secara kontinu setiap 6 jam.


d. Batas-batas yang menentukan pada kecurigaan infark jantung

Menurut Scasz dan Chemnitz 95% dari aktivitas CK-total

terletak antara 160 dan 2000 U/l (250C) dalam waktu 15-20 jam setelah

infark jantung. Oleh karena itu untuk diagnosa infark jantung batas nilai

terendah untuk CK-total dianjurkan oleh Scasz sebesar 160 U/l pada 25 0C

atau 250 U/l pada 300C atau 390 U/l pada 370C ( Abdulrahman, N., dkk,

1984)

Untuk diagnosa banding antara kerusakan otot skelet bukan nilai

absolut dari CK dan CK-MB yang berguna melainkan nilai persentasi CK-

MB dibanding CK total. Karena aktivitas CK-MB absolut untuk

kerusakan otot jantung dan otot skelet terletak di dalam daerah yang sama.

Tabel 3

Aktivitas CK-MB (U/l, 250C) pada Kerusakan Otot Jantung


dan Otot Skelet

Peneliti Kerusakan Otot Skelet Kerusakan Otot Jantung

Chemnitz 4 – 800 4 – 330

Prellwitz 0 – 234 9 - 241

(Sumber: Abdulrahman, N., 1984).

Batas yang dipakai untuk menentukan diagnosa infark jantung

untuk CK-MB/CK total adalah 6%. CK-MB/CK lebih besar dari 6%

menunjukkan adanya infark jantung, sedangkan yang kurang dari 6%

berarti kerusakan otot skelet. Nilai batas tersebut menunjukkan


overlapping (tumpang tindih) yang terkecil antara kerusakan otot skelet

dan jantung (Abdulrahman, N., dkk, 1984).

e. Pengaruh CK-BB terhadap penentuan CK-MB

Dalam penentuan CK-MB baik dengan metode immunologis

maupun kromatografi yang sering digunakan dalam laboratorium-

laboratorium klinik secara rutin ternyata CK-BB ikut terukur. Dengan

demikian hasil penentuan CK-MB akan menjadi tinggi palsu. Namun

demikian, dari hasil-hasil penelitian dengan metoda presipitasi

immunologis diketahui bahwa CK-BB yang ikut terukur hanya dalam

kasus-kasus yang jarang sekali didapat.

Dalam hal penentuan CK-MB dengan metoda immunologis

perlu diperhatikan kehadiran dari CK-BB yang tidak khas. Zat tersebut

adalah suatu kompleks yang terbentuk dari CK-BB dan Immunoglobulin

G (IgG) atau immunoglobulin A (IgA) dan dapat bereaksi secara

immunologis seperti CK-BB normal. Salah satu sifat CK-BB yang tidak

khas ini dapat mengakibatkan aktivitas CK-MB artificial yang sangat

tinggi dalam penentuan CK-MB dengan metoda immunologis, bahkan

kadang-kadang lebih tinggi dari aktivitas CK total.

Dari hal tersebut dikatakan bahwa CK-BB hanya terdapat pada

kasus-kasus yang jarang terjadi dan dengan demikian pengaruhnya

terhadap metoda penentuan CK-MB kecil sekali dan jarang terjadi.

Apabila persentasi CK-MB terhadap CK total lebih besar dari 35% perlu
diingat kemungkinan terdapatnya CK-BB. Dalam hal demikian penentuan

CK-BB perlu dilaksanakan dengan menggunakan metoda elektroforesis.

Tabel 4

Diagnosa Sementara Pada Beberapa Nilai


Persentasi CK-MB

CK-MB/CK total (%) Diagnosa

< 6% Dicurigai kerusakan otot skelet

> 6% Dicurigai infark jantung

> 35% Kemungkinan terdapat CK-BB tidak khas

CK-MB > CK total Terdapat CK-BB (tidak khas)

(Sumber: Abdulrahman, N., 1984).

f. Cara pemeriksaan CK-MB

Uji CK-MB diukur dengan alat chemical auto analyzer (ABX

Pentra 400) menggunakan metode immunochemistry UV.

Prinsip pemeriksaan ini adalah CK-MB terdiri dari subunit CK-

M dan CK-B. Antibodi spesifik menghambat aktivitas dari CK-MM

(merupakan bagian dari aktivitas CK total) dan CK-M (merupakan sub

unit dari CK-MB). Sehingga hanya aktivitas CK-B yang terukur, dimana

merupakan setengah dari aktivitas CK-MB.

3.2. Troponin T

a. Pengertian

Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu

filamen tebal yang mengandung miosis dan filamen tipis yang terdiri dari

aktin, tropomiosin dan troponin (gambar 1). Troponin yang berlokasi pada
filamen tipis dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara

teratur, merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit

dengan struktur dan fungsi yang berbeda, yaitu: 1) Troponin T (TnT), 2)

Troponin I (TnI), 3) Troponin C (TnC).

Gambar 1. Model filamen tipis otot jantung


(Sumber: Tarigan, E,. 2003).

Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya

berbeda dari otot skelet isoform. Demikian pula TnI untuk otot jantung

dan dapat dibedakan dari otot skelet lainnya dengan cara immunologik.

Sebaiknya TnC ditemukan pada otot jantung dan rangka.

Kompleks troponin adalah suatu kelompok yang terdiri dari 3

subunit protein yang berlokasi pada filament tipis dari apparatus

kontraktil, yaitu:

1. Troponin C (TnC), mengikat kalsium dan bertanggung jawab

dalam proses pengaturan aktivasi filamen tipis selama kontraksi

otot skelet dan jantung. Berat molekulnya adalah 18000 Dalton.


2. Troponin I (TnI), dengan berat molekul 24000 Dalton merupakan

sub unit penghambat yang mencegah kontraksi otot tanpa adanya

kalsium dan troponin.

