Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“ Mobilitas Sosial Dalam Pendidikan Di Indonesia ”


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Sosial
Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Eva Banowati M.Si
2. Ayu Wulandari Pramita S.Si., M.T.

OLEH :
Reznandya Putra Hidayat
3211422207

ILMU GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk di suatu negara dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu fertilitas,
mortalitas dan mobilitas. Dalam hal ini, peranan mobilitas terhadap laju pertumbuhan
penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda beda. Sama halnya yang
sedang terjadi di Indonesia Dalam hal ini banyak sekali masyarakat yang dalam kehidupan
nya mengalami mobilitas sosial, namun tidak sedikit pula dari mereka juga tidak mengetahui
dan menyadari bagaimana dan mengapa kita bisa terjun dalam sebuah mobilitas sosial.
Namun pada kenyataannya mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya bersifat
naik ke tingkat yang lebih tinggi, akan tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa
direncanakan yang dapat menurunkan status dan penghasilan seseorang.

Mobilitas sosial adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan
yang lebih baik. Sebab, tanpa adanya mobilitas sosial, masyarakat tidak mungkin untuk
mencapai kemajuan dan kesejahteraan. oleh karena itu, saya akan melakukan pembahasan
terhadap apa saja masalah yang terjadi dalam masyarakat mengenai mobilitas sosial.

B. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan mobilitas sosial ?
 Apa yang dimaksud dengan bentuk mobilitas sosial ?
 Apa saja faktor faktor penyebab mobilitas sosial ?
 Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
C. Tujuan Makalah
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud mobilitas sosial.
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud bentuk mobilitas sosial.
 Untuk mengetahui apa apa saja faktor penyebab mobilitas sosial.
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan.
D. Manfaat Penulisan Makalah

Sebagai bahan pembelajaran tentang mobilitas sosial juga dapat dijadikan referensi
mengenai permasalahan mengenai mobilitas di masyarakat terkhusus di negara Indonesia dan
mampu memberikan gambaran kepada pembaca mengenai dampak dari adanya suatu
mobilitas sosial di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mobilitas Sosial

Mobilitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai gerakan berpindah-
pindah atau kesiapsiagaan untuk bergerak. Sedangkan secara etimologis mobilitas berasal dari
bahasa latin yaitu ‘mobilis’ yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu
tempat ke tempat yang lain; terdapatnya kata sosial pada istilah mobilitas sosial adalah untuk
menekankan bahwa istilah tersebut mengandung makna yang melibatkan seseorang atau
sekelompok warga dalam kelompok sosial.

Ransford dalam Sunarto (2004:87) menyatakan, dalam sosiologi mobilitas sosial berarti
perpindahan status dalam stratifikasi sosial; “Social mobility refers to the movement of
individuals or groups--up or dowm--within a socialhierarchy”. Komblum (1988: 172)
menyatakan mobilitas sosial adalah perpindahan individu, keluarga atau kelompok sosial dari
lapisan ke lapisan sosial lainnya. Dalam perpindahan yang dilakukan dapat mempengaruhi
status sosial yang dimiliki yaitu bisa naik atau turun, atau bahkan tetap pada tingkat yang
sama tetapi dalam pekerjaan yang berbeda.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (dalam Bagong Suyatno, 2004: 202) menyatakan
mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya
atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya baik itu berupa peningkatan atau
penurunan dalam segi status sosial dan (biasanya) termasuk pula segi penghasilan, yang dapat
dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok.

Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam
struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.
Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan
antara individu dengan kelompoknya.
Berbasarkan penjelasan di atas, sederhananya mobilitas sosial dapat diartikan sebagai
perpindahan/gerak sosial yang dilakukan seseorang atau sekelompok masyarakat dari satu
strata (kelas sosial) ke strata lain biasanya dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup.
2.2 Bentuk Bentuk Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial mengacu pada perubahan status sosial seseorang atau kelompok dalam
masyarakat. Terdapat beberapa bentuk mobilitas sosial yang dapat terjadi, antara lain:

1. Mobilitas Sosial Vertikal:


 Mobilitas Sosial Naik (Upward Social Mobility): Terjadi ketika seseorang atau
kelompok meningkatkan status sosial mereka. Contohnya, seseorang yang
awalnya bekerja sebagai buruh pabrik menjadi manajer pabrik.
 Mobilitas Sosial Turun (Downward Social Mobility): Terjadi ketika seseorang
atau kelompok mengalami penurunan status sosial. Contohnya, seorang
eksekutif perusahaan yang kehilangan pekerjaannya dan harus bekerja sebagai
pengangguran.
2. Mobilitas Sosial Horizontal:
 Mobilitas Sosial Horizontal (Horizontal Social Mobility): Terjadi ketika
seseorang atau kelompok tidak mengalami perubahan signifikan dalam status
sosial mereka, tetapi mereka beralih ke posisi atau pekerjaan yang berbeda
dengan tingkat prestise yang kurang lebih sama. Contohnya, seorang guru yang
pindah dari sekolah satu ke sekolah lain dengan bayaran yang sama.
3. Mobilitas Sosial Intergenerasional:
 Mobilitas Sosial Intergenerasional (Intergenerational Social Mobility): Merujuk
pada perubahan status sosial yang terjadi antara generasi berbeda. Contohnya,
ketika anak-anak mencapai status sosial yang lebih tinggi daripada orang tua
mereka.
4. Mobilitas Sosial Intragenerasional:
 Mobilitas Sosial Intragenerasional (Intragenerational Social Mobility): Terjadi
ketika individu mengalami perubahan status sosial mereka selama hidup mereka.
Contohnya, seseorang yang memulai karier mereka sebagai buruh tani dan
kemudian menjadi seorang profesor universitas.
5. Mobilitas Sosial Geografis:
 Mobilitas Sosial Geografis (Geographic Social Mobility): Terjadi ketika
seseorang atau kelompok berpindah ke daerah geografis yang memiliki peluang
sosial yang berbeda. Contohnya, seseorang yang pindah dari pedesaan ke kota
besar untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
6. Mobilitas Sosial Horizontal Tersembunyi:
 Mobilitas Sosial Horizontal Tersembunyi (Concealed Horizontal Social
Mobility): Terjadi ketika seseorang mempertahankan status sosial yang sama,
tetapi status ini sebenarnya diwarisi atau didukung oleh akses dan kesempatan
yang tidak diberikan secara adil. Contohnya, seseorang yang mendapatkan
pekerjaan di perusahaan keluarga tanpa memenuhi syarat yang seharusnya.
2.3 Faktor – Faktor Penyebab Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks. Faktor-faktor
penyebab mobilitas sosial dapat bervariasi dari satu masyarakat atau konteks ke masyarakat
atau konteks lain. Di antara faktor-faktor utama yang memengaruhi mobilitas sosial adalah:

1. Pendidikan: Pendidikan seringkali menjadi faktor kunci dalam mobilitas sosial.


Pendidikan yang baik dapat membuka pintu untuk pekerjaan yang lebih baik dan
peluang yang lebih besar. Seseorang yang memperoleh pendidikan yang tinggi
cenderung memiliki peluang mobilitas sosial yang lebih baik.
2. Ekonomi: Kondisi ekonomi dan kesempatan ekonomi memainkan peran penting
dalam mobilitas sosial. Penghasilan, akses ke sumber daya ekonomi, serta kelas sosial
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk naik atau turun dalam hierarki
sosial.
3. Kesempatan Kerja: Ketersediaan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi dan
kemampuan individu dapat mempengaruhi mobilitas sosial. Daerah dengan lapangan
kerja yang luas dan beragam dapat memberikan lebih banyak peluang untuk mobilitas.
4. Warisan dan Koneksi Keluarga: Faktor-faktor keluarga, seperti warisan atau koneksi
keluarga, dapat berperan dalam mobilitas sosial. Seseorang yang mewarisi bisnis
keluarga atau memiliki hubungan yang kuat dalam dunia bisnis atau politik mungkin
memiliki peluang mobilitas yang lebih besar.
5. Kondisi Kesehatan: Kesehatan individu juga dapat memengaruhi mobilitas sosial.
Kondisi kesehatan yang buruk dapat membatasi kemampuan seseorang untuk
berpartisipasi dalam pendidikan atau pekerjaan.
6. Diskriminasi dan Ketidaksetaraan: Diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin,
agama, atau faktor lainnya dapat menjadi hambatan bagi mobilitas sosial.
Ketidaksetaraan sosial dapat membatasi akses ke peluang yang sama bagi semua
individu.
7. Budaya dan Nilai: Nilai-nilai, norma, dan budaya masyarakat dapat mempengaruhi
pandangan tentang mobilitas sosial. Beberapa masyarakat mungkin lebih mendukung
mobilitas sosial daripada yang lain.
8. Faktor Geografis: Lingkungan geografis dan aksesibilitas geografis ke peluang
ekonomi dan pendidikan juga dapat memengaruhi mobilitas sosial. Daerah yang
terpencil atau kurang berkembang mungkin memiliki peluang mobilitas yang lebih
terbatas.
9. Faktor Politik: Kondisi politik dan kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi
mobilitas sosial. Kebijakan pendidikan, kesejahteraan, dan perlindungan hak-hak
individu dapat memainkan peran dalam mobilitas.
2.4 Definisi Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata didik yang didahului awalan “pe” dan akhiran “an” yang
mengandung arti perbuatan (Kamus besar bahasa Indonesia, 2002: 263). Pendidikan pada
awalnya berasal dari bahasa Yunani, yakni paedagogie yang terdiri atau dua kata, paes dan
ago. Kata paes berarti anaka dan kata ago berarti aku membimbing (Ahmadi, 2005: 69).
Dengan demikian, pendidikan secara etimologis selalu dihubungkan dengan kegiatan
bimbingan terutama kepada anak, karena anaklah yang menjadi obyek didikan. Selanjutnya,
kata pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan education (Echols dan Shadili, 1981:
81)

Dalam bahasa Arab ditemukan penyebutannya dalam tiga kata, yakni al-tarbiyah, al-
ta’lim, dan al-ta’dȋb yang secara etimologis kesemuanya bisa berarti bimbingan dan
pengarahan. Sedangkan Langeveld, menjelaskan bahwa yang dimaksud pendidikan ialah
setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada
pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hiduonya sendiri (Purwanto, 2001: 59).

Adapun Mohammad Natsir (1954: 87) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu
bimbingan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempur- naan dan kelengkapan arti
kemanusiaan dengan arti sesungguhnya. Pengertian tersebut hampir sama dengan pengertian
yang disebut oleh Marimba (Purwanto, 2001: 59), bahwa pendidikan adlah bimbingan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.

Dari beberapa pandangan ahli pendidikan di atas, jelaslah bahwa pendidikan adalah
suatu proses belajar dan penyelesaian individu-individu secara terus-menerus terhadap nilai-
nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Pendidikan merupakan proses yang komprehensif,
mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk aspek sosial untuk mempersiapkan mereka agar
mampu mengatasi segala tantangan.
BAB III
ANALISIS DATA SEKUNDER
Setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan yang layak dan baik.
Pendidikan yang dimaksudkan di sini ialah pendidikan formal yang berkualitas, makin tinggi
pendidikan seseorang maka makin baik kehidupannya. Makin tinggi pendidikan seseorang,
maka makin besar harapannya memperoleh pekerjaan dan status yang lebih baik dalam
masyarakat. Melalui pendidikan seseorang dapat memperoleh ijazah yang merupakan syarat
penting untuk mendapatkan suatu jabatan, walaupun ijazah itu sendiri belum menjamin
kesiapan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Melalui pendidikan orang dari
golongan rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Melalui pendidikan orang
dari golongan rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan
konsep mobilitas soial menurut Horton dan Hunt (1999:36) yaitu “perpindahan dari suatu
kelas sosial ke kelas sosial lainnya”. Melalui pendidikan pula orang tua mengharapkan agar
anak-anaknya mempunyai nasib yang lebih baik daripada orang tuanya dan karena itu beliau
berusaha untuk menyekolahkan anaknya sampai memperoleh gelar dari perguruan tinggi,
walaupun dengan pengorbanan yang besar.

