Anda di halaman 1dari 46

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI BERBANTUAN MEDIA

KONKRET MELALUI KEGIATAN KOLASE UNTUK MENINGKATKAN


PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK KELOMPOK B
SEMESTER II DI TK GIRI WIDYA SANTHI
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

Oleh

Ni Kadek Arie Intan Sukarini


NIM 859007626

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TERBUKA
DENPASAR
2021
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan situasi

masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi

pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang

mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat

jauh kedepan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang

akan datang. Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia

yang berkualitas. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur

pendidikan formal, jalur pendidikan informal dan jalur pendidikan non formal.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka upaya tersebut dapat dilakukan

melalui jenjang pendidikan yang paling dasar yaitu Pendidikan Anak didik Usia

Dini, yang merupakan pondasi atau dasar dari jenjang pendidikan selanjutnya.

Dilihat dari segi perencanaan, pemerintah berupaya untuk meningkatkan

pendidikan yang dimulai dari jenjang pendidikan anak usia dini hal tersebut dapat

dilihat pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa

Pendidikan Anak didik Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukkan kepada anak didik sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

1
2

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak


didik memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Penyelengggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak
didik-kanak didik (TK) atau Raudhatul Atfal (RA) dan bentuk lain sederajat,
yang menggunakan program untuk anak didik usia 4-6 tahun. Sedangkan
penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk Taman
Penitipan Anak didik (TPA) dan berbentuk yang sederajat, yang
menggunakan program untuk anak didik usia 0-2 tahun, 2-4 tahun, 4-6 tahun
dan Program pengasuhan untuk anak didik usia 0–6 tahun: Kelompok
Bermain (KB) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk
anak didik usia 2-4 tahun dan 4-6 tahun (Permendiknas No.58 Tahun 2009).
Menyimak undang-undang diatas bahwa Taman Kanak-kanak (TK) adalah

salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal

yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai

enam tahun. Pada usia tersebut dikatakan bahwa anak mengalami masa peka atau

golden age yaitu masa dimana terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan

psikis yang siap merespon stimulus yang berikan oleh lingkungan di sekitar anak.

Maka dari itu pada masa tersebut merupakan peletak dasar pertama dalam

mengembangkan seluruh potensi anak dan aspek perkembangan anak seperti (1)

aspek perkembangan Nilai Moral dan Agama, (2) aspek perkembangan

Fisik/Motorik, (3) aspek perkembangan Kognitif, (4) aspek perkembangan

Bahasa, (5) aspek perkembangan Sosial Emosional. Sehingga seluruh potensi

serta aspek perkembangan anak tersebut hendaknya dapat berkembang sangat baik

pada usia Taman Kanak-kanak (TK).

Setelah dilakukan observasi di dua TK yaitu TK A dan TK Giri Widya Santhi,

maka ditemukan salah satu masalah pokok dalam pembelajaran di TK Giri Widya

B adalah masih rendahnya tingkat perkembangan peserta didik, khususnya dalam

perkembangan motorik halus. Menurut data hasil belajar anak pada aspek

perkembangan motorik halus didukung oleh hasil wawancara dengan guru kelas
3

dapat dilihat dari 10 orang anak di kelompo B, 6 orang anak mendapatkan bintang

2. Setelah dilakukan identifikasi tentang permasalahan pada aspek perkembangan

motorik halus anak maka ditemukan bahwa guru kurang maksimal dalam

menggunakan metode demonstrasi untuk meningkatkan perkembangan motorik

halus siswa. Kreativitas siswa masih kurang karena guru kurang memanfaatkan

media konkret yang ada di sekitar anak. Siswa merasa jenuh karena kegiatan guru

yang dilakukan dalam pembelajaran kurang bervariasi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pencapaian perkembangan motorik halus anak tersebut,

antara lain: (1) model pembelajaran yang di gunakan oleh guru, (2) lingkungan

peserta didik, (3) metode yang digunakan oleh guru, (4) kegiatan yang

dilaksanakan saat menyampaikan pembelajaran, (5) alat peraga atau media yang

di pergunakan. Dari faktor-faktor yang disebutkan diatas, salah satu faktor yang

sangat mempengaruhi tingkat pencapaian perkembangan anak adalah metode

pembelajaran yang di gunakan oleh guru.

Tetapi, kenyataan di lapangan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang

dapat mengembangkan motorik halus anak. Berdasarkan kenyataan tersebut agar

pola yang digunakan dapat mengacu pada peningkatan mutu Pendidikan Anak

didik Usia Dini dalam perkembangan motorik halus, maka perlunya suatu metode

yang inovatif di dukung media yang inovatif pula.

Aspek perkembangan motorik halus tidak kecil peranannya dalam

perkembangan pendidikan anak usia dini, karena aspek perkembangan motorik

halus sangat mempengaruhi aspek perkembangan yang lain. Aspek perkembangan


4

motorik halus berperan sebagai 1) persiapan dasar sebelum anak belajar membaca,

menulis dan berhitung pada jenjang pendidikan selanjutnya, 2) persiapan anak

sebelum berinteraksi dengan lingkungannya, 3) membantu mengembangkan bakat

yang dimiliki anak. Mengingat pentingnya pengembangan aspek perkembangan

motorik halus, maka perlu adanya penguasaan tentang metode dan media yang

tepat untuk mengembangkan aspek perkembangan motorik halus, salah satunya

adalah metode demonstrasi. Pada hakekatnya dalam pelaksanaannya metode

demonstrasi, guru menunjukkan dan menjelaskan cara-cara mengerjakan kegiatan

pembelajaran. Melalui demonstrasi diharapkan anak dapat lebih cepat melakukan

kegiatan yang berkaitan dengan gerak motorik halus.

Penggunaan metode dapat berhasil secara optimal jika dibantu dengan media

yang tepat pula. “Pada tahap sensori motorik anak sangat bergantung pada

informasi yang didapatnya dari panca indera, dan gerakan tubuhnya” Piaget

(dalam Isjoni 2010:82). Jadi anak usia prasekolah atau anak usia dini dalam belajar

harus menggunakan benda-benda yang nyata untuk belajar tentang sesuatu, maka

dalam melaksanakan pembelajaran guru sangat perlu untuk memberikan contoh

dan menggunakan media yang konkret dan kreatif dalam kegiatan yang dapat

mengembangkan aspek perkembangan anak. Dalam hal ini media konkret yang

akan digunakan sebagai media mengajar adalah media yang diperoleh dari

lingkungan sekitar anak, sehingga bahan tersebut mudah didapatkan seperti daun

kering, pasir, kertas bekas, serbuk kayu, kapas. Kegiatan yang disampaikan oleh

guru diharapkan dilaksanakan secara menarik dan tidak monoton. Salah satu

kegiatan yang dapat dipergunakan agar dapat membantu meningkatkan


5

perkembangan motorik halus dan menarik minat anak adalah kegiatan kolase agar

pelaksanaan pembelajaran berjalan secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk meningkatkan tingkat pencapaian

perkembangan aspek motorik halus anak didik kelompok B , dilakukan penelitian

yang berjudul “Penerapan Metode Demonstrasi Berbantuan Media Konkret

Melalui Kegiatan Kolase Untuk Meningkatkan Perkembangan Motorik Halus

Anak Kelompok B Semester II Di TK Giri Widya Santhi Tahun Pelajaran

2020/2021”. Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan tingkat pencapaian

perkembangan aspek perkembangan motorik halus anak meningkat sehingga

kualitas pendidikan anak usia dini menjadi lebih baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini difokuskan pada

permasalahan pokok yaitu, apakah penerapan metode demonstrasi berbantuan

media konkret melalui kegiatan kolase dapat meningkatkan perkembangan

motorik halus anak didik kelompok B semester II di TK Giri Widya Santhi tahun

pelajaran 2020/2021?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada tidaknya telah dipaparkan diatas,

maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan

motorik halus anak setelah diterapkan metode demonstrasi berbantuan media

konkret melalui kegiatan kolase pada anak kelompok semester II TK Giri Widya

Santhi tahun pelajaran 2020/2021


6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian yang akan dilakukan ini

adalah sebagai berikut.