3. Troponin T (TnT) berat molekulnya 37000 Dalton bertanggung

jawab dalam ikatan kompleks troponin terhadap tropomiosin

Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada

filamen tipis dan merupakan protein, pada orang sehat TnT tidak dapat

dideteksi atau terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat

dalam sitoplasma miosit jantung sebanyak 6% dan dalam bentuk ikatan

sebanyak 94%. Troponin T lokasinya intraseluler, terikat pada kompleks

Troponin dan untaian molekul tropomiosin.

Kompleks Troponin merupakan protein yang mengatur interaksi

aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intraseluler. Pada

otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total TnT miokardial

ditemukan sebagai larutan pada sitoplasmik (fraksi bebas), yang mungkin

berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis kompleks troponin. TnT yang

larut dalam dalam cairan sitosol akan mencapai sirkulasi darah dengan

cepat bila terjadi kerusakan miokard, sedangkan TnT yang terikat secara

struktural sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih

dahulu (degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. Karena pelepasan

TnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar TnT serum pada IMA

mempunyai 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh

pelepasan TnT dari cairan sitosol dan puncak kedua karena pelepasan TnT
yang terikat secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnT kardiak

akan masuk lebih dini kedalam sirkulasi darah daripada CK-MB sehingga

dalam waktu singkat kadarnya dalam darah sudah dapat diukur, sedangkan

puncak kedua pelepasan TnT ini berlangsung lebih lama dibanding dengan

CK-MB, sehingga disebut jendela diagnostik yang lebih besar dibanding

dengan petanda jantung lainnya (Tarigan, E., 2013).

Troponin T kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah miokard

dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu. dilaporkan Troponin T

merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat terutama bila penderita

IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet (Tarigan, E., 2013).

TnT kardiak merupakan protein spesifik miokard dan dapat

dibedakan dari isoformnya yang terdapat pada otot lurik dengan teknik

immunologi. Oleh karena itu TnT kardiak dapat digunakan untuk

mendeteksi adanya nekrosis miokard pada keadaan peningkatan CK non

kardiak pada cedera otot lurik (Tarigan, E., 2013).

b. Fungsi Troponin T

Kompleks Troponin menyebabkan aktifasi kalsium untuk

kontraksi dan memodulasi fungsi kontraktil otot serat lintang. Oleh sebab

itu troponin dan tropomiosin disebut sebagai protein pengatur.

Berbagai tipe otot (otot skelet, otot jantung, otot polos) memiliki

sifat kontraksi yang berbeda. Secara genetik ditentukan oleh perbedaan

dari struktur beberapa protein kontraktil dan protein pengaturnya. Sebagai

contoh, Troponin T jantung dan otot skelet berbeda pada komposisi asam
aminonya sehingga dapat dibedakan secara immunologi. Perkembangan

saat ini memungkinkan dilakukannya suatu pemeriksaan immunologi

untuk mengatur kadar Troponin T dalam plasma yang spesifik untuk

jantung.

c. Pelepasan Troponin T

Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan

miokard yang reversible dan irreversible (berupa kematian sel). Pada

iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat

energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses

transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan

pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas membran

sel. Dalam hal kerusakan sel ini TnT dan CK-MB dari sitoplasma dilepas

kedalam aliran darah. Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus sampai

persediaan TnT habis. Masa pelepasan TnT ini berlangsung 30-90 jam,

lalu perlahan lahan turun (Tarigan, E., 2013).

Mekanisme lepasnya cTn dari otot jantung disebabkan oleh

kerusakan otot jantung. Kerusakan otot jantung tidak hanya terjadi akibat

infark miokard, tetapi dapat pula terjadi akibat miokarditis, cardiomiopati,

trauma dll. Walaupun cTnT ditujukan untuk menjadi protein petanda yang

spesifik untuk jantung, cTnT juga terdeteksi pada regenerasi otot dan otot

skelet orang dewasa normal. Hingga dijumpai dalam serum pada

penderita dengan jejas otot yang berat dan pada gagal ginjal kronik

(Kusnandar, S., 2013).


d. Cara pemeriksaan

Uji Troponin T dilakukan menggunakan uji cepat (rapid test)

yang pengukurannya menggunakan alat cardiac reader (Roche

Diagnostic).

Pemeriksaan ini menggunakan prinsip ikatan rangkap antibodi

monoclonal atau sandwich, menggunakan sistem ikatan poly-

(streptavidin)-biotin dengan sol emas berlabel partikel. Tes ini dimulai

dengan menambahkan sampel darah pada tes strip Cardiac T Quantitative

Rapid Assay, sehingga terjadi pemisahan sel darah merah dari plasma.

cTnT di dalam plasma berikatan dengan kedua antibodi, yaitu dengan

biotinylated anti-cTnT antibody dan anti-cTnT antibody yang terkonjugasi

dengan partikel sol emas, untuk membentuk “Sandwich”. “Sandwich” ini

akan berikatan dengan poly(streptavidin), dan terdapat pada garis di dalam

area baca Cardiac T Quantitative Rapid Assay, sehingga membentuk garis

berwarna ungu kemerah-merahan. Intensitas dan kecepatan warna garis

terbentuk berhubungan dengan konsentrasi dari jumlah cTnT di dalam

darah.
B. Kerangka Teori

Gejala klinis:

-Nyeri dada menetap >30


menit.
-Disertai nausea.
-Berkeringat
-Muka pucat
-Takikardi
-Bunyi jantung III
-Distensi vena jugularis.

Pasien suspect IMA

Anamnese dan
pemeriksaan fisik Pemeriksaan Lab:

-CK-MB
-Troponin T
Pemeriksaan EKG

IMA

Kematian

Anda mungkin juga menyukai