Menurut Abdullah Idi (2011:195) “mobilitas sosial adalah sebuah gerakan masyarakat
dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik”. Lembaga pendidikan merupakan salah
satu saluran dari mobilitas sosial. Lembaga pendidikan merupakan jalur untuk membuka
mobilitas vertikal keatas, yang dianggap dapat menggerakkan kedudukan yang rendah ke
kedudukan yang lebih tinggi. Menurut Kornblum (1988:172) “mobilitas sosial adalah
perpindahan individu, keluarga atau kelompok sosial dari satu lapisan ke lapisan sosial
lainnya”. Misalnya seorang anak dari keluarga miskin bahkan kelompok miskin mengenyam
sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi. Setelah lulus dia memiliki pengetahuan bisnis dan
menggunakan pengetahuannya untuk berusaha, sehingga dia berhasil menjadi pengusaha
sukses yang telah meningkatkan status sosialnya.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Mobilitas Sosial Melalui Pendidikan

Dalam tiap masyarakat modern terdapat mobilitas sosial atau perpindahan yang cukup
banyak. Orang naik atau turun statusnya dalam berbagai sistem status dalam masyarakat itu
didasarkan atas golongan sosial, kekayaan jabatan, kekuasaan, dan sebagainya. Perpindahan
orang dari golongan sosial yang lain, yang lebih tinggi atau rendah disebut mobilitas sosial
vertikal. Mobilitas sosial ini berarti bahwa indivisu itu memasuki lingkungan sosial yang
berbeda dengan sebelumnya.

Mobilitas sosial ini terus berlangsung di semua Negara khususnya dalam masyarakat
industri karena di butuhkannya sejumlah besar tenaga teknis dan professional. Golongan
sosial tinggi tidak memenuhi segala kebutuhan itu dan terpaksa mengambilnya dari lapisan
sosial yang lebih rendah. Mereka yang lahir dari golongan atas dan tidak mempunyai motivasi
untuk memperoleh kemampuan teknis, professional atau managerial akan dengan sendirinya
turun dalam tangga sosial (Nasution: 39).

Dalam masyarakat feodal yang tidak memerlukan tenaga teknis profesional tidak
terdapat mobilitas sosial vertical yang berarti masyarakat itu disebut “tertutup” atau statis.
Sebaliknya masyarakat industry lebih terbuka karena memerlukan tenaga baru agar
masyarakat itu dapat berfungsi dengan baik. Namun agar seorang naik pada tangga sosial
individu itu sendiri harus mempunyai dorongan ingin naik kedudukan. Dalam masyarakat
“terbuka” pada prinsipnya setiap orang dapat menduduki tempat tertinggi sehingga anak
buruh rendah mungkin kelak menjadi presiden. Namun dalam kenyataan anak-anak golongan
rendah mengalami banyak kesulitan daripada anak golongan atas khususnya pada sektor
pendidikan. Selain itu ada lagi faktor-faktor penghambat lainnya seperti agama, kesukuan,
jenis kelamin, dan sebagainya. Misalnya di Negara yang mayoritas rakyatnya menganut
agama tetentu, mereka yang lain agamanya akan mendapat kesulitan untuk menduduki tempat
yang terhormat dalam kenyataan walaupun secara legal ia mempunyai hak yang sama.

B. Peningkatan Taraf Hidup melalui Pendidikan

Clark (1944) dalam bukunya yang berjudul, An Investment in People, menyatakan


bahwa, “experiments in law-income communities show cleary that education can be used to
help people obtain a higher standard of living through their own efforts”. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan dapat dipergunakan untuk membantu penduduk dalam
meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang

lebih tinggi melalui usaha mereka sendiri. Penegasan ini berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini tidak sukar untuk
dipahami karena dengan bekal pengetahuan yang mantap dan lebih-lebih lagi secara sengaja
meteri yang berhubungan dengan masalah ekonomi mendapat tekanan lebih berat, maka out
put dari pendidikan akan dapat berusaha lebih baik dalam menghadapi segala persoalan
tentang kesejahteraannya.