1. Bagi Anak

Melalui metode demonstrasi diharapkan anak didik kelompok B di TK Giri

Widya Santhi dapat termotivasi untuk belajar, dapat meningkatkan tingkat

pencapaian perkembangan pada aspek motorik halus dan anak mendapat

kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dengan bimbingan dari guru.

2. Bagi Guru

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan

guru dalam mengembangkan strategi serta metode pembelajaran untuk

meningkatkan profesionalismenya di dalam mengelola pembelajaran

berikutnya.

2. Penelitian ini dapat dijadikan alternatif oleh guru lainnya dalam pemilihan

metode yang digunakan dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan

kreatifitas guru sehingga tercipta kondisi belajar yang efektif, tidak monoton

dan meningkatkan hasil belajar anak.

3. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

untuk mewujudkan pembelajaran yang inovatif di sekolah, sehingga dapat


7

memberikan output peserta didik yang lebih berkualitas serta dapat meningkatkan

profesionalisme guru di Taman Kanak-kanak.

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat manambah pengalaman awal dalam

pengelolaan pembelajaran di kelas serta dapat dijadikan informasi yang berguna

untuk memilih alternatif strategi pembelajaran khususnya untuk perkembangan

aspek motorik halus anak.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis

1 Metode Demonstrasi

1.1 Pengertian Metode Demonstrasi


Kegiatan demonstrasi adalah kegiatan yang dapat memberi ilustrasi dalam

menjelaskan informasi kepada anak. Sehingga anak akan melihat bagaimana suatu

peristiwa berlangsung, lebih menarik dan anak akan lebih mudah memahaminya.

Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan


memperagakan dan mempertunjukkan kepada anak tentang suatu proses,
situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan.
Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan
secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran anak
hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan
bahan pelajaran lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi
dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran
ekspositori dan inkuiri (Sanjaya, 2009:152).

Menurut pendapat lain menyebutkan bahwa “metode demonstrasi berarti

menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu.

Melalui demonstrasi diharapkan anak dapat mengenal langkah-langkah

pelaksanaan” (Isjoni, 2010:91).

Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan


meragakan atau mempertunjukkan kepada anak suatu proses, situasi, atau
benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang
sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses
penerimaan anak terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam,
sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga anak

8
9

dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama


pelajaran berlangsung (Sanjaya, 2009:152).

Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan

memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi

atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun

dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang

memahami atau ahli dalam topik bahasa yang harus didemonstrasi Dimyanti dan

Moedjino (dalam Sukerti 2013).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah cara

yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan

memberikan penjelasan secara lisan dan memberikan contoh secara langsung

tentang materi pembelajaran yang dijelaskan. Metode demonstrasi dapat

mempermudah anak memahami suatu materi pembelajaran karena anak dapat

mendengar penjelasan dari guru sekaligus melihat secara langsung contoh yang

diperagakan oleh guru sehingga anak akan lebih mudah untuk meniru kembali atau

memperagakan kembali contoh yang diberikan oleh guru.

1.2 Tujuan Metode Demonstrasi

Pada umumnya setiap metode pembelajaran bertujuan untuk membantu

melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai. Sejalan dengan hal tersebut tujuan pokok penggunaan metode

demonstrasi menurut Roestiyah adalah untuk memperjelas pengertian konsep, dan

memperlihatkan (meneladani) cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya


10

sesuatu (dalam Sukerti, 2013). Ditinjau dari sudut tujuan penggunaannya dapat

dikatakan bahwa metode demonstrasi bukan metode yang dapat diimplementasikan

dalam proses belajar mengajar secara independen. Melihat kenyataan tersebut,

maka metode demonstrasi ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk:

a) Memberikan ketrampilan tertentu

b) Penjelasan sebab penggunaan bahasa lebih terbatas

c) Menghindari verbalisme, membantu peserta didik dalam memahami

dengan jelas, jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab lebih

menarik

Pendapat lain yang tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas yaitu menurut

Djamarah dan Aswan Zain menyebutkan bahwa tujuan penerapan metode

demonstrasi menurut adalah

untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berhubungan


dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya
sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen
yang membentuk sesuatu, membandingkan sesuatu cara dengan cara lain dan
untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Melalui metode demonstrasi
penerimaan anak terhadap pelajaran akan lebih berkesan, karena anak akan
dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama
demonstrasi berlangsung (dalam Kembar, 2013).

1.3 Ciri-ciri Metode Demonstrasi

Metode pembelajaran yang dipergunakan dalam proses pembelajaran

memiliki ciri-ciri tertentu yang merupakan karakteristik dari setiap metode

pembelajaran. Menurut Roestiyah menyebutkan bahwa ciri dari metode

demonstrasi yaitu, “1) memahami cara mengatur atau menyusun kegiatan, 2)


11

mengetahui suatu teori, 3) memberikan kebebasan pada anak” (dalam Astini,

2012:7).

Metode demonstrasi memberikan kesempatan kepada anak untuk

memperkirakan apa yang akan terjadi. Menurut Moeslichatoen, R menyatakan

bahwa ciri-ciri metode demonstrasi yaitu,

a)Mengerjakan sesuatu dengan penjelasan, petunjuk dan penjelasan secara


langsung, anak-anak dapat mengenal secara langsung apa yang mereka
harus lakukan, b) memberikan ilustrasi dalam penjelasan informasi pada
anak, c) anak dapat melihat bagaimana suatu peristiwa berlangsung, lebih
menarik, d) merangsang perhatian, e) menantang, f) dapat meningkatkan
daya pikir dalam peningkatan kemampuan mengenal, mengingat, berpikir
konvergen dan berpikir evaluativ (dalam Astini, 2012:7).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri ciri metode demonstrasi

secara umum adalah a) memberikan penjelasan secara langsung disertai dengan

contoh secara konkret, b) anak lebih mudah memahami suatu materi, c) lebih

menarik perhatian anak untuk mengikuti pelajaran, d) kemampuan anak dapat

dievaluasi secara langsung saat pembelajaran berlangsung.

1.4 Kelebihan Metode Demonstrasi

Setiap metode pembelajaran memilki kekurangan dan keunggulannya

masing-masing, berikut ini akan dijelaskan tentang kelebihan dari metode

demonstrasi yaitu,

1)dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, sehingga
menghindari verbalisme (pemahaman seccara kata-kata atau kalimat), 2)
anak lebih mudah memahami apa yang dipelajari, 3) prose pengajaran lebih
menarik, 4) anak dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara
teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri (Djamarah &
Aswan Zain, 2002:102).
12

Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa kelebihan metode

demonstrasi yaitu,

a) melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari,


sebab anak disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang
dijelaskan, b) proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab anak tak hanya
mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi, c) dengan cara
mengamati secara langsung anak akan memiliki kesempatan untuk
membandingkan antara teori dengan kenyataan, dengan demikian anak akan
lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran (Sanjaya, 2009:152)

Menyimak beberapa pendapat yang diungkapkan diatas terdapat pula

pendapat yang menyebutkan kelebihan metode demonstrasi dalam pembelajaran

anak usia dini adalah sebagai berikut.

