Anda di halaman 1dari 7

Kampus Drh. R.

Soejono Koesoemowardojo, Tembalang


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Semarang, Kode Pos 50275
UNIVERSITAS DIPONEGORO Telp./Fax. (024) 7474750
Web : www.fp.undip.ac.id E-mail : fp@undip.ac.id
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL 2022/2023

Hari / Tanggal : Selasa, 11 Oktober 2022


Mata Kuliah : Ilmu Nutrisi Perbandingan
Semester : Gasal
SKS : 3 (3-0)
Jenis Ujian : Take home exam ( 5 hari)

[ Prof. Ir. Vitus Dwi Yunianto BI., MS., MSc., Ph.D., IPU ]

1. a. Jelaskan tiga fase perkembangan empat kompartemen pada ruminansia atas dasar
mengenai perkembangan fisik dan fungsinya.
b. Jelaskan mengenai perkembangan kompartemen ruminansia muda akibat pengaruh dari
macam pemberian pakan.

2. a. Bagaimana kondisi yang diperlukan agar mikroorganisme di dalam rumen dapat hidup
dan berfungsi yaitu dalam menjalankan proses fermentasi.
b. Bagaimana mekanisme terjadi “kembung” ? Jelaskan
c. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gizzard erosi atau ulcer gizzard. Sebut
dan jelaskan.

Catatan :
Referensi terkait perlu dicantumkan. LJU dikoordinir oleh KORMAT dan dikirim ke
email : vdyfpps2@gmail.com

Nama : Dearestantrianto Hadits Fardana


NIM : 23010121420025
1.

a. Di dalam perut ruminansia, pakan akan diolah di 4 kompartemen perut, yaitu :

1.Retikulum (perut jala).


2.Rumen (perut beludru)
3. Omasum (perut buku,tersusun dari +/- 100 lipatan ).
4. Abomasum (perut/lambung sejati,karena baik anatomis maupun fisiologisnya sama dengan lambung
non-ruminansia).

Dalam 4 kompartemen ini akan berkembang dalam 3 fase sesuai dengan umur yaitu :
- Fase Non Ruminansi. Fase ini terjadi pada pedet yang baru lahir. Volume retikulo-rumen pada pedet
yang baru lahir hanya sekitar 30% dari total kapasitas total perut dan rumennya masih belum berfungsi.
Oleh sebab itu, pada fase ini Nutrisi didapat hanya dari susu yang berasal dari induknya. Proses
pengolahanya pun langsung ke omasum (tanpa melewati rumen), melalui suatu saluran yang disebut
esophagial groove. Saluran ini menghubungkan esophagus dan reticular omasal orifice.
- Fase Transisi. Fase ini terjadi pada pedet yang telah berusia 2 minggu. Pada usia ini pedet akan mulai
belajar memakan pakan kasar (hijauan). Secara bertahap rumen juga berkembang, lebih cepat dari pada
kompartemen perut yang lain. Pada fase ini pula mikroba mulai dan rumen mulai berfungsi sebagai
tempat fermentasi karbohidrat.
- Fase Ruminansia. Fase ini terjadi pada pedet yang telah berumur 6 minggu. Alat pencernaan mulai
berkembang menuju kesempurnaan, hingga komposisi rumen mencapai 81%, retikulum 3%, omasum
7%, dan abomasum 9% dari volume total perut.

