Anda di halaman 1dari 4

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1 pengertian sekolah
Suatu lembaga atau bangunan untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk
menerima dan memberi pelajaran ( menurut tingkatannya, sekolah dibagi
menjadi : Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah
Atas)
Sekolah merupakan satuan pendidikan yang merupakan bagian dari jalur formal
yang berjenjang dan berkesinambungan. Adapun jenjang sekolah terdiri dari :
Pendidikan Pra Sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi.
Bangunan atau lembaga untuk belajar mengajar serta tempat untuk menerima dan
memberi pelajaran menurut tingkatannya. (dasar-lanjutan-tinggi).

2.2 Pengertian Sekolah Islam Terpadu


Sekolah Islam Terpadu pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan
konsep pendidikan Islam berlandaskan AlQur’an dan As Sunnah. Konsep operasional
SIT merupakan akumulasi dari proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan
ajaran agama Islam, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Istilah
“Terpadu” dalam SIT dimaksudkan sebagai penguat (taukid) dari Islam itu sendiri.
Maksudnya adalah Islam yang utuh menyeluruh, Integral,
bukan parsial, syumuliah bukan juz’iyah. Hal ini menjadi semangat utama dalam
gerak da’wah dibidang pendidikan ini sebagai “perlawanan” terhadap pemahaman
sekuler, dikotomi, juz’iyah.
2.3 Pengertian Arsitektur Regionalisme
Regional menurut kamus Bahasa Indonesia adalah bersifat daerah atau kedaerahan
sedangkan pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada „pandangan identitas‟
(Frampton, dan Buchanan). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan menerima tekanan
modernisme yang menciptakan „universlim‟ (Buchanan): melalikan „kualitas
kehidupan‟ (Spence) atau jiwa ruang (Yang); dan mengambil „kesinambungan‟ (Abel).
Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain modern. Karena arsitektur tradisional
mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap wilayah; menciptakan kualitas
kehidupan terbaik dalam sebuah masyarakat tradisional dan menjadi sangat responsif
atas kondisi georgrafis dan iklim dalam suatu tempat tertentu; dan menunjukkan sebuah
kesinambungan dalam hasil karya arsitektural dari masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah
suatu cara yang sederhana untuk membutuhkan pengertian yang luas dan terbuka atas
budaya internasional (Chardirji)
Beberapa pemikiran para ahli tentang definisi Regionalisme dalam Arsitektur antara lain:

1. Peter Buchanan (1983) Mendefinisikan regionalisme adalah kesadaran diri yang terus
menerus, atau pencapaian kembali, dari identitas atau simbolik. Berdasarkan atas
situasi khusus dan mistik budaya lokal, regionalisme merupakan gaya bahasa menuju
kekuatan nasional dan umum arsitektur modern, seperti budaya lokal itu sendiri,
regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan hasil secara abstrak dan nasional, lebih
kepada penampakan fisik yang lebih dalam nuansa pengalaman hidup.

2. Amos Rapoport Menyatakan bahwa regionalisme meliputi berbagai kekhasan tingkat


daerah dan dia dinyatakan bahwa secara tidak langsung identitas diakui dalam hal
kualitas dan keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain. Hal ini memungkinkan
mengapa arsitektur regional sering didentifikasikan dengan Vernakuler, yang berarti
sebuah kombinasi antara arsitektur lokal dan internasional (asli).

3. Tan Hock Beng (1994) Menyatakan bahwa regionalisme didefinisikan sebagai suatu
kesadaran untuk membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap empat dan
iklim, kemudian melahirkan identitas formal dan simbolik. Berdasarkan hal diatas
arsitektur regional oleh para arsitek diatas dapat disimpulkan sebuah definisi yang
lebih lengkap yang mana didefinisi ini dapat diterima untuk segala jaman, yaitu
definisi menurut Tan Hock Beng.

2.4 Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Islam Terpadu

Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah


Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)

Berdasarkan Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, standar sarana dan
prasarana untuk jenis pendidikan umum jenjang pendidikan dasar dan menengah mencakup
dua hal berikut.