1)dapat memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan/


dilaksanakan/memperagakan, 2) dapat mengkomunikasikan gagasan,
konsep, prinsip dengan peragaan, 3) membantu mengembangkan
kemampuan mengamati secara teliti dan cermat, 4) membantu
mengembangkan kemauan untuk melakukan segala pekerjaan secara teliti,
cermat, dan tepat, 5) membantu mengembangkan kemampuan peniruan dan
pengenalan secara tepat (Isjoni 2010:91)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode demonstrasi

adalah dapat membuat anak lebih mudah untuk memahami materi pembelajaran,

merangsang kemampuan berpikir anak, membuat suasana kelas lebih aktif, anak

dapat mengenal dan mengetahui secara langsung tahap-tahap pelaksanaan dari

suatu kegiatan.

1.5 Kekurangan Metode Demonstrasi


13

Disamping memiliki memiliki banyak kelebihan tetapi dalam setiap

metode pembelajaran juga ditemukan beberapa kekurangan, termasuk metode

demonstrasi. Adapun kekurangan dari metode demonstrasi yaitu,

a)Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab


tanpa persiapan yang memadai, demonstrasi bisa gagal sehingga dapat
menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk
menghasilkan pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa
kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang
banyak, b) demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat
yang memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan
pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah, c)
demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang
khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional.
Disamping demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru
yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran anak (Sanjaya,
2009:153).
Sedangkan menurut pendapat lain menyebutkan tentang kekurangan
metode demonstrasi adalah sebagai berikut.

1)Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena


tanpa ditunjang dengan hal itu pelaksanaan demonstrasi akan tidak
efektif, 2) fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai
tidak selalu tersedia dengan baik, 3) demonstrasi memerlukan kesiapan
dan perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang
cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam
pelajaran lain (Djamarah & Aswan Zain, 2002:103).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, karena

setiap metode pembelajaran memiliki kekurangannya masing-masing termasuk

metode demonstrasi. Kekurangan tersebut seperti dalam melaksanakan metode

demonstrasi seorang guru harus menguasai keahlian dibidang tersebut, metode

demonstrasi memerlukan waktu dan peralatan yang lebih sehingga guru harus

dapat mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut agar kekurangan-kekurangan

tersebut tidak menghambat proses pembelajaran.


14

1.6 Langkah-langkah Metode Demonstrasi

Langkah-langkah penggunaan metode demonstrasi dalam proses

pembelajaran, pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum

tetapi masing-masing metode pembelajaran memiliki karakteristiknya masing-

masing. Menurut Sanjaya (2009:153) menyebutkan bahwa langkah-langkah

metode demonstrasi adalah sebagai berikut.

1) Tahap persiapan

Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu, a)

rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh anak setelah proses demonstrasi

berakhir. Tujuan ini meliputi beberapa aspek seperti aspek pengetahuan,

sikap, atau keterampilan tertentu, b) persiapkan garis besar langkah-langkah

demonstrasi yang akan dilakukan. Garis-garis besar langkah demonstrasi

diperlukan sebagai panduan untuk menghindari kegagalan, c) lakukan uji

coba demonstrasi, uji coba meliputi segala peralatan yang diperlukan.

2) Tahap Pelaksanaan

a. Langkah pembukaan, sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal

yang harus diperhatikan diantaranya: 1) aturlah tempat duduk yang

memungkinkan semua anak dapat memperhatikan dengan jelas apa

yang didemonstrasikan, 2) kemukakan tujuan apa yang harus dicapai

oleh anak, 3) kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh

anak misalnya anak ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap

penting dari pelaksanaan demonstrasi.


15

b. Langkah pelaksanaan demonstrasi, 1) mulailah demonstrasi dengan

kegiatan-kegiatan yang meransang anak untuk berpikir, misalnya

melalui pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki

sehingga mendorong anak untuk tertarik memperhatikan demonstrasi,

2) ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana

yang menegangkan, 3) yakinkan bahwa semua anak mengikuti jalannya

demonstrasi dengan memperhatikan reaksi seluruh anak, 4) berikan

kesempatan kepada anak untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut

sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.

c. Langkah mengakhiri demonstrasi, apabila demonstrasi selesai

dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan

tugas-tugas tertentu yang adakaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi

dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk

meyakinkan apakah anak memahami proses demonstrasi itu atau tidak.

Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan anak

melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu

untuk perbaikan selanjutnya.

2. Media Konkret
2.1 Pengertian Media Konkret

Media merupakan aspek yang sangat penting dalam proses pembelajaran di

sekolah khususnya pembelajaran di Taman Kanak- kanak. Dalam pembelajaran di

Taman Kanak-kanak disarankan agar guru memberikan penjelasan disertai dengan

contoh dan menggunakan media yang nyata atau konkret agar anak didik tidak
16

berfikir abstrak dan lebih mudah memehami suatu materi pembelajaran. Oleh sebab

itu media konkret sangat cocok diterapkan untuk menunjang pembelajaran di

Taman Kanak-kanak.

Hamalik (1994) menyatakan “media konkret dalam konteks pendidikan

adalah benda yang dapat menjadi perantara menyampaikan pesan pembelajaran dari

guru kepada anak yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi

tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran disekolah

pada khususnya” (Risanti, 2013:17).

Sejalan dengan pendapat Hamalik, Briggs mengemukakan “media

pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran

seperti: buku, film, video dan sebagainya’. Briggs menyatakan media pembelajaran

adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku,

film, video dan sebagainya (dalam Risanti, 2013:17).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah alat

atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, khususnya dalam

proses pembelajaran di kelas yang berupa benda asli ataupun miniatur yang dapat

diterima langsung oleh panca indra dan dapat merangsang peserta didik untuk

mengikuti proses pembelajaran sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan.

2.2 Kelebihan Media Konkret


17

Media konkret adalah media pendidikan yang sangat tepat dipergunakan

dalam pendidikan anak usia dini. Media konkret memiliki banyak keunggulan,

yaitu: a) dapat membantu guru dalam menjelaskan sesuatu kepada peserta didik,

b) dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari situasi yang

nyata, c) dapat melatih keterampilan anak menggunakan alat indra” menurut

Rusyan (dalam Risanti, 2013:20).

Jadi Rusyan menyatakan bahwa kelebihan dari media konkret adalah dapat

mempermudah guru menjelaskan, memberi kesempatan anak mempelajari sesuatu

secara nyata, dapat melatih penggunaan alat indra anak.

Media konkret sangat berperan untuk membantu proses pembelajaran yaitu agar

memperjelas materi pembelajaran yang disampaikan. Kelebihan penggunaan media

konkret dalam pembelajaran adalah

(a) Membangkitkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang bersifat konseptual,


sehingga mengurangi kesalahpahaman anak dalam mempelajarinya, (b)
Meningkatkan minat anak untuk materi pelajaran, (c) Memberikan pengalaman-
pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar, (d) Dapat
mengambangkan jalan pikiran yang berkelanjutan, (e) Menyediakan pengalaman-
pengalaman yang tidak mudah di dapat melalui materi-materi yang lain dan
menjadikan proses belajar mendalam dan beragam (Nasifah, 2013).