http://nov4d3wi.wordpress.com/2010/06/10/rumen-sapi/

b.
Pakan masuk kedalam tubuh ruminansia akan berkaitan dengan interaksi antara kecernaan dan
kapasitas organ pencernaan, terutama kapasitas kompartemen retikulo rumen, yang akan menentukan
jumlah zat gizi pakan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh ternak. Masing-masing ruang pada perut
ruminansia memiliki fungsi yang berbeda-beda. Saat pakan masuk Rumen akan menjadi tempat
penyimpanan sementara bagi makanan yang telah ditelan. Retikulum berfungsi sebagai tempat
pengadukan dan pencampuran makanan menggunakan enzim-enzim sehingga makan tersebut menjadi
gumpalan-gumpalan kasar (bolus). Omasum berfungsi membantu penghalusan makanan secara kimiawi.
Abomasum berfungsi sebagai perut yang sebenarnya karena di organ inilah sistem pencernaan hewan
ruminansia secara kimiawi bekerja dengan bantuan enzim-enzim pencernaan Jika pH rumen sering
terjadi perubahan diluar pH 6-7 maka sebagian dari jenis mikroorganisme akan mati sehingga
mengurangi pemanfaatan pakan yang di proses di dalam rumen. Jika produksi VFA dan asam laktat
tinggi dan melebihi kapasitas absorbsinya dan kemampuan menuju gastro intestinal maka akan terjadi
asidosis.
Pengaturan konsumsi energi berkaitan dengan sistem saraf (neuro system) yang melibatkan
central nervous system (CNS) dan mengontrol tingkat konsumsi energi yang diperlukan sesuai dengan
kebutuhan ternak. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu teori kebutuhan pakan menyatakan bahwa
ternak akan berhenti makan apabila kebutuhan energi sudah tercukupi. Mekanisme berhenti makan dan
memulai makan ini ditentukan oleh sinyal-sinyal (impuls) saraf yang sampai ke CNS dan akan mengatur
sekresi hormon-hormon berkaitan dengan metabolisme energi di dalam jaringan tubuh ternak serta tindak
lanjut berikutnya. Disamping mekanisme saraf tersebut, konsumsi pakan (energi) juga dipengaruhi oleh
kapasitas saluran cerna, terutama kompartemen retikulo-rumen. Ternak akan berhenti makan apabila
kapasitas retikulo-rumen untuk menampung massa digesta sudah mencapai batas maksimal. Rumen
sendiri merupakan kompartemen perut di sapi yang sangat penting karena di dalam rumen terdapat
mikroba yang dapat mendegradasi pakan menjadi sumber energi yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh
ruminansia.
Budi, H. 2012. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansia. Wartazoa. 22 (4): 169-177.
Nurul, F. S. 2017. Mengenal Keragaman Mikroba Rumen Pada Perut Sapi Secara Molekuler. BioTrends.
8(1): 5 – 9.

