MOBILITAS SOSIAL
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah pengantar
sosiologi
Dosen Pengampu
Hadi Nuramin, S.Sos.,M.Ag.
Vivi Tamia S.Sos.,M.Sos
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Alya Haura Nursani 1238030004
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka (open social
stratification) maka setiap anggotanya memiliki kesempatan untuk dapat menuju
kelapisan yang lebih tinggi. Menurut Kornblum (1988), mobilitas sosial adalah
perpindahan individu, keluarga atau kelompok sosial dari satu lapisan ke lapisan
sosial lainnya. Dalam perpindahan yang dilakukan dapat mempengaruhi status
sosial yang dimiliki yaitu bisa naik atau turun, bahkan bisa tetap pada tingkat yang
sama tetapi dalam pekerjaan yang berbeda.
Kajian tentang mobilitas sosial umumnya dilakukan pada dua ranah, ranah
sosiologi dan ranah ekonomi. Kajian mobilitas sosial pada ranah sosiologi
mendasari diri pada perubahan status dan posisi sosial dalam hierarki masyarakat,
sedangkan kajian mobilitas sosial dalam ranah ekonomi cenderung difokuskan
pada perubahan penghasilan (Pattinasarany, 2016).
2
3
Kajian mobilitas sosial umumnya melihat ada beberapa faktor utama yang
berkontribusi pada mobilitas sosial, faktor tersebut adalah pendidikan, kesempatan
atau peluang individu mencapai tujuan hidup, memiliki kualitas hidup yang baik,
dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial, latar belakang keluarga, dan modal
sosial (Pattinasarany, 2016).
Mobilitas sosial menurut Soekanto adalah suatu gerak dalam struktur sosial
yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. struktur
sosial ini mencangkup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan
hubungan antara individu dengan kelompoknya, sehingga menempatkan individu
atau kelompok sosial ada dalam kedudukan yang berbeda-beda yang kemudian
membentuk pelapisan masyarakat (Setyowati et al., 2020). Mobilitas sosial
dengan demikian adalah perubahan tratifikasi sosial yang terjadi baik secara
vertikal maupun horisontal. Mobilitas sosial vertikal dapat turun atau naik.4
Mobilitas sosial menyangkut hubungan antara asal-usul kelas dan po isi kelas
saat ini. posisi kelas saat ini: secara khusus hal ini didasarkan pada perbandingan,
antara antara orang-orang dari asal kelas yang berbeda, tentang peluang mereka
untuk satu kelas tujuan dibandingkan dengan kelas yang lain.
4
Kajian mobilitas sosial yang dilakukan oleh Iwan Gardono Sujatmiko pada
tahun 1996 dilakukan untuk melihat stratifikasi sosial, mengetahui pola mobilitas
okupasi antar generasi, dan menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi
mobilitas okupasi antar generasi. Sujatmiko menemukan bahwa antara lain
pertama, persepsi responden tentang stratifikasi didasarkan pada aspek multi
dimensi yang meliputi politik, ekonomi, dan sosial. Kedua, pola mobilitas antar
generasi menunjukkan kesempatan untuk naik pada lapisan bawah cukup besar.
Ketiga, pendidikan menjadi faktor penentu terjadinya mobilitas vertikal ke atas
terutama pada masyarakat kelompok menengah. Anak- anak dari keluarga
5
menegah ini berhasil memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari generasi
sebelumnya (Pattinasarany, 2016).1
Mobilitas sosial dalam suatu masyarakat tentu dipengaruhi oleh banyak faktor
dan pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong terjadinya
mobilitas sosial (Ianneli & Peterson 2007; Haveman & Smeeding 2006). Beberap
a studi empiris tentang hubungan antara jenjang pendidikan dan gaji yang diperole
h menunjukkan hasil bahwa tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan tingkat
pendapatan (Mok 2015). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan me
njadi faktor determinan terhadap mobilitas sosial2.
Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur ( social
structure )29 yaitu pola- pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok
sosial . struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam
kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompok nya . 30 tipe – tipe gerak
31
sosial yang prinsipil ada dua macam , yaitu gerak sosial yang horizontal dan
vertikal . gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek – objek
sosial lain nya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang
sederajat. Gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau
objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak
sederajat. Sesuai dengan arahnya , maka terdapat dua jenis gerak sosial yang
vertikal yaitu yang naik (social – climbing ) dan yang turun (social – sinking )
gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk pertama , yaitu :
Gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu :
1
Amruddin. Sosiologi Pendesaan. Hal 33
2
Muhammad Husni Ariffin. Memahami Peran Pendidikan terhadap Mobilitas Sosial di
Indonesia. Hal. 150
6
sebelumnya. Mobilitas vertikal ke atas ini sering kali terjadi pada buruh
nelayan yang beralih pekerjaan menjadi juragan darat maupun juragan
laut, maupun juragan laut yang beralih menjadi juragan darat. serta juragan
darat yang beralih pekerjaan sebagai pedagang ikan. Mobilitas vertikal ke
atas dapat terjadi oleh beberapa faktor, seperti adanya pemberian warisan,
bantuan modal dari pemerintah, serta adanya keinginan dari diri sendiri
untuk mengubah statusnya.
Pada kasus mobilitas vertikal ke bawah terlihat bahwa ada penurunan
status sosial nelayan. Pada mobilitas vertikal ke bawah ini nelayan
mengalami perubahan atau peralihan status sosial dan ekonomi lebih
rendah dari status sebelumnya. Umumnya yang mengalami mobilitas
vertikal ke bawah ini adalah nelayan yang sebelumnya berapa pada kelas
sosial atau berada pada strata atas, seperti agen ataupun jurgan darat. Agen
atau pengepul ikan yang mengalami mobilitas vertikal ke bawah
disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya ikan di nelayan,
banyaknya saingan, memiliki perilaku boros serta mengalami kerugian
akibat nelayan yang dipinjami modal tidak kunjung mengembalikan modal
tersebut.4 Contoh lain dari mobilitas sosial vertikal ke bawah atau social si
nking ini biasanya seseorang yang mengalami ketidakberuntungan karena j
abatan atau status sosialnya turun karena berbagai alasan.
b. Mobilitas sosial horizontal: perubahan kedudukan seseorang pada
lapisan sosial yang sama. Kedudukan seseorang dapat maju atau
mundur tetapi masih pada lapisan sosial yang sama. 1 seorang buruh
petani yang pada musim paceklik berpindah pekerjaan menjadi buruh
bangunan atau tukang becak di kota tidak bisa dikategorikan sebagai
mobilitas sosial vertikal karena mereka tidak mengalami perubahan
pendapatan atau status sosial secara berarti.
Mobilitas sosial horizontal bisa terjadi secara sukarela, tetapi bisa pula terjadi
karena terpaksa. Apa yang dilakukan oleh petani di atas bisa digolongkan sebagai
mobilitas sosial terpaksa artinya petani tersebut terpaksa pindah ke pekerjaan lain
karena memang di desanya tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan di sektor
9
c. Mobilitas Antargenerasi
Mobilitas sosial ketiga yang bisa terjadi adalah pengertian mobilitas sosial karena
terjadinya atau adanya perubahan kedudukan sosial yang berbeda pada individu
dan kelompok dalam dua generasi yang berbeda. Contoh yang mungkin terjadi
pada mobilitas sosial antargenerasi ketika seorang anak yang lahir di keluarga
petani berhasil menjadi seorang pengusaha di kota besar, sementara ayah ibu,
bahkan nenek dan kakeknya masih menjadi petani di desa.
yang rendah (orang yang miskin) , maka sekolah tersebut akan menjadi
saluran sosial vertikal.
Organisasi politik menyediakan peluang yang lebar bagi para
anggotanya untuk naik ke lapisan yang lebih tinggi. Hal ini akan mudah
bila didukung oleh kemampuan berorganisasi dan berdiplomasi.
