Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Norman Fairclough (Dialectical-Relational Approach/ DRA)

Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Tafsir lisan

yang dibimbing oleh dosen pengampu: Abdulloh Dardum, S.Th.I., M.Th.I.

Disusun oleh kelompok 10 :

Moh. Rizal Amin (212104010026)

Siti (212104010016)

Ahmad Jawahir Amin (212104010022)

Alfianto (212104010035)

Universitas Islam Negeri KH. Ahmas Siddiq Jember

Fakultas Ushuluddin dan Adab Humaniora

Ilmu Al – Qur’an dan Tafsir

Jember, September 2023


Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya, sehingga kami diberikan kemudahan dalam mengerjakan makalah yang
berjudul “Norman Fairclough” guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Lisan. Tak lupa
Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, tentunya penyusun dibantu oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada Abdulloh Dardum, S.Th.I.,
M.Th.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah, serta rekan – rekan yang membantu dalam
penyelesaikan tugas ini. Semoga allah memberikan balasan yang berlipat ganda, aamiin.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya
penyusun bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan kemanfaatan baik bagi
penyusun maupun bagi pembacanya.

Jember, 10 Oktober 2023


Daftar Isi

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. Biografi ..................................................................................................................2
B. Analisis Wacana Kritis............................................................................................2
C. Model Pemikiran ....................................................................................................7
D. Teori ........................................................................................................................8

BAB III PENUTUP...........................................................................................................9

A. Kesimpulan..............................................................................................................9
B. Saran........................................................................................................................9

Daftar Pustaka .....................................................................................................................10


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Norman Fairclough lahir pada tanggal 18 Juni 1941 di Sunderland, Inggris.
Beliau menempuh ilmu di Universitas York, yang mana beliau memperoleh gelar sarjana
dalam bidang bahasa inggris. Setelah itu Fairclough melanjutkan studinya dan meraih
gelar doktor di bidang lingustik dari Univeersitas Edinburgh.
Dalam karya sastra Norman Fairclough menciptakan karya nya sebagai cerminan
berbagai konteks sosial yang telah atau yang sedang terjadi. Beliau menuangkan
tanggapan dan pemaknaan bagaimana suatu kelompok sosial bertarung unjuk gigi atas
ideologi masing-masing, menegakan keadilan yang tidak di jalan kan, mengenyahkan
penyalahgunaan kekuasaan yang dianggap sebagai realitas dan rutinitas sosial masa lalu
sampai masa kini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Norman Fairclough ?
2. Analisis Wacana Kritis menurut Norman Fairclough ?
3. Bagaimana model dari pemikiran Norman Fairclough?
4. Bagaimana Teori Norman Fairclough ?
C. Tujuan Penulisan
1. menjelaskan biografi Norman Fairclough
2. Menjelaskan Analisis Wacana Kritis menurut Norman Fairclough
3. Menjelaskan model dari pemikiran Norman Fairclough
4. Menjelskan Teori Norman Fairclough
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Norman Fairclough

Norman Fairclough adalah seorang ahli linguistik dan profesor asal inggris
yang dikenal karena kontribusinya dalam bidang analisis wacana kritis. Berikut ini
adalah ringkasan biografi singkat tentang Norman Fairclough:

Norman Fairclough lahir pada tanggal 18 Juni 1941 di Sunderland, Inggris.


Beliau menempuh ilmu di Universitas York, yang mana beliau memperoleh gelar
sarjana dalam bidang bahasa inggris. Setelah itu Fairclough melanjutkan studinya dan
meraih gelar doktor di bidang lingustik dari Univeersitas Edinburgh. Setelah itu beliau
menjadi seorang akademisi dan profesor diberbagai Universitas, salah satunya di
Universitas Lancaster, Universitas Birmingham, dan Universitas Salford di Inggris.