2.
a. Sumber dan produk akhir fermentasi bakteri rumen bermacam-macam, tergantung pada spesies bakteri
dan substrat yang difermentasi. Bakteri tidak dapat berkembangbiak secara optimal dalam rumen jika
suplai nitrogen atau mineral dalam rumen terbatas. Sehingga akan menjadi masalah yang serius pada
daerah tropis pada saat musim kemarau, karena ternak yang merumput tidak akan memperoleh nitrogen
yang cukup. Hal ini karena selama musim kemarau sebagian besar nitrogen ditranslokasikan dalam akar.
Dalam keadaan demikian urea saliva dan muco protein menyajikan sebagian nitrogennya.
Setiap bakteri secara spesifik membutuhkan sumber energi untuk melakukan fermentasi dengan
hasil fermentasi yang beragam. Delapan puluh dua persen mikroba rumen dapat tumbuh dengan
amonium (NH4+) sebagai sumber nitrogen dan 25 persen NH4+ sebagai satu-satunya sumber nitrogen.
Streptococcous ruminantium dapat menggunakan glyserol, ada bakteri yang menyukai asam-asam amino
seperti Ruminicocci dan Bacteroides menghendaki asam lemak berantai cabang yang terbentuk dari asam
amino valin, leucin dan isoleucin. Bakteri Amylolytik dan Saccharolytik menghidrolisa pati menjadi
hexosa yang kemudian dipecah, lebih lanjut melalui siklus “Embden Mayerhof”. Heksosa dihidrolisis
lebih cepat daripada makan berserat kasar tinggi. Pada saat hidrolisa terjadi pembebasan banyak ion
hidrogen dan kemudian oleh Methanobacterium ruminantium dan methanobacterium mobilis diubah
menjadi methan. Dengan demikian ion hidrogen terakumulasi sangat tinggi.
Kondisi ini yang menghambat dehidragenasi mikrobial dan akhirnya dialihkan ke akseptor lain
pembebas ethanol dan asam laktat. Asam laktat yang terbentuk akan digunakan oleh bakteri asam laktat
seperti Streptococcous. Apabila bakteri asam laktat tidak cepat memetabolisis asam laktat maka akan
terjadi akumulasi asam laktat. Hal ini akan menyebabkan pH rumen menurun secara drastis karena pKa
asam laktat 3,08 dan asam lemak terbang pKa (4,75 – 4,81) dan akan mengakibatkan perubahan yang
sangat drastis dari populasi mikroba rumen. Bakteri methanogenis dan bakteri asam laktat sangat
terpengaruh oleh pH rendah dan akan mengakibatkan rumen mengalami acidosis (kelebihan asam). Ph
yang rendah juga akan menurunkan aliran saliva sehingga dapat menyebabkan pH turun lebih rendah
lagi. Adanya mikroba (bakteri) di dalam rumen, menyebabkan ternak ruminansia mampu mencerna
pakan serat bermutu rendah sehingga kebutuhan asam-asam amino untuk nutrisi protein tidak
sepenuhnya tergantung pada kualitas protein pakan yang diberikan; tetapi ternak ruminansia juga dengan
bantuan mikroba rumen, dapat memanfaatkan nitrogen bukan protein menjadi protein berkualitas tinggi,
kemudian produk fermentasi berupa asam lemak terbang (VFA) dapat disajikan ke organ pasca rumen
dalam bentuk mudah dicerna.
Endang, P., E. Rianto, W. S. Dilaga, C. M. S. Lestari, dan R. Adiwinarti. 2019. Karakteristik Cairan
Rumen, Jenis dan Jumlah Mikrobia Dalam Rumen Sapi Jawa dan Peranakan Ongole. Buletin
Peternakan 38(1): 21-26.
Yanuartono., A. Nururrozi, S. Indarjulianto, H. Purnamaningsih. 2016. Peran Protozoa Dalam
Pencernaan Ruminansia dan Dampak Terhadap Lingkungan. J. Ternak Tropika. 20(1): 16 – 28.
b.
Ruminansia merupakan poligastrik yang mempunyai lambung depan yang terdiri atas retikulum,
rumen, omasum danabomasum. Rumen dan retikulum memegang peranan penting dalam saluran
pencernaan ruminansia. Proses fermentasi pakan terjadi di dalam rumen dan siklus utama motilitas rumen
selalu dimulai dengan kontraksi reticulum. Sistem pencernaan pada ruminansia sebagian besar melalui
peran mikroba untuk memecah pakan di rumen dan retikulum, aktivitas enzimatik pada abomasum dan