2.3 Kekurangan Media Konkret

Disamping memiliki banyak kelebihan setiap media juga memiliki

kekurangan masing-masing termasuk media konkret. Berikut ini beberapa

kekurangan dari media konkret yang dikemukakan oleh R. Ibrahim dan Nana

Syahodih yaitu,

a)membawa anak ke berbagai tempat di luar sekolah, kadang-kadang


mengandung resiko dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya, b) biaya
yang diperlukan untuk mengadakan berbagai obyek nyata kadang-
18

kadang tidak sedikit apalagi kemungkinan kerusakan dalam


menggunakannya, c) tidak selalu memberikan gambaran dari obyek
yang seharusnya (dalam Risanti, 2013:21).

R. Ibrahim dan Nana Syahodih mengatakan bahwa media konkret memiliki

kekurangan yaitu, media konkret dapat menimbulkan kecelakaan dan sejenisnya,

kadang membutuhkan biaya yang lebih, dan media konkret tidak selalu

memberikan gambaran dari suatu obyek dengan jelas.

3. Kegiatan Kolase

3.1 Pengertian Kolase

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kolase adalah komposisi artistik

yang dibuat dari berbagai bahan (kain, kertas, kayu) yang ditempelkan pada

permukaan gambar Depdiknas.2001,580 (dalam Pamadhi Hajar dan Sukardi,

2011).

Dari definisi tersebut dapat diuraikan pengertian kolase, yaitu merupakan

karya seni rupa dua dimensi yang menggunakan bahan yang bermacam-macam

selama bahan dasar tersebut dapat dipadukan dengan bahan dasar lain yang

akhirnya dapat menyatu menjadi karya yang utuh dan dapat mewakili ungkapan

perasaan estetis orang yang membuatnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa

apapun yang dapat dirangkum (dikolaborasikan) sehingga menjadi karya seni

rupa dua dimensi, dapat digolongkan/dijadikan bahan kolase.


19

Sedangkan menurut Sumanto, “kolase berasal dari bahasa perancis collage

yang berarti merekat. Kolase adalah kreasi aplikasi yang dibuat dengan

menggabungkan tekhnik melukis (lukisan tangan) dengan menempelkan bahan-

bahan tertentu”.

Bahan yang digunakan untuk berkreasi kolase tidak hanya terbatas seperti
halnya bahan pembuatan mozaik dan montase namun bisa menggunakan
aneka jenis bahan alam dan buatan secara bebas baik dilihat dari bentuk,
ukuran, maupun jenisnya. Bahan kolase bisa berupa bahan alam, bahan
buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa/bekas dan sebagainya
(Sumanto, 2005:93).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kolase adalah karya

seni dua dimensi yang dibuat dengan menempelkan bahan-bahan untuk berkreasi

pada pola yang dibuat dengan goresan tangan terlebih dahulu.

3.2 Material Kolase dan Tahap Pelaksanaan pembuatan Kolase

Kolase adalah karya seni yang dibuat dengan cara memadukan goresan

tangan dengan menempelkan bahan-bahan tertentu. Maka dari itu dalam pembuatan

kolase memerlukan bahan-bahan khusus dan kadang lebih susah menyiapkannya.

Tetapi bahan yang dipergunakan dalam pembuatan kolase di TK menggunakan

bahan-bahan yang sederhana dan ada di sekitar lingkungan anak.

Kolase menuntut kreativitas dan ide yang lebih sulit dibanding dengan
pembuatan karya seni rupa yang lain, karena di dalam pembuatan kolase
dituntut untuk memiliki, mencari dan menemukan bahan yang khusus dan
cocok untuk membuat karya kolase, hal ini lebih sulit jika dibandingkan
mencari bahan untuk karya seni rupa.Tetapi material atau bahan yang
digunakan dalam pembuatan kolase di Taman Kanak-kanak tentu akan
berbeda dengan material yang dipakai untuk membuat karya kolase seperti
pada umumnya. Tetapi pada prinsip kerjanya baik pada kolase pada
umumnya maupun untuk pembelajaran di jenjang pendidikan di Taman
Kanak-kanak adalah sama. Yang membedakan adalah bahan yang
dipergunakan dalam pembuatan kolase di Taman Kanak-kanak harus
20

diusahakan agar tidak membahayakan anak dalam kegiatan tersebut dan


dipilih mulai dari bahan yang sederhana seperti media konkret yang berasal
dari bahan alam, misalnya daun kering, biji-bijian, kulit kelapa, pasir, kapas,
kertas bekas, manik-manik, lem, kertas lipat, kertas berwarna (Pamadhi &
Sukardi, 2011).
Kreativitas kolase bagi anak TK adalah kemampuan berolah senirupa yang

diwujudkan dengan keterampilan menyusun dan merekatkan bagian-bagian

bahan alam , bahan buatan dan bahan bekas pada kertas gambar/bidang dasaran

yang digunakan, sampai dihasilkan tatanan yang unik dan menarik.

“Secara umum tahapan-tahapan dalam pembuatan karya seni terdiri dari

empat tahap yaitu tahap rasa, tahap karsa, tahap cipta dan tahap karya (Pamadi

& Sukardi, 2011)

Sedangkan pendapat lain menyebutkan juga tentang beberapa langkah-

langkah pembuatan kolase adalah sebagai berikut.

a)persiapan, yaitu mengumpulkan dan memilih jenis bahan yang akan dibuat
kolase. Mempersiapkan bidang dasaran, peralatan dan bahan pembantu, b)
pelaksanaan yang meliputi langkah kerja: 1) melakukan penyusunan
sementara, 2) dilanjutkan dengan penyusunan tetap dengan cara merekatkan
bagian-bagian bahan yang dipilih pada bidang dasaran, 3) penyelesaiannya
yaitu dengan memberikan warna/cat agar hasil akhirnya lebih bagus (dalam
Sumanto, 2005:94).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap pembuatan kolase di Taman

Kanak-kanak terdiri dari tahap persiapan yaitu tahap dimana guru memilihkan

dan menyediakan bahan atau material serta alat yang dipergunakan untuk

membuat kolase, tahap pelaksanaan yaitu tahap yang dilakukan untuk mulai

mengerjakan pembuatan kolase dengan membuat pola gambar kemudian


21

menyusun dan menempel bahan yang digunakan hingga menjadi gambar sesuai

dengan pola yang diinginkan.

4. Perkembangan Motorik Halus


4.1 Pengertian Perkembangan Motorik

Motorik adalah semua gerakan yang mungkin dapat dilakukan oleh seluruh

tubuh sedangkan perkembangan motorik dapat disebut sebagai perkembangan dari

unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh (Sujiono, dkk, 2008).

Motorik disefinisikan sebagai suatu peristiwa laten yang meliputi keseluruhan

proses-proses pengendalian dan pengaturan fungsi-fungsi organ tubuh, baik secara

fisiologis maupun secara psikis yang menyebabkan terjadinya suatu gerakan

(Yulia, 2013:15).