Fairclough banyak dikenal oleh kalangan masyarakat karena


pengembangannya di bidang Analisis Wacana Kritis (Critical Diccourse Analisis,
CDA). Teori ini digunakan untuk menganalisis teks-teks dalam konteks sosial dan
politik untuk mengungkapkan konstruksi ideologi serta relasi kekuasaan. Beliau telah
banyak menulis buku-buku dan artikel-artikel mengenai topik tentang Analisis
Wacana Kritis ini. Salah satu buku beliau yang terkenal berjudul “Language and
Power” (1989). Karya-karyanya beliau didalam menganalisis Wacana Kritis telah
banyak mempengaruhi banyak penelitian dibidang lingistik, kajian budaya, dan ilmu
sosial. Beliau telah menggabungkan teori-teori linguistik dengan pemahaman tentang
politik, kekuasaan, dan ideologi, yang telah membantu mengungkap cara bahasa yang
digunakan untuk membentuk dan mereproduksi struktur sosial.

Karya-karya beliau telah diakui secara internasional dan beliau telah menjadi
salah satu tokoh paling terkemuka dalam hal bidang Analisis Wacana Kritis. Selain
itu, Fairclough juga mendirikan jurnal “Critical Discourse Studies” dan telah berperan
aktif dalam komunitas penelitian yang berkaitan dengan Analisis Wacana Kritis.
Norman Fairclough adalah salah satu tokoh penting dalam bidang analisis wacana
kritis dan telah memberikan kontribusi berharga dalam memahami peran bahasa
dalam reproduksi ideologi dan relasi kekuasaan dalam masyarakat.1

1
Fairclough, Nourman. 1995.Kesadaran Bahasa Kritis (terjemahan). Semarang: IKIP Semarang Press.
B. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis (AWK) adalah salah satu bagian dari analisis wacana
kritis yang ada. Dalam analisis wacana kritis terdapat sebuah konsep bahwasannya
wacana tidak hanya untuk dipahami semata sebagai studi bahasa.

Menurut Fairclough dan Wodak Berpendapat bahwa dalam analisis wacana


kritis, penting untuk menganggap wacana sebagai ekspresi dari praktik sosial tertentu.
Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor yang luas dan
kontekstual dalam

menilai kualitas suatu wacana kritis. Suatu wacana kritis dianggap baik jika
mampu menempatkan teks dalam konteks yang menyeluruh. Wacana tidak hanya
terbatas pada rangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi juga mencakup gagasan,
konsep, atau dampak yang terbentuk dalam konteks tertentu. Hal ini akhirnya dapat
memengaruhi cara seseorang berpikir dan bertindak.

Terdapat lima ciri-ciri umum yang dapat digunakan untuk mengenali suatu
analisis wacana kritis di antaranya:

1. sifat struktur dan proses kultural dan sosial yang mana memandang
teks sebagai bagian dari bentuk praktik sosial dan teks sebagai bagian
dari fenomena kemasyarakatan yang tidak seterusnya atau selamanya
memiliki sifat linguistik-kewacanaan.
2. wacana tersusun dan bersifat konstitutif, yang artinya wacana
merupakan bentuk dari praktik sosial, yang mana juga memiliki
hubungan dialektik dengan dimensi-dimensi sosial yang lain.
3. penggunaan bahasa yang sebisa mungkin dianalisis secara empiris
dalam konteks interaksi sosial.
4. fungsi wacana secara ideologis.
5. Penelitian yang dilakukan dengan tujuan menguak peran praktik
kewacanaan dalam melestarikan hubungan kekuasaan yang tidak
setara.2

C. Model (AWK) menurut Norman Fairclough


Norman Fairclough membagi analisis wacana kritis ke dalam tiga dimensi, yakni:

A. Dimensi Tekstual (Mikrostruktural)


Setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi,
dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan untuk
menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks. Analisis dimensi teks meliputi
bentuk-bentuk tradisional analisis linguistik – analisis kosa kata dan semantik, tata
bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, dan sistem suara (fonologi) dan sistem
tulisan. Fairclough menadai pada semua itu sebagai ‘analisis linguistik’, walaupun hal
itu menggunakan istilah dalam pandangan yang diperluas. Ada beberapa bentuk atau
sifat teks yang dapat dianalisis dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual,
diantaranya:
1. Kohesi dan Koherensi
Analisis ini ditujukan untuk menunjukkan cara klausa dibentuk hingga
menjadi kalimat, dan cara kalimat dibentuk hingga membentuk satuan yang lebih
besar. Jalinan dalam analisis ini dapat dilihat melalui
penggunaan leksikal, pengulangan kata (repetisi), sinonim, antonim, kata ganti, kata
hubung, dan lain-lain.
2. Tata Bahasa
Analisis tata bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis
wacana kritis. Analisis tata bahasa dalam analisis kritis lebih ditekankan pada sudut
klausa yang terdapat dalam wacana. Klausa ini dianalisis dari sudut ketransitifan,
tema, dan modalitasnya. Ketransitifan dianalisis untuk mengetahui penggunaan verba
yang mengonstruksi klausa apakah klausa aktif atau klausa pasif, dan bagaimana
signifikasinya jika menggunakan nominalisasi. Penggunaan klausa aktif, pasif, atau
nominalisasi ini berdampak pada pelaku, penegasan sebab, atau alasan-alasan
pertanggungjawaban dan lainnya. Contoh penggunaan klausa aktif senantiasa
2
Masitoh, PENDEKATAN DALAM ANALISIS WACANA KRITIS, Universitas Muhammadiyah Kotabumi,
Jurnal Elsa, Volume 18, Nomor 1, April 2020.
menempatkan pelaku utama/subjek sebagai tema di awal klausa. Sementara itu,
penempatan klausa pasif dihilangkan. Pemanfaatan bentuk nominalisasi juga mampu
membiaskan baik pelaku maupun korban, bahkan keduanya.
3. Tema
merupakan analisis terhadap tema yang tertujuan untuk melihat strkutur
tematik suatu teks. Dalam analisis ini dianalisis tema apa yang kerap muncul dan latar
belakang kemunculannya. Representasi ini berhubungan dengan bagian mana dalam
kalimat yang lebih menonjil dibandingkan dengan bagian yang lain. Sedangkan
modalitas digunakan untuk menunjukkan pengetahuan atau level kuasa suatu ujaran.
Fairclough melihat modalitas sebagai pembentuk hubungan sosial yang mampu
menafsirkan sikap dan kuasa. Contoh: penggunaan modalitas pada wacana
kepemimpinan pada umumnya akan didapati mayoritas modalitas yang memiliki
makna perintah dan permintaan seperti modalitas mesti, harus, perlu, hendaklah, dan
lain-lain.
4. Diksi
Analisis yang dilakukan terhadap kata-kata kunci yang dipilih dan digunakan
dalam teks. Selain itu dilihat juga metafora yang digunakan dalam teks tersebut.
Pilihan kosakata yang dipaaki terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa,
seseorang, kelompok, atau kegiatan tertentu dalam satu set tertentu. Kosakata ini akan
sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan bagaimana realitas
ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa pada akhirnya mengonstruksi realitas
tertentu. Misalnya pemilihan penggunaan kata untuk miskin, tidak mampu, kurang
mampu, marjinal, terpinggirkan, tertindas, dan lain-lain.
B. Dimensi Kewacanan (Mesostruktural)
Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman
Fairclough ialah dimensi kewacanaan (discourse practice). Dalam analisis dimensi
ini, penafsiran dilakukan terhadap pemrosesan wacana yang meliputi aspek peng-
hasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari aspek-aspek itu memiliki
karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan
dan penyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses institusional, Fairclough
merujuk rutinitas institusi seperti prosedur-prosedur editor yang dilibatkan dalam
penghasilan teks-teks media. Praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media
memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat
jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media