Sebaliknya perkembangan ekonomi juga dapat membantu proses pendidikan karena


dengan meningkatnya ekonomi baik nasional maupun masyarakat sekitar tempat di gelarnya
pendidikan berarti meningkat pula kekuatan untuk memikul biaya pendidikan. Masalah
ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat jelas terhadap kelancaran kegiatan pendidikan
dan bahkan ditekankan bahwa kurikulum juga dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan dari
pekerjaan perdagangan dan industri. Kenyataannya memang demikian, berbagai masalah yang
berhubungan dengan perburuhan, perdagangan dan industri memang harus dipertimbangkan
dalam menyusun kurikulum. Kurikulum yang baik memang memperhatikan kenyataan-
kenyataan yang ada dimasyarakat.

Signifikansi antara tingkat pendidikan dengan tingkat keadaan ekonomi atau hubungan
antara tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi seseorang oleh Clark (1944) tersebut
bisa diutarakan sebagai berikut :

1. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi pula tingkat penghasilannya
(tamatan sekolah dasar maksimal antara empat dan lima ribu dolar setahun; tingkat
sekolah menengah atas maksimal antara lima dan enam ribu dolar setahun dan tingkat
perguruan tinggi maksimal antara delapan dan sembilan ribu dolar setahun)
2. Tamatan sekolah dasar (atau sekolah menengah pertama) akan mendapat penghasilan
maksimal pada usia sekitar 35-34 tahun; tamatan sekolah menengah atas akan
mendapatkan penghasilan maksimal pada usia sekitar 35-44 tahun dan tamatan perguruan
tinggi akan mendapat hasil maksimal pada usia sekitar 45-54 tahun.
3. Tamatan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama pada usia tua mendapat hasil yang
lebih rendah dari hasil ketika mereka mulai bekerja. Tamatan sekolah menengah atas
pada usia tua mendapat hasil yang seimbang dengan hasil ketika mereka mulai bekerja.
Tamatan perguruan tinggi pada usia tua mendapat hasil yang lebih besar ketika mereka
mulai bekerja. Walau demikian tentulah dimaklumi bahwa tidak semua orang mengalami
atau memiliki korelasi antara tingkat pendidikan dan penghasilan seperti diatas,
penyimpangan tentu ada sebagaimana dalam masalah sosial lainnya.
C. Tingkat Sekolah Dan Mobilitas Sosial

Dalam UU di Indonesia sudah dijelaskan bahwa pendidikan berlaku bagi siapa saja dan
merupakan hak serta kewajiban seluruh penduduk di Indonesia tanpa adanya perbedaan antara
golongan penduduk yang berstrata tinggi dengan golongan penduduk yang berstrata rendah.
Artinya, semua golongan baik yang rendah maupun yang tinggi berhak memiliki pendidikan
yang sama, belajar dengan pelajaran dan buku yang sama, dan seragam yang sama pula.
Melalui Lembaga pendidikan seperti sekolah, anak didik dapat memiliki kesempatan untuk
menyetarakan status sosialnya antara golongan anak yang berstatus sosial rendah dengan
status sosial yang tinggi dengan memberikan pembelajaran yang sama tanpa adanya
diskriminasi. Dengan demikian, hubungan mobilitas sosial dengan pendidikan sangat erat. hal
itu dipengaruhi karena adanya keleluasaan guna memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan
kriterianya. sehingga, jika mobilitas sosial ini semakin baik, maka peluang memperoleh
pekerjaan akan semakin baik pula.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terncana untuk mewujudkan proses pembelajaran
aktif oleh anak didik dan sebagai proses pendewasaan dengan beberapa metode sehingga
sekelompok orang yang disebut anak didik dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan atau
pandangan yang luas. seperti yang kita ketahui, pendidikan ini dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

 Pendidikan Formal
 Pendidikan Nonformal
 Pendidikan Informal

Maka dapat kita lihat keterkaitan didalamnya yaitu pendidikan merupakan yang
membuka kemungkinan adanya sebuah mobilitas sosial. Berkat pendidikan seseorang dapat
meningkatkan status sosialnya. Seperti tujuan pendidikan pada umumnya yaitu ingin
memberikan kesamaan dasar pendidikan secara merata dan mengurangi perbedaan antara
golongan tinggi dan rendah. Sistem pendidikan sosial sangat dipengaruhi oleh corak dan
keadaan masyarakat yang membentuknya. Dalam lembaga pendidikan merupakan salah satu
saluran mobilitas sosial. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk
mendapatkan kedudukan lebih tinggi. Menurut Idi (2011:205)

Mobilitas sosial dalam pendidikan adalah perpindahan seorang atau kelompok sosial
dari status yang satu ke status yang lain dalam ruang lingkup pendidikan. Dengan pendidikan
status sosial seorang dapat meningkat dan sekaligus sebagai salah satu saluran atau saranan
untuk mobilitas sosial. Pendidikan dapat mempercepat proses mobilitas sosial dalam sebuah
masyarakat, dan tentunya harus ada persyaratan yang memadai. Persyaratannya yaitu adanya
kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mobilitas sosial dapat diartikan sebagai perpindahan/gerak sosial yang dilakukan


seseorang atau sekelompok masyarakat dari satu strata (kelas sosial) ke strata lain biasanya
dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup. Mobilitas sosial mengacu pada perubahan status
sosial seseorang atau kelompok dalam masyarakat. Terdapat beberapa bentuk mobilitas sosial
yang dapat terjadi, antara lain: mobilitas sosial Vertikal, Horizontal, Intergenerasional,
Geografis, Horizontall Tersembunyi.

Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyelesaian individu-individu secara terus-
menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Pendidikan merupakan proses
yang komprehensif, mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk aspek sosial untuk
mempersiapkan mereka agar mampu mengatasi segala tantangan. Mobilitas sosial dalam
pendidikan adalah perpindahan seorang atau kelompok sosial dari status yang satu ke status
yang lain dalam ruang lingkup pendidikan.

B. Saran

Mobilitas sosial pasti akan terjadi pada semua masyarakat termasuk pada lembaga
pendidikan. Yang mana telah dijelaskan diatas bahwa sistem pendidikan pada suatu daerah
sangat mempengaruhi adanya mobilitas sosial. Cara tepat mengatasi perpindahan ialah dengan
dibangunkannya sistem pendidikan yang sama rata pada setiap daerah sehingga nantinya tidak
akan adalagi perpindahan pendidikan dari suatu tempat ke tempat lain.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. H. 2017. Memahami Peran Pendidikan Tinggi terhadap Mobilitas Sosial di


Indonesia. MASYARAKAT Jurnal Sosiologi. Vol. 22 (2). Hal. 139-158.

Atmanti, H. D. 2005. Investasi Sumber Daya Manusia melalui Pendidikan. Dinamika


Pembangunan. Vol. 2 (1). Hal. 30-39.

Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Pendidikan 2016 Survei Sosial Ekonomi Nasional.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Barnadib, I. 1999. Mobilitas Sosial dan Pendidikan pada Masa Pendudukan Jepang. Dinamika
Pendidikan. Vol 1 (1). Hal. 39-44.

Hadinoto, G. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Kasinu, A. 2011. Pendidikan dalam Konstruksi Masyarakat yang Berubah. Surabaya:


Jenggala Pustaka Utama.

Malika, N. 2014. Peran Pendidikan Global terjadap Mobilitas Masyarakat. Seminar Nasional
2014. ISBN:978-602-7561-89-2.

Mulyasa, 2008. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Seknun, M. Y. Pendidikan sebagai Media Mobilitas Sosial. Auladuna.Vol. 2 (1)Hal. 131-141.

Anda mungkin juga menyukai