Menyimak pendapat diatas sehingga muncul pengertian tentang kegiatan

motorik bahwa kegiatan motorik yaitu

kegiatan individu yang dinyatakan dalam gerakan-gerakan atau perbuatan


jasmaniah, misalnya: makan, minum, berjalan, berlari memukul dan
sebagainya. Kegiatan-kegiatan motorik ini pada umumnya dapat dilihat
dengan segera karena nampak (terbuka). Kegiatan itu ada yang disadari dan
ada yang tidak disadari. Yang disadari itu karena ada perintah dari pusat
susunan syaraf atau urat syaraf/otak, sedang yang tidak disadari tidak ada
perintah dari pusat susunan syaraf otak, sehingga kegiatan ini merupakan
refleksi (Suarni, 2009:69).
Kegiatan motorik dari individu sudah dimulai bahkan sebelum individu

tersebut dilahirkan ke dunia ini, jadi dapat dikatakan bahwa kegiatan motorik ada

seiring seorang individu diciptakan di dunia ini. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat yang terdapat dalam bukunya Aisyah dkk yang menyebutkan bahwa

aktivitas seorang anak sudah dimulai jauh sebelum dia dapat melihat cahaya
setiap hari dan tidak akan pernah berhenti. Sejak dalam kandungan dia
berputar menendang, jungkir balik dan menghisap jari. Ketika baru dilahirkan
dia mengangkat kepalanya, melihat sekelilingnya, menendangkan kakinya,
22

dan menggoyang goyangkan tangannya. Semua gerakan pertama anak sangat


sederhana dan jenis suatu aktivitas secara keseluruhan dengan sedikit
kesadaran kontrol. Hal ini merupakan aktivitas motorik awal di bawah kontrol
subcortex, tetapi pada bulan keempat dalam kehidupannya mereka mulai
melakukan gerakan yang lebih disengaja yang diperintah oleh cortex (otak).
Aktivitas gerakan motorik didefinisikan sebagai perintah pada kemahiran
pada keterampilan motorik yang memperlihatkan kemajuan dalam
kemampuan untuk menggerakkan secara sengaja dan tepat (Aisyah, dkk,
2009).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motorik adalah

pengendalian seluruh fungsi organ tubuh sehingga menghasilkan suatu gerakan.

Motorik dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu motorik kasar dan motorik

halus.

4.2 Ciri-ciri Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik pada masa usia dini khususnya pada jenjang usia taman

kanak-kanak tentunya memiliki ciri-ciri yang berbeda dari pada rentang usia

selanjutnya. Ciri khas perkembangan motorik anak Taman Kanak-kanak adalah

sebagai berikut.

1) Memiliki kemampuan motorik yang yang bersifat kompleks, yaitu mampu

mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang. Keterampilan

koordinasi motorik motorik kasar terbagi atas 3 kelompok, yaitu: (1)

Keterampilan lokomotif (berlari, melompat, menderap, meluncur,

berguling, berhenti, berjalan serta berhenti sejenak, menjatuhkan diri dan

mengelak), (2) Keterampilan nonlokomotorik (menggerakkan anggota

tubuh dengan posisi tubuh diam di tempat, berayun, berbelok, mengangkat,


23

bergoyang, merentang, memeluk, melengkung, memutar, dan mendorong),

(3) Keterampilan memproyeksi, menangkap dan menerima (dapat dilihat

pada waktu anak menangkap bola, menendang bola, melambungkan bola,

memukul, dan menarik).

2) Anak memiliki motivasi intrinsik sehingga tidak mau berhenti melakukan

aktivitas fisik baik yang melibatkan gerakan motorik halus maupun motorik

kasar Marthachristianti (dalam Yulia, 2013:16).

4.3 Pengertian Motorik Halus

Motorik adalah seluruh kegiatan jasmani yang dilakukan oleh tubuh,

motorik pada hakekatnya terdiri dari motorik kasar dan motorik halus.

Pembelajaran di TK yang dilakukan di dalam kelas pada umumnya lebih banyak

melibatkan motorik halus yaitu seperti jari jemari dan pergelangan tangan. Sebuah

pendapat menyatakan bahwa “motorik halus adalah gerakan yang dilakukan dengan

menggunakan otot-otot halus, seperti: mencontoh bentuk, Kolase bebas,

menggunting, melipat kertas, menjiplak, menjahit sederhana, melukis dengan jari,

dan sebagainya” (Suarni, 2009:79).

Sedangkan dalam Sujiono, dkk disebutkan bahwa motorik halus gerakan

yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-

otot kecil seperti keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan

pergelangan tangan” (Sujiono, dkk, 2008) .


24

Menurut Mudjito (dalam Yulia, 2013:17) karakter perkembangan motorik


halus anak yang paling utama adalah sebagai berikut.

a) pada saat anak usia 3 tahun, kemampuan gerak halus anak belum berbeda
dari kemampuan gerak halus anak bayi, b) pada usia 4 tahun, koordinasi
motorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan
gerakannya sudah lebih cepat, bahkan cenderung sempurna, c) pada usia 5
tahun, koordinasi motorik anak sudah lebih sempurna lagi tangan, lengan, dan
tubuh bergerak dibawah koordinasi mata, d) pada akhir masa kanak-kanak
usia 6 tahun ia belajar bagaimana menggunakan jemari dan dan pergelangan
tangannya untuk menggunakan ujung pensil.

Berdasarkan karakteristik dari perkembangan motorik halus yang disebutkan


diatas Mudjito juga mengemukakan tentang fungsi perkembangan motorik halus
dan mencatat beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik halus yaitu,

a) pada saat anak usia 3 tahun, kemampuan gerak halus anak belum berbeda
dari kemampuan gerak halus anak bayi, b) pada usia 4 tahun, koordinasi
motorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan
gerakannya sudah lebih cepat, bahkan cenderung sempurna, c) pada usia 5
tahun, koordinasi motorik anak sudah lebih sempurna lagi tangan, lengan, dan
tubuh bergerak dibawah koordinasi mata, d) pada akhir masa kanak-kanak
usia 6 tahun ia belajar bagaimana menggunakan jemari dan dan pergelangan
tangannya untuk menggunakan ujung pensil.

Pada pendidikan praoperasional yaitu pendidikan pada Taman Kanak-kanak,

motorik halus terdiri dari beberapa aspek yaitu, 1) kegiatan menggambar sesuai

gagasannya, 2) meniru bentuk, 3) melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan

kegiatan, 4) menggunakan alat tulis dengan benar, 5) menggunting sesuai dengan

pola, 6) menempel gambar dengan tepat, 7) mengekspresikan diri melalui gerakan

menggambar secara detail (Permendiknas No.58 Thn 2009).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik

halus adalah perkembangan pengendalian gerakan yang dilakukan hanya dengan


25

melibatkan otot-otot halus yaitu jari jemari tangan dan pergelangan tangan, yang

di implementasikan ke dalam kegiatan, seperti kolase dan menulis.

4.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi Perkembangan Motorik Halus

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus anak baik

faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Hurlock faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan motorik sebagian kondisi yang mempengaruhi laju

perkembangan motorik, yakni

a) sifat dasar genetik, termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan, b) semakin


aktif janin semakin cepat perkembangan motorik anak, c) kondisi pralahir
yang menyenangkan terutama gizi mendorong perkembangan motorik yang
lebih cepat pada masa pascalahir, d) kelahiran yang sukar apabila ada
kerusakan otak akan memperlambat perkembangan motorik, e) kesehatan
dan gizi yang baik pada awal kehidupan akan mempercepat perkembangan
motorik, f) anak yang IQ tinggi perkembangannya lebih cepat dibanding IQ
normal atau di bawah normal, g) adanya rangsangan, dorongan dan
kesempatan untuk menggerakkan semua bagian tubuh akan mempercepat
perkembangan motorik, h) perlindungan yang berlebihan akan
melumpuhkan kesiapan berkembangnya kemampuan motorik, i)
rangsangan dan dorongan dari orang tua, kecendrungan anak yang lahir
pertama lebih baik daripada anak yang lahir kedua, j) kelahiran sebelum
waktunya biasanya memperlambat perkembangan motorik, k) cacat fisik
akan memperlambat perkembangan motorik (dalam Yulia, 2013:17).