usus kecil, serta mikroba di sekum dan usus besar Pada ternak ruminansia, mikroorganisme
mempengaruhi proses fermentasi dalam rumen dan seluruhaspek dari penyerapan makanan oleh ternak .
Senyawa sederhana berasal dari pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak diserap terutama melalui
saluran pencernaan bagian depan dan kecil usus. Mekanisme pencernaan memiliki hubungan erat dengan
kontraksi retikulo rumen (rumen) karena berperan dalam proses pencampuran ingesta serta
inokulasiingesta dengan mikroba. Kontraksi rumen juga berperan dalam mendorong partikel partikel
pakan serta mikroba memasuki omasum. Pada sapi sehat,sekitar 30 sampai 50 liter gas dihasilkan setiap
jam sebagai hasil fermentasi mikroba dari pakan yang terkonsumsi dan terakumulasi di bagian atas
rumen. Secara normal gas di dalam rumen diproduksi secara terus menerus tersebut dapat dieliminasi
tanpa kesulitan. Gas yang dihasilkan tersebut kemudian dikeluarkan melalui proses eruktasi atau
bersendawa. Eruktasi diinisiasi saat reseptor pada kantung dorsal rumen, area seputar kardia dan
persimpanganantar rumen dan esofagus terpapar oleh gas. Proses eruktasi ini secara normal muncul
setiap menit dan memerlukan waktu sekitar 10 detik untuk pengeluaran gas secara keseluruhan. Volume
gas yang terbentuk selama proses fermentasi rumen ini meningkat setelahmakan dan mencapai
puncaknya dalam waktu 2 hingga 4 jam. Hal tersebut mengakibatkan frekuensi eruktasi akan meningkat
hingga dapat mencapai 3 hingga 4 kali per menit.
Bloat atau kembung rumen adalah gangguan pada saluran pencernaan ruminansia yang disebabkan oleh
retensi gasatau penyimpangan pengeluaran gas darirumen secara normal. Kembung rumen didefinisikan
sebagai pembesaran abdomen karena akumulasi berlebihan dari gas yang terperangkap dalam rumino-
retikulum. Kembung terjadi ketika mekanisme eruktasi terganggu atau terhambat dan laju produksi gas
melebihi kemampuan ruminansia untuk mengeluar-kannya. Gangguan mekanisme eruktasi tersebut akan
mengakibatkan volume gas yang diproduksi oleh rumen berlebihan sehinggakejadian bloat dapat
berkembang dengansangat cepat. Bloat dapat diklasifikasikan menjadi bloat primer (frothy/wet bloat)
yangberbentuk busa bersifat persisten yangbercampur dengan isi rumen dan bloatsekunder/timpani bloat
(free gas/dry bloat)yang berbentuk gas bebas yang terpisah. Lebih lanjut, bloat primer biasanya diklas-
ifikasikan menjadi dua jenis yaitu pasture bloat dan feedlot bloat. Sebagian besar kasus feedlot bloat
bersifat sub-akut atau kronis dan terutama terjadi karena pakanpemberian pakan bijian yang tinggi
tetapisedikit hijauan. Penyebab paling umum dari bloat primer (frothy/wet bloat) adalah konsumsi
leguminosa yang berlebihan. Bloat sekunder /timpani bloat(free gas/dry bloat) lebih sering dikaitkan
dengan atonia rumen atau masalah fisik/patologis yang menghambat eruktasi gas secara normal dan
kemungkinan disebabkan oleh obstruksi esofagus oleh benda asing. Jika gerak rumen terhambat sebagai
akibat pakan bijian yang berlebihan atau karena alasan lain maka bloat sekunder dapat berkembang.
Metode untukmembedakan kedua jenis bloat tersebut adalah dengan cara memasukkan stomach tube ke
dalam rumen. Jika isi rumen berupa busa maka dalam stomach tube akan banyak ditemukan busa dan
gas akan ter- perangkap di dalamnya maka kejadian ter- sebut dapat diklasifikasikan ke dalam bloat
primer. Namun jika dengan menggunakan stomach tube lokasi kembung mudah ditemukan dan gas dapat
keluar melalui tabung disertai dengan hilangnya kembung maka diklasifikasikan ke dalam bloat
sekunder.
Yanuartono., S. Indarjulianto., A. Nururrozi, H. Purnamaningsih, dan S. Raharjo. 2018. Review: Peran
Pakan Pada Kejadian Kembung Rumen. J. Ilmu-ilmu Peternakan. 28(2): 141-157.
c.

Faktor NonInfeksius

1. Dietary Biogenic Amines (DBA)

Kadar DBA yang tinggi seperti histamine, 3HT, 5HT, histidin, dopamin, gizzerosin dan serotonin
dijumpai dalam pakan terutama tepung ikan, jagung, tepung kedelai, vitamin premix, lemak dan meat
bone meal. Biogenic amine merupakan produk dari dekarboksilasi katabolisme asam amino dan bersifat
toksik terhadap ayam. Histamine dihasilkan dari pakan ayam dalam kondisi temperatur dan kelembaban
optimum oleh mikroba dekarboksilasi histidin. Gejala keracunan histamin adalah pertumbuhan lambat
dan pembesaran proventikulus. Permasalahan keracunan histamin pada ayam seringkali disebabkan
karena tingginya konsumsi tepung ikan. Seharusnya kisaran histamin dalam pakan adalah 0,4 – 0,5%.
Gizzerosin dapat ditemukan dalam tepung ikan sebagai hasil interaksi dari caesine dengan histidin dan
dapat menyebabkan gizzard erosion (black vomit disease) serta ulkus. Pemicu terbentuknya gizzerosin
adalah adanya peningkatan temperatur pakan akibat dari kesalahan penanganan saat transportasi dan
kesalahan saat penyimpanan. Ciri-ciri tepung ikan yang mengandung kadar gizzerosin tinggi antara lain
menyolok dari aspek warna, bau dan rasa.

Nilai pH gizzard dan duodenum akan menurun setelah seminggu pascapercobaan pada anak ayam umur
3 hari dengan diet yang mengandung 6,25 ppm gizzerosin. Nilai pH berkisar antara 4,4 – 3,6 dalam
gizzard dan 6,4 – 5,6 dalam duodenum. Hal ini membuktikan bahwa gizzerosin dipicu oleh meningkatnya
sekresi asam lambung. Dampak erosi gizzerosin lebih besar dibandingkan oleh histamine. Penambahan
0,5 – 1% lysine hydrochloride dapat mengurangi dampak dari gizzerosin. Gizzerosin dapat menstimulasi
sel glandula sekretori pada proventrikulus untuk menghasilkan HCl. Lesio pada gizzard merupakan hasil
dari kondisi hiperasiditas. Sel glandula alveoli dari proventrikulus akan menghasilkan HCl dan
pepsinogen (pepsin) yang berfungsi sebagai enzim pencerna protein. Adanya lesio pada proventrikulus
akan mengganggu fungsi enzim ini sehingga ayam terlihat indigesti.

2. Mycotoxins

Toksin T2 dihasilkan oleh fusarium dan bersifat iritan. Toksin T2 dapat menyebabkan nekrosa pada
permukaan proventrikulus dan gizzard.

Citrinin merupakan toksin yang merusak ginjal dan gizzard.

Oosporein merupakan toksin yang dapat menyebabkan pembesaran pada proventrikulus dan
terbentuknya eksudat pseudomembaran pada mukosanya.

Cycloplazonic Acid (CPA) merupakan toksin yang dapat menyebabkan lesio pada proventrikulus,
gizzard, hati dan limpa. Selain itu, mukosa proventrikulus berdilatasi dan menipis karena terjadi
hyperplasia dan ulkus. Nekrosa pada mukosa gizzard juga dapat terjadi.

Faktor Infeksius

Adenovirus dapat menyebabkan gizzard erosion, virus ini dicirikan oleh adanya intranuklear inclusion
body pada sel epitel. Infeksi reovirus bersama dengan histamin dapat menyebabkan pembesaran pada
proventrikulus. Reovirus strain SS 412 pernah diisolasi dari kasus proventrikulitis dan malabsorption
syndrome. Agen infeksi lainnya yang dapat menyebabkan proventrikulitis adalah bakteri anaerob seperti
Clostridium, selain proventrikulitis bakteri ini dapat menyebakan ulkus pada usus dan nekrotik hepatitis.

Faktor Lain

Ketidakseimbangan asam amino terutama lisin dan metionin, kelebihan copper sulfate, rendahnya serat,
dan rendahnya asupan air juga dapat menyebabkan HPPGE. Pemberian vitamin E pada ayam 3 minggu
berguna mengurangi tingkat kematian pada kasus pale bird syndrome. Faktor peneyebab HPPGE lainnya
adalah defisiensi vitamin yang larut dalam lemak dan keterlambatan inkubasi pada masa embrio yang
akan tampak pada DOC (Day Old Chicks)

Dhawale A. 2011. Haemorrhagic Proliferative Proventriculitis And Gizzard Erosion. India.

Anda mungkin juga menyukai