Lembaga keagamaan juga berperan dalam masyrakat. Hali ini karena
setiap ajaran agama menganggap bahwa manusia mempunyai
kedudukan yang sederajat. Oleh sebab itu, para pemuka agama
berusaha keras untuk menaikkan kedudukan pemeluknya dari lapisan
bawah ke lapisan yang lebih tinggi.4
Horton dan Hunt (1987) mencatatat ada dua faktor yang memengaruhi tingkat
mobilitas pada masyarakat modern yakni :
Mana diantara kedua faktor diatas yang lebih kuat pengaruhnya sulit ditentukan
karena sifatnya saling melengkapi. Bisa saja disebuah masyarakat tertentu
lapangan kerja yang tersedia relatif masih banyak dimana setia iklan – iklan
lowongan kerja terus saja bermunculan. Namun , sepanjang individu – individu
yang ada ternyata tidak bisa memenuhi kualifikasi yang di butuhkan misalnya
mahir berbahasa inggris maka besar kemungkinan tidak akan terjadi mobilitas
vertikal.
Di sisi lain, bisa saja struktur sosial yang ada begitu kaku (rigid) dimana
kemungkinan seseorang untuk menebus batas – batas lapisan sosial relatif kecil
tetapi ternyata masih ada pula satu dua orang yang bisa lolos seleksi karena
keberungtungan nasibnya. Seperti dicacat Horton dan Hunt, banyak orang yang
benar – benar bekerja keras dan memenuhi segenap persyaratan mengalami
kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” ke pangkuan orang
lain. Seorang pegawai negeri golongan III yang bekerja puluhan tahun biasanya
akan sulit bisa memiliki tabungan seratus juta lebih ketika pensiun. Tetapi,
seorang pegawai negeri golongan I atau seorang buruh perusahaan swasta,
misalnya, suatu saat mungkin “kejatuhan bulan” karena memperoleh hadiah
dadakan mobil, rumah, atau tabungan 150 juta dari sebuah bank karena nasib
baiknya. Rezeki, bagaimanapun adalah sebuah misteri yang sulit ditebak ke mana
arahnya.
Secara rinci Horton dan Hunt (1987) mencatat beberapa konsekuensi negatif
dari mobilitas vertikal, seperti kecemasan atas akan terjadinya penurunan status
bila terjadi mobilitas menurun, ketegangan dalam mempelajari peran baru dari
status jabatan yang meningkat, keretakan hubungan karena anggota kelompok
primer yang semula karna seseorang berpindah ke status yang lebih tinggi atau ke
status yang lebih rendah.
Dilingkungan kelas sosial yang baru, seseorang yang baru saja naik status
belum tentu diterima dengan tangan terbuka. Seseorang yang kaya mendadak
karena mendapat lotre atau warisan hibah, mungkin saja tetap dianggap bukan
sebagai bagian dari kelompok elit eklusif karena belum atau tidak memiliki biaya
hidup yang sama. Orang – orang yang naik status, tetapi posisinya mengembang
ini lazim disebut OKB (orang kaya baru). Dilingkungan masyarakat desa ada
sebutan (bernada cemoohan), seperti petruk dadi ratu dan kere munggah bale,
untuk menyebut orang – orang tertentu yang kaya secara mendadak dan dinilai
lupa dari mana asalnya. Para OKB biasanya baru diterima dan di anggap sebagai
bagian dari kelas sosial barunya bila telah beberapa lama melakukan penyesuaian
atau adaptasi.
1. Faktor Struktural
2. Faktor Individu
3. Faktor Ekonomi
Akan tetapi jika kondisi ekonomi di suatu negara buruk, maka masyarakatnya
akan memiliki pendapatan rendah atau terbatas sehingga sangat sulit untuk
masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan mobilitas sosialnya tidak akan
bisa terjadi.
4. Faktor Politik
Faktor pendorong lainnya yakni faktor politik. Faktor politik menjadi
pendorong mobilitas sosial karena situasi politik dari suatu negara yang stabil atau
tidak akan memengaruhi kondisi keamanannya, tentu ada hubungannya dengan
ketersediaan dan kemudahan dalam menjalankan aktivitas bahkan pekerjaan.
15
5. Faktor Kependudukan
1. Faktor Diskriminasi
2. Faktor Kemiskinan
Biasanya perubahan yang disertai dampak positif ini terjadi apabila adanya
dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang bisa
ditempuh adalah memperbaiki kualitas pendidikan.
1. Timbulnya Konflik
Konflik sosial bisa terjadi karena adanya mobilitas sosial ketika salah satu
perjuangan seseorang atau kelompok mendapatkan posisi yang lebih tinggi
memunculkan persaingan yang berujung konflik.
2. Gangguan Psikologi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA