Anda di halaman 1dari 2

The Papua Journal - Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia

atau PAHAM Papua, Gustaf Kawer mengatakan tersangka Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (KDRT) GRY telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jayapura
tanpa ditahan. Namun tersangka diperlakuan “sangat istimewa”. Melihat hal ini,
keluarga korban mendesak kepala kejaksaan agung dan jaksa agung muda bidang
pengawasan agar mengevaluasi kinerja jaksa dari Kejaksaan Negeri Jayapura.

Kasus KDRT yang dialami oleh SK setelah proses hukum yang memakan waktu
cukup lama di Kepolisian Resort Kota Jayapura sejak laporan diajukan ke Polresta
Jayapura 14 Maret 2023, penyelidikan dan penyidikan dilakukan, berkas
tersangkanya baru limpahkan dan dinyatakan P-21 oleh Kejaksaan Negeri pada 22
September 2023.

Baca Juga: Kebebalan dan Ketidakmengertian Bagian dari Hidup Manusia

"Waktu yang sangat lama, hampir 7 (tujuh) Bulan untuk sebuah Perkara
Khusus KDRT yang seharusnya korban sudah mendapat kepastian hukum dengan
adanya vonis pengadilan pengadilan terhadap tersangka KDRT atas nama GRY,
Kepolisian Resort Kota Jayapura dan Kejaksaan terlihat tidak serius dan tidak
memahami subtansi dari Penegakan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), UU tersebut
dimaksudkan untuk menghentikan siklus kekerasan di dalam keluarga," jelas Kuasa
Hukum Korban SK dalam keterangan tertulis yang di terima The Papua Journal,
Kamis (05/10).

Dijelaskan, UU PKDRT diundangkan pada 22 September 2004 sebagai


pembaharuan hukum nasional yang bertujuan untuk: 1) mencegah terjadinya segala
bentuk kekerasan dalam rumah tangga; 2) melindungi korban kekerasan dalam
rumah tangga; 3) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan 4)
memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Pengundangan ini juga menjadi pelaksanaan dari Konvensi Penghapusan Segala


Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang telah diratifikasi Indonesia melalui
UU No. 7 Tahun 1984.

"Konvensi tersebut memandatkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan


yang akarnya terletak pada diskriminasi perempuan. UU PKDRT menjadi harapan
semua masyarakat dalam memperbaiki kondisi perempuan dan anak, serta mereka
yang subordinat, juga bagi siapa pun dalam lingkup relasi rumah tangga yang rentan
terhadap kekerasan," jelas dalam Press Release dengan nomor Nomor :
15/PAHAM-Papua/JPR/X/2023.

Baca Juga: Pemda Paniai Diminta Turun Ke Degeuwo dan Melakukan


Pemeriksaan HIV secara Massal

Kronoogi KDRT versi PAHAM Papua

Kasus KDRT yang dialami SK terjadi pada Jumat, 10 Maret 2023, sekitar Pukul
09.00 WP dilakukan oleh tersangka GRY, korban yang sedang sakit kanker dan
sedang menjalani kemoterapi dianiaya tersangka dengan cara memukul dan
meludahi korban.

Korban dipukul di kepala bagian kiri (bagian belakang telinga), korban yang sudah
terjatuh, saat kembali duduk dipukul dibagian muka sebelah kanan, tersangka
memukul lagi korban di lengan sebelah kiri, korban yang terjatuh dan melindungi
muka dan bekas operasi di bagian dada, dipukul berulang disertai caci maki oleh
tersangka, yang lebih parah lagi korban ditendang di bagian uluh hati sehingga
kesulitan bernafas.

KDRT yang dilakukan oleh tersangka GRY terhadap korban (istrinya) SK telah
dilakukan berulang-ulang selama korban dan tersangka berumah tangga, baik
kekerasan fisik, verbal bahkan Korban pernah diancam dengan senjata tajam dan
pistol airsoft gun.

Baca Juga: Biennale Jogja 17: Perpaduan Warna Seni Lokalitas Merajut Histori
Masyarakat

Masalah KDRT ini disebabkan oleh tersangka yang mempunyai “perempuan lain”,
jika ditegur oleh korban untuk berhenti berhubungan dengan “perempuan lain”
karena tersangka dan korban telah memiliki 3 anak yang masih membutuhkan
perhatian, teguran ini selalu direspon oleh tersangka dengan melakukan kekerasan
terhadap korban.

Anda mungkin juga menyukai