Dari pendapat diatas maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi perkembangan motorik halus pada anak adalah faktor internal atau

faktor dari dalam diri anak seperti IQ, faktor pembawaan seperti genetik, dan faktor

dari lingkungan luar diri anak seperti perhatian dari orang dewas khususnya orang

tua.
26

4.5 Penelitian yang Relevan

Penelitian Astini (2012) dengan berjudul “Penerapan Metode Demonstrasi Melalui

Kegiatan Seni Tari Berbantuan Media Audio Cassette Tape Untuk Meningkatkan

Keterampilan Motorik Kasar Anak Kelompok B Semeseter II Di TK Titi Dharma

Denpasar Kecamatan Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2012/2013”. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh peningkatan keterampilan motorik kasar anak dari siklus

I sebesar 62,05% pada kategori rendah dan meningkat pada Siklus II menjadi

90,25% berada pada kategori sangat tinggi.

Sedangkan penelitian menggunakan media konkret telah dilakukan dan

memperoleh hasil peningkatan perkembangan sosial emosional anak. Penelitian

yang dilakukan oleh Ni Made Nita Risanti berjudul “Penerapan Metode Pemberian

Tugas Berbantuan Median Konkret Melalui Kegiatan Finger Painting Untuk

Meningkatkan Perkembangan Sosial Emosional Anak TK Ganesha Denpasar

Selatan Pada Kelompok A Semeseter Tahun Pelajaran 2012/2013”. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh peningkatan perkembangan sosial emosional anak dari

siklus I sebesar 55,5% pada kategori rendah dan meningkat padasiklus II menjadi

81,9 % berada padakategori tinggi.


27

Berdasarkan hasil peningkatan perkembangan motorik kasar anak dengan

penerapan metode demonstrasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut

Astini, dapat dilihat bahwa penerapan metode demonstrasi dapat secara efektif

meningkatkan perkembangan anak terutama perkembangan motorik kasar anak.

Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan perkembangan motorik kasar anak

yang terjadi sebesar 28,20%. Penggunaan suatu metode pembelajaran akan berjalan

dengan efektif jika dibantu dengan media yang sesuai. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Ni Made Nita Risanti tentang penggunaan media konkret untuk

membantu penerapan metode pembelajaran, dapat dilihat bahwa penggunaan media

konkret dapat membantu pelaksanaan metode pemberian tugas dengan efektif pula,

yang dibuktikan dengan persentase peningkatan perkembangan sosial emosional

anak adalah sebesar 26,40%.

Kerangka Berfikir

Berdasarkan teori-teori yang dijelaskan diatas, dapat dilihat bahwa suatu

pembelajaran di kelas dapat berjalan secara optimal apabila dalam proses

pembelajaran didukung oleh penggunaan metode pembelajaran yang tepat,

penggunaan media yang sesuai dengan karakteristik anak didik yang dilaksanakan
28

atau direalisasikan ke dalam kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk

mengembangkan aspek perkembangan anak.

Penerapan metode demonstrasi mempunyai makna penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan aspek perkembangan anak, dan dilihat dari

karakteristik anak usia dini metode demonstrasi adalah salah satu metode

pembelajaran yang tepat diterapkan untuk membantu mengembangkan aspek

perkembangan anak. Penggunaan media konkret dalam pembelajaran anak usia dini

dapat menunjang metode yang diterapkan karena media konkret atau media yang

nyata dapat membantu agar anak lebih mudah memahami materi pembelajaran.

Dalam membuat persiapan mengajar guru akan lebih mudah untuk mempersiapkan

media konkret yang diperlukan karena media tersebut dapat diperoleh dari bahan-

bahan yang bersumber dari alam seperti daun kering, biji-bijian, dan pasir.

Pemilihan kegiatan pembelajaran, dilaksanakan dengan kegiatan kolase yang

bertujuan agar dapat lebih menarik minat anak dengan kegiatan pembelajaran yang

lebih bervariasi sehingga dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak.

Hubungan penerapan metode demonstrasi berbantuan media konkret

melalui kegiatan kolase sangat erat kaitannya dengan perkembangan motorik halus

anak. Anak akan mampu mengikuti pembelajaran dengan lebih mudah karena

metode demonstrasi dilaksanakan dengan cara, guru memberikan penjelasan secara

lisan dan visual dengan bantuan media yang sesuai disertai dengan contoh-contoh

yang relevan. Media konkret seperti daun kering, kapas, kertas bekas, biji-bijian,

pasir yang dipergunakan dalam kegiatan kolase dapat menunjang pelaksanaan


29

metode demonstrasi. Dalam kegiatan kolase guru menjelaskan dan memberi contoh

langsung menggunakan media konkret seperti daun kering, pasir dan serbuk kayu

sehingga akan dapat mempermudah pemahaman anak tentang materi yang

diberikan dan dapat menarik minat anak untuk mengikuti pembelajaran sesuai

dengan karakteristik anak usia dini.

Atas dasar berpikir tersebut maka diharapkan jika penerapan metode

demonstrasi berbantuan media konkret melalui kegiatan kolase dapat dilaksanakan

dengan baik sehingga dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak dan

mencapai tujuan pembelajaran yang di harapkan serta membantu memperbaiki

kualitas pembelajaran di TK Giri Widya Santhi..

5. Hipotesis

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir diatas maka berikut ini dapat

diajukan hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut. Jika penerapan metode

demonstrasi berbantuan media konkret melalui kegiatan kolase berjalan secara

efektif, maka perkembangan motorik halus pada anak kelompok B di TK Giri

Widya Santhi cenderung meningkat.


30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian dan Waktu

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di TK Giri Widya Santhi. Penelitian

dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2020/2021. Penentuan waktunya

disesuaikan dengan kalender pendidikan di TK Giri Widya Santhi.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Giri Widya Santhi

pada tahun ajaran 2020/2021 yang berjumlah 10 orang dengan 4 anak laki-laki dan

6 anak perempuan.

3.3 Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Wardani

menyatakan bahwa “PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam

kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya

sebagai guru, sehingga hasil belajar anak menjadi meningkat” (dalam Agung,

2012).
Menurut Carr dan Kemmis PTK adalah
suatu bentuk penelitian refleksi diri (self reflection) yang dilakukan oleh para

partisipan dalam situasi sosial untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran: a)

praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, b) pengertian

mengenai praktik-praktik tersebut, c) situasi-situasi dimana

praktik-praktik tersebut dilaksanakan (dalam Kusumah dan Dwitagama,


2001:8).

“Penelitian Tindakan Kelas merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan

guru dalam mengajar dan ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan

kualitas pembelajaran serta untuk memperbaiki pengajaran di kelas” Aryana (dalam

Yulia, 2013:21).

McNiff menyatakan,
PTK adalah sebagai bentuk penelitian refleksi yang dilakukan oleh guru
sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan
keahlian mengajar. PTK merupakan penelitian tentang, untuk, dan oleh
masyarakat/kelompok sasaran dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi,
dan kolaboratif antara peneliti dan kelompok sasaran (dalam Kusumah dan
Dwitagama, 2001:8).

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti

yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas, yang mencakup

metode pengajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran serta pengelolaan

kelas yang digunakan dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.


3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk

meningkatkan perkembangan motorik halus anak melalui kegiatan kolase.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus namun tidak menutup

kemungkinan dapat dilakukan siklus berikutnya jika tidak memenuhi target yang

telah ditentukan. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Adapun gambar alur pelaksanaan penelitian tersebut dapat dilihat pada

gambar 3.1 di bawah ini.

1. Perencanaan

4. Refleksi SIKLUS I 2. Pelaksanaan

3. Pengamatan

1. Perencanaan

4. Refleksi SIKLUS II 2. Pelaksanaan

3. Pengamatan

Model siklus pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut Arikunto

menurut Arikunto (dalam Risanti Nita, 2013:31).


3.5 Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang dilakukan dalam proses

untuk memperbaiki, meningkatkan proses pembelajaran Tahap ini dilakukan

setelah melakukan obsevasi awal dan menyimpulkan hasilnya, hal dan refleksi awal

terhadap permasalahan proses dan hasil belajar di kelas yang menjadi obyek

penelitian, ditetapkan alternatif pelaksanaan dalam kelas berupa metode

demonstrasi menggunakan media konkret untuk meningkatkan kemampuan

motorik halus anak. Pelaksanaan alternatif tersebut diharapkan akan meningkatkan

kemampuan motorik halus anak. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah membuat

perencanaan dengan menyusun persiapan mengajar berupa 1) Peta Konsep, 2)

Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), 3) Rencana Kegiatan Harian (RKH), 4)

membuat lembar kerja anak, 5) menyiapkan media yang diperlukan dalam

pelaksanaan tindakan, 6) membuat lembar penilaian.

3.6 Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan ini disusun sesuai dengan tahap indikator yang ingin

dicapai setelah penerapan metode demonstrasi berbantuan media konkret melalui

kegiatan kolase untuk mengetahui peningkatan perkembangan motorik halus anak.

Tahap pelaksanaan ini dkemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan penerapan

indikator yang telah direncanakan, yaitu 1) pertemuan pertama menerapkan

indikator menggambar bebas dengan berbagai media, 2) pertemuan kedua


menerapkan indikator mewarnai bentuk gambar sederhana 3) pertemuan ketiga

menerapkan indikator membuat mainan dengan tekhnik menempel, 4) pertemuan

keempat menerapkan indikator membuat berbagai bentuk dari daun, kertas, kain

dan kapas, 5) pertemuan kelima menerapkan indikator membuat gambar dengan

tekhnik kolase dengan memakai berbagai media. Jadi pelaksanaan dengan lima kali

pertemuan dengan lima indikator tetapi setiap indikator diulang pelaksanaannya

selama satu bulan dalam setiap siklus dan satu kali refleksi dalam setiap siklus.

3.7 Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran. Pada

tahap ini proses yang dilakukan adalah dengan mengobservasi kegiatan yang

dilaksanakan kemudian melakukan evaluasi. Adapun hal–hal yang diamati sesuai

dengan hasil belajar dan indikator yang ingin dicapai adalah: (1) kemampuan anak

dalam menggambar bebas dengan berbagai media, (2) kemampuan anak dalam

membuat berbagai bentuk dari daun, kertas, kain dan kapas, (3) ketelitian anak

dalam membuat mainan dengan tekhnik menempel, (4) kreativitas anak dalam

mewarnai bentuk gambar sederhana (5) kreativitas anak dalam membuat gambar

dengan tekhnik kolase dengan memakai berbagai media.

3.8 Refleksi

Setelah kegiatan obsevasi maka dilakukan pengkajian hasil penelitian

terhadap pelaksanaan tersebut, untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan

kemampuan motorik halus anak setelah digunanakan media konkret dalam metode

demonstrasi. Refleksi ini juga digunakan sebagai tahap untuk memperbaiki


kekurangan–kekurangan dalam siklus I sehingga dapat di cari penyempurnaannya

untuk diterapkan dalam siklus II serta penentuan kemungkinan adanya siklus

berikutnya jika masih terdapat kekurangan pada siklus II.

3.9 Variabel Penelitian

Variabel ialah objek penelitian atau segala sesuatu yang menjadi titik fokus

perhatian dalam suatu penelitian (Agung, 2012:44). Berikut merupakan pengertian

variabel menurut beberapa ahli.

1) Menurut F.N Kerlinger variabel sebagai “sebuah konsep” seperti halnya laki-

laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesadaran (dalam Agung,

2012:41).

2) Menurut Sutrisni Hadi variabel merupakan “gejala yang bervariasi” misalnya

kelamin, karena jenis kelamin mempunyai variasi: laki-laki, perempuan (dalam

Agung, 2012:41).

3) Menurut Sumadi Suryabrata variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi

objek pengamatan penelitian. Sering pula dikatakan variabel penelitian itu

sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan

diteliti (dalam Agung, 2012:41).

Penelitian ini akan melibatkan dua variabel yaitu satu variabel bebas

(independent variabel) dan satu variabel terikat (dependent variabel).


1) Variabel Bebas (independent variabel)

Variabel bebas adalah satu atau lebih dari variabel-variabel yang sengaja

dipelajari pengaruhnya terhadap variabel trgantung (Agung, 2012:43). Dalam

penelitian ini variabel bebasnya adalah metode demonstrasi dan media konkret.

2) Variabel Terikat (dependent variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang keberadaannya atau munculnya

bergantung pada variabel bebas (Agung, 2012:44). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah perkembangan motorik halus anak kelompok B TK Giri

Widya Santhi

3.10 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

3.11 Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan

metode observasi. Menurut Agung menyatakan bahwa, “Metode observasi ialah

suatu cara memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis tentang suatu objek tertentu” (Agung, 2012) dengan kata lain

observasi merupakan pengamatan yang dilajuakan secara langsung dan alamiah

untuk mendapatkan data dalam berbagai situasi dan kejadian yang dilakukan.

Dalam penelitian ini, metode obsevasi digunakan untuk mengumpulkan

data tentang kemampuan motorik halus anak, yang dilaksanakan pada saat proses

belajar berlangsung dengan menggunakan metode demonstrasi dengan

menggunakan media konkrit dalam kegiatan kolase.

3.12 Instrumen Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka disusunlah kisi-kisi

instrument berupa lembar observasi seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian Kemampuan Motorik halus Anak TK Melalui


Kegiatan Kolase
No Variabel Indikator
1. Perkembangan 1. Menggambar bebas dengan berbagai media
Kemampuan Motorik 2. Mewarnai bentuk gambar sederhana
Halus 3. Membuat berbagai bentuk dari daun, kertas, kain dan
kapas
4. Membuat mainan dengan tekhnik menempel
5. Membuat gambar dengan tekhnik kolase dengan
memakai berbagai media

Tabel 3.2 Rubrik Penskoran Kemampuan Motorik halus Anak TK Melalui Kegiatan
Kolase
No Indikator Skor
* ** *** ****
1. Menggambar bebas dengan berbagai media
2. Mewarnai bentuk gambar sederhana
3. Membuat berbagai bentuk dari daun, kertas, kain
dan kapas
4. Membuat mainan dengan tekhnik menempel
5. Membuat gambar dengan tekhnik kolase dengan
memakai berbagai media
Keterangan:
* : 1 belum berkembang
** : 2 mulai berkembang
*** : 3 berkembang sesuai harapan
**** : 4 berkembang sangat baik

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Motorik halus Anak TK Melalui


Kegiatan Kolase
No. Tanda Makna Skor
1. * belum berkembang 1
2. ** mulai berkembang 2
3. *** berkembang sesuai harapan 3
4. **** berkembang sangat baik 4
Permendiknas No.58 Tahun 2009
Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Kemampuan Motorik halus Anak Melalui Kegiatan Kolase

No Indikator Skor Kriteria


1. 1 1 Anak belum mampu membuat gambar bebas dengan berbagai
media
2 Anak sudah mampu menggambar bebas dengan berbagai
media tetapi masih perlu bimbingan guru
3 Anak sudah mampu membuat gambar bebas dengan berbagai
media sesuai dengan contoh guru
4 Anak mampu menggambar bebas menggunakan berbagai
media dengan sangat baik dan kreatif
2. 2 1 Anak belum mampu mewarnai bentuk gambar sederhana
2 Anak sudah mampu mewarnai bentuk gambar sederhana tetapi
masih dengan bimbingan guru
Anak sudah mampu mewarnai bentuk gambar sederhana
3 sesuai dengan contoh guru
Anak mampu mewarnai bentuk gambar sederhana dengan
4 kreatif dan rapi
3. 3 1 Anak belum mampu membuat mainan dengan tekhnik
menempel
2 Anak sudah mampu membuat mainan dengan tekhnik
menempel tetapi masih dengan bimbingan guru
3 Anak sudah mampu membuat mainan dengan tekhnik
menempel sesuai dengan contoh guru
4 Anak mampu membuat mainan dengan tekhnik menempel
dengan sangat baik dan rapi
4. 4 1 Anak belum mampu membuat berbagai bentuk dari daun,
2 kertas, kain dan kapas
Anak sudah mampu membuat berbagai bentuk dari daun,
3 kertas, kain dan kapas tetapi masih dengan bimbingan guru
Anak sudah mampu membuat berbagai bentuk dari daun,
4 kertas, kain dan kapas sesuai dengan contoh guru
Anak mampu membuat berbagai bentuk dari daun, kertas,
kain dan kapas dengan sangat baik dan kreatif
5. 5 1 Anak belum mampu membuat gambar dengan tekhnik kolase
memakai berbagai media
2 Anak sudah mampu membuat gambar dengan tekhnik kolase
memakai berbagai media tetapi masih perlu bimbingan guru
3 Anak sudah mampu membuat gambar dengan tekhnik kolase
memakai berbagai media sesuai dengan contoh guru
4 Anak mampu membuat gambar dengan tekhnik kolase
memakai berbagai media dengan kreatif dan sangat baik
(Permendiknas No. 58, Tahun 2009)

Tabel 3.5 Lembar Observasi Kemampuan Motorik halus Anak TK Melalui


Kegiatan Kolase
No Subyek Indikator
1 2 3 4 5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Mengenai variabel, metode dan alat pengumpulan data dan sumber data

serta sifat data dapat disajikan dalam bentuk matrik berikut.

Matrik: Jenis data, metode, alat atau instrument pengumpulan data, sifat data

Data Metode Alat Sumber Sifat data


Pengumpulan pengumpulan Data
Data data
Perkembangan Observasi Lembar Anak Kuantitatif
motorik halus Observasi
anak

3.12 Metode Analisis Data

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua metode yaitu, metode

analisis statistik deskriptif dan metode deskriptif kuantitatif. Kedua jenis metode

analisis data ini akan dijelaskan sebagai berikut.

3.13Analisis Statistik Deskriptif

Data peningkatan motorik halus anak dianalisis dengan menggunakan

metode analisis statistik deskriptif. Menurut Agung menyatakan bahwa “Metode

analisis statistik deskriptif ialah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan

jalan menerapkan rumus-rumus statistik desktiptif seperti: distribusi frekuensi,

grafik, angka rata-rata, median (Me), modus (Mo), mean (M) dan standar deviasi,

untuk menggambarkan suatu objek/variabel tertentu, sehingga diperoleh


kesimpulan umum” (Agung, 2012). Adapun rumus-rumus analisis statistik

deskriptif adalah sebagai berikut:

a) Membuat Tabel Distribusi Frekuensi

Nurkancana menyebutkan bahwa “untuk menyajikan data tersebut langkah

yang dilakukan adalah menghitung rentangan (R) dengan rumus skor tertinggi (Xt)

dikurangi skor terendah (Xr) ditambah satu, jika hasil lebih kecil dari 15 (R<15)

maka data tersebut disusun kedalam data tabel data tunggal” (dalam Yulia,

2013:28).

1) Menghitung Rentangan
Menghitung rentangan menggunakan rumus sebagai berikut.
R = (Xt – Xr) + 1
Bentuk tabel data tersebut adalah sebagai berikut.

Skor (X) f (frekuensi) fX

2) Menghitung Modus

Modus suatu data terletak pada nilai yang memiliki frekuensi paling banyak.

Menurut Koyan “modus adalah skor yang paling sering muncul” (Koyan,

2012:13).

3) Menghitung Median
Median merupakan nilai yang membagi data terurut menjadi dua bagian

yang sama. Median suatu data terletak pada nilai yang berada pada frekuensi

kumulatif ½ N. Menurut Koyan “median atau niai tengah adalah nilai yang

menunjukkan bahwa di bawah dan di atas nilai tersebut, masing-masing terdapat

50% nilai (data)” (Koyan, 2012:14).

3). Menghitung Rata-Rata Mean

Untuk menghitung rata-rata Mean digunakan rumus sebagai berikut.

M =  fX (Koyan, 2012)
f

Keterangan :
M = rata-rata
fX = jumlah skor seluruh anak
f = jumlah anak

e). Menyajikan Data kedalam Grafik Polygon


f

Gambar 3.2 Grafik Polygon Peningkatan Kemampuan Motorik Halus


Keterangan :

f = frekuensi
X = skor

3.12 Analisis Deskriptif Kuantitaif


Metode analisis deskriptif kuantitatif ialah “ suatu cara pengolahan data

yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-

angka dan atau presentase, mengenai objek yang diteliti, sehingga diperoleh

kesimpulan umum” (Agung, 2012:67). Metode analisis deskriftif kuantitatif ini

digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya kemampuan motorik halus anak

yang dikonversikan kedalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima.

Rumus yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut.

M() = M X 100  (Agung,2012)


SMI

Keterangan :
M = Rata-rata persen
M = Skor yang dicapai anak secara keseluruhan (mean)
SMI = skor maksimal ideal

Tingkatan motorik halus anak dengan menggunakan metode demonstrasi

dapat ditentukan dengan membandingkan M () atau rata-rata persen kedalam PAP

skala lima dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.5 Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Peningkatan Kemampuan Motorik
Halus.

Presentase Kriteria Kemampuan Motorik


Halus
90-100 Sangat Tinggi
80-89 Tinggi
65-79 Sedang
55-64 Rendah
0-54 Sangat Rendah
(Agung, 2012)

3.8 Kriteria Keberhasilan Penelitian


Kriteria keberhasilan pada penelitian ini adalah adanya peningkatan dalam

perkembangan motorik halus anak kelompok B TK Giri Widya Santhi. Penelitian

ini dinyatakan berhasil jika terjadi perubahan positif skor rata-rata dari siklus I ke

siklus berikutnya dan jika dikonversikan pada pedoman PAP skala lima tentang

tingkat kemampuan motorik halus setelah diterapkannya metode demonstrasi

berbantuan media konkret melalui kegiatan kolase pada anak kelompok B TK Giri

Widya Santhi.

Anda mungkin juga menyukai