 Kriteria minimum sarana, meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,


buku dan sumber belajar lain, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan
lain.
 Kriteria minimum prasarana, meliputi lahan, bangunan, ruang, dan instalasi daya dan
jasa yang dimiliki sekolah/madrasah.

Secara umum untuk setiap jenjang pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs)


Pada tingkat satuan pendidikan SMP/MTs harus mengikuti ketentuan berikut.

 Setiap SMP/MTs harus bisa digunakan untuk menampung dan melayani minimal 3
rombel dan maksimal 27 rombel.
 Dalam satu kecamatan, minimal harus ada satu SMP/MTs.
 Setiap SMP/MTs di lingkup kecamatan harus mampu menampung lulusan SD/MI di
kecamatan tersebut.
 Setiap SMP/MTs harus bisa dijangkau maksimal 6 km dengan berjalan kaki dan jalan
tidak membahayakan.
 Prasarana minimal yang harus ada di satu SMP/MTs adalah sebagai berikut.
 Ruang kelas
 Ruang perpustakaan
 Laboratorium IPA
 Ruang kepala sekolah
 Ruang guru
 Ruang tata usaha (TU)
 Tempat ibadah
 Ruang bimbingan dan konseling
 Ruang UKS
 Ruang kesiswaan
 Kamar mandi meliputi jamban/toilet/WC
 Gudang
 Ruang sirkulasi
 Tempat bermain/berolahraga

b. Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)


Pada tingkat satuan pendidikan SMA/MA harus mengikuti ketentuan berikut.

 Sarana dan prasarana tiap SMA/MA harus mampu menampung dan melayani minimal
3 rombel dan maksimal 27 rombel.
 Satu SMA/MA ditujukan bagi satu kecamatan.
 Prasarana yang harus ada di tiap SMA/MA adalah sebagai berikut.
 Ruang kelas
 Ruang perpustakaan
 Laboratorium biologi
 Laboratorium fisika
 Laboratorium kimia
 Laboratorium IPA
 Laboratorium komputer
 Laboratorium bahasa
 Ruang praktik gambar teknik
 Kelompok ruang penunjang
 Ruang kepala sekolah selaku pimpinan
 Ruang guru
 Ruang tata usaha
 Tempat ibadah
 Ruang bimbingan dan konseling
 Ruang UKS
 Ruang organisasi kesiswaan
 Kamar mandi/jamban
 Gudang
 Ruang sirkulasi
 Tempat olahraga
 Kelompok ruang pembelajaran khusus yang disesuaikan dengan praktik program
keahlian yang ada.
2.5 Landasan Konseptual Konseptual
menyajikan analisis perancangan yang mencakup fungsi, internal, eksternal, gubahan bentuk,
struktur, utilitas. Sekolah Menengah Atas menerapkan nilai pendidikan dan pengajaran, fleksibel
antara siswa dan guru, dan kebebasan siswa dalam hal positif. Tiga nilai tersebut mengarah pada
aktivitas belajar mengajar, administrasi dan penunjang pelaku perancangan. Kegiatan belajar
mengajar terbagi menjadi 2 yaitu teori dan praktik. Aktivitas dari adminitrasi berhubungan dengan
pengurusan akademik, tata usaha dan umum. Fungsi penunjang berguna untuk mendukung aktivitas
utama dan administrasi. Fungsi servis bersifat umum namun sengaja difungsikan untuk kegiatan
penunjang. Penjabaran analisis fungsi perancangan disajikan pada

Gambar 2.1 Fungsi Perancangan Sekolah

(Sumber : Google, 2020)

Analisis internal berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan pembagian sekolah


menengah atas berdasarkan fungsi pendidikan, administrasi, penunjang dan servis. Fungsi
pendidikan membutuhkan ruang kelas dan laboratorium. Fungsi administrasi membutuhkan tata
usaha, dan koperasi. Fungsi penunjang membutuhkan aula, perpustakaan, lapangan olahraga dan
mushola. Fungsi servis membutuhkan fasilitas toilet, dan kantin. Analisis pengelompokan fungsi dan
fasilitas disajikan.

Anda mungkin juga menyukai