sebagai institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di
dalam media. Fairclough mengemukakan bahwa analisis kewacananan berfungsi
untuk mengetahui proses produksi, penyebaran, dan penggunaan teks. Dengan
demikian, ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis dimensi
kewacanan.
1. Produksi Teks
Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks
itu sendiri (siapa yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada
level terkecil hingga bahkan dapat juga pada level kelembagaan pemilik modal.
Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai
organisasi media itu sendiri (latar belakang wartawan redaktur, pimpinan media,
pemilik modal, dll). Hal ini mengingat kerja redaksi adalah kerja kolektif yang tiap
bagian memiliki kepentingan dan organisasi yang berbeda-beda sehingga teks berita
yang muncul sesungguhnya tidak lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil
negosiasi dalam ruang redaksi.
2. Penyebaran Teks
Pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang digunakan dalam
penyebaran teks yang diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak
atau elektronik, apakah media cetak koran, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu dikaji
karena memberikan dampak yang berbeda pada efek wacana itu sendiri mengingat
setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Contoh: pada kasus
wacana media wacana yang disebarkan melalui televisi dan koran memberi
efek/dampak yang berbeda terhadap kekuatan teks itu sendiri. Televisi melengkapi
dirinya dengan gambar dan suara, namun memiliki keterbatasan waktu. Sementara itu
koran tidak memiliki kekuatan gambar dan suara, tapi memiliki kekekalan waktu yang
lebih baik dibandingkan televisi.
3. Konsumsi Teks
Dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima/pengonsumsi teks.
Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai
siapa saja pengonsumsi media itu sendiri. setiap media pada umumnya telah
menentukan “pangsa pasar”nya masing-masing.
C. Dimensi Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)
Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosial budaya media dalam analisis
wacana kritis Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan
pada pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media sesungguhnya
memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang redaksi atau
wartawan bukanlah bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga sangat
ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-budaya
menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu
kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas)
yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya.
Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat
situasional, berkaitan dengan produksi dan konteks situasinya Tingkat institusional,
berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial,
berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan
sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Tiga level analisis sosiocultural
practice ini antara lain:
1. Situasional
Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi (lebih
mengacu pada waktu) atau suasana khas dan unik. Atau dengan kata lain, aspek
situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita dimuat.
2. Institusional
Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi
organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari
kekuatan institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu hal yang
mempengaruhi isi sebuah teks.
3. Sosial
Aspek sosial melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi, sistem
politik, atau sistem budaya masyarakat keseluruhan. Dengan demikian, melalui
analisis wacana model ini, kita dapat mengetahui inti sebuah teks dengan
membongkar teks tersebut sampai ke hal-hal yang mendalam. Ternyata, sebuah teks
pun mengandung ideologi tertentu yang dititipkan penulisnya agar masyarakat dapat
mengikuti alur keinginan penulis teks tersebut. Namun, ketika melakukan analisis
menggunakan model ini kita pun harus berhati-hati jangan sampai apa yang kita
lakukan malah menimbulkan fitnah karena tidak berdasarkan sumber yang jelas.3

3
Badara, Aris. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: 2012.
Kencana Prenada Media Group.
D. Analisisis Wacana Kritis Norman Fairclough (Dialectical-Relational Approach/
DRA)

Pendedekatan Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan oleh Norman


Fairclough adalah sebuah kegiatan berwacana sebagai praktik sosial. Hal ini
menyebabkan ada hubungan yang berkaitan antara praktek sosial dan proses
terbentuknya Wacana. Untuk itu, diperlukan penyelidikan terhadap konteks
pembuatan teks, konsumsi teks, serta faktor-faktor budaya dan sosial yang
memengaruhi pembentukan wacana. Fairclough menjelaskan bahwa terdapat
hubungan timbal balik antara praktik sosial dan proses pembentukan wacana, di mana
wacana memiliki dampak pada struktur sosial dan sebaliknya, struktur sosial
memengaruhi wacana. Oleh karena itu, wacana dapat membentuk dan dipengaruhi
oleh masyarakat. Selain itu, wacana juga memiliki potensi untuk membentuk dan
mengubah pengetahuan, interaksi sosial, dan identitas sosial. Lebih lanjut, wacana
juga dipengaruhi oleh kekuasaan dan berhubungan dengan ideologi. Oleh karena itu,
pendekatan analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh Fairclough disebut
sebagai Pendekatan Relasional Dialektikal (Dialectical-Relational Approach/DRA)
atau yang sering disebut sebagai pendekatan perubahan sosial. Norman Fairclough
berargumen bahwa dalam penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan, harus
dipandang sebagai sebuah praktik sosial. Dalam analisis wacana, praktik sosial
dianggap memiliki keterkaitan yang erat antara struktur sosial dan proses
pembentukan wacana. Saat memahami wacana dalam bentuk naskah atau teks, baik
oleh pembaca maupun penulis, penting untuk tidak memisahkannya dari konteksnya.
Untuk mengungkapkan "realitas" yang tersembunyi dalam teks, diperlukan penafsiran
yang mempertimbangkan konteks pembuatan teks, konsumsi teks, serta faktor-faktor
sosial dan budaya yang memengaruhi pembuatan teks itu sendiri.4

Fairclough mengemukakan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara


aspek sosial dan wacana. Wacana memiliki potensi untuk mempengaruhi tatanan
sosial, dan sebaliknya, tatanan sosial dapat memengaruhi wacana. Ada empat dimensi
kunci yang perlu dipertimbangkan dalam hubungan ini:

1. Wacana tidak hanya merupakan produk dari masyarakat tetapi juga


membentuk masyarakat.

4
Fairclough, Nourman. 1995. Kesadaran Bahasa Kritis (terjemahan). Semarang: IKIP Semarang Press.
2. Wacana memiliki peran penting dalam membentuk dan mengubah
pengetahuan, objek-objeknya, hubungan sosial, dan identitas sosial.
3. Wacana dipengaruhi oleh dinamika kekuasaan dan terkait dengan ideologi.
4. Proses pembentukan wacana mencerminkan pertarungan atas kekuasaan.

Konsep yang dibentuk dan dikembangkan oleh Fairclough berfokus atau


menitik beratkan pada tiga tahapan. (1) Setiap teks memiliki tiga fungsi sebagai
representasi, relasi dan identitas, (2) praktik wacana yang meliputi cara-cara para
pekerja media dalam memproduksi teks, (3) praktik sosial-budaya dalam menganalisis
tiga hal yaitu, ekonomi, politik dan budaya yang mempengaruhi institusi media
wacana. Sedangkan dalam pembahasan praktik sosial budaya dapat meliputi tiga
tahapan yaitu, situasional, institusional, dan sosial. Pada tahapan situasional erat
kaitannya dengan produksi dan konteks situasi. Sedangkan tahapan institusional
berhubungan dengan pengaruh dari institusi secara internal maupun eksternal. Dan
level atau tingkatan sosial berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti pada
sistem politik, sistem ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara keseluruhan.5

Pendekatan Fairclough ini secara lebih khusus dapat dikategorikan sebagai


pendekatan dalam bentuk wacana analisis yang berorientasi pada teks dan berusaha
untuk menyatukan tiga tradisi, yaitu analisis tekstual yang terinci di bidang linguistik,
analisis makrososiologis/praktik sosial, dan tradisi interpretatif dan mikros-sosiologis.
Dalam wacana yang seperti ini maka kehidupan sehari-hari diperlukan sebagai produk
tindakan orang-orang.

Pada berita yang dirilis pada 5 November 2022 di laman berita online
Ungkap.co.id yang diberi judul besar “Solusi Macet Akibat Truk Batu Bara: Pasang
Spanduk hingga Patuhi Jam Operasional” memberikan kesan pertama bagi para
pembaca bahwa permasalahan kemacetan yang ditimbulkan oleh truk batubara pada
akhirnya mendapatkan solusi dan tanggapan tegas dari masyarakat. Berita yang
membahas tentang penanganan atau tindak lanjut mengenai permasalahan truk
batubara tersebut terdapat kalimat yang menandakan adanya praktik sosial yang
terjadi yakni pada kalimat “Dalam pertemuan tersebut, beberapa tuntutan yang
disampaikan masyarakat Pal Merah dan Jalan Lingkar Selatan diantaranya adalah:”
yang artinya telah terselenggarakan suatu pertemuan yang sangat serius antara

5
Ilham Muammar, Analisi Wacana Kritis Norman Fairclough pada Penanganan Truk Batu Bara dalam Berita
Jambi, Univeritas Jambi, Jambi, Vol 2 No. 5 Oktober 2022. Hal 5-6
masyarakat yang berasal dari dua daerah dengan pihak yang berwenang atau memiliki
kekuasaan yang sah. Hal ini diperjelas dengan kalimat utama pembuka berita pada
laman ungkap.co.id yang bertuliskan “Menindaklanjuti kemauan warga Lingkar
Selatan terkait angkutan batu bara yang melintas di ruas jalan Lingkar Selatan Kota
Jambi, Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto, Ditlantas Polda Jambi Kombes Pol
Dhafi, Kapolresta Jambi Kombes Pol Eko Wahyudi, terkait di bidang angkutan lintas
jalan menggelar pertemuan tatap muka dengan forum RT maupun RW untuk
membahas buka tutup jam operasional angkutan batu bara. Sedangkan dalam berita
yang dimuat di laman Tribun Jambi, berita yang membahas topik yang sama itu
dibuka dengan tuntutan yang dituliskan secara jelas yang artinya sudah tidak lagi
membahas perihal pertemuan melainkan bentuk tindakan dari hasil pertemuan
tersebut yakni dengan kalimat “Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto meminta
kepada Dinas Perhubungan Provinsi untuk segera membuat rambu lalu lintas di
sepanjang jalan yang dilalui oleh angkutan batu bara. Hal ini menindaklanjuti
pertemuan yang dilakukan beberapa waktu lalu bersama dengan pihak kepolisian
Polda Jambi dan masyarakat Kecamatan Paal Merah.” Yang artinya dapat
disimpulkan bahwa di berita yang pertama dapat dikatakan sebagai pembuka karena
membahas tentang kesepakatan apa saja yang termuat dalam pertemuan tersebut
sedangkan berita yang kedua lebih kepada kelanjutan dari berita yang pertama karena
membahas tindakan lebih lanjut terhadap hasil keputusan dari pertemuan tersebut.6

Hal ini diperkuat dengan isi dari berita pertama yang lebih mengarah kepada
isi dari kesepakatan seperti arahan dari Ketua DPRD pada Kadishub untuk segera
membuat rambu-rambu di sepanjang Jalan Lingkar Selatan, baik berupa rambu
larangan berhenti atau larangan parkir dalam waktu 2 Minggu yang harus sudah
selesai. Kemudian di berita kedua dipaparkan keterangan lebih lanjut mengapa
rambu-rambu tersebut perlu dipasang sesegera mungkin dengan kalimat alasan dalam
berita sebagai berikut: “Edi Purwanti menyebut bahwa dengan pemasangan rambu ini
diharapkan tidak ada aktivitas parkir di pinggir jalan yang dilakukan oleh mobil
angkutan batu bara. Selama ini, bahkan sampai dengan saat ini masih terdapat
kendaraan angkutan batu bara yang parkir di pinggir jalan dan ini sangat mengganggu
masyarakat.”7
6
Ilham Muammar, Analisi Wacana Kritis Norman Fairclough pada Penanganan Truk Batu Bara dalam Berita
Jambi, Univeritas Jambi, Jambi, Vol 2 No. 5 Oktober 2022. Hal 6
7
Ilham Muammar, Analisi Wacana Kritis Norman Fairclough pada Penanganan Truk Batu Bara dalam Berita
Jambi, Univeritas Jambi, Jambi, Vol 2 No. 5 Oktober 2022. Hal 6-7.
Yang artinya, berita kedua seperti pendukung terhadap berita pertama meski
memiliki topik pembahasan yang sama namun berita kedua lebih berfokus pada
pemasangan rambu-rambu larangan berhenti atau parkir di pinggir jalan. Sedangkan
pada berita pertama membahas permasalahan penanganan angkutan batu bara dengan
lebih umum atau luas. Hal tersebut dapat diketahui dari kalimat berita yang berbunyi
“Saya juga meminta kepada Kadishub Provinsi Jambi agar menyusun anggaran
perencanaan pengadaan kendaraan derek untuk tahun anggaran 2023,” dan dengan
pemaparan jam operasional di badan berita yang memperkuat bahwa berita di berita
pertama lebih ke pembahasan yang luas dibanding dengan berita kedua yang dimuat
di laman berita online Tribun Jambi. Pada teori Norman Fairclough adalah di dalam
kedua berita di atas tersusun atas kata atau kalimat yang dapat dilihat sebagai bentuk
praktik sosial yang kemudian menghasilkan perubahan sosial. Di samping itu, dari
teks berita di atas maka dapat dianalisis bahwa adanya hubungan dialektik antara
praktik sosial dengan proses terbentuknya wacana, yaitu wacana mempengaruhi
tatanan sosial dan tatanan sosial mempengaruhi wacana. Hal ini tergambar dari
ketegasan masyarakat dalam menindaklanjuti permasalahan batu bara dengan
memberikan 7 tuntutan pada Pemprov atau pihak yang berwenang yang kemudian
terdapat penanganan dari pihak tersebut pada 7 tuntutan yang telah disepakati.8

8
Ilham Muammar, Analisi Wacana Kritis Norman Fairclough pada Penanganan Truk Batu Bara dalam Berita
Jambi, Hal 8.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Norman Fairclough adalah seorang ahli linguistik dan profesor asal inggris yang
dikenal karena kontribusinya dalam bidang analisis wacana kritis. Norman Fairclough
juga mendirikan jurnal “Critical Discourse Studies” dan telah berperan aktif dalam
komunitas penelitian yang berkaitan dengan Analisis Wacana Kritis. Pendekatan Analisis
Wacana Kritis yang dikemukakan oleh Norman Fairclough adalah sebuah kegiatan
berwacana sebagai praktik sosial. Untuk itu, diperlukan penyelidikan terhadap konteks
pembuatan teks, konsumsi teks, serta faktor-faktor budaya dan sosial yang memengaruhi
pembentukan wacana. Fairclough menjelaskan bahwa terdapat hubungan timbal balik
antara praktik sosial dan proses pembentukan wacana, di mana wacana memiliki dampak
pada struktur sosial dan sebaliknya, struktur sosial memengaruhi wacana.
Selain itu, wacana juga memiliki potensi untuk membentuk dan mengubah
pengetahuan, interaksi sosial, dan identitas sosial. Lebih lanjut, wacana juga dipengaruhi
oleh kekuasaan dan berhubungan dengan ideologi. Oleh karena itu, pendekatan analisis
wacana kritis yang dikembangkan oleh Fairclough disebut sebagai Pendekatan
Relasional Dialektikal (Dialectical-Relational Approach/DRA) atau yang sering disebut
sebagai pendekatan perubahan sosial.

B. Saran
Mungkin, hanya itu saja materi yang dapat dipaparkan. Penyusun menyadari
bahwa makalahnya ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penyusun mohon
kritik dan saran yang membangun agar penyusun bisa lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Fairclough, Nourman. Kesadaran Bahasa Kritis (terjemahan). Semarang: IKIP Semarang Press. (1995)

Masitoh, PENDEKATAN DALAM ANALISIS WACANA KRITIS, Universitas Muhammadiyah Kotabumi,


Nomor 1, April ( 2020)

Muammar, Ilham. Analisi Wacana Kritis Norman Fairclough pada Penanganan Truk Batu Bara dalam Berita
Jambi, Univeritas Jambi, Jambi, No. 5 Oktober (2022)

Anda mungkin